Anda di halaman 1dari 15

TUGAS I

MANAJEMEN PENDIDIKAN
“RAPOR MERAH PENDIDIKAN”

NAMA : MERTHA W. A
NIM : 1931600645
DOSEN : Dr. Setyo Soedradjat, M.M, APU

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
2020
TUGAS I RAPOR MERAH PENDIDIKAN

1. Sering Diperbincangkan antara dunia pendidikan dan politik praktis. Apa maknanya?

Jelaskan korelasinya (dari rejim ke rejim)

2. Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sebutkan dan jelaskan apa saja dan sejauh mana

dunia pendidikan kita memenuhi standar tersebut (yang sudah standard an di bawah

standar)

3. Sejauh mana dampak Otonomi Daerah terhadap dunia pendidikan kita- elaborasi lebih

lanjut

4. Tunjukkan rapor merah pendidikan kita. Mengapa?

JAWAB :

1. Dunia pendidikan tidak lepas dari kepentingan, baik itu oleh pengambil kebijakan, guru,

tenaga kependidikan dan para siswa. Kepentingan di sini tidak bermakna sempit.

Maksudnya dapat diartikan sebagai suatu unsur yang bisa menimbulkan keinginan untuk

melakukan suatu perbuatan. Khususnya dalam hal dunia pendidikan, kepentingan itu

berupa pengambilan keputusan yang dilakukan oleh satu pihak terhadap sesuatu yang

berhubungan dengan dunia pendidikan dengan maksud mengambil keuntungan untuk

dirinya maupun organisasi. Contoh sederhananya adalah pengambilan keputusan tentang

warna seragam atau jaket yang akan digunakan kontingen suatu daerah harus sama

dengan partai yang berkuasa di daerah tersebut. Masalah tentang kepentingan ini semakin

rumit ketika ada agenda pemilu atau pilkada, hampir semua peserta pemilihan selalu

menyelipkan masalah yang sangat rawan dalam pendidikan yaitu pendidikan gratis

sebagai bahan dan janji kampanyenya. Namun faktanya setelah semua selesai dan

pemimpin terpilih dilantik hampir di sebagian besar daerah pemilihan relalisasinya tidak
terwujud sama sekali. Pada tahun 2014 dalam lembar soal Ujian Nasional muncul nama

Joko Widodo sebagai calon presiden dari PDIP dan hal ini menuai krikitk yang sangat

keras dari berbagai kalangan terutama lawan politiknya.Apapun alasannya hal tersebut

sangat tidak dibenarkan, bagaimanapun lingkungan sekolah harus bersih dari praktik

politik.Contoh lainnya adalah pengumoulan pendidik dan tenaga kependidikan dengan

dalih rapat sering dijadikan ajang kampanye oleh pihak-pihak berwenang yang memiliki

kepentingan.Layaknya dua sisi mata uang politik dan pendidikan sebenarnya tidak

terpisahkan, keduanya saling membutuhkan. Pendidikan seyogyanya dilindungi oleh

politik, begitupun politik diarahkan oleh pendidikan.Namun dalam beberapa kesempatan

politik memang selalu memiliki alasan untuk mendominasi, menghalalkan segala segala

cara, dan netralitas pendidikan dikorbankan. Beberapa kasus sering muncul bahwa warna

politik sering dijadikan alasan untuk pengangkatan dan pemberhentian seorang tenaga

pendidik, bukan lagi berdasarkan pengalaman dan kompetensinya yang dipertimbangkan.

2. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria mi nimal mengenai sistem

pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP

berfungsi sebagai pedoman utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar

Nasional Pendidikan mencakup delapan kriteria yang wajib terpenuhi dalam upaya

menuju pendidikan yang berkualitas. Delapan standar nasional tersebut terdiri dari:

1. Standar Isi

Standar Isi merupakan komponen materi dan tingkat kompetensi dalam rangka mencapai

kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut

memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, KTSP, dan juga kalender
akademik.

