Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan –

genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong

yang tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu

diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk

pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan

musim nyamuk telah tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat

ini. Saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk dengan

cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi

lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum

dilakukannya pengendalian secara kimiawi.

Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga

yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup

berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya

manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk

dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk

yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang

meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi

kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.

1
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan

pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,

sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak

ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika

termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Demam

Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit

ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena

penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari

Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan

Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak

1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.

DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam

penyakit inipun telah menjangkit 27 provinsi di Indonesia dan

menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia,

hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004).

WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-

bocah kecil dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah

setiap tahun.

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang

disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang

2
parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok

hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit

yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita

ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu

langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah

dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk

tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti

adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas

jentik nyamuk. Program studi Pendidikan Dokter FK UWKS sebagai

salah satu institusi yang dapat melaksanakan fogging merasa bertanggung

jawab untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Sebagai wujud

kepedulian itu maka dilaksanakan program fogging di beberapa daerah.

Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue

(DBD) telah dilaksanakan meliputi promosi kesehatan tentang

pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor

resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sektor terkait sampai

dengan tingkat desa/kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk.

Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah

belum optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam

pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena

itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD

tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala

3
dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam

pemberantasan sarang nyamuk DBD.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan

pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,

sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak

ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika

termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan

tenaga kesehatan lainnya seringkali salah dalam penegakkan diagnosa,

karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti

Flu dan Tipes (Typhoid).

Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas /

inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue,

Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala

demam berdarah sebagai berikut :

1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).

5
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura)

perdarahan.

3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam

(konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan

kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan

lain-lainnya.

4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).

5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.

6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi

penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni),

terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal

(Hemokonsentrasi).

7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,

muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare,

menggigil, kejang dan sakit kepala.

8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.

9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan

pegal/sakit pada persendian.

10.Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya

pembuluh darah.

6
B. Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Klasifikasi vector penyakit demam berdarah

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa

virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue,

A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow

fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi

hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa

virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary

vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus

persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit

demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan

mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu

mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.

Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari

keberadaan vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan

terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang dapat menularkan

virus dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam penularan

virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa

negara lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti

hasil penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik

Seychelles (Metsellar, 1997).

Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari

nyamuk Aedes yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus

7
Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub

famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae, sub

Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).

Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang

mengalami viremia, maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus

dengue dan sekali menjadi nyamuk yang infektif maka akan

infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu

nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada

generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi

dan tidak banyak berperan dalam penularan pada manusia. Virus

yang masuk dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu 8-10 hari

untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa tersebut

dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).

2. Ciri Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang

dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya

ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian

punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal

di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-

sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau

terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk

tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar

populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang

8
diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan

betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan

yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-

rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat

diamati dengan mata telanjang.

Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk

betina yang lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang

dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa mempunyai ciri pada

tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih

keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak

terdapat bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah

dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai

garis melengkung pada thoraknya. Larva Aedes mempunyai bentuk

siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang hair

tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva

Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.

Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air

dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya.

Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan

membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor

nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur

tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa

memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).

9
C. Perilaku Dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegepty

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.

Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk

betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh

asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk

jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar

bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan

benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap

menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas

selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di

bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.

Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari

yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan

darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah

matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-

17.00) (Srisasi G et al., 2000). Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat

mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan

kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus.

Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam

mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak

berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke

orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.

10
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di

lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih

dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat

urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di

daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas). Semua tempat

penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat berkembang

biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air

hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi

air hujan, vas bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih

banyak ditemukan berkembang biak pada kontainer yang ada dalam

rumah.

Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga

dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes

aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5

bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et

al., 1997). Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan

telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips

berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam

1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam

perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke

instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4,

larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman.

Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar

11
dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa

membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika

kondisi lingkungan tidak mendukung.

Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1

bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat

menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang

cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat

memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh,

populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan

nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.

Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-

nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam

rumah dan sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini

agak berbeda dengan Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar

rumah dan menyukai genangan air alami yang terdapat di luar rumah

misalnya potongan bambu pagar, tempurung kelapa, lubang pohon yang

berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti

berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang

terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda

yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain

sebagainya (Srisasi G et al., 2000). Aedes aegypti merupakan spesies

nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis yang

terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan. Selain itu Aedes

12
aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi di

India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California 2.400

m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti

bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).

Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi

kemampuan normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai

kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa

orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena

nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini

sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus dengue ke

beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita

DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004). Memonitor kepadatan

populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi

adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu daerah dan

pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan

dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar

rumah. Ada 3 angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah,

indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari G et al., 2000). Indeks

Breteau adalah jumlah kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti

dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau merupakan indikator

terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk, sedangkan indeks rumah

menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah

adalah prosentase rumah ditemukannya larva Aedes aegypti. Indeks

13
kontainer adalah prosentase kontainer yang positif dengan larva Aedes

aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat

untuk mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai vektor dengan cara

menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat terjadinya infeksi alamiah.

Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian Cleland dan kawan-

kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di Afrika Selatan

yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai

vektor untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).

D. Patogenitas Demam Berdarah Dengue (DBD) oleh nyamuk Aedes

Aegypti

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus

dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes

albopictus. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae,

yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan

DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan

bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedangkan di

Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2

(Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya

demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada

sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie

dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga

menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul

14
dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare

(Soewandoyo E., 1998). Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat

adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah perifer ke jaringan

sekitar. Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik

yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF),

Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan

(DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri

kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit

( Soegijanto S., 2004).

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia,

virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan target

utama virus dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana

pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al., 2002).

Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir

setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi

dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi

APC (Antigen Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini

akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-

sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga

mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi

15
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi,

antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998).

Penyakit infeksi virus dengue merupakan hasil interaksi

multifaktorial yang pada saat ini mulai diupayakan memahami

keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu kerentanan

yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian

infeksi berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic

susceptibility) antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan

perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme penyebab

serta lingkungannya (Darwis D., 1999). Patofisiologi primer DBD dan

Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas

vaskuler yang diikuti kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,

sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah

(Gambar 2.1). Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus

berat, yang didukung penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi

pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).

Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya

dapat menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum

dapat menjelaskan secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al.,

2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD adalah The Secondary

Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori

Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator,

Peran Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).

16
Pencegahan dan pemberantasan infeksi dengue diutamakan pada

pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum

tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang

nyamuk dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi

pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana

utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa

menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu

dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan

melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan

jentik di kolam-kolam (Soegijanto S., 2004).

E. Cara Pemberantasan Demam Berdarah

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam

mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah

memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi

diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat

penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode

tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian

vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Rozendaal JA., 1997).

Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:

1. Lingkungan

17
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut

antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),

pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh : menguras bak

mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu,

mengganti dan menguras vas bunga dan tempat minum burung

seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan air,

mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar

rumah. Tumpah atau bocornya air dari pipa distribusi, katup air,

meteran air dapat menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat

yang penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan

tidak dilakukan.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan

pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran

pemangsa yang dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-

udangan) telah didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai

predator yang efektif terhadap Aedes aegypti (Kay BH., 1996).

Selain itu juga digunakan perangkap telur autosidal (perangkap telur

pembunuh) yang saat ini sedang dikembangkan di Singapura.

3. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging)

(dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk

18
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-

lain.

Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat

memutus rantai penularan penyakit DHF, dengan adanya

pelaksanaan fogging diharapkan jumlah penderita Demam Berdarah

DHF dapat berkurang. Sebelum pelaksanaan fogging pada

masyarakat telah diumumkan agar menutup makanannya dan tidak

berada di dalam rumah ketika dilakukan fogging termasuk orang

yang sakit harus diajak ke luar rumah dahulu, selain itu semua ternak

juga harus berada di luar. Namun demikian untuk menghindari hal –

hal yang tidak diinginkan maka dalam pelaksanaannya fogging

dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I (pendamping) bertugas

membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua ruangan yang

ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah termasuk

bayi, anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring

sakit, selain itu ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua

makanan harus sudah ditutup. Setelah siap operator pendamping ke

luar dan operator II (Operator swing Fog) memasuki rumah dan

melakukan fogging pada semua ruangan dengan cara berjalan

mundur. Setelah selesai operator pendamping baru menutup pintu.

Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama

19
kurang lebih satu jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada

dalam rumah dapat terbunuh semua, dengan cara ini nyamuk-

nyamuk akan terbunuh karena malathion bekerja secara “knoc

down”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar rumah / pekarangan.

Setelah satu rumah beserta pekarangannya selesai difogging maka

fogging dilanjutkan ke rumah yang lain, sampai semua rumah dan

pekarangan milik warga difogging.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging

dengan swing fog untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah

sebagai berikut :

1) Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation,

konsentrasi larutan adalah 4 – 5 %.

2) Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang

digunakan dan debit keluaran yang diinginkan.

3) Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif

50m.d) Kecepatan berjalan

4) ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2

atau 2 – 3 menit untuk satu rumah dan halamannya.

5) Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas

puncak dari nyamuk, yaitu jam 09.00 – 11.00.

Dalam pelaksanaan fogging inipun telah diperhatikan hal-hal di

atas sehingga diharapkan hasilnya juga optimal. Berdasarkan hasil

survei jentik ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah penduduk.

20
Jentik tersebut berada di kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan

di luar rumah dengan kondisi kurang bersih dan kurang terawat,

sedang 4 kamar mandi yang lain berada di dalam rumah. Bahkan

satu kamar mandi terbuat dari keramik, namun demikian kamar

mandi ini berhubungan langsung dengan pekarangan yang cukup

luas dengan tanaman-tanaman besar yang cukup banyak, sehingga

dimungkinkan nyamuk berasal dari pekarangan. Bagi penduduk

yang kamar mandinya masih ditemukan jentik, maka pada saat itu

juga team yang bertugas langsung memberikan pengarahan dan

penyuluhan pada pemilik rumah untuk membersihkan kamar

mandinya agar tidak menjadi sarang nyamuk.

Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang

paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah

sebenarnya kurang tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya

bertujuan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa,

sehingga jika di beberapa rumah penduduk masih diketemukan

jentik nyamuk, maka dimungkinkan penularan demam berdarah

masih berlanjut dengan dewasanya jentik yang menjadi nyamuk.

Apalagi siklus perubahan jentik menjadi nyamuk hanya

membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu. Sehingga jika di

daerah tersebut terdapat penderita demam berdarah baru maka

dimungkinkan akan cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap

lebih efektif adalah dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

21
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah

dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan

3M Plus, yaitu menutup, menguras dan mengubur barang-barang

yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan

beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur

larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,

menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang

obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi

setempat (Deubel V et al., 2001).

Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan

rumah dan pekarangannya, selokan selokan di samping rumah serta

melakukan 3M ( Menguras kamar mandi (termasuk mengganti air

untuk minuman burung dan air dalam vas bunga), menutup

tampungan / tandon air dan mengubur barang-barang bekas yang

mungkin menjadi tempat sarang nyamuk, termasuk pecahan botol

dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat ditaburkan abate

dengan dosis 10 gr/ 100 liter air, untuk membunuh jentik-jentik pada

bak kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal ini

masyarakat tidak perlu takut kalau-kalau terjadi keracunan karena

abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan aman bagi manusia

maupun ikan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam memutus

rantai penularan penyakit demam berdarah adalah dengan

pelaksanaan PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh

22
petugas dan kembali dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara

ini telah dilakukan oleh seluruh masyarakat secara merata di

berbagai wilayah, artinya tidak hanya satu RT atau RW saja, tetapi

telah meluas di semua wilayah maka pemberantasan demam

berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya satu daerah saja

yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak,

maka dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah

bebas namun berkunjung ke daerah yang masih terdapat penderita

demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti akan

tertular demam berdarah pula dan dengan cepat penyakit inipun akan

tersebar luas kembali.

Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan

mengaktifkan kembali (revitalisasi) pokjanal DBD di

Desa/Kelurahan maupun Kecamatan dengan fokus pemberian

penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala.

Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru Pemantau Jentik

(Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan pemantauan

jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan

penyuluhan kesehatan. Peran media massa dalam penanggulangan

KLB DBD dan sebagai peringatan dini kepada masyarakat juga

ditingkatkan. Dengan adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan

kepada khalayak yang cepat diharapkan masyarakat dan departemen

terkait lebih wasapada. Intensifikasi pengamatan (surveilans)

23
penyakit DBD dan vektor dengan dukungan laboratorium yang

memadai di tingkat Puskesmas Kecamatan/Kabupaten juga perlu

dibenahi (Kristina et al., 2004).

F. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah

Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu

pagi sampai sore, karena nyamuk Aedes aktif di siang hari (bukan malam

hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di

siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa

cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode

pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :

1. Pengendalian Non Kimiawi :

a. Pada Larva / jentik nyamuk:

1) dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan

lingkungan yaitu pada umumnya 3M : Menguras dan menyikat

dinding bak penampungan air kamar mandi; karena jentik /

larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) akan

menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras

dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya

dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva

nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati

karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai

dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras dinding tersebut

24
harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak penampungan

air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon

air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah

(Aedest Aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air yang

jernih untuk reproduksinya, Mengubur barang-barang yang

tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang

berlarut-larut ini harus dihindari karena salah satu sasaran

tempat nyamuk untuk bereproduksi.

2) dilakukan dengan cara pencegahan preventive yaitu

memelihara ikan pada tempat penampungan air

b. Pada Nyamuk Dewasa :

1) Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi

untuk pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat

pada linkungan sekitar kita.

2) Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk

nyamuk yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya

(attractan) dan untuk membunuhnya dengan mengunakan

aliran listrik. Cara kerja tersebut sama dengan Electric Raket.

2.  Pengendalian Kimiawi

a. Pada Larva / jentik nyamuk:

1) Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau

yang biasa disebut dengan abate Untuk tempat-tempat air yang

tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate ke

25
dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik

nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Selama 3 bulan

bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti

airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding

tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi

abate dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan

tetap aman bila air tersebut diminum

2) Takaran penggunaan bubuk abate adalah sebagai berikut

:Untuk 10 liter air, abate yang diperlukan = (100/10) x 1 gram

= 10 gram abate

3) Untuk menakar abate digunakan sendok makan. Satu sendok

makan peres berisi 10 gram abate.

b. Pada Nyamuk Dewasa

1) Dilakukan Space Treatment : Pengasapan  (Fogging) dan

Pengkabutan (Ultra Low Volume) dengan insectisida yang

bersifat knock down mampun menekan tingkat populasi

nyamuk dengan cepat.

2) Dilakukan residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada

tempat hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran antara 0 – 1

meter diatas permukaan lantai bangunan.

3) Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk

semprot yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti

26
nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent)

pada nyamuk yang akan mendekat.

4) Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan

mengendalikan nyamuk dengan cara pengelolaan lingkungan

adalah sebagai berikut:

(a) Modifikasi Lingkungan

Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan

secara permanen agar tempat perindukan nyamuk hilang.

Kegiatan ini termasuk penimbunan, pengeringan, pembuatan

bangunan (pintu, tanggul dan sejenisnya) serta pengaturan

sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di Indonesia populer

dengan nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk ”3M”

yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun berbagai

tempat yang menjadi sarang nyamuk.   

(b) Manupulasi Lingkungan

Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu

keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi

keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut dari laguna,

pengubahan kadar garam dan juga sistem pengairan secara

berkala di bidang pertanian. 

(c) Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan

Tingkah Laku

27
Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi

perkembangan vektor dan mengurangi kontak dengan

manusia. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menempatkan

dan memukimkan kembali penduduk yang berasal dari sumber

nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan

perseorangan (personal protection), pemasangan rintangan-

rintangan terhadap kontak dengan sumber serangga vektor,

penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan buangan

lainnya.

(d) Pengendalian Hayati

Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan

memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan

pengendalian ini memerlukan pengetahuan dasar yang

memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi

nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh

alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini

lebih rumit dan hasilnyapun lebih lambat terlihat

dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian

hayati baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika

merupakan bagian suatu pengendalian secara terpadu. 

(e) Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian

hayati adalah predator, patogen dan parasit.

