PELAKSANAAN MAGANG DI
PERSEKUTUAN SOEWITO, FAJAR, DAN REKAN (TaxPrime)
TANGGAL, 08 Oktober 2018 S.D 08 Januari 2019
Oleh:
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menjalankan program magang dengan baik serta
menyelesaikan Laporan Magang ini dengan tepat waktu.
Laporan Magang ini dibuat untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
dan juga syarat kelulusan dalam Mata Kuliah Magang yang diselenggarakan oleh
Program Studi Perpajakan, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan KKN/Magang ini tidak akan
terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya;
2. Bapak Dr. Mochamad AL Musadieq, M.BA., selaku Ketua Jurusan
Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya;
3. Ibu Dra. Saparilla Worokinasih, M.Si., selaku Ketua Program Studi Perpajakan
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
4. Ibu Priandhita Sukowidyanti Asmoro, SE., MSA.Ak., selaku Sekretaris
Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
5. Bapak Suharno yang telah memberikan bimbingan, arahan maupun saran atas
laporan magang ini;
6. Bapak dan ibu orang tua kedua penulis yang senantiasa memberikan dukungan
baik moral maupun material;
7. Bapak Soewito, Selaku Senior Partner dan Bapak Muhamad Fajar Putranto
Selaku Managing Partner di TaxPrime yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menjalani magang selama tiga bulan;
8. Bapak Daulat Budiman Siahaan selaku General Affairs & Finance Manager
yang telah memberikan pengarahan penulis selama magang.
9. Bapak Awalludin dan Bapak Januar Ponco selaku Senior Tax Manager di
TaxPrime atas rekomendasi dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis
iii
untuk menjalani magang, serta ilmu yang diberikan selama penulis menjalani
magang;
10. Mas Prasetyo Selaku Supervisor Tax Audit and Dispute di TaxPrime atas ilmu
yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalani magang;
11. Mbak Tiara, Mas Ali, Mbak Nabilla, mbak Seisti dan Mbak Gita selaku Junior
Tax Consultant yang selalu memberikan dukungan dan arahan untuk
menyelesaikan Laporan Akhir Magang;
12. Teman-teman seperjuangan Perpajakan angkatan 2015 yang senantiasa
membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini;dan
13. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam menyelesaikan Laporan Magang ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Magang ini masih jauh dari
kata sempurna karena berbagai keterbatasan ilmu penulis. Penulis dengan senang
hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan
Laporan Magang ini. Akhir kata, semoga Laporan Magang ini dapat memberikan
manfaat bagi siapapun yang membacanya.
Malang,
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
TANDA PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
v
5. Produk Perpajakan TaxPrime ........................................................... 22
B. Bidang-Bidang Kegiatan ...................................................................... 26
C. Bentuk-Bentuk Dukungan .................................................................... 30
D. Hambatan-Hambatan ............................................................................ 31
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Jam Kerja Kegiatan Magang
Tabel 2.2: Kegiatan Magang yang Dilakukan Ali Ghufron
Tabel 2.3: Kegiatan Magang yang Dilakukan Moch. Taris Zulhilmi
Table 3.1: Bidang-Bidang Kegiatan
Tabel 4.1: Rincian Faktur Pajak
Tabel 4.2: Hasil Pemeriksaan
Tabel 4.3: Hasil Analisis Kasus PT. X
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Berkas Sengketa Pajak Yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2012
Gambar 3.1 Logo TaxPrime
Gambar 3.2 Menara Kuningan
Gambar 3.3 Struktur Organisasi TaxPrime
Gambar 3.4 Proses Rekap VAT Invoice Out PT SKPI
Gambar 3.5 Proses Pembuatan TP Doc
Gambar 3.6 Proses Analisa Bisnis Agen Travel Online
Gambar 3.7 Timeline Pemeriksaan PT SKPI
Gambar 3.8 Tabel Perbandingan PER-31/2012 dan PER-32/2015
Gambar 4.1 Alur Sengketa Keberatan PT. X
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I: Surat Balasan Kegiatan Magang dari Instansi
Lampiran II: Absensi Peserta Magang
Lampiran III: Surat Keterangan telah Menyeleseikan Kegiatan Magang
Lampiran IV: Nilai Kegiatan Magang dari Instansi
Lampiran V: Dokumentasi Tempat & Kegiatan Magang
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
Tabel 1.1
Berkas Sengketa Pajak yang Masuk Ke Pengadilan Pajak 2011-2017
Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat
Tahun 2011-2015
Jumlah Berkas Masuk
No. Terbanding/Tergugat
2011 2012 2013 2014 2015
3 Pemda 964
236 485 462 561
Terdapat dua hal yang sangat prinsip terkait timbulnya sengketa pajak,
yaitu melakukan menjalankan hukum sebagaimana yang diperintahkan dalam
norma hukum pajak dan menjalankan hukum, tetapi tidak sesuai atau tidak
semestinya dilakukan sesui dengan norma hukum pajak. Terdapat sebuah kasus
persengketaan antara Wajib Pajak dengan Fiskus, yaitu kasus tentang BUT K
atas PPh Badan tahun 2014. BUT K merupakan bentuk usaha tetap yang
berbentuk Special Purpose Company yang bergerak dalam bidang usaha hulu
minyak dan gas bumi.
Sengketa pajak terjadi ketika diberlakukanya Peraturan Pemerintah
No. 27 tahun 2017 stdtd Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 Tentang
Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di
Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi dimana BUT K setelah dilakukan
pemeriksaan untuk tahun pajak 2014 ditemukan adanya koreksi yang
menyebabkan pada tahun pajak 2014 menjadi lebih bayar. Perbedaan tafsir dan
pandangan diantara Wajib Pajak dan Fiskus tersebut membuat penulis tertarik
untuk mengkaji kasus tersebut kedalam laporan magang yang berjudul
“Analisis Sengketa Pajak BUT K Atas Pajak Penghasilan Badan Tahun
2014”
B. Tujuan dan Manfaat Magang
1. Tujuan Umum
Magang adalah mata kuliah wajib yang biasa disebut KKN (Kuliah
Kerja Nyata) yang dilakukan mahasiswa Program Studi Perpajakan pada