2. Standar Proses

Standar kedua berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran di masing-masing satuan

pendidikan. Pelaksanaan dan pencapaian standar proses diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, partisipatif dengan berdasarkan pada standar kompetensi

lulusan.

3. Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan kriteria atau kualifikasi yang

menyangkut kemampuan lulusan yang terbagi atas kemampuan sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Pada jenjang sekolah dasar, SKL tersebut bertujuan untuk meletakkan

dasar kecerdasan, wawasan pengetahuan, kepribadian yang berakhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan selanjutnya.

4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Standar nasional lainnya di bidang pendidikan berkaitan dengan para pendidik dan tenaga

kependidikan. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan merupakan kriteria

pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik dan mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Kualifikasi akademik S1 dan 4 macam kompetensi yang wajib dikuasai guru adalah

beberapa poin yang mungkin sudah anda kenal terkait dengan standar nasional ini.

5. Standar Sarana dan Prasarana

Patokan ini mencakup tentang kriteria minimal sarana dan media yang menyokong

pembelajaran, misalnya ruang belajar, tempat berolahraga, tempat melaksanakan ibadah,

perpustakaan, laboratorium, sarana bermain, dan sebagainya.


6. Standar Pengelolaan

Standar keenam yang diatur dalam peraturan pemerintah adalah berkaitan dengan

pengelolaan. Standar pengelolaan tersebut mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan kegiatan pendidikan secara efektif dan efisien, pada tingkat satuan

pendidikan, kabupaten/kota, provinsi hingga pengelolaan tingkat nasional.

7. Standar Pembiayaan

Biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan perlu diatur berdasarkan standar

tertentu. Standar Pembiayaan merupakan aturan yang merinci komponen dan besarnya

biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku dalam kurun satu tahun. Standar biaya

tersebut terbagi menjadi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

8. Standar Penilaian Pendidikan

Standar penilaian ini berkaitan dengan segala macam mekanisme, prosedur, instrumen

penilaian untuk mengetahui hasil belajar peserta didik. Pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah, penilaian pendidikan terdiri dari: penilaian hasil belajar oleh pendidik,

penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan (sekolah), dan penilaian hasil belajar oleh

pemerintah.

Pelaksanaan 8 SNP di atas pada sekolah-sekolah negeri maupun swasta belum

sepenuhnya memenuhi standar yang ada, namun beberapa sudah berusaha semaksimal

mungkin memenuhi standar tersebut dalam upayanya mencapai kualitas peserta didik

yang baik. Berikut uraian standar yang sudah sesuai maupun yang belum tercapai terkait

8 Standar Nasional Pendidikan :

1. Pencapaian Standar Isi


Standar isi pendidikan mengatur kerangka dasar kurikulum, beban belajar, kalender

akademik, dan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Standar isi mencakup lingkup

dan kedalaman materi pembelajaran untuk memenuhi standar kompetensi lulusan.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah Negeri maupun Swasta

terdiri dari: kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata

pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata

pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Setiap kelompok mata pelajaran sebagian

masih dilaksanakan secara terpisah kecuali untuk kelas 1, 2 dan 3 karena telah

menggunakan pendekatan tematik. Sehingga pembelajaran masing-masing kelompok

mata pelajaran belum mewarnai pemahaman dan penghayatan peserta didik, hal ini

tampak dari beberapa peristiwa mengenai perselisihan yang mengkut hal SARA

masih sangat tajam bahkan selalu di bawa ke ranah hukum, sepertinya makna akhlak

dan kewarganegaraan hanya sampai pada fase menghafal (remembering ) tanpa

makna dan penghayatan yang lebih mendalam, sedangkan Beban belajar pada

sekolah negeri yang diatur oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

diperhitungkan secara maksimal dan terinci dengan menggunakan jam pembelajaran

per minggu per semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, sedangkan

sekolah swasta yang menggunakan konsep Manajemen Berbasis Sekolah secara

mandiri menyusun beban secara terstruktur sesuai dengan kebutuhan dan ciri khas

masing-masing, namun beberapa sekolah swasta masih sangat membebani siswa

dalam pelaksanaannya terutama saat memasuki masa pandemi ini beban belajar yang
diberikan masih sangat berat walaupun tatap muka sulit dilakukan, jadi

kesimpulannya pada pelaksanaan Standar Isi masih dibawah standar.