28
a. Predator

Adalah musuh alami yang berperan sebagai

pemangsa dalam suatu populasi nyamuk. Contohnya

beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva

nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama

digunakan sebagai pengendali nyamuk adalah ikan jenis

guppy dan ikan kepala timah. Jenis ikan lain yang

dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di

persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang

bersifat predator yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchites

yang ukurannya lebih besar dari jentik nyamuk lainnya

( sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di

beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah

banyak dilakukan dalam rangkaian usaha memberantas

nyamuk demam berdarah secara tepadu.

b. Patogen

Merupakan jasad renik yang bersifat patogen

terhadap jentik nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai

jenis virus (seperti virus yang bersifat cytoplasmic

polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis

subsp. israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti

Nosema vavraia, Thelohania) dan fungi (seperti

Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)

29
c. Parasit

Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme

tergantung kepada serangga vektor dan menjadikannya

sebagai inang. Contohnya adalah cacing Nematoda

seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae

(Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang

dapat digunakan untuk mengendalikan populasi jentik

nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan lainnya.

Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya,

masuk ke dalam rongga tubuh, merusak dinding dan

jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis cacing

Romanomermis culiciforax merupakan contoh yang sudah

diproduksi secara komersial untuk mengendalikan

nyamuk.

Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda

sampai saat ini masih terbatas pada daerah-daerah tertentu

karena sebaran spesiesnya terbatas, hanya menyerang

pada fase dan spesies serangga tertentu dan memerlukan

dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.

30
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Departemen Kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam

pengendalian dan pencegahan penyakit demam berdarah dengue,

pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode

tepat yaitu (Rosendaal JA., 1997) :

1. Lingkungan dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),

pengelolahan sampah padat, modifikasi tempat perkembang

biakan nyamuk dan perbaikan desain rumah yang mana biasa

kita sebut 3M Plus : menguras, menutus dan mengubur barang-

barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk.

2. Biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan

adu/ikan cupang) dan bakteri (Bt.H-14)

3. Kimiawi dengan pengasapan (fogging) dengan menggunakan

malathion dan fenthoin, memberikan serbut abate (temephos)

pada tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga,

kolam dan lain-lain.

31
Dan pencegahan dapat dilakukan dengaan metode pengontrolan atau

pengendalian vektornya :

1. Pengendalian non kimiawi :

a. Pada Larva/Jentik Nyamuk dilakukan dengan menjaga

sanitasi lingkungan (3M Plus) dan memelihara ikan pada

tempat penampungan air.

b. Pada Nyamuk Dewasa dengan memasang kasa nyamuk,

dengan menggunakan Insect Light Killer.

2. Pengendalian Kimiawi

a. Pada Larva dengan menaburkan bubuk larvasida atau abate

pada tempat yang sulit untuk dikuras.

b. Pada Nyamuk Dewasa dilakukan space treatment (Fogging),

membakar obat nyamuk bakar

Selain itu untuk mencegah DBD dapat dilakukan dengan cara

menghindari gigitan nyamuk pada waktu pagi hingga sore hari dengan

cara mengoleskan lotion anti nyamuk.

B. Saran

1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari

penyakit DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih

merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari

kemungkinan terserangnya demam berdarah.

32
2. P e r l u n y a d i g a l a k k a n G e r a k a n 3 M p l u s , tidak hanya bila

terjadi wabah tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan

masyarakat.

3. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu

dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna

4. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.

33
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2011. Ciri-Ciri Nyamuk  Penyebab Penyakit Demam Berdarah

http://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-

penyebab-penyakit-demam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/. Di akses

tanggal 10 November 2019.

Anonym. 2011. Etiologi dan Patogenesis DBD .

http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-patogenesis-dbd/

Di akses tanggal 10 November 2019

Anonym. 2011. Nyamuk Transgenic Harapan Baru  Penanggulangan

DBD ] http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-

baru-penanggulangandbd. Di akses tanggal 10 November 2019

Anonym. 2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi

Lebih Diutamakan.

http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-nyamuk-

dengan-pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/.

Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia.

http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-

di-indonesia/. Di akses tanggal 10 November 2019.

Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd.

Di akses tanggal 10 November 2019.

34
Faziah A. Siregar. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah

Dengue di Indonesia. www.library.usu.co.id Di akses tanggal 10

November 2019.

35

Anda mungkin juga menyukai