Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KOSMETOLOGI : SKIN WHITENING (PENCERAH KULIT)

DISUSUN OLEH:
CITRA DEWI HAMAMI
1111013047

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
SKIN WHITENING

(PENCERAH KULIT)

A. Skin Whitening (Pencerah Kulit)

Pemutih/pencerah kulit adalah produk yang ditujukan untuk mencerahkan atau

menghilangkan pewarnaan kulit yang tidak diinginkan. Produk ini didesain untuk bekerja

dengan cara berpenetrasi ke dalam kulit dan mengganggu produksi pigmen oleh sel kulit. Di

beberapa negara produk ini digolongkan sebagai obat dan bukan sebagai kosmetik yang

digunakan dengan bebas. Sedangkan di negara Asia seperti di Jepang, kosmetik yang

berfungsi sebagai pemutih/pencerah kulit masih beredar sebagai kosmetik yang digemari,

oleh karena itu bahan atau agen yang dapat digunakan sebagai pemutih/pencerah banyak

diteliti dan dikembangkan.

Agen pencerah kulit (whitening agents) adalah setiap bahan atau kombinasi bahan-bahan

yang mengganggu tahap dari jalur melanogenesis, transfer melanin, atau deskuamasi yang

menghasilkan penurunan pigmentasi pada permukaan kulit (depigmentasi).

Bahan yang terkandung dalam pencerah kulit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

 Inhibitor tirosinase (Contoh : Hydroquinone dan turunannya, Arbutin, Asam kojat)

 Ekstrak Tumbuhan

 Antioksidan

 Vitamin (Contoh : A, B, C, E)

 Peptida

 Alpha dan beta asam hidroksil dan turunannya (Contoh : AHA)


Gambar 1. Bahan-bahan yang biasa digunakan pada kosmetik pemutih kulit beserta

mekanisme kerjanya.

B. Persyaratan Umum

Pada etiket wadah dan atau pembungkus harus dicantumkan penandaan berisi informasi yang :

Lengkap, Objektif, dan tidak menyesatkan, sesuai dengan data pendaftaran yang telah disetujui, jelas

dan mudah terbaca, menggunkan huruf latin dan angka Arab.

Pada etiket wadah dan atau pembungkus tidak diperbolehkan mencantumkan : Penandaan

Seolah-seolah seperti obat, rekomendasi dari dokter, apoteker, pakar di bidang kosmetik atau

organisasi profesi.

C. Penandaan

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia

nomor 44 tahun 2013 tentang persyaratan teknis kosmetika, penandaan kosmetika paling

sedikit harus mencantumkan:

a. Nama kosmetika
Kosmetik dengan nama yang menggunakan nama bahan harus sesuai dengan bahan

yang dikandungnya. Tidak diperbolehkan nama Kosmetik yang mempunyai makna seolah-

olah sebagai obat atau mengobati, nama kosmetik yang dapat menyesatkan konsumen, contoh

acne free.

b. Kegunaan dan cara penggunaan

Kecuali untuk produk yang sudah jelas penggunaannya.

c. Komposisi

Komposisi harus memuat seluruh bahan, nama bahan sesuai dengan KODEKS

KOSMETIK INDONESIA atau nomenklatur lainnya yang berlaku.

d. Nama dan negara produsen

 Kosmetik lokal : Nama dan alamat produsen sekurang-kurangnya nama kota

dan Negara.

 Kosmetika lisensi : Nama dan alamat pemberi lisensi dan produsen penerima

lisensi.

 Kosmetik Kontrak : Nama dan alamat pemberi kontrak dan produsen penerima

kontrak.

 Kosmetik impor : Nama dan alamat importir/ distributor/ penyalur serta nama

dan alamat produsen. Alamat sekurang-kurangnyan ama kota dan atau negara,

Penandaan ini dapat dicantumkan hanya pada pembungkus.

e. Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi

f. Nomor bets

g. Ukuran, isi atau berat bersih


Ukuran, isi atau berat bersih dapat dicantumkan dengan istilah "netto". Pernyataan

netto harus menunjukkan secara seksama ukuran atau isi atau berat bersih dalam wadah.

Pernyataan netto pada kosmetik yang berbentuk aerosol adalah isi termasuk Propellan.