2. Pencapaian Standar Proses

Secara umum guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun pada

setiap mata pelajaran. RPP disusun untuk setiap pertemuan pembelajaran, walaupun

untuk perte-muan berikutnya terkadang sudah disusun juga pada saat ada waktu yang

lebih banyak dan memungkinkan. RPP disusun berdasarkan rencana tatap muka,

setiap pertemuan dipisah dan memiliki lembaran tersendiri karena disahkan dan

ditandatangani oleh kepala sekolah. RPP yang disusun menurut keterangan yang

diperoleh harus berdasarkan pada sistematika dan prinsip-prinsip yang dikembangkan

oleh BSNP. RPP yang disusun digunakan untuk pelaksanaan proses pembelajaran di

kelas dan dilakukan sesuai dengan BSNP baik muatan yang dimasukkan maupun

sistematika yang dianjurkan. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa sekolah telah

melakukan upaya untuk mengawasi guru dalam penyusunan RPP. Akan tetapi

terdapat perbedaan yang berkenaan dengan muatan RPP yang disusun oleh sekolah

swasta terhadap sekolah negeri yang dalam skenarionya ditekan-kan untuk realitas

dan benar-benar yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Keadaan ini

dimaksudkan oleh sekolah swasta dalam mengevaluasi kinerja guru yang dapat

dipertahan-kan atau akan mendapatkan pertimbangan khusus dalam penetapannya

sebagai tenaga pendidik pada waktu selanjutnya. Proses pembelajaran dilaksanakan

oleh guru yang menyusun RPP disesuaikan dengan skenario yang telah dirancangnya

dan dicantumkan sesuai dengan urutan pembelajaran yang sesungguhnya. RPP yang

disusun oleh guru dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran mem-berkan


kemudahan bagi guru yang bersangkutan untuk mengingat dan menerapkan langkah-

langkah pembelajaran tersebut. Bagi kepala sekolah swasta dapat secara langsung

melakukan tindak lanjut terhadap hasil pengawasan proses pembelajaran yang secara

berkelanjutan dan berkesinambungan. Upaya-upaya tindak lanjut dapat dilakukan

dalam bentuk pembinaan intensif, pemberian reward, pemberian teguran atau pem-

berhentian bila dianggap benar-benar mengece-wakan pihak sekolah dan yayasan.

Lain halnya dengan sekolah negeri yang tidak memungkinkan untuk melakukan

tindak lanjut secara maksimal kepada guru yang berstatus PNS karena proses dan

prosedurnya sangat panjang dan kewenangan kepala sekolahpun tidak sampai pada

tindakan, hal ini mengakibatkan beberapa sekolah negeri masih melakukan proses

belajar mengajar di bawah standar untuk Standar Proses SNP.

3. Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan

Siswa di sekolah swasta melalui proses pembelajaran yang kontekstual dan

berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi akan memperoleh pengalaman

belajar untuk menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif

dalam pengambilan keputusan. Lain halnya dengan siswa di sekolah negeri memiliki

ketergantungan dengan kemampuan guru dalam mengajar, bila guru mampu

menerapkan kompetensinya secara baik tentu siswa akan memperoleh pengalaman

belajar yang baik, namun terkadang guru tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk

menerapkan kompetensi secara maksimal. Keterangan di atas menunjukkan terdapat

persamaan yang signifikan antara sekolah swasta dan sekolah negeri dalam

menyikapi kemampuan intelektual siswa. Akan tetapi pada sekolah swasta yang

kemampuan financial sekolahnya sudah baik tentu memiliki kemampuan yang lebih
disbanding sekolah negeri yang hanya bergantung pada dana pemerintah. Artinya

terdapat perbedaan yang terjadi pada sekolah negeri dan sekolah swasta dalam bentuk

kelengkapan alat peraga dan media pembelajaran, serta kemampuan sumber daya

manusia yang dimiliki, dan juga berkenaan dengan keleluasaan wewenang yang

diperankan oleh kepala sekolah dalam bertindak terhadap personal yang dipimpinnya.

