Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGELOLAAN KELAS

MASALAH – MASALAH DALAM KELAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Kelas

Yang diampu oleh Ibu Septiana Wulandari,M.Pd

Oleh Kelompok 4 :

Qurotul aini (52.17.2124)

Ika nur rahmawati (52.17.)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

BANYUWANGI

2019

1
Kata pengantar

Puji syukur kami  ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan 
anugerahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah  yang berjudul Masalah-
masalah dalam kelas. kami  menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan di masa akan datang. Akhir kata, semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua dan kami selaku penyusun dan bagi pembaca kami minta
maaf jika terjadi kesalahan.Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

2
DAFTAR ISI

JUDUL...................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengelolaan Kelas...................................................................................6
2.2 Masalah- masalah dalam pengelolaan kelas.............................................................6
2.3 Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas...................................................12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan guru didalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola
kelas. Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan-
tujuan seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran,
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menilai
kemajuan siswa adalah contoh-contoh kegiatan mengajar. Kegiatan mengelola kelas
bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan
mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Memberi ganjaran dengan segera,
mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, mengembangkan aturan
permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh kegiatan mengelola kelas.
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang
dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas.Tugas sekaligus
masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha
untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan
ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar
murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu,
pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting. Usman dalam salah satu
bukunya mengemukakan bahwa suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru
mampu mengatur murid dan sarana pembelajaran serta mengendalikannya dalam suasana
yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran.
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang
dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas.Tugas sekaligus
masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha

4
untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana memahami masalah-masalah dalam kelas?
1.2.2 Bagaimana memahami upaya memecahkan masalah dalam kelas?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mampu memahami masalah-masalah dalam kelas.
1.3.2 Mampu memahami upaya memecahkan masalah dalam kelas.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengelolaan Kelas


Berbagai definisi tentang pengelolaan kelas yang dapat diterima oleh para ahli
pendidikan, yaitu :
a) Perangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan
menguragkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
b) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan
iklim sosio emosional kelas yang positif.
c) Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas
yang efektif.
Dari ketiga definisi diatas, masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda-beda.
Para ahli menggabungkan ketiga dimensi itu menjadi definisi yang bersifat pluralistik, yaitu
bahwa pengelolaan kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku
siswa yang diinginkan, menghubungkan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif
serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.

2.2 Masalah-Masalah Pengelolaan Kelas


Dalam menangani tugasnya, guru-guru sering menghadapi permasalahan dengan
kegiatan-kegiatan didalam kelasnya. Permasalahan ini meliputi dua jenis juga, yaitu yang
menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas. Guru-guru harus mampu
membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Amat
sering terjadi guru-guru menangani masalah yangbersifat pengajaran dengan pemecahan yang
bersifat pengelolaan dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian
pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk
menghadiri pelajaran itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia
merasa tidak diterima oleh kawan-kawannya. Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat.
“Membuat pelajaran lebih menarik” adalah permasalahan pengajaran, sedangkan “diterima
atau tidak diterima oleh kawan” adalah permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus

6
ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan masalah pengelolaan harus
ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan.

Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus
mampu:

a. Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok;
b. Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah
tertentu.
c. Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah
yang dimaksud.

Dalam salah satu tulisannya Raka Joni mengupas tentang pengelolaan kelas.
Menurutnya pengelolaan kelas merupakan salah satu keterampilan penting yang harus
dikuasai guru. Pengelolaan kelas berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan
pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak
lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-
upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses
belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan
perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat
waktupenetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang
(peserta didik) dan fasilitas.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau
individual dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan atau individual
dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang
lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama
apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang
menjadi tanggungjawabnya.
Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :
a. Masalah Individual :
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah
laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki
kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu

7
gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah
laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik
perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan
ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya,
seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang
mengejar kekuasaan.

 Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).

Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana
hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku
mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat
dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar,
memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku
destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-
anak yang terus meminta bantuan orang lain.

 Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)

Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih
mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya
pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan
menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada
anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama
sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan
ketidakpatuhan.

 Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).

Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari
bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan,
penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas
atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti
ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik

8
(misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka
bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal
sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak
pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).

 Helplessness (peragaan ketidakmampuan).

Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak


mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap
menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa
yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan
tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau
memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan
atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat
merugikan orang lain atau kelompok. Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya
masalah-masalah individu seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.
Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu
merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari
perhatian.
Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa
siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan
mungkin mengalami masalah menuntut balas.
Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang
bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru
hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku
siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari
perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran)
agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
b.  Masalah Kelompok :
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:

a. Kurangnya kekompakan

9
Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-
cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari
kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori
kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak
kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan
kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan
kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka
duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.

b. Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok

Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-


aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu
kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah
berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta
tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa
diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau
menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.

c. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok

Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang


bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh
kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau
anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok
dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti
kemauan kelompok.

d. Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.

Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi


apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang
bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang
amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya
membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah

10
kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok
kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.

e. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah
ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang
(anggota) lainnya saja.

Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam
kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan
terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal
kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering
terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru
tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan
kekhawatiran.

f. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.

Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan
protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka
maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu
tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di
rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-
lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes
dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara
terbuka biasanya jarang terjadi.

g. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan

Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila


kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan
peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian
keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain.
Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi
terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu
sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi

11
ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal
biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.

2.3 Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas


Untuk mengatasi masalah dalam pengelolaan kelas di atas, ada beberapa pendekatan
yang dapat dilakukan
1) Behavior – Modification Approach (Behaviorism Apparoach)
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku
“baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasi perilaku
dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement(untuk
membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku
negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya
dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan
masalah baru.
2) Socio-Emotional Climate Approach (Humanistic Approach)
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses
belajar mengajar yang baik didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik
antara peserta didik – guru dan atau peserta didik – peserta didik dan guru menduduki
posisi penting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik.
Dalam hal ini, Carl A. Rogers mengemukakan pentingnya sikap tulus dari
guru (realness, genuiness, congruence); menerima dan menghargai peserta didik
sebagai manusia (acceptance, prizing, caring, trust) dan mengerti dari sudut
pandangan peserta didik sendiri (emphatic understanding).
Sedangkan Haim C. Ginnot mengemukakan bahwa dalam memecahkan
masalah, guru berusaha untuk membicarakan situasi, bukan pribadi pelaku
pelanggaran dan mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan; serta
mendeskripsikan apa yang perlu dilakukan sebagai alternatif penyelesaian.
Selain itu juga dikemukakan William Glasser bahwa guru sebaiknya
membantu mengarahkan peserta didik untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi;
menganalisis dan menilai masalah; menyusun rencana pemecahannya; mengarahkan
peserta didik agar committed terhadap rencana yang telah dibuat memupuk
keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”; serta membantu peserta
didik membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik.

12
Sementara itu, Rudolf Draikurs mengemukakan pentingnya Democratic
Classroom Process, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
dapat memikul tanggung jawab; memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang
dapat secara bijak mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya; dan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat.
3) Group Process Approach
Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman
belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina
dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif. Richard A. Schmuck &
Patricia A. Schmuck mengemukakan prinsip – prinsip dalam penerapan pendekatan
group proses, yaitu :
(a) mutual expectations;
(b) leadership;
(c) attraction (pola persahabatan);
(c) norm;
(d) communication;
(d) cohesiveness.
4) Pendekatan Otoriter
Pandangan yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat
kegiatan guru untuk nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas.
Pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah
disiplin. Bila timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas,
maka perlu adanya pendekatan:
 perintah dan larangan
 penekanan dan penguasaan
 penghukuman dan pengancaman
 Pendekatan perintah dan larangan
 Pendekatan Permisif
Pendekatan yang primisif dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat
kegiatan pengajar yang memaksimalkan kebebasan pembelajar untuk melakukan
sesuatu. Sehingga pembelajar bila kebebasan ini dihalangi dapat menghambat
perkembangan pembelajar. Berbagai bentuk pendekatan dalam pelaksanaan