Pernyataan netto harus dinyatakan dalam satuan metrik, atau satuan metrik dan satuan

lainnya.

h. Tanggal kedaluwarsa

Bagi produk yang stabilitasnya kurang dari 30 bulan. Penulisan tanggal kedaluwarsa

ditulis dengan urutan tanggal, bulan, dan tahun atau bulan dan tahun. Penulisan diawali

dengan kata “tanggal kedaluwarsa” atau “baik digunakan sebelum” atau kata dalam bahasa

Inggris yang lazim sesuai dengan kondisi yang dimaksud.

i. Peringatan/perhatian dan keterangan lain yang dipersyaratkan

Peringatan yang dicantumkan pada penandaan harus dalam bahasa Indonesia

1. Peringatan pada aerosol

a) Perhatian ! Jangan sampai kena mata dan jangan dihirup.

b) Awas ! Isi bertekanan tinggi dapat meledak pada suhu diatas 500 C, jangan

ditusuk, jangan disimpan ditempat panas, didekat api, atau dibuang di tempat

pembakaran sampah.

2. Kosmetik yang mengandung bahan dengan kadar maksimum harus diberikan

peringatan sesuai Lampiran I Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik IndonesiaNomor:HK.00.05.41.7 45 tentang Kosmetik.

3. Kosmetik yang mengandung bahan yang belum diketahui keamanan, peringatan akan

disesuaikan kemudian

j. Nomor Notifikasi.
a. Pengecualian Penandaan

Untuk kosmetik yang telah mempunyai penandaan lengkap pada pembungkus atau

brosur. Pada etiket wadah sekurang-kurangnya mencantumkan : nama Produk, nomor izin

edar, Ukuran, isi atau berat bersih (netto), Nomor bets/ kode produksi.

b. Etiket Gantung

Apabila seluruh penandaan tidak memungkinkan untuk dicantumkan pada etiket

wadah dapat menggunakan etiket gantung atau pita yang dilekatkan pada wadah atau

brosur.

Untuk wadah berukuran kecil yang tidak memungkinkan untuk mencantumkan

seluruh informasi, sekurang-kurangnya harus mencantumkan : nama Produk, Nomor izin

edar, Ukuran, isi atau berat bersih (netto), Nomor bets/ kode produksi.

c. Penandaan pada isi ulang

Pada kosmetik isi ulang yang mempunyai wadah dan pembungkus, sekurang-

kurangnya mencantumkan kode produksi pada wadah.

d. Bahasa

Penandaan yang ditulis dengan bahasa asing harus disertai keterangan mengenai

kegunaan, cara penggunaan dan keterangan lain dalam Bahasa Indonesia.

e. Klaim

Klaim dapat dicantumkan berdasarkan:

a. bahan yang digunakan;

b. hasil pengujian sesuai dengan protokol uji yang dapat diterima secara ilmiah

c. data pendukung lain seperti namun tidak terbatas pada jurnal ilmiah, sertifikat halal, surat

keterangan asal.

Klaim kosmetika tidak boleh berisi pernyataan seolah-olah sebagai obat.


Tabel 1. Beberapa contoh klaim yang dilarang pada kosmetik

D. Bahan-bahan yang dilarang

Pada sediaan pemutih kulit, ada beberapa bahan yang diatur penggunaan nya pada

sediaan pemutih kulit, seperti hidrokinon, merkuri, dan AHA (Alpha Hydroxy Acid).

1. Hidrokinon

Hidrokinon banyak digunakan pada produk kosmetik karena sifatnya sebagai antioksidan

dan sebagai depigmenting agent (zat yang mengurangi warna gelap pada kulit). Dalam

kosmetik, selain sebagai pemutih/pencerah kulit, hidrokinon digunakan sebagai bahan

pengoksidasi pewarna rambut dan penghambat polimerisasi dalam lem untuk kuku artifisial

(kuku palsu).
Penggunaan hidrokinon sebagai bahan pengoksidasi pewarna rambut dengan kadar

maksimal 0,3% dianggap aman, karena meskipun dapat terabsorpsi pada rambut, kadar yang

terabsorpsi dibatasi oleh adanya penurunan konsentrasi hidrokinon setelah proses perubahan

warna dan lamanya paparan pewarna rambut sebelum dibilas. Sedangkan pada kosmetik

untuk kuku, hidrokinon digunakan sebagai salah satu bahan dalam perekat untuk melekatkan

kuku artifisial, yang umumnya terbuat dari bahan akrilat, dengan kuku asli. Kadar

maksimal penggunaan hidrokinon pada kuku artifisial adalah sebesar 0,02% setelah

pencampuran bahan sebelum digunakan. Kadar tersebut sangat kecil dan hilang dengan

cepat selama proses polimerisasi (5-15 menit).

