Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Terapi Bermain Bongkar pasang pada Anak Usia Preschool
di Rumah Sakit “ Proposal ini berisikan tentang preplaining terapi bermain yang akan diberikan
oleh kelompok kepada anak usia perschool di rumah sakit.
Diharapkan proposal ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain mewarnai. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

Makassar, 23 Mei 2019


                                                                                                              Penulis  
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah
sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi
yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit.
Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya
pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat
beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga
terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi
juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian seorang ahli saraf bernamaIan
Robertson, puzzel dapat meningkatkan kemampuan mental. Selain itu, permainan ini juga
dapat mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan(Baras, 2010)
Berdasarkan pengamatan kami dirumah sakit M. Djamil Padang diruangan anak kronis
dan akut  didapatkan jumlah anak usia toddler (3-5 tahun) sebanyak 15 oranganak. Anak-
anak pada dapat memainkan sesuatu dengan tangannya yaitu dengan bongkar pasang yang
bisa melatih kecerdasan otak anak dan berpikir secara logis untuk menyelesaikan gambar
yang bisa menjadi sesuatu yang menarik seperi binatang atau orang
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang
diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini
adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu
seperti bermain dalam puzzel gambar, disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam
meletakkan gambar yang telahdi bongkar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas dan
kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena
penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
b. Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
c.  Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
d. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
e. Beradaptasi dengan lingkungan
f. Mempererat hubungan antara perawat dan anak
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Bermain puzzel


Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
mempersiapkan diri untuk berperan dan berpilaku dewasa. (aziz alimul, 2009)
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa
Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media
sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media
puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika
anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan
pasangannya.
B. Tujuan Bermain puzzel
Tujuan brmain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun mengembangkan
imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus dalam kemampuan
keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau mengenal dunia, maupun
mengembangkan kematangan fisik, emosional, dan mental sehingga akan membuat anak
tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
C. Fungsi Bermain Puzzel
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas, perkembangan
kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi
otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah
yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur
dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan
masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat
memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat
mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini
akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social
dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas
bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan
belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak
usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak
akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar
dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin
berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya
dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil
mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri
bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk
menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui
kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana
yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang
telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik
dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk
bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan
kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media
yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat.
Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan
aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
D. Katagori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif
dan  yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan diperoleh
dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif kesenangan
didapatkan dari orang lain.
a) Bermain aktif
 Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
 Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut.
Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi mencuim,
meraba, menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
 Bermain konstruksi (construction play)
 Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumah-
rumahan. Dll.
 Bermain drama (dramatik play)
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau
dengan teman-temanny
 Bermain bola, tali, dan sebagainya
b) Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar.
Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan
sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
 Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
 Mendengarkan cerita atau musik
 Menonton televisi
 Dll,Biasanya dilakukan oleh anak usia sekolah Adolesen.

E. Hal-hal yang Harus Diperhatikan


1.  Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada keterampilan
yang lebih majemuk.
4. Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin  bermain. Jangan
memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.
F. Bentuk-bentuk Permainan Menurut Usia
a. Usia 0 – 12 bulan
Tujuannya adalah :
 Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya mengisap,
menggenggam.
 Melatih kerjasama mata dan tangan.
 Melatih kerjasama mata dan telinga.
 Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
 Melatih mengenal sumber asal suara.
 Melatih kepekaan perabaan.
 Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.
Alat permainan yang dianjurkan :
 Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
 Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
 Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
 Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
 Alat permainan berupa selimut dan boneka.
b.  Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
 Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
 Memperkenalkan sumber suara.
 Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
 Melatih imajinasinya. 
 Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk kegiatan
yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
 Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
 Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
 Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang tidak
mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air), balok-balok besar,
kardus-kardus besar, buku bergambar, kertas untuk dicoret-coret, krayon/pensil
berwarna.
c. Usia 25 – 36  bulan
Tujuannya adalah ;
 Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
 Mengembangkan keterampilan berbahasa.
 Melatih motorik halus dan kasar.
 Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal dan
membedakan warna).
 Melatih kerjasama mata dan tangan.  
 Melatih daya imajinansi.
 Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
 Alat-alat untuk menggambar.
 Lilin yang dapat dibentuk
 Pasel (puzzel) sederhana.
 Manik-manik ukuran besar.
 Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda.
 Bola.
d. Usia 32 – 72 bulan
Tujuannya adalah  :
 Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
 Mengembangkan kemampuan berbahasa.
 Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.
 Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura
(sandiwara).
 Membedakan benda dengan permukaan.
 Menumbuhkan sportivitas.
 Mengembangkan kepercayaan diri.
 Mengembangkan kreativitas.
 Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
 Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.
 Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar rumahnya.
 Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal : pengertian
mengenai terapung dan tenggelam.
 Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.
Alat permainan yang dianjurkan :
 Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat
gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
 Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
G. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
1. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan
2. Status kesehatan, anak sakit à perkembangan psikomotor kognitif terganggu
3. Jenis kelamin
4. Lingkungan à lokasi, negara, kultur
5. Alat permainan à senang dapat menggunakan
6. Intelegensia dan status sosial ekonomi
H. Tahap Perkembangan Bermain
 Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
 Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
 Tahap bermain sungguhan
Anak sudah ikut dalam permainan
 Tahap melamun
 Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.
I. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
1. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
2. Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
3. Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
4. Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
5. Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
6. Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan
J. Hambatan Yang Mungkin Muncul
1. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
2. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
3. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang bersamaan.

