PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
1 Tim Pokja UIN Sunan Kalijaga, Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pokja Akademik
UIN Sunan Kalijaga, 2005), hal.67
2 Sorensen, Georg. 2014. Demokrasi dan demokratisasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Dalam sebuah konsepsi transisi politik pada masa transisi tidak dapat
dipastikan apakah masa sesudah transisi selalu menjadi lebih baik dari masa
sebelum transisi. Jadi keadaan yang akan terjadi setelah transisi berlangsung
adalah sesuatu ketidakpastian. Transisi politik bisa saja menghasilkan sebuah
pencerahan bagi demokrasi dengan berakhirnya sebuah rezim otoriter yang
sudah berlangsung sangat lama. Transisi juga dapat berkembang menjadi
konfrontasi sengit dan meluas, yang membuka jalan bagi rezim-rezim
revolusioner yang ingin memperkenalkan perubahan drastis dari kenyataan
politik yang ada.3 Artinya masa transisi merupakan masa yang sulit untuk
diprediksikan. Pada masa transisi keadaan politik suatu negara dalam keadaan
yang tidak stabil, sehingga segala kemungkinannya bisa saja terjadi.
Dalam sebuah masa transisi tidak dapat dipastikan apakah masa sesudah
transisi selalu menjadi lebih baik dari masa sebelum transisi. Jadi keadaan
yang akan terjadi setelah transisi berlangsung adalah sesuatu ketidakpastian.
Transisi politik bisa saja menghasilkan sebuah pencerahan bagi demokrasi
dengan berakhirnya sebuah rezim otoriter yang sudah berlangsung sangat
lama. Transisi juga dapat berkembang menjadi konfrontasi sengit dan meluas,
yang membuka jalan bagi rezim-rezim revolusioner yang ingin
rezim otoritarian, dan disisi lain, oleh pengesahan beberapa bentuk demokrasi,
6
alternatif revolusioner. Dengan demikian dalam sebuah proses transisi, aturan
main politik menjadi tidak menentu karena instabilitas yang terjadi. Hal ini
demikian dapat membuka jalan bagi mereka untuk menggapai kekuasaan pada
tersebut akan mengalami proses talik ulur yang sangat ketat. Ini disebabkan
politik tersebut. Namun jika kesepakatan tersebut tidak terwujud, maka pertikaian
diantara kelompok kepentingan akan terus terjadi, dan bukan tidak mungkin rezim
yang lama akan berkuasa kembali. Sebuah hal yang menandai dimulainya masa
1. Transformasi
terjadi ketika elit yang berkuasa mempelopori proses perwujudan
demokrasi. Dalam transformasi, pihak-pihak yang berkuasa dalam rezim
otoriter mensponsori perubahan dan memainkan peran yang menentukan
dalam mengakhiri rezim itu dan mengubahnya menjadi sebuah sistem yang
demokratis.
2. Replacement (pergantian)
terjadi ketika kelompok Oposisi mempelopori proses perwujudan demokrasi
di mana kemudian Rezim Otoriter tumbang atau digulingkan. Replacement
merupakan sebuah transisi yang matang dan lemah, proses ini sangat
tergantung dengan kontinuitas perjuangan dari mereka yang memiliki
komitmen yang kuat dengan pembangunan demokrasi. Dan dalam kasus
Indonesia dan juga sepertinya Mesir replacement ini menampakkan wajah
yang tidak sempurna. Namun jika Indonesia dan Mesir memiliki cukup
banyak tersedia kelompok sosial yang konsen dengan demokrasi, maka
replacement ini akan menjadi matang. Namun apabila kelompok sosial itu
sedikit maka berpeluang besar bahwa Transisi Demokrasi ini berbalik arah
menjadi Otoritarianisme Baru.
3. Transplacement
terjadi jika demokratisasi merupakan hasil dari tindakan yang dilakukan secara
bersama-sama oleh kelompok pemerintah dan kelompok oposisi. Kelompok
konservatif dalam rezim berada pada posisi yang seimbang dengan
pemerintah, tetap pemerintah sendiri hanya bersedia merundingkan perubahan,
dan tidak mau memprakarsai perubahan rezim. Hal ini sangat berbeda dengan
adanaya dominasi kelompok konservatif yang menimbulkan replasemen.
7 samuel Huntington. (1991). The Thrid Wafe : Democratization in The Late Twentieth centur.,
Norman and London : University of oklahp Press. Hal - 13-26
c. Faktor penopang penyebab Transisi demokrasi
1. Pembangunan Ekonomi
Menurut Huntington Pembangunan Ekonomi ini akan melahirkan tiga hal
esensial bagi demokrasi :
a. Tingkat moral pendidikan yang tinggi yang mendukung demokrasi,
b. Perluasaan kelas menengah dan penambahan jumlah borjuasi yang
menopang demokrasi,
c. Membentuk budaya warga masyarakat, kepercayaan, tanggung jawab dan
kompetisi yang sehat.
2. Civil Society
Civil Soceity sebagai ruang (space) merupakan tempat yang potensial bagi
pertumbuhan demokrasi, karena dalam ruang inilah setiap individu dan kelompok
sosial dalam masyarakat saling berinteraksi, berkomunikasi, berdialog,
berdiplomasi, bernegosiasi tentang berbagai realita sosial yang ada dalam
masyarakat. Dalam ruangan ini pula kepentingan privat dan kepentingan publik
akan bertemu. Dan ruang ini bisa berupa Alun-alun, kantor DPRD, taman kota,
masjid dll. Atau bisa juga berbentuk institusi publik yang secara normatif dan
prosedural mengatur dan memperjuangkan berbagai jenis kepentingan
masyarakat, seperti LSM, Organisasi Sosial Politik, Organisasi Kemasyarakatan
Umum yang termasuk didalamnya Organisasi Mahasiswa.
8 Arief Budiman, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan
Aksi Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999, Hal. 115.
9 Guillermo O’ Donnell & Philippe C. Schmitter , loc. cit hal 7
Daftar Pustaka