Tabel 2. Kadar maksimum penggunaan Hidrokinon pada pewarna rambut dan cat kuku.

Efek samping yang umum terjadi setelah paparan hidrokinon pada kulit adalah

iritasi, kulit menjadi merah (eritema), dan rasa terbakar. Efek ini terjadi segera setelah

pemakaian hidrokinon konsentrasi tinggi yaitu diatas 4%. Sedangkan untuk pemakaian

hidrokinon dibawah 2% dalam jangka waktu lama secara terus-menerus dapat terjadi

leukoderma kontak dan okronosis eksogen.


Sejak tahun 1982, oleh lembaga pengawasan obat dan makanan di Amerika FDA

(Food and Drug Administration), produk obat bebas atau kosmetik pemutih/pencerah kulit

yang mengandung 1,5 – 2 % hidrokinon dikategorikan sebagai produk yang secara umum

diakui aman dan efektif (Generally Recognized As Safe and Effective/GRASE).

Penggunaan hidrokinon dalam kosmetik pun masih berlangsung hingga hampir 30 tahun.

Seiring dengan banyaknya efek samping yang ditimbulkan akibat pemakaiannya, negara-

negara lain seperti Jepang, Kanada, Australia, Inggris dan Uni Eropa telah melarang

pemakaian hidrokinon sebagai pemutih/pencerah kulit. Di samping itu, terdapat bukti yang

menunjukkan bahwa hidrokinon dapat menyebabkan kanker pada tikus setelah pemberian

oral dan juga dapat menyebabkan okronosis (kulit gelap dan noda hitam) jika dioleskan pada

kulit. Karena itu, pada tahun 2006, FDA pun mengusulkan peraturan yang melarang

penggunaan hidrokinon sebagai obat bebas, namun hingga kini belum ada keputusan untuk

menarik peraturan tahun 1982 tersebut karena masih banyak ahli kulit yang mendukung

penggunaan hidrokinon sebagai pemutih/pencerah.

Meskipun tidak dilarang, namun saat ini penggunaan hidrokinon dalam kosmetik

atau obat bebas di dalam negeri telah dibatasi. Di Indonesia, peraturan yang membatasi

penggunaan hidrokinon dalam kosmetik telah dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan

Makanan RI sejak tahun 2008, yaitu Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia

Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik, dan melalui surat edaran Kepala

Badan POM RI pada September 2008 semua kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan

ditarik dari peredaran dan dimusnahkan.

2. Merkuri

Merkuri termasuk logam berat berbahaya yang dalam konsentrasi kecil pun dapat

bersifat racun. Merkuri seringkali disalahgunakan dalam kosmetik, terutama pada krim
pemutih dan bedak. Pemakaian Merkuri dapat menimbulkan akibat seperti perubahan warna

kulit yang bisa menjadi bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan

permanen pada susunan syaraf, otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin. pemakaian

merkuri dalam jangka pendek dengan dosis tinggi dapat mengakibatkan muntah-muntah,

diare, kerusakan ginjal dan yang paling berbahaya karena merupakan zat karsinogenik dapat

menyebabkan kanker.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor Hk.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik, merkuri termasuk ke dalam

daftar bahan kosmetik yang dilarang penggunaan nya. Dan juga melalui Public Warning /

Peringatan Publik Nomor KH.00.01.432.6147 Tanggal 26 November 2008 Tentang

Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna yang Dilarang, telah menarik dari

peredaran kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan untuk dimusnahkan. Dinyatakan bahwa

“Raksa/Merkuri dan senyawanya dilarang digunakan dalam bahan kosmetik, kecuali fenil

raksa nitrat dan tiomersal dapat digunakan sebagai pengawet dalam sediaan sekitar mata

dengan ketentuan kadar maksimum sebesar 0,007 % dihitung sebagai Hg”.

Tabel 2. Merkuri termasuk ke dalam daftar bahan kosmetik yang dilarang.

3. AHA (Alpha Hydroxy Acid)

Alpha Hydroxy Acid (AHA) telah menjadi senyawa yang paling banyak digunakan

dalam persiapan kosmetik. Bekerja sebagai superficial chemical peeling pada stratum

korneum untuk meningkatkan warna kulit dan tone. Namun penggunaan AHA dalam

kosmetik yang tidak tepat dan berlebihan dapat menimbulkan efek yang membahayakan

kesehatan kulit.
Sehingga dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor Hk. 00.06.42.0255 Tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Alpha Hydroxy

Acid (AHA) Dalam Kosmetik, Penggunaan AHA dibagi dalam beberapa kelompok

bedasarkan potensi resiko efek sampingnya.