K. Antisipasi hambatan
1. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya.
L. Cara Bermain Puzzel
1. Sediakan kertas puzzel bergambar
2. Bongkar kertas pazzel tersebut
3. Pasang kembali kertas pazzel sesuai pasangannya masing
4. Di anjurkan lebih baik pada bagian ujung kertas terlebih dahulu
5. Setelah itu bagian samping dengan sesuai pasangannya
6. Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelm kertas puzzel di
bongkar
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan          : Terapi Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit


Sub Pokok Bahasan   : Terapi Barmain Anak Usia 3-5 tahun
Tujuan                      : Mengoptimalkan Tingkat Perkembangan Anak
Tanggal / Jam            : Hari / Tanggal           : Kamis / 28 mei 2015
Jam / Durasi               : Pkl. 10.00 sd selesai
Tempat Bermain        : Ruang pertemuan lantai 1
Peserta                      : Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang
anak kronik yang memenuhi kriteria :
·           Anak usia 3 – 5 tahun
·           Tidak mempunyai keterbatasan fisik
·           Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
·           Pasien kooperatif
Peserta terdiri dari :
·         Anak usia pra sekolah dan sekolah  sebanyak 4 orang didampingi keluarga
Target : 4 orang       
Sarana dan Media

·      Sarana:
-    Ruangan tempat bermain
-    Tikar untuk duduk
·      Media:
Gambar yang belum disusun
Pengorganisasian

Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 16 orang dan 1 orang observer dengan
susunan sebagai berikut:
Co leader         : Dhira Andriani
Leader             : Elsa Nowesti
Observer          : Ivanny Leoni
Fasilitator        :  Hayatunnupus Haqiqi
                           Dwi fuji Setia Ningsih
                           Dini Nasrilla
                           Sarah Nikita Nepu
                           Refi Iqbal
                           Desi Oktavia Rini
                       
Pembagian Tugas        :
7.        Peran Leader
·         Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan situasi
dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya
·         Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
·         Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara
memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
8.        Peran Co Leader
·         Mengidentifikasi issue penting dalam proses
·         Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
·         Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan dating
·         Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
9.        Peran Fasilitator
·         Mempertahankan kehadiran peserta
·         Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
·         Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam
kelompok
10.    Peran Observer
·         Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
·         Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
·         Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
·         Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
Setting Tempat
Keterangan
           
                        = Pembimbing                                     = Peserta                                 = orang tua
              
                        =  Observer                                         = Fasilitator

=  Co Leader                                       = Leader

Susunan Kegiatan

No Waktu Terapy Anak Ket


1 5 menit Pembukaan :
1.      Co-Leader  membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam Mendengarkan
2.      Memperkenalkan diri terap Mendengarkan
3.      Memperkenalkan pembimbing Mendengarkan  dan saling
4.      Memperkenalkan anak satu berkenalan
persatu dan anak saling berkenalan Mendengarkan
dengan temannya Mendengarkan
5.      Kontrak waktu dengan anak
6.      Mempersilahkan Leader
2 20 menit Kegiatan bermain :
1.      Leader menjelaskan cara Mendengarkan
permainan Menjawabpertanyaan
2.      Menanyakan pada anak, anak mau
bermain atau tidak Menerima permainan
3.      Menbagikan permainan Bermain
4.      Leader ,co-leader, dan Fasilitator Bermain
memotivasi anak Mengungkapkan perasaan 
5.      Fasilitator mengobservasi anak
6.      Menanyakan perasaan anak
3 5 menit Penutup :
1.      Leader Menghentikan permainan Selesai bermain
2.      Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
3.      Menyampaikan hasil permainan Mendengarkan
4.      Memberikan hadiah pada anak Senang
yang cepat menyelesaikan Senang
gambarnya dan bagus
5.      Membagikan souvenir/kenang- Mengungkapkan perasaan
kenangan pada semua anak yang Mendengarkan
bermain Menjawab salam
6.      Menanyakan perasaan anak
7.      Co-leader menutup acara
8.      Mengucapkan salam

Evaluasi
1.      Evaluasi struktur yang diharapkan
·         Alat-alat yang digunakan lengkap
·         Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2.      Evaluasi proses yang diharapkan


·         Terapi dapat berjalan dengan lancar
·         Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
·         Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
·         Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya

3.      Evaluasi hasil yang diharapkan


·         Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu gambar yang diwarnai,
kemudian digantung
·         Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
·         Anak merasa senang
·         Anak tidak takut lagi dengan perawat
·         Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
·         Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas bermain

BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, Salah satunya adalah
puzzrl. Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa
Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana
yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media
puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika
anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan
pasangannya.
Saran
1.      Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak dapat
tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin penting dari
stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang
dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2.      Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan trauma
yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus untuk
melakukan tindakan.
3.      Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena
dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak
walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
http://belajarbarengrizalyuk.blogspot.com/2013/10/terapi-bermain-mewarnai.html
http://belajarbarengrizalyuk.blogspot.com/2013/10/terapi-bermain-mewarnai.html

Anda mungkin juga menyukai