Kesimpulannya rata-rata Lulusan sekolah negeri maupun swasta masih banyak di

bawah standar.

4. Pencapaian Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Guru yang mengajar di sekolah swasta maupun negeri sudah memiliki kualifikasi

akademik minimum sesuai dengan Undang-undang Guru dan Dosen yakni secara

umum sudah memiliki Akta Mengajar IV dengan kualifikasi pendidikan Sarjana (S1)

oleh karena itu guru secara umum sudah berpendidikan S1, tetapi ada beberapa yang

khusus masih memiliki kualifikasi pendidikan D-3, karena jurusan kekhususan ini

masih jarang yang ada. Artinya Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sudah

mencapai Standar Nasional Pendidikan namun harus diperhatikan pengembangan

kemampuan ke depan, mengingat masa pandemic menuntut Guru/Dosen harus kreatif

dan mau belajar mengenai Pembelajaran Jarak Jauh, yang biasanya melalui internet.

5. Pencapaian Standar Sarana dan Prasarana

Berkenaan dengan lahan sekolah di swasta dan negeri rata-rata sama sudah memiliki

lahan yang cukup dan mampu menampung jumlah siswa baik saat baris berbaris,

senam, maupun upacara bendera. Artinya sekolah memiliki lahan yang memenuhi

ketentuan luas minimal sesuai dengan rasio jumlah siswa. Keadaan di sekitar sekolah

yang ideal adalah tidak terdapat adanya gejala pencemaran yang berbahaya, artinya
lahan sekolah berada di lokasi yang terhindar dari gangguan pencemaran air,

pencemaran udara, pencemaran tanah, dan kebisingan, menunjukkan adanya upaya

kerindangan, seperti banyak tanaman hijau, pagar, dan pohon pelindung yang sudah

besar, syarat ini sudah terpenuhi secara merata minus sekolah swasta dan negeri di

perkotaan yang sulit mendapatkan fasilitas ini karena lahan yang terbilang sempit dan

mahal. Fasilitas penunjang pembelajaran yang memadai seperti media, alat peraga,

laboratorium, perpustakaan dan alat-alat olah raga rata-rata sudah terpenuhi,

meskipun sekolah negeri masih ada yang minim fasilitas tersebut terkendala masalah

biaya, yang dimodali sepenuhnya oleh pemerintah, serta buruknya pengelolaan dana

BOS berakibat tidak memiliki kelengkapan media dan sarana pembelajaran seperti

alat peraga atau media pengajaran. Kesimpulannya pencapaian standar sarana

prasarana masih di bawah standar.

6. Pencapaian Standar Pengelolaan

Sekolah merupakan suatu lembaga yang wajib memiliki visi-misi dan tujuan sekolah.

Hal demikian merupakan tuntutan yang mempermudah orang lain memahami bentuk

dan arah yang jelas dari lulusannya kelak. Artinya sekolah harus memiliki kesadaran

untuk memahami visi-misi yang dilakukan, setiap sekolah di Indonesia sejak sekolah

tersebut didirikan pasti sudah memiliki visi dan misinya, hanya saja input yang di

terima pihak sekolah berbeda-beda sesuai seleksi yang diberlakukan, baik itu siswa,

pendidik, dan tenaga kependidikan, merekalah yang menentukan tercapai tidaknya

visi dan misi yang telah disepakati di awal, kekuatan kepemimpinan untuk

membentuk budaya organisasi di sekolah juga sangat berperan penting, sebagian


besar di Indonesia telah mencapai standar peneglolaan dengan baik, karena budaya

organisasi yang dibangun dengan kuat.

