INFEKSI ODONTOGEN
Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal atau bersumber dari dalam
gigi.
Etiologi
Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau sekunder yang
terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Ciri
khas dari infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses
dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi dan remineralisasi struktur gigi terjadi
pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi yang paling baik pada gigi terjadi pada saat
aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik
terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5 dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat
yang tinggi. Sekali email larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang
mikroporus dan langsung masuk ke dalam pulpa (Green et. al. 2001).
Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung menuju
apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau mandibula. Infeksi
tersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak jaringan superficial dari rongga
mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada daerah fasial. Serotipe dari
streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus) merupakan bakteri yang utama
dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut. Tetapi meskipun lactobacilli bukan
penyebab utama penyakit, mereka merupakan suatu agen yang progresif pada karies gigi,
karena mereka mempunyai kapasitas produksi asam yang baik (Green et. al. 2001).
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak
bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas.
Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah
mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus-
menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik
sebelumnya (Ariji et. al. 2002).
Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra,
gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan saraf
pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).
Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan
pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada
pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus. Dilihat
adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari trismus.
Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries, kedalaman caries, vitalitas gigi, lokalisasi
pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi.
JENIS INFEKSI ODONTOGEN
a) Pericoronitis
i) Definisi
Pericoronitis didefinisikan sebagai infeksi yang terjadi di dalam rongga mulut dan
mengeluarkan simtom. Secara klinis, perikorontis seperti abses periodontal namun begitu,
etiologik nya berbeda. (Topazian et. al.,2002) "Peri-" berarti "di sekitar." perkataan "-coron-"
bagian dari istilah mengacu pada "mahkota" dari gigi. Akhiran "-itis" mengacu pada adanya
infeksi. Jadi, kata perikoronitis secara harfiah berarti "infeksi di sekitar bagian mahkota gigi."
(Peterson et. al.,2003)
Perikoronitis dapat memberi efek terhadap molar ketiga kerana kasus impaksi banyak
terjadi pada molar ketiga dan ia terletak pada pinggir anterior mandibular. Oleh karena itu,
kasus impaksi molar ketiga banyak terjadi pada usia dewasa muda. (Peterson et. al.,2003)
Perikoronitis akut mulanya terjadi sebagai kesakitan yang terjadi secara local dan
pembekakan gingiva. Kesakitan in dapat dirasai pada bahagian muka, telinga atau sudut pada
mandibular. Apabila dilakukan diagnosa secara visual dan palpasi, terdapat pembekakan,
inflamasi, dan bahagian lunak pada jaringan lunak yang terletak disekeliling koronal termasuk
oklusal. (Topazian et. al.,2002)
Inspeksi menunjukkan terdapt akumulasi plak dan debris pada porsi yang terdedah
pada gigi yang terinfeksi dan juga gigi tetangga karena jaringan lunak yang mengalami infeksi
tersebut menghalang sikat gigi untuk mencapai daerah tersebut. Pus dapat terlihat dibawah
margin jaringan perikoronal atau dapat dikeluarkan apabila dilakukan palpasi. (Topazian et.
al.,2002)
Massa retromolar terdiri dari campuran jaringan kolagenik yang cukup padat dan
pembengkakan jaringan granulasi, dengan moderat untuk sejumlah besar sel inflamasi kronis
campuran di seluruh daerah terinfeksi. Mukosa superior dapat ulserasi dengan tempat ulkus
debris nekrotik fibrinoid. Epitel berdekatan dengan gigi yang terinfeksi biasanya menyajikan
dengan kombinasi proses rete hiperplasia, degenerasi dan nekrosis, dan mungkin dengan
neutrofil. Koloni bakteri, plak gigi dan sisa-sisa makanan nekrotik mungkin melekat pada
epitel. Secara patologis harus membedakan lesi ini dari granuloma piogenik dan gingivitis
rutin, dan ini sering membutuhkan korelasi dengan gambaran klinis. (Malik,2011)
iii) Etilogi
Disamping itu, etiologi perikoronitis adalah trauma dari gigi tetangga dalam terjadinya
ekserbasi dan pembekakan jaringan. Faktor lainnya adalah stress emosi, rokok, chronic
fatigue, dan infeksi pada saluran respiratori di bahagian atas. (Topazian et. al.,2002)
iv) Klasifikasi
Perikoronitis diklasifikasikan menjadi kronis dan akut. Perikoronitis kronis dapat hadir
tanpa atau hanya gejala ringan dan remisi panjang antara setiap peninggian fase untuk
perikoronitis akut. Perikoronitis akut dikaitkan dengan berbagai gejala termasuk sakit parah,
pembengkakan dan demam. Kadang-kadang ada abses perikoronal terkait (akumulasi nanah) .
Infeksi ini dapat menyebar ke bagian lain dari wajah atau leher, dan kadang-kadang dapat
menyebabkan jalan nafas (misal Ludwig angina) yang membutuhkan perawatan rumah sakit
darurat. (Malik,2011)
v) Patogenesis
Umumnya, bakteri tidak dijumpai dalam jaringan. Namun, apabila terdapat „port de
entre‟, bakteri tersebut dapat menginvasi jaringa. Pertahanan pertama yaitu PMN akan terjadi
pada daerah terinfeksi termasuk thrombosis yang memenuhi jaringan vaskuler dalam
mempertahankan homeostasis. Jumlah leukosit dan mikroorganisme meningkat seterusnya
menyebabkan terjadinya pus. Bakteri yang sering ditemukan adalah Stretococcus Viridians
pada tempat terjadinya abses. Penelitian dilakukan, eksudat pericoronitis terdapat 90.2%
oraganisme „obligate anaerobes‟. (Malik,2011)
Infeksi pada daerah mastikator sering terjadi akibat infeksi dari gigi molar
terutamanya infeksi dari molar ketiga. perikoronitis dari daerah molar ketiga atau abses yang
terjadi akibat dari abses sering ditemukan dalam kasus ini dimana mikroorganisma yang
berasal dari molar ketiga dan menyebar ke 'masticator spaces'. (Topazian et.al., 2002)
Infeksi yang terjadi pada 'masticator spaces' menyebabkan otot mastikator juga terlibat
dan seterusnya terjadi keradangan dan pembekakan di sekitar sudut mandibular apabila
dilakukan pemeriksaan secara visual. Pasien yang mengalami ini akan berdepan dengan
kesulitan dalam membuka mulut atau sewaktu mengunyah. (Topazian et.al., 2002)
vii) Penatalaksanaan
Namun, operasi kadang-kadang tertunda di daerah infeksi akut, dengan bantuan nyeri
dan antibiotik , karena alasan (Peterson et. al.,2003) :
Mengurangi risiko yang menyebabkan situs bedah yang terinfeksi dengan tertunda
penyembuhan (misalnya osteomyelitis atau cellulitis).
Menghindari pengurangan efisiensi anestesi lokal yang disebabkan oleh lingkungan
asam jaringan yang terinfeksi.
Menyelesaikan pembukaan mulut yang terbatas, membuat bedah mulut lebih mudah.
Prognosa pasien lebih baik dengan perawatan gigi ketika bebas dari rasa sakit .
Memungkinkan untuk perencanaan yang memadai dengan waktu prosedur yang
dialokasikan dengan benar.
Pertama, area di bawah operkulum yang lembut diirigasi untuk menghilangkan kotoran
dan eksudat inflamasi. Seringkali garam hangat digunakan tetapi solusi lain dapat digunakan
yang mengandung hidrogen peroksida, chlorhexidine atau antiseptik lainnya. Irigasi dapat
dibantu dalam hubungannya dengan debridement (menghilangkan plak, kalkulus dan sisa-sisa
makanan) dengan instrumen periodontal. Irigasi mungkin cukup untuk meringankan setiap
abses perikoronal terkait, jika sayatan kecil dapat dibuat untuk memungkinkan drainase.
Memendekkan gigi lawan yang menggigit ke dalam operkulum yang terkena untuk
menghilangkan sumber trauma. (Peterson et. al.,2003)
Setelah pengobatan, jika ada tanda-tanda sistemik dan gejala, seperti wajah atau leher
bengkak, limfadenitis serviks, demam atau malaise, antibiotik oral harus diberikan. Antibiotik
umum digunakan adalah dari kelompok penisilin, klindamisin dan metronidazol. (Peterson et.
al.,2003)
Jika ada disfagia atau sesak (kesulitan menelan atau bernapas), maka ini biasanya berarti
ada infeksi parah dan harus dihantar ke rumah sakit yang tepat sehingga obat dapat diberikan
secara intravena. Kadang-kadang operasi semi- darurat dapat diatur untuk menurunkan
pembengkakan yang mengancam jalan napas. (Peterson et. al.,2003)
b) Abses
1. Abses periapikal
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut.
Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten
yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan
demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit
sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat,
berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi
premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula,
tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.
a b
Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di
daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah
bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-
kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi
podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar,
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka,
kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampak
tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang
berwarna merah.
a b
Gambar 2.5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina
b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
5. Abses spasium bukal
Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah
rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi
penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat
lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada
perabaan.
a b
Gambar 2.6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses
lateral ke muskulus buccinator
b. Tampakan Klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan
bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid
eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula, milohioid, lingual,
businator, dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan
a b
Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit
yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan
permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan
bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar
fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian
dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,
toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan
spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula.
Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid
sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.
a b
Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke
daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
9. Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah terangkat,
bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak menonjol karena
a b
Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual
b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi
lidah ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra oral
tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab
lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid
interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula
parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari
prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena
jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik,
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau
trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai
mediastinuim.
c) PERIODONTITIS APIKALIS
i. Infeksi
Penyebab paling umum dari penyakit ini adalah infeksi bakteri yang
menyebabkan kerusakan gigi, yang mengarah ke peradangan pulpa (yang
merupakan daerah dalam tender gigi). Peradangan ini disebut pulpitis. Jika pulpitis
ini tidak diobati, racun bakteri bisa merangkak ke dalam saluran akar,
menyebabkan periodontitis.
ii. Trauma
Setiap pukulan langsung ke gigi kadang-kadang dapat menyebabkan pulpa gigi
mati dan mungkin menjadi terinfeksi oleh bakteri dari margin gusi, yang
menyebabkan periodontitis apikal. Sebuah gigitan tiba-tiba pada benda keras,
tekanan yang tidak semestinya selama perawatan ortodontik dapat menyebabkan
periodontitis akut meskipun biasanya berumur pendek.
iii. Perawatan saluran akar
Instrumentasi mekanis melalui akar gigi selama pengobatan atau dari bahan
kimia pengisi saluran akar juga dapat menyebabkan peradangan pada daerah
periapikal.
Periodontitis apikalis akut adalah suatu keradangan akut dari jaringan periodontal dan tulang
di daerah apical gigi. Gejala subjektif dari periodontitis apikalis akut berupa sakit yang sangat,
terutama bila gigi yang bersangkutan ini digunakan untuk menggigit, selain itu gigi yang
bersangkutan terasa lebih menonjol. Pada pemeriksaan klinis, gigi yang mengalami
periodontitis apikalis akut sudah non-vital, pada pemeriksaan perkusi dan juga drug terasa
sakit sekali. Sakit ini disebabakan oleh adanya keradangan yang terdapat di jaringan
periapikal.
Periodontitis apikalis kronis adalah suatu keradangan kronis pada jaringan periapikal
gigi yang biasanya merupakan kenajutan dari periodontitis apikalis akut. Namun periodontitis
apikalis kronis ini biasanya merupakan kelainan yang terjadi sejak awal tanpa menunjukkan
gejala akut terlebih dahulu. Hal ini bias diakibatkan oleh karena infeksi periapikal yang ada
sifatnya ringan, atau bias juga karena resistensi jaringan cukup baik, atau gabungan keduanya.
Rasa sakit yang timbul biasanya berupa keluhan kemeng atau kadang-kadang tidak
ada keluhan sama sekali. Pada pemeriksaan klinis didapatkan berupa gigi yang telah non-
vital, pada pemeriksaan perkusi dan drug bias didapatkan keluhan rasa sakit berupa kemeng
atau sama sekali tidak ada respon sakit.
Patofisiologi
Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan kelanjutan
dari proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut ini. Jika gigi dengan
karies superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan terus berlanjut dari enamel ke dentin.
Biasanya seseorang baru menyadari adanya kerusakan pada giginya apabila sudah timbul rasa
nyeri. Nyeri akan timbul apabila rangsangan/jejas mengenai ujung sel odontoblast
di batas dentin dengan e n a m e l ya n g m e r u p ak an ga r i s d ep a n p er t ah
an a n j a r i n ga n pul p a . Apa b i l a r a n gs a n ga n su d ah mencapai pulpa, nyeri
dentin dapat berlanjut menjadi nyeri pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada system aliran darah
mikro dan system seluler jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena
terganggunya keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar. Udema pada
pulpa yang terletak didalam rongga pulpa yang sempit mengakibatkan system persarafan
pulpa terjepit, sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang sering hampir tak tertahankan.
Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang sensorik ganglion Trigeminal dan cabang
otonomik ganglion servika superior. Fungsi syaraf sensorik ( syaraf afferent / sensory
neuron, diantaranya A-delta dan C-fibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan
melanjutkannya ke system syaraf pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk
menjaga keseimbangan jaringan pulpa dan menjaga system“homeostatis”. Sistem pada
organ pulpa gigi inilah yang mengatur proses pemulihan / reaksi jaringan pulpa terhadap
cedera (Rukmo, 2011).
E pi t e l m em p er b an ya k di r i d e n ga n c a ra p em b e l ah a n s e l di d
a e r ah ya n g berdekatan dengan lapisan basal, sel-sel pada bagian sentral menjadi terpisah
makin lama makin jauh dari sumber nutrisi, kapiler dan cairan jaringan dari jaringan ikat.
Oleh karena kegagalan memperoleh nutrisi bagian tersebut akan mengalami degenerasi
sehingga menjadi nekrotik atau liquefy. S e l p a d a b a gi an s e nt r a l p ro l i f er a s i
epi t e l Malassez i ni ak a n me n ga l am i k em a t i a n , membentuk suatu epithelial
loop sehingga terbentuk suatu kista radikuler yang kecil. Eksudat m e n ga l i r d
a r i p e mb uluh d a r a h k a pil e r m e l a l ui ru a n g i n t r a e p i t e l p ad a di ndin
g e p i t e l ki s t a radikuler menuju ke rongga kista. Eksudat mengalir ke rongga kista
secara pasif akibat adanyakenaikan tekanan osmotik yang timbul oleh karena adanya
pelepasan sel- sel epitel, lekosit dan makrofag ke rongga kista. Dengan adanya
akumulasi cairan di dalam rongga kista serta resorpsitulang rahang di sekitarnya, kista
radikuler menjadi bertambah besar (Rukmo, 2011).
DAFTAR PUSTAKA