Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TENTANG

IJMA’ QIYAS DAN ISTIHSAN

Disusun oleh kelompok 8:

 Muhammad rafi(0301203055)
 Abdillah nasution(0301202266)
 Sarifah aini(0301203069)

Dosen pengampu:Dr.Hasan Matsum M.AG

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS NEGERI SUMATRA UTARA

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penyusun makalah fiqih/usul fikih tentang ijma’,qiyas ,dan


istihsan.untuk mempersentasekan dalam rangka mendukung proses pembelajaran ini
dapat terselesaikan.makalah usul fiqih tentang ijma’,qiyas dan istihsan yang
berpedoman pada buku usul fiqih yg ada.penyusun telah melakukan yang terbaik.

Makalah ini dapat terselaikan karna adanya kerja sama dari kelompok dan
berbagai pihak.untuk itu,kami mengucapkan terima kasihkepada pihak-pihak yang
mendukung kami ,diantaranya DR.HASAN MATSUM,M.AG selaku dosen
pengampu dan teman –teman penyusun yang telah bekerja keras untuk
menyelesaikan makalah ini .

Namun dalam penyusunan masih jauh dari kata sempurna.sehingga kami


mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca yang budiman,sehingga kami dapat
menperbaikinya dilain waktu.

Akhirnya ,makalah ini diharapkan dapat menbantu proses pembelajaran


khususnya di ilmu pengetahuan [PAI]2.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakan …………………………………………………………………… 1


B. Rumusan masalah ……………………………………………………………. 2
C. Tujuan pembahasan…………………………………………………………. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Ijma’………………………………………………………………………………… 4
B. Qiyas……………………………………………………………………………….. 5
C. Istihsan …………………………………………………………………………… 6

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………. 7

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………. .8

BAB I
PENDAHULUAN

A.latar belakang

Ilmu usul fikih merupakan salah satu instrument s yang harus dipenuhi oleh
siapapun yang ingin melakukan mekanisme ijtihad dan istinbath hukum dalam
islam .itulah sebabnya dalam pembahasan kritetia seorang mujtahid,penguasaan akan
ilmu ini dimasukkan sebagai salah satu syarat mutlaknya untuk menjaga agar proses
ijtihat tetap berada pada koridor yang semestinya.

Sumber hukum dalam islam,ada yang di sepakati (muktafaq) para ulama


dan ada yang masih di perselisihkan (muttalaf).Adapun sumber hukum islam yang di
sepakati jumhur ulama adalah al Qur’an,Hadis ,ijma’Qiyas.para ulama juga sepakat
dalil dalil tersebut di atas (al Qur’an,sunnah ,ijma’,Qiyas)

Sedangkan sumber hukum islam yang masih diperselisihkan di para ulama


selain sumber hukum islam yang di atas yaitu istihsan dan marsalah mursalah.

B.Rumusan masalah

a. Bagai mana bahasan tentang ijma’


b. Bagai mana bahasan tentang Qiyas
c. Bagai mana bahasan tentang istihsan

C.tujuan pembahasan

a. Mengetaui apa itu ijma’


b. Mengetaui apa itu qiyas
c. Mengetahui apa itu istihsan

BAB II
PEMBAHASAN

A.IJMA’

a.Pengertian ijma’

Pengertian etimologi ke dua dari ijma’adalah ketetapan hati untuk melakukan


sesuatu.pengertian ke dua ini ditemukan dalam surat Yunus, 10:71;. Yang artinya
“maka bulatkanlah keputusanmu dan( kumpulkanlah ) sekutu- sekutumu……”
perbedaan antara pengertian pertama dengan pengertian kedua terletak pada
kuantitas (jumlah)orang yang berketetapan hati.pengertian pertama mencukupkan
satu tekad saja,sedangkan untuk pengertian kedua memerlukan tekad kelompok.

Secara terminologi,ada beberapa rumusan ijma’yang dikemukakan para ulama


ushul fiqh.Imam al-Ghazali,merumuskan ijma’ dengan “kesepakatan umat
Muhammad secara khusus tentang suatu masalah agama”.akan tetapi ,rumusan
,rumusan al nazzam ini tidak sejalan dengan pengertian etimologi di atas.

Imam al;Gazai,merumuskan ijma’ dengan “kesepakatan umat Muhammad secara


khusus tentang suatu masalah agama.rumusan al;Gazali ini memberikan batasan
bahwa ijma’harusdilakukan umat Muhammad.

b.Rukun dan Syarat-syarat Ijma’

Jumhur ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa rukun ijma’ itu ada lima yaitu:

1.Yang terlibat dalam pembahasan hokum syara’ melalui ijma’


tersebut adalah seluruh mujtahid.apa bila ada diantara mujtahid
yang tidak setuju, maka hukum yang dihasilkan itu tidak
dinamakan hokum ijma’.

2.Mujtahid yang terlibat dalam pembahasan hukum itu dalah


seluruh mujtahid yang ada pada masa tersebut dari berbagai
belahan dunia islam.
Kesepakatan itu di awali setelah masing –masing mujtahid
mengemukakan pandangannya.

3.Hukum yang di sepakati itu adalah hukum syara’yang bersifat actual dan tidak ada
hukum rinci dalam AlQur’an
. 4Sandaran hukum ijma’tersebut haruslah AlQur’an dan hadis Rasulullah Saw.

c..Macam –macam ijma’

Dilihat dari segi cara terjadinya kesepakatan terhadap hukum syara’itu, para
ulama usul fiqih membagi ijma’kepada dua bentuk yaitu sebagai berikut :

1.Ijma’ Sharih/lafzhi

Adalah kesepakat mujtahid, baik melalui pendapat maupun melalui perbuatan


terhadap hukum masalah tertentu. Kesepakatan ini dikemukakan dalam sidang ijma’
setelah masing-masing mujtahid mengemukakan pandangannya terhadap masalah
yang di bahas. Sedang kan menurut jumhur ulama adalah apabila ijma’ seperti ini
berlangsung dan menghasilkan suatu kesepakatan tentang suatu hukum yang dijakan
hujjah dan kekuatan hukumnya bersifat qath’I (pasti).

2.Ijma’sukuti

adalah pendapat sebagian mujtahid pada suatu masa tentang hukum suatu masalah
dan tersebar luas ,sedangkan sebagin mujtahid lainnya hanya diam saja setelah
meneliti pendapat mujtahid yang di kemukan di atas ,tanpa ada yang menolak
pendapat tersebut. Ijma’ sukuti ini pengaruhnya terhadap hukum tidak meyakinkan ,
karenanya para ulama usul fiqih menempatkannya sebagai dalil zhanni.

d.Dasar hukum ijma’

 Al Qur’an surah(Qs.An nisa’;59)

Artinya:”hai orang-orang yang beriman ,taatlah kepada allah dan taatlah kepada
kepala rasul(nya),dan ulil amri di antara kamu.kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu,Maka kembalilah iya kepada allah (al Quran)dan
rasul(sunnahnya),jika kamu benar-benar beriman kepada allah dan hari
kemudian.yang demikian itu lebih utama (bagimu)dan lebih baik akibatnya.”

3. Dasar Keberlakuan Ijma'

Sama halnya dengan sumber lain di awal pembahasan, Alquran dm Sunnah, maka
ijma' juga memiliki dasar yuridis syara' yang Biendukung otoritasnya sebagai sumber
hukum syara'. liashim I a mail menguraikan hal tersebut dengan panjang. Ia
mengatakan sebagai berikut: "// must be noted lit /lie outset that unlike the Onr'au
and Sunnah. lima' does not directly partake in divine revelation. As a doctrine and
proof i>l Shari'ah, ijma' is basically a rational proof. The theory of iima' is aho ,
e/ar on the joint that it is a binding proof. But it seems that

B.Qiyas

a. Pengertian Qiyas

Secara etimologis, qiyas berarti taqdir (ukuran), yakni mengetahui ukuran


sesuatu.20 Untuk menangkap pemahaman yang lebih dalam tentang makna
etimologis ini, Hashim Kamali mengatakan sebagai.

Menurut pengerdan terminologis, qiyas adalah menghubungkan suatu kejadian


yang tidak ada nas-nya kepada kejadian lain yang ada nasnya, dalam hukum yang
telah ditetapkan oleh nas karena terdapatnya kesamaan dua kejadian itu dalam illat
hukumnya.

Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa qiyas atau analogi adalah
menyamakan hukum dari sebuah perisdwa hukum yang telah mendapatkan ketentuan
hukum yang pasti kepada peristiwa hukum lain yang belum memperoleh kepasdan
hukum yang tegas atas dasar terdapatnya kesamaan illat {patio legis).

b. Macam-Macam Qiyas
Dalam hal pembagian jenis qiyas, ada clua hal yang perlu untuk diperhatikan, yaitu
dari segi kekuatan 'illat yang terdapat pada furu ‘ dan kekuatan 'illat yang terdapat
pada asal. Dari sisi ini qiyas terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu:

a- Qfyas awlawi ; yaitu yang berlakunya hukum pada furu’ ebih kuat dari
pemberlakuan hukum pada asal. Sebagai contoh: mengqiyaskan haramnya memukul
Ibu Bapa di-qiyas-kan dengan perkataan "ah" kepada Ibu Bapa dengan Wat
menyakiti. (Q. 17:23).

b. Qiyas musawi ;yaitu qiyasyang berlakunya hukum pada furu’ sama kcadaanya
dengan berlakunya hukum asal karena kekuatan 'illat-nya sama. Misalnya,
mengqiyaskan membakar harta anak yadm kepada memakannya secara zalim dalam
penetapan bukum haramnya. (Q. 4:2).

c. Qiyas adwan; yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada fund lebih lemah
dibandingkan dengan berlakunya hukum pada asal. Contoh mengatukan buah kedelai
dengan gandum dalam menetapkan berlakunya riba bila ditukarkan dengan barang
sejenis. 'Illat pada kedelai lebih lemah dari pada illat.

Sedangkan pembagian qiyas dari segi kejelasan 'illatnya dapat di bagi ke dalam dua
jenis:

a. Qiyas fall, yaitu; qiyas yang ditetapkan 'illatnya dalam nas bersamaan dengan
penetapan hukum asal. Misalnya, qiyas memukul Ibu Bapa kepada ucapan "ah"
dengan 'illat untuk tidak menyakiti mereka, yang dalam Alquran sebenarnya adalah
disuruh untuk senantiasa berbuat baik kepada mereka.

b. Qiyas khaji, yaitu; qiyas yang 'illatnya tidak disebutkan dalam nas, hanya saja
ditetapkan dari hukum asal yang memungkinkan kedudukan 'illatnya bersifat vfjanni.
Misalnya, mengqiyaskan tindak pembunuhan scngaja dengan menggunakan benda
tumpul kepada pembunuhan dengan menggunakan benda tajam dalam bukum qiyash
adengan 'illat adanya unsur ke-' sengajaan.

c.Syarat-Syarat Qiyas
Para ulama berbeda pendapat tentang persyaratan qiyas. Namun demikian,
secara garis besar persyaratan qiyas meliputi adanya maqis 'aiaih, maqis, hukum asal,
dan adanya 'illat. Adapun yang dimaksud dengan maqis 'alaih adalah tempat
mengwujudkan sesuatu yang baru kepada sesuatu yang sudah ada ketentuannya
dalam nas. Sedangkan yang dimaksud dengan maqis yaitu adanya sesuatu yang akan
disamakan hukumnya dengan hukum yang asal dari nas.

Adapun beberapa ketentuan yang harus terdapat dalam maqis antara lain bahwa
'illat yang terdapat pada furu 'memiliki kesamaan dengan 'illat yang terdapat pada
hukum asal. Dasar kesamaan ini adalah bahwa qiyas itu pada hakikatnya
merentangkan bukum yang ada pada asal kepada furu' dengan perantaraan adanya
'tllat pada bukum asal. [ilea illat dalam bukum asal tidak terdapat p.id,i furu' maka u
alia p.•irniangan bukum tersebut tidak dapat dilalman il in I >i imping itu hukum
pada fund ddak menyalalii dalil.

