Anda di halaman 1dari 6

RMK

KETETAPAN PAJAK DAN RESTITUSI PAJAK

Dewa Putu Sura Putra


1733121248
D5

Universitas Warmadewa
Proses awal dan akhir Restitusi: 
Awal :Wajib Pajak menyampaikan berkas permohonan atas pengembalian kelebihan
pembayaranPajak Pertambahan Nilai untuk selain Wajib Pajak Patuh (SPT PPN LB); 
Akhir : Pelaksana Seksi Pelayanan menyerahkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak kepada Wajib Pajak. 

Keluaran/Hasil Akhir (output): Surat Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak.
Pengenaan PPN 0% yang Dipercepat Atas Ekspor Oleh PET(Perusahaan Eksportir Tertentu)
 Dalam hal BKP yang diekspor oleh PET terdapat JKP dan atau BKP (bahan baku/bahan
pembantu) yang dibeli dari PKP lain di dalam negeri, maka tarif PPN 0% diterapkan atas
penyerahan JKP dan atau BKP (bahan baku/bahan pembantu) dari PKP lain di dalam negeri
kepada PET.
 Fasilitas PPN 0% tersebut hanya diberikan kepada PET Produsen. Apabila PET produsen
melakukan pembelian BKP berupa barang jadi tetap terutang PPN dengan tarif 10%.
 Dengan diberikannya fasilitas PPN 0% kepada PET diatas, PKP pemasok tetap harus
menerbitkan Faktur Pajak Setandar dengan dibubuhi cap "PPN Tarif 0% Eks Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 548/KMK.04/1997 " dan pada kolom "PPN 10% X Dasar
Pengenaan Pajak" tetap dicantumkan jumlah nilai PPN yang seharusnya terutang.
 Sejak tanggal 1 Februari 2001, fasilitas  PPN 0% (nol persen) yang dipercepat atas ekspor
yang dilakukan oleh PET tidak berlaku (Lihat KMK Nomor 50/KMK.04/2001 Jo SE -
12/PJ.5/2001)
 Sejak tanggal 1 Pebruari 2001, atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada PKP PET
tetap terutang PPN.
 Untuk penyerahan BKP (bahan baku/bahan pembantu) dan/atau JKP kepada PKP PET
yang dilakukan dalam bulan Januari 2001 masih memperoleh fasilitas PPN 0% dipercepat,
sepanjang digunakan untuk menghasilkan BKP yang akan diekspor.
Perencanaan pajak tersebut secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap : 
 Perencanaan pajak sebelum mengajukan restitusi PPN 
a. Menyelenggarakan pembukuan dengan baik Langkah yang dilakukan PT YI
adalah melakukan pembukuan dengan itikad baik dan memenuhi standar akuntansi yang
lazim di Indonesia (PSAK). Selain itu pembukuan harus diselenggarakan dengan prinsip
taat asas. Untuk kepentingan perpajakan pembukuan pada PT YI diarahkan untuk
memenuhi pasal 28 Undang-Undang KUP tahun 2007 dimana pembukuan merupakan
suatu proses pencatatan secara teratur dalam rangka mengumpulkan dan mengolah data
dan informasi mencakup keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan
biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan rugi laba.
b. Memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu Sebelum
melakukan pembayaran atas pajak terutang, PT YI melakukan pengecekan kembali
mengenai kebenaran pengisian SPT untuk memastikan pemenuhan kewajibanperpajakan
telah berjalan dengan benar sesuai dengan laporan keuangan dan bukti - bukti yang ada. 
c. Melakukan ekualisasi SPT PPN dan SPT PPh Badan secara reguler Ekualisasi
omzet antara SPT PPN dan SPT badan dilakukan setiap periode laporan keuangan atau
minimal satu tahun sekali. Hal ini dilakukan agar perbedaan yang terdapat dalam SPT
Masa PPN dengan SPT PPh Badan dapat diketahui dengan segera dimana terjadi
kesalahan atau kekurangan perhitungan dan sebagai awal dari persiapan data atau
dokumen untuk menghadapi pemeriksaan. 
 Perencanaan perpajakan pada saat proses restitusi PPN 
 Menyiapkan dan memisahkan Faktur Pajak asli (PM dan PK), serta meneliti
Faktur Pajak yang diterima dan yang diterbitkan tidak cacat menurut ketentuan
perundang - undangan.
 Menyiapkan dokumen - dokumen pendukung yang dapat memperkuat argumen
PT YI, misalnya dokumen impor (PIB, Invoice ,Packing List, B/L, DO, LPS), dokumen
ekspor (PEB, Invoice, Packing List, B/L, DO, LPS), dokumen pembayaran ekspor
(Netting) acuan rekening koran, dokumen pembayaran impor dan lokal (uji arus kas dan
barang) acuan rekening koran, copy Invoice, copy Surat Jalan (DO), copy Purchase
Order(PO), bukti pembayaran pajak (SSP), laporan keuangan, kontrak kerja, dan
menyiapkan seluruh laporan SPT PPN. 
 Membuat daftar pembayaran atas Faktur Pajak dan bukti pembayarannya untuk
kelengkapan data PM. Hal ini dilakukan apabila konfirmasi PM menyatakan data “tidak
ada” maka dapat dibuktikan dengan pembuktian arus kas dan barang. 
 Melayani pemeriksaan dengan pemeriksa pajak setelah diterima surat
pemeriksaan dari KPP.
 Menciptakan hubungan yang baik dengan pemeriksa pajak. 
 Perencanaan perpajakan setelah proses restitusi PPN 
 Review kebenaran Faktur Pajak. 
 Sistem pembayaran tidak melebihi 2 (dua) bulan. 
 Pembayaran ekspor melalui sistem Netting atau sistem pembayar langsung
berdasarkan Invoice

Bentuk Permohonan Restitusi PPN

1. PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG


Restitusi pajak yang seharusnya tidak terutang diatur secara khusus dengan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 10/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengembalian Atas Kelebihan
Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang. Menurut peraturan ini, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal:
 Terdapat pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang
terutang atau yang seharusnya tidak terutang. Pembayaran yang termasuk kelompok ini dapat
berupa: pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang lebih besar dari pajak yang terutang,
pembayaran pajak atas transaksi yang dibatalkan, pembayaran pajak yang seharusnya tidak
dibayar, pembayaran pajak oleh Wajib Pajak terkait dengan permintaan penghentian
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B
Undang-Undang KUP yang tidak disetujui.
 Terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang
dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut.
Kesalahan yang termasuk kelompok ini dapat berupa: pemotongan atau pemungutan Pajak
Penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar
daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut, termasuk yang diatur
dalam P3B : pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima
oleh bukan subjek pajak; pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan Pengusaha
Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut; atau pemungutan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha
Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.
 Terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pajak-pajak
dalam rangka impor. Kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam
rangka impor meliputi Pajak Penghasilan Pasal 22 impor, Pajak Pertambahan Nilai impor,
dan/atau Pajak Penjualan Barang Mewah imporyang telah dibayar dan menyebabkan
terjadinya kelebihan pembayaran pajak. Pembayaran pajak yang terkait dengan pajak-pajak
dalam rangka impor tercantum dalam: SPTNP atau SPKTNP; SPKPBM, SPTNP, atau SPP
yang telah diterbitkan keputusan keberatan; SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah
diterbitkan keputusan keberatan dan putusan banding; SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang
telah diterbitkan keputusan keberatan, putusan banding, dan putusan peninjauan kembali;
SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding; SPKTNP yang telah diterbitkan putusan
banding dan putusan peninjauan kembali; atau dokumen yang berisi pembatalan impor yang
telah disetujui oleh pejabat yang berwenang

2. RESTITUSI DENGAN SKPLB


Restitusi dengan SKPLB yang dimaksud disini adalah restitusi dengan "pintu" Pasal 17B
Undang-Undang KUP. Seperti kutipan diatas, Pasal 17B mengharuskan Direktur Jenderal Pajak
setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap. Pada prakteknya tentu saja yang melakukan pemeriksaan adalah
pemeriksa pajak atas perintah Direktur Jenderal Pajak. Dan yang memberikan surat perintah
pemeriksaan bukan Direktur Jenderal Pajak langsung tetap Kepala UP2 yang telah diberikan
pendelegasian wewenang.
3. RESTITUSI DENGAN KRITERIA TERTENTU
Restitusi dengan kriteria tertentu yang dimaksud disini adalah restitusi untuk Wajib Pajak Patuh.
Peraturan Menteri Keuangan nomor 74/PMK.03/2012 telah menentukan kriteria-kriteria agar
Wajib Pajak bisa ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh. Kriteria kepatuhan disini lebih kepada
kepatuhan formal yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Berikut kriteria Wajib Pajak Patuh:
 Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
 Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak
yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak, yaitu keadaan
Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak
Dengan Kriteria Tertentu.
 Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut,
yaitu laporan keuangan yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang wajib disampaikan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sampai dengan
akhir tahun sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu.
 Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5
(lima) tahun terakhir.
 Wajib Pajak dapat mengajukan diri untuk mendapatkan "status" Wajib Pajak Patuh. Batas
waktu pengajuan permohonan untuk menjadi Wajib Pajak Patuh paling lambat tanggal 10
Januari pada tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu. Paling lambat tanggal
20 Februari Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Keputusan mengenai penetapan
Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu.

Anda mungkin juga menyukai