Farmasi Dalam Sudut Pandang Islam
Farmasi Dalam Sudut Pandang Islam
Eksistensi ilmu farmasi tidak bisa dilepaskan dari kejayaan peradaban Islam di
masa dinasti Abbasiyyah yang melakukan gerakan penerjemahan secara besar-
besaran. salah satu karya penting yang diterjemahkan pada waktu itu, adalah De
Material Medica karya Dioscorides. Selain itu, para ilmuwan muslim juga
melakukan transfer pengetahuan tentang obat-obatan dari berbagai naskah yang
berasal dari Yunani, China, Persia.
Pada abad ke-7 sampai ke-17, para ilmuwan muslim secara khusus memberi
perhatian khusus untuk melakukan investigasi atau pencarian, terhadap beragam
produk alam yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Apa yang dilakukan oleh
para ilmuwan muslim ini adalah bentuk dari manifestasi dari sabda Rasulullah
SAW, “Bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya”.
Sabda Rasulullah SAW yang begitu populer di kalangan umat Islam itu,
nampaknya memicu para ilmuwan muslim di era kekhalifahan Abbasiyah, untuk
berlomba-lomba meracik dan menciptakan bermacam obat-obatan. Pencapaian
umat Islam yang begitu gemilang dalam bidang kedokteran dan kesehatan, tidak
bisa dilepaskan dari kejayaan Islam dalam bidang farmasi.
Peradaban Islam adalah peradaban yang telah merintis bidang farmasi, serta
menjadikan farmasi tetap bertahan sampai sekarang. Banyak para ilmuwan
muslim di era kejayaan Islam, sudah berhasil menguasai riset ilmiah mengenai
komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obatan sederhana dan
campuran. Seperti adas manis, kayu manis, cengkeh, sulfur, merkuri dan lain
sebagainya.
Hal ini menepis anggapan bahwa apotek dan ilmu farmasi berasal dari Barat,
tetapi kenyataannya apotek di barat baru ada sekitar tahun 1400 M atau akhir abad
ke-14 M.
Banyak tokoh-tokoh besar Islam, yang mempunyai andil besar dalam kemajuan
bidang farmasi. Diantaranya adalah Muhammad Ibnu Zakariya al-Razi yang
mengembangkan obat-obatan, Abu al-Qosim al-Zahrawi yang merintis tentang
distiliasi dan sublimasi, al-Biruni yang menulis buku tentang farmakhologi yang
bernama al-Saydalah (kitab tentang obat-obatan) dan berbagai ilmuwan muslim
lainnya yang menekuni bidang farmasi.
Perkembangan farmasi menurut Abu al-Wafar Abdul Akhir ada empat fase. Fase
pertama yaitu antara tahun 720 – 776 M, fase kedua terjadi antara tahun 777-930
M, fase ketiga berlangsung diantara tahun 936-1165 M, adapun fase ke-4 terjadi
direntang tahun 1095-1248 M. pada setiap fase ini lah, muncul ulama-ulama besar
Islam yang menekuni dunia farmasi dan melakukan ijtihad dalam bidang farmasi.
Sehingga pada setiap fase ini, muncul sesuatu yang baru dan memiliki
karakteristik sendiri-sendiri.
Dengan majunya bidang farmasi pada masa kejayaan Islam, toko obat-obatan atau
apotek mulai menjamur seperti jamur yang tumbuh di musim hujan. Toko obat
tidak hanya menjamur di kota Baghdad yang menjadi kota metropolis dunia,
tetapi juga di kota-kota Islam lainnya.
Bahkan para ahli farmasi pada waktu itu sudah mempunyai apotek sendiri-sendiri.
Mereka memanfaatkan keahliannya untuk meracik berbagai obat-obatan dan
kemudian menyimpannya di toko obat miliknya.
Selain itu, bukti bahwa peradaban Islam mempunyai peran dalam kebangkitan
peradaban Barat, khususnya dalam bidang farmasi adalah kembalinya minat
terhadap pengobatan natural, yang begitu popular dalam pendidikan kesehatan
saat ini. Dimana pengobatan-pengobatan natural ini, sudah tertulis di berbagai
literature arab puluhan abad yang lalu.
Daftar pustaka
https://islami.co/apotek-dan-sejarah-farmasi-dalam-peradaban-islam/