d.rukun Qiyas

 Ashl menurut para ahli merupakan objek yang telah telah ditetapkan
hukumnya oleh ayat Al quran,hadis rasulullah swa,atau ijma’.misalnya
pengharaman wisky dengan mengkiyaskannya ke pada khamar. Maka yang
ashl itu adalah khamar yang telah di teteapkan hukumnya melalui nash.
 Far’u adalah objek yang akan di tentukan hukumnya,yang tidak ada nash atau
ijma’yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky dalam kasus di
atas.
 Illat adalah sifat yang mejadi motif dalam menentukan hukum,dalam kasus
khamar)memabukkan)
 Hurin al –ashl adalah hukum syara’ yang di tentukan oleh nash atau ijma’
yang akan di berlakukan kepada far’u seperti ke haraman meminum khamar.
7

C.ISTIHSAN
a.pengertian istihsan

secara etimologi berarti “menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu.tidak


terdapat perbedaan pendapat usul fiqih dalam mempergunakan lafal istihsan dalam
pengertian etimologi.

Secara terminologi imam al bazdawi (400-482 H/1010-1079M:ahli usul fiqih


hanafi), iya menyatakan dalam kasus-kasus tertentu metode qiyas sulit untuk di
terapkan, karena illat yang ada pada qiyas amat lemah.oleh sebab itu,perlu di carikan
merode lain yang mengandung motivasi hukum yang lebih kuat,sehingga hukum
yang di tetapkan pada kasus tersebut lebih tepat dan sejalan dengan tujuan –tujuan
syara’.

b.bentuk-bentuk istihsan

dari segi pengambilan dalil,istihsan terbagi dalam beberapa bentuk:

1. Istihsan dengan qiyas khafi ialah pencetusan hukum melalui perenungan serta
penelitian mendalam karena ada salah satu kiyas jallidan qiyas khafi yang
masing-masing mempunyai konsekwensi hukum sendiri-
sendiri.contohnya:”air sisa minuman burung buas seperti burung
elang,rajawali,dan lain sebagainya.
2. Istihsan dengan Nas adalah meninggalkan ketentuan nas yang beralih ke
hukum nas yang khusus.
3. Istihsan dengan Ijma’ adalah fatwa ulama tentang sustu hukum dalam
permasalahan kontemporer yang menyalahi hasil penerapan qiyas atau
kaidah umum.
4. Istihsan dengan darurat yaitu apabila dengan menggunakan qiyas atau kaidah
umum pasti akan berdampak pada kesulitan atau kesempitan.contohya
penyucian sumur atau telaga yang terkena najis.
5. Istihsan dengan marsalah yaitu apabila qiyas atau kaidah umum di terapkan
akan mengakibatkan nafsadah (kerugian)atau tidak tercapainya marsalah
yang di tuju.
6. Istihsan dengan urf” adalah berpindah dari penerapan qiyas atau kaidah
umum dengan memanang tradisi yang berlaku.
c.macam-macam istihsan

Ulama Hanafiyah membagi istihsan membagi istihsan menjadi 6 :

1. Istihsan bin nash(istihsan berdasarkan ayat atu hadits).


2. Istihsan bi al-ijma’(istihsan yang di dasarkan kepada ijma’)
3. Istihsan bi al-qiyas al-khafiy(istihsan berdasarkan qiyas qiyas yang
tersembunyi)
4. Istihsan bi al-mashlahah(istihsa berdasarkan ke maslahatan)
5. Istihsan bi al-urf’(istihsan berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku secara
umum)
6. Istihsan bi al Dharuruh(istihsan berasarkan keadaan darurat).

BAB III

PENUTUP
 KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan makalah di atas,dapat di simpulkan bahwa sumber


hukum islam berupa ijma’,Qiyas dan istihsan memiliki ruang lingkup dan metode
penggalianhukum yang berbeda-beda.

Namun demikian ,harus berpegang pada kajian ushul fiqihyang memilah antara
sumber hukum tau dalil-dalil yang di sepakati dan sumber hukum atau dalil-dalilyang
tidak di sepakati.

 DAFTAR PUSTAKA

1 .: Drs. Ansari, MAhukum syara’dan sumber-sumbernya Jakarta 2013

2.PROF.Dr.Harunn Haroen,M.A usul fikih

3.prof.Dr.H.AMIR SYARIFUDDIN usul fikih jilit 2 jakarta .

Perpustakaan nasional :catalog dalam terbitan (KDT).

Anda mungkin juga menyukai