Berdasarkan potensi resiko efek samping, penggunaan AHA dalam kosmetik dibatasi dengan

kadar maksimum 70 % dan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Kelompok 1 (satu), AHA dalam kosmetik dengan kadar sampai dengan 10 % dengan

derajat keasaman (pH) 3,5 atau lebih.

2. Kelompok 2 (dua), AHA dalam kosmetik dengan kadar diatas 10 % sampai dengan

70 % dengan derajat keasaman kurang (pH) dari 3,5 dan penggunaannya hanya boleh

dilakukan oleh dokter spesialis kulit.

Tabel 3. Penggunaan AHA bedasarkan potensi resiko efek sampingnya.


E. Tatacara Pengajuan Notifikasi

a. Pendaftaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)

dilakukan dengan cara mengisi template melalui sistem elektronik yang disampaikan

ke website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id.

b. Setelah dilakukan verifikasi data, pemohon notifikasi akan mendapatkan User ID dan

Password.

c. Pemohon notifikasi yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan notifikasi.

d. Permohonan notifikasi diajukan dengan mengisi Template Notifikasi secara

elektronik yang dapat diunduh dari website Badan Pengawas Obat dan Makanan

dengan alamat http://www.pom.go.id.

e. Template Notifikasi yang sudah diisi lengkap dapat disimpan (save) dan/atau dikirim

(submit) secara elektronik.

f. Pemohon yang telah berhasil mengirim (submit) Template Notifikasi akan menerima

Surat Perintah Bayar secara elektronik melalui email pemohon.

g. Pemohon mencetak Surat Perintah Bayar dan melakukan pembayaran melalui Bank

yang ditunjuk.

h. Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal Surat Perintah Bayar, pemohon harus

menyerahkan asli bukti pembayaran melalui Bank kepada Badan Pengawas Obat dan

Makanan atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan/Balai Pengawas Obat dan

Makanan.

i. Penyerahan asli bukti pembayaran disampaikan ke loket notifikasi kosmetika.


Gambar 2. Contoh pemberitahuan notifikasi.

Gambar 3. Contoh pengecekan notifikasi secara online.

F. Izin Produksi

Izin Produksi Kosmetika adalah izin yang harus dimiliki oleh industri kosmetika untuk

melakukan kegiatan pembuatan kosmetika.


Izin Produksi Kosmetika dibedakan atas Izin Produksi Kosmetika golongan A dan Izin

Produksi Kosmetika golongan B. Industri Kosmetika yang memiliki Izin Produksi

Kosmetika golongan A dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika.

Sedangkan industri Kosmetika yang memiliki Izin Produksi Kosmetika golongan B dapat

membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan Teknologi

Sederhana. Dan izin produksi kosmetika pemutih kulit termasuk ke dalam golongan A.

Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan persyaratan:

a. memiliki apoteker sebagai penanggung jawab;

b. memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat;

c. memiliki fasilitas laboratorium; dan

d. wajib menerapkan CPKB.

Sedangkan izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan persyaratan:

a. memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab;

b. memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan

dibuat; dan

c. mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ” Hidrokinon dalam Kosmetik”, www.pom.go.id diakses 19 Mei 2015, Pukul

19.20 WIB.

Anonim, ”Waspada Keracunan Akibat Kandungan Logam Berat pada

Kosmetik”, www.pom.go.id diakses 19 Mei 2015, Pukul 20.00 WIB.

BPOM. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor Hk.00.06.42.0255 Tentang Petunjuk Teknis Pengawasan

Alpha Hydroxy Acid (Aha) Dalam Kosmetik.

BPOM. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor : Hk.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik.

BPOM. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor Hk.03.1.23.12.11.10689 Tahun 2011 Tentang Bentuk Dan Jenis

Sediaan Kosmetika Tertentu Yang Dapat Diproduksi Oleh Industri Kosmetika

Yang Memiliki Izin Produksi Golongan B.

BPOM. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1175/Menkes/Per/Viii/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika.

BPOM. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor Hk.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 Tentang Kriteria Dan

Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika.

BPOM. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor Hk.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 Tentang Persyaratan

Cemaran Mikroba Dan Logam Berat Dalam Kosmetika.


BPOM. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor Hk.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan

Teknis Kosmetika.

BPOM. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor Hk.03.1.23.08.11.07517

Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika.

Anda mungkin juga menyukai