Anda di halaman 1dari 5

Peritonitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan peritoneum,

paling sering (walaupun tidak secara ekslusif) diakibatkan oleh infeksi.

Klasifikasi infeksi peritonitis:

1. Peritonitis Primer (spontan)


2. Peritonitis Sekunder diakibatkan oleh perforasi saluran gastrointestinal atau saluran
gentourinaria, sehingga mengakibatkan kontaminasi rongga peritoneum
3. Peritonitis Tersier yaitu infeksi persisten atau berulang setelah terapi awal secara
adekuat.
Mortalitas peritonitis primer mencapai 30% jika diagnosis dan terapi terlambat, dan menurun
sampai < 10% pada pasien peritonitis kompensata dengan terapi sedini mungkin. Sebanyak 70%
pasien yang sembuh dari episode Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) akan kambuh dalam
kurun waktu 1 tahun, dan mortalitas dapat mencapai 50%.
Pada pertonitis sekunder tanpa komplikasi dan abses simpel, mortalitasnya kurang dari 5% dan
30-50% pada infeksi berat. Mortalitas yang berhubungan dengan pembentukan abses abdomen
secara keseluruhan kurang dari 10-20%.

Faktor prediktor outcome klinis peritonitis sekunder terdiri dari:

1. Usia tua

2. Malnutrisi

3. Kanker dan keganasan

4. Skor APACHE II tinggi saat datang

5. Disfungsi organ preoperatif

6. Adanya abses kompleks dan tidak ada perbaikan dalam 24-72 jam setelah terapi adekuat
Semakin banyak faktor prediktor yang ditemukan, kemungkinan pasien jatuh dalam peritonitis
berat akan semakin tinggi.

Pada peritonitis berat, mortalitas dapat mencapai 30-50%. Adanya sepsis, SIRS, dan MOF
(multiple organ failure) meningkatkan mortalitas sampai diatas 70%, dan pada pasien dalam
kelompok ini angka kematian dapat mencapai 80%.
Algoritma Penatalaksanaan Pasien
Peritonitis

Pada pasien dengan suspek peritonitis, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat
untuk menegakkan kemungkinan peritonitis dan menyingkirkan diagnosis banding yang lain.

Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah

1. Nyeri abdomen: dapat akut atau perlahan-lahan

2. Nyeri bersifat tumpul dan terlokalisir (peritoneum viseral) dan berlanjut ke arah nyeri
terlokalisir (peritoneum parietal)

3. Anorexia dan nausea bisa timbul sebelum nyeri abdomen

4. Vomunitus: terjadi karena obstruksi atau sekunder akibat iritasi peritoneal


Beberapa hasil pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis klinis peritonitis diantaranya
adalah

1. Keadaan umum biasanya sakit berat

2. Hipotensi

3. Takikardia

4. Febris > 38 C, atau hippotermia pada sepsis berat

5. Produksi urin menurun

6. Pemeriksaan fisik abdomen menunjukkan tanda:

 Distensi
 Abdominal tenderness

 Muscle guarding

 Bising usus menurun sampai menghilang

7. Posisi panggul flexi

8. Pemeriksaan rektal

 Sering meningkat nyeri abdomen

 Nyeri ke arah kanan menguatkan indikasi adanya appendicitis


Pada pasien dengan diagnosis klinis peritonitis, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis yang telah dibuat. Pemeriksaan penunjang
terdiri dari penunjang pencitraan (imaging) dan non-pencitraan (laboratorium). Dalam artikel ini
hanya akan dibahas pemeriksaan penunjang pencitraan.

Pemeriksaan Penunjang Pencitraan Pada Kasus


Peritonitis
Radiologis
1. foto polos abdomen 3 posisi (datar, tegak dan LLD)

2. Udara bebas sering ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum tetapi lebih jarang
ditemukan pada perforasi usus halus, kolon dan apendiks

3. Perlu diingat adanya udara bebas tidak selalu didapatkan pada perforasi
Ultrasound:
1. USG abdomen berguna untuk evaluasi darah kuadran kanan atas (abses perihepatik,
kolesistis, biloma, pankreatitis, psudokista pankreatik), kuadaran kanan bawah, dan patologi
pelvik (apenditis, abses tubo-ovarian, abses cavum Douglas),

2. Keterbatasan USG: bila pasien gelisah, distensi abdomen, dan bila banyak gas/udara
dalam saluran cerna

3. Dapat mendeteksi adanya asites dan aspirasi cairan dengan panduan USG
CT scan
1. Merupakan pemeriksaan pencitraan yang terpilih
2. Dapat dilakukan aspirasi abses peritoneal dan koleksi cairan lainnya dengan panduan CT
scan

3. Nuclear medicine scans (gallium Ga 67 scan, indium In 111-labeled autofagus leucocyte


scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan)

4. Magnetic resonance imaging

5. Ketersediaannya terbatas dan mahal

6. Pemeriksaan kontras

 Gastrografin

 Barium follow-through

 Enema kontras kolerektal

 Fistulogram

 Kontras untuk drain dan stents dilakukan berdasarkan indikasi

Terapi Non Farmakologik Peritonitis


Nutrisi
1. Pasang NGT, kateter urine

2. Sering terjadi disfungsi saluran cerna (ileus)

3. Nutrisi enteral lebih baik dibanding parenteral

4. Jika nutrisi enteral dikontraindikasikan atau tidak dapat ditoleransi pasien, dapat
diberikan nutrisi paranteral

5. Drainase non operatif:

- Drainase perkuat dilakukan dengan panduan USG atau CT scan


- Efektif untuk source control dan pada beberapa kondisi dapat menunda bahkan
mencegah terapi pembedahan
- Drainase diperkuat dan pembedahan merupakan 2 tindakan yang bersifat saling
melengkapi. Setelah drainase, perbaikan seharusnya terlihat dalam waktu 24-48
jam. Jika tidak ada perbaikan, perlu dilakukan evaluasi ulang (lakukan CT
scan) dan strategi terapi dilakukan sesuai hasil yang didapat

Terapi Farmakologik
Prinsip umum penatalaksanaan perotinitis adalah

1. Kontrol sumber infeksi

2. Hilangkan bakteri dan toksin

3. Pertahankan fungsi sistem organ

4. Kontrol proses inflamasi


Pada kasus SBP, antibiotik yang direkomendasikan sebagai terapi empirik adalah sefalosprin
generasi ke-3 (Ceftriaxone, Cefotaxime dsb). Selanjutnya setelah hasil kultur keluar, berikan
antibiotk sesuai hasil kultur/uji resistensi. Sebisa mungkin hindari pemberian antibiotik
aminoglikosida karena bersifat nefrotoksik. Lama terapi antibiotik yang dianjurkan adalah
minimal 5 hari (dengan adanya bukti penurun lekosit < <250 cells/µL).

Pada peritonitis sekunder dan tertier terapi antibiotik empiris yang dianjurkan adalah
Sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3 atau quinolone dikombinasikan dengan metronidazol. Bila
tidak tersedia atau kontraindikasi, antibiotik alternatif yang dapat diberikan adalah
Ampisilin/sulbaktam. Untuk peritonitis derajat ringan sedang, cukup terapi 1 macam antibiotika
dan terapi kombinasi hanya direkomendasikan untuk derajat berat.

Antibiotik pilihan untuk infeksi peritonitis yang didapat di rumah sakit (nosokomial) adalah
Impenem, meropenem, doripenem, piperacillin/tazobactam, dan kombinasi aminoglikosida dan
metronidazol. Durasi terapi optimal bergantung kepada patologi yang mendasari beratnya
infeksi, efektivitas pengendalian sumber infeksi dan respons pasien terhadap terapi. Pada
peritonitis tanpa komplikasi dengan source control dini dan adekuat, antibiotika cukup diberikan
5-7 hari. Pada kasus ringan (appendicitis awal, cholecystitis) antibiotika diberikan sampai 24-72
jam postoperatif.

Penjelasan lebih lengkap tentang tatalaksana bedah kasus Peritonitis dapat sejawat baca lebih
lanjut di Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi Berwarna

Anda mungkin juga menyukai