7. Pencapaian Standar Pembiayaan

Sekolah negeri setiap awal tahun anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran

Sekolah (RKAS) hal ini berkenaan dengan kegiatan dan anggaran yang terutama dari

dana BOS. RKAS yang didokumentasikan leh sekolah memuat semua anggaran yang

bersumber dari seluruh sumber keuangan sekolah, seperti dari BOS, komite sekolah,

investasi lain yang ikut berpartisipasi dalam pengembangan sekolah. Sekolah swasta

mendapatkan donatur tetap dan donatur tidak tetap yang ikut berpartisipasi

menanamkan investasi untuk pengembangan sekolah, hal ini sesuai dengan

dokumentasi yang diarsipkan oleh bendahara dan perangkat staf sekolah. Keyakinan

donatur dalam memberikan investasinya ke sekolah ini karena mereka melihat

kebersamaan sekolah dalam mengembangkan dan membangun sekolah secara terbuka

dan saling mengisi. Semua unsur dilibatkan secara bersama-sama dalam

melaksanakan program kerja sekolah, termasuk diantaranya dalam hal penysusunan

anggaran (RKAS) dan pelaporan penggunaan anggaran, sehingga arah dan tujuan

pendanaan sekolah sangat jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Anggaran yang

dituangkan dalam RKAS dijabarkan dalam beberapa item kegiatan, termasuk di

dalamnya item kegiatan kesiswaan, yang tujuannya adalah untuk memberikan

anggaran yang leluasa bagi kegiatan kesiswaan menyelenggarakan semua kegiatan

yang dapat dibiayai dan dikerjakan secara nyata oleh penyelenggara kegiatan.

Sekolah membelanjakan dana untuk kegiatan kesiswaan secara lebih besar dan lebih

banyak itemnya untuk mencapai kualitas kegiatan secara bersama-sama dan dapat
berjalan sesuai tujuan yang diharapkan oleh sekolah dalam mengemas kegiatan yang

berkualitas. Kesimpulan Standar Pembiayaan di setiap sekolah sudah sesuai standar.

8. Pencapaian Standar Penilaian

Sekolah melakukan segala bentuk persiapan dalam pelaksanaan penilaian,

diantaranya membuat kepanitiaan kerja, menyiapkan kisi-kisi soal, menyiapkan soal

dan melaksanakan tes, dilanjutkan dengan kegiatan koreksi dan analisis. Rancangan

kisi-kisi dan soal didokumentasikan secara jelas dan rapi oleh tim kerja. Hal ini

dimaksudkan untuk mempermudah bagi guru dan siswa dalam melaksanakan

kegiatan evaluasi pembelajaran, baik harian, mingguan, bulanan maupun semester.

Hasil pelaksanaan evaluasi tersebut dilakukan analisis dan tindak lanjut sesuai dengan

hasil yang diperoleh, bisa berupa pengayaan bagi siswa yang sudah dianggap mampu,

dan bisa perbaikan atau remedial bagi siswa yang dianggap masih kurang dalam

mencapai hasil belajar dengan ketetapan KKM. Pelaksanaan penilaian yang dilakukan

oleh guru, dimulai dari penilaian kelas pada saat pembelajaran berlangsung sampai

dengan penilaian akhir semester dan penilaian kenaikan kelas, diatur dan dipandu

dalam BSNP tentang standar penilaian hasil pembelajaran di sekolah. Setiap sekolah

memiliki penetapan tugas guru yang termasuk dalam tim perumus, penyusun dan

pelaksana ujian, hingga pelaksanaan dan peninjauan secara keseluruhan melalui

analisis hasil kerja yang dilakukan, sesuai dengan konsep dan sistematika BSNP.

Pencapaian Standar Penilaian sudah diatas Standar Nasional Pendidikan.

3. Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No. 32 Tahun

2004 tentang pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada

manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas
kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era

kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan

desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan.

Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan,

yaitu:

1)   Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah

lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki;

2)   Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber

pajak lokal dan mengurangi biaya operasional;

3)   Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang

dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat;

4)   Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada

daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.

Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya  landasan dasar

pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat

daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu

keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang

pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan.

4. Rapor Merah Pendidikan Indonesia


1. Pendidikan di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan baik dalam pengelolaan

maupun sarana dan prasarana, berikut realita yang masih harus diperbaiki : anggaran

pendidikan yang digelontorkan dari APBN sangat besar, tercatat , alokasi anggaran

pendidikan mencapai Rp 444 triliun dan pada 2020 angka ini meningkat ke Rp 508

triliun. Di sisi lain, ranking PISA Indonesia turun dari urutan ke-65 (2015) menjadi ke-72

(2018) di antara 77, hal ini disebabkan dana yang besar tanpa pengelolaan dan

perencanaan kurikulum yang tepat dengan segala kondisi permasalahan kultur di

Indonesia, ternyata belum efektif penggunaannya. Pengawasan yang cermat terhadap

penggunaan dana yang disuntikkan juga perlu dievaluasi, memerlukan lembaga yang

serius melakukan pengawasan dan penyuluhan untuk pengelolaan yang efektif dan

efisien. Pemerataan pendidikan juga belum maksimal, padahal jumlah guru saat ini

surplus dibandingkan jumlah guru pada standar internasional sekitar 50 juta jumlah siswa

pendidikan dasar dan menengah dengan 4 juta guru (Kemdikbud, 20/12/2019), berarti

setiap guru hanya mengajar 12-13 siswa. Sementara rata-rata rasio internasional 20-21

siswa per guru. Jepang rasionya 27-28 siswa per guru (UNESCO 2017). Seharusnya

jumlah guru yang besar dapat menaungi jumlah siswa di Indonesia yang artinya

pemerataan dapat dilakukan dengan tunjangan yang layak sehingga guru-guru muda

tertarik untuk mengajar di pedalaman.

2. Anggaran sertifikasi guru terus meningkat, tetapi dampaknya pada peningkatan mutu

pendidikan nasional ternyata belum terlihat, kesejahteraan guru meningkat namun tidak

sejalan dengan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia, artinya program sertifikasi

yang sebenarnya sudah diikuti dengan pelatihan bagi guru-guru ternyata belum efektif,
evaluasi dan tenaga tutor juga harus diperhatikan, karena terbukti hasil sertifikasi yang di

peroleh guru tidak menghasilkan dampak yang diharapkan.

3. Politisaai Pendidikan

Masuknya kepentingan politik praktis ke ranah pendidikan mengingkari konvensi

UNESCO dan ILO (1966) yang merekomendasikan agar jabatan apa saja yang terkait

urusan pendidikan haruslah diprioritaskan pada urutan pertama kepada guru yang sudah

berpengalaman dan mengerti persoalan pendidikan . Semestinya, semua posisi di urusan

pendidikan, seperti pengawas, kepala dinas, direktur, termasuk menteri pendidikan, staf

khusus atau jabatan apa saja yang terkait urusan pendidikan, haruslah sesuai dengan

rekomendasi dua badan PBB. Keadaan yang paling nyata terjadi di tingkat provinsi,

kabupaten/kota, kecamatan, hingga ke tingkat sekolah sebagai unit birokrasi pendidikan

terbawah. Bahkan terkesan urusan pendidikan telah direduksi para elite di pusat dan

daerah menjadi ”urusan kuitansi”. Dengan otonomi daerah, bupati/wali kota terpilih

dengan bebas menempatkan orang-orang dekatnya yang telah dinilai berjasa atas

kemenangannya di pilkada untuk mengisi semua pos pendidikan. Ada daerah yang

mempromosikan seseorang yang mengurus urusan pasar ke urusan pendidikan, ada pula

yang berasal dari urusan pemakaman ke dinas pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai