Muhammad rafi(0301203055)
Abdillah nasution(0301202266)
Sarifah aini(0301203069)
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Makalah ini dapat terselaikan karna adanya kerja sama dari kelompok dan
berbagai pihak.untuk itu,kami mengucapkan terima kasihkepada pihak-pihak yang
mendukung kami ,diantaranya DR.HASAN MATSUM,M.AG selaku dosen
pengampu dan teman –teman penyusun yang telah bekerja keras untuk
menyelesaikan makalah ini .
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Ijma’………………………………………………………………………………… 4
B. Qiyas……………………………………………………………………………….. 5
C. Istihsan …………………………………………………………………………… 6
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………. .8
BAB I
PENDAHULUAN
A.latar belakang
Ilmu usul fikih merupakan salah satu instrument s yang harus dipenuhi oleh
siapapun yang ingin melakukan mekanisme ijtihad dan istinbath hukum dalam
islam .itulah sebabnya dalam pembahasan kritetia seorang mujtahid,penguasaan akan
ilmu ini dimasukkan sebagai salah satu syarat mutlaknya untuk menjaga agar proses
ijtihat tetap berada pada koridor yang semestinya.
B.Rumusan masalah
C.tujuan pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A.IJMA’
a.Pengertian ijma’
Jumhur ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa rukun ijma’ itu ada lima yaitu:
3.Hukum yang di sepakati itu adalah hukum syara’yang bersifat actual dan tidak ada
hukum rinci dalam AlQur’an
. 4Sandaran hukum ijma’tersebut haruslah AlQur’an dan hadis Rasulullah Saw.
Dilihat dari segi cara terjadinya kesepakatan terhadap hukum syara’itu, para
ulama usul fiqih membagi ijma’kepada dua bentuk yaitu sebagai berikut :
1.Ijma’ Sharih/lafzhi
2.Ijma’sukuti
adalah pendapat sebagian mujtahid pada suatu masa tentang hukum suatu masalah
dan tersebar luas ,sedangkan sebagin mujtahid lainnya hanya diam saja setelah
meneliti pendapat mujtahid yang di kemukan di atas ,tanpa ada yang menolak
pendapat tersebut. Ijma’ sukuti ini pengaruhnya terhadap hukum tidak meyakinkan ,
karenanya para ulama usul fiqih menempatkannya sebagai dalil zhanni.
Artinya:”hai orang-orang yang beriman ,taatlah kepada allah dan taatlah kepada
kepala rasul(nya),dan ulil amri di antara kamu.kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu,Maka kembalilah iya kepada allah (al Quran)dan
rasul(sunnahnya),jika kamu benar-benar beriman kepada allah dan hari
kemudian.yang demikian itu lebih utama (bagimu)dan lebih baik akibatnya.”
Sama halnya dengan sumber lain di awal pembahasan, Alquran dm Sunnah, maka
ijma' juga memiliki dasar yuridis syara' yang Biendukung otoritasnya sebagai sumber
hukum syara'. liashim I a mail menguraikan hal tersebut dengan panjang. Ia
mengatakan sebagai berikut: "// must be noted lit /lie outset that unlike the Onr'au
and Sunnah. lima' does not directly partake in divine revelation. As a doctrine and
proof i>l Shari'ah, ijma' is basically a rational proof. The theory of iima' is aho ,
e/ar on the joint that it is a binding proof. But it seems that
B.Qiyas
a. Pengertian Qiyas
Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa qiyas atau analogi adalah
menyamakan hukum dari sebuah perisdwa hukum yang telah mendapatkan ketentuan
hukum yang pasti kepada peristiwa hukum lain yang belum memperoleh kepasdan
hukum yang tegas atas dasar terdapatnya kesamaan illat {patio legis).
b. Macam-Macam Qiyas
Dalam hal pembagian jenis qiyas, ada clua hal yang perlu untuk diperhatikan, yaitu
dari segi kekuatan 'illat yang terdapat pada furu ‘ dan kekuatan 'illat yang terdapat
pada asal. Dari sisi ini qiyas terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu:
a- Qfyas awlawi ; yaitu yang berlakunya hukum pada furu’ ebih kuat dari
pemberlakuan hukum pada asal. Sebagai contoh: mengqiyaskan haramnya memukul
Ibu Bapa di-qiyas-kan dengan perkataan "ah" kepada Ibu Bapa dengan Wat
menyakiti. (Q. 17:23).
b. Qiyas musawi ;yaitu qiyasyang berlakunya hukum pada furu’ sama kcadaanya
dengan berlakunya hukum asal karena kekuatan 'illat-nya sama. Misalnya,
mengqiyaskan membakar harta anak yadm kepada memakannya secara zalim dalam
penetapan bukum haramnya. (Q. 4:2).
c. Qiyas adwan; yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada fund lebih lemah
dibandingkan dengan berlakunya hukum pada asal. Contoh mengatukan buah kedelai
dengan gandum dalam menetapkan berlakunya riba bila ditukarkan dengan barang
sejenis. 'Illat pada kedelai lebih lemah dari pada illat.
Sedangkan pembagian qiyas dari segi kejelasan 'illatnya dapat di bagi ke dalam dua
jenis:
a. Qiyas fall, yaitu; qiyas yang ditetapkan 'illatnya dalam nas bersamaan dengan
penetapan hukum asal. Misalnya, qiyas memukul Ibu Bapa kepada ucapan "ah"
dengan 'illat untuk tidak menyakiti mereka, yang dalam Alquran sebenarnya adalah
disuruh untuk senantiasa berbuat baik kepada mereka.
b. Qiyas khaji, yaitu; qiyas yang 'illatnya tidak disebutkan dalam nas, hanya saja
ditetapkan dari hukum asal yang memungkinkan kedudukan 'illatnya bersifat vfjanni.
Misalnya, mengqiyaskan tindak pembunuhan scngaja dengan menggunakan benda
tumpul kepada pembunuhan dengan menggunakan benda tajam dalam bukum qiyash
adengan 'illat adanya unsur ke-' sengajaan.
c.Syarat-Syarat Qiyas
Para ulama berbeda pendapat tentang persyaratan qiyas. Namun demikian,
secara garis besar persyaratan qiyas meliputi adanya maqis 'aiaih, maqis, hukum asal,
dan adanya 'illat. Adapun yang dimaksud dengan maqis 'alaih adalah tempat
mengwujudkan sesuatu yang baru kepada sesuatu yang sudah ada ketentuannya
dalam nas. Sedangkan yang dimaksud dengan maqis yaitu adanya sesuatu yang akan
disamakan hukumnya dengan hukum yang asal dari nas.
Adapun beberapa ketentuan yang harus terdapat dalam maqis antara lain bahwa
'illat yang terdapat pada furu 'memiliki kesamaan dengan 'illat yang terdapat pada
hukum asal. Dasar kesamaan ini adalah bahwa qiyas itu pada hakikatnya
merentangkan bukum yang ada pada asal kepada furu' dengan perantaraan adanya
'tllat pada bukum asal. [ilea illat dalam bukum asal tidak terdapat p.id,i furu' maka u
alia p.•irniangan bukum tersebut tidak dapat dilalman il in I >i imping itu hukum
pada fund ddak menyalalii dalil.
d.rukun Qiyas
Ashl menurut para ahli merupakan objek yang telah telah ditetapkan
hukumnya oleh ayat Al quran,hadis rasulullah swa,atau ijma’.misalnya
pengharaman wisky dengan mengkiyaskannya ke pada khamar. Maka yang
ashl itu adalah khamar yang telah di teteapkan hukumnya melalui nash.
Far’u adalah objek yang akan di tentukan hukumnya,yang tidak ada nash atau
ijma’yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky dalam kasus di
atas.
Illat adalah sifat yang mejadi motif dalam menentukan hukum,dalam kasus
khamar)memabukkan)
Hurin al –ashl adalah hukum syara’ yang di tentukan oleh nash atau ijma’
yang akan di berlakukan kepada far’u seperti ke haraman meminum khamar.
7
C.ISTIHSAN
a.pengertian istihsan
b.bentuk-bentuk istihsan
1. Istihsan dengan qiyas khafi ialah pencetusan hukum melalui perenungan serta
penelitian mendalam karena ada salah satu kiyas jallidan qiyas khafi yang
masing-masing mempunyai konsekwensi hukum sendiri-
sendiri.contohnya:”air sisa minuman burung buas seperti burung
elang,rajawali,dan lain sebagainya.
2. Istihsan dengan Nas adalah meninggalkan ketentuan nas yang beralih ke
hukum nas yang khusus.
3. Istihsan dengan Ijma’ adalah fatwa ulama tentang sustu hukum dalam
permasalahan kontemporer yang menyalahi hasil penerapan qiyas atau
kaidah umum.
4. Istihsan dengan darurat yaitu apabila dengan menggunakan qiyas atau kaidah
umum pasti akan berdampak pada kesulitan atau kesempitan.contohya
penyucian sumur atau telaga yang terkena najis.
5. Istihsan dengan marsalah yaitu apabila qiyas atau kaidah umum di terapkan
akan mengakibatkan nafsadah (kerugian)atau tidak tercapainya marsalah
yang di tuju.
6. Istihsan dengan urf” adalah berpindah dari penerapan qiyas atau kaidah
umum dengan memanang tradisi yang berlaku.
c.macam-macam istihsan
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Namun demikian ,harus berpegang pada kajian ushul fiqihyang memilah antara
sumber hukum tau dalil-dalil yang di sepakati dan sumber hukum atau dalil-dalilyang
tidak di sepakati.
DAFTAR PUSTAKA