13
pengelolaan kelas ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri
pembelajar
 Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasabodohan merupakan tindakan
yang bersifat premisif. Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang
kurang disadari oleh pembelajar:
 Meremehkan sesuatu kejadian, atau tidak melakukan apa-apa sama sekali
 Memberi peluang kemalasan dan menunda pekerjaan .
 Menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui prosedur yang
sebenarnya
 Menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh orang lain
 Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota

5) Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan


Sekali lagi pengajar memandang pembelajar telah mampu meiakiikan sesuatu
dengan prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”,
demikian pegangan pengajar dalam mengelola kelas. Lebih kurang menguntungkan
lagi kalau selama pembeiajar bekerja sendiri, pengajar juga aktif mengerjakan tugas
sendiri dan pada saat waktu habis baru ditanyakan atau disusun. Percaya atau tidak
bahwa hasil bekerja pembelajar belum memadai dan kurang terarah Akibat yang
sering terjadi pembelajar merasa telah benar dengan tingkah laku dalam pengerjaan
tugas, telah bertanggung jawab dalam kelompok atau kelas itu. Tapi ternyata setelah
dibandingkan dengan kelompok lainnya kurang atau malahan lebih rendah. Kedua
pendekatan inipun kurang menguntungkan, tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta
memandang ringan terhadap gejala-gejala yang muncul. Pihak pengajar dan
pembelajar tampak bebas, kurang memikat.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Masalah-masalah yang sudah dijelaskan diatas merupakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan masalah individual peserta didik, sedangkan yang menyangkut kelompok
yaitu kelas kurang kohesif atau kurangnya kepaduan antar sesama. Hal ini biasanya
dikarenakan alasan jenis kelamin, suku, tingkatan, sosial ekonomi, dan sebagainya.
Seringkali ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan norma-norma yang telah
disepakati sebelumnya yang dilakukan oleh kelompok, terkadang kelas mereaksi secara
negatif terhadap salah seorang anggotanya, kelompok juga cenderung mudah dialihkan
perhatiannya dari tugas yang tengah digarap, bahkan ada juga siswa yang sengaja malas atau
semangat kerjanya rendah sebagai semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap
tugas yang diberikan kurang fair.
Pendekatan dalam manajemen kelas oleh guru dapat dilakukan dengan berbagai ciri,
diantaranya yaitu pendekatan otoriter. Pada pendekatan ini guru merasa bahwa siswa perlu
diawasi dan diatur. Pendekatan intimidasi dilakukan untuk mengawasi siswa dan menertibkan
siswa dengan cara intimidasi. Selanjutnya yaitu pendekatan permisif, yaitu guru melakukan
pendekatan dengan memberikan kebebasan kepada siswa mengenai apa yang ingin dilakukan
siswa, sedangkan guru hanya memantau. Jika guru menggunakan pendekatan resep masakan
berarti siswa harus mengikuti dengan tertib dan tepat hal-hal yang sudah ditentukan, apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Guru juga bisa menggunakan pendekatan
pengajaran yang bisa dilakukan dengan menyusun rencana pengajaran dengan tepat untuk
menghindari permasalahan perilaku siswa yang tidak diharapkan.
Selain itu, ada juga pendekatan modifikasi perilaku yang mengupayakan perubahan perilaku
yang positif pada siswa. Pendekatan iklim sosio-emosional lebih mengutamakan hubungan
sosial yang terjadi antara guru dan murid, yaitu saling menjalin hubungan yang positif antara
guru dan siswa. Yang terakhir adalah pendekatan sistem proses kelompok atau dinamika

15
kelompok yang berusaha meningkatkan dan memelihara kelompok kelas yang efektif dan
produktif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Suharsimi Ari Kunto, Pengelolaan Kelas Dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada, 1996), 8
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas Dan Siswa (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996) 71

17
18

Anda mungkin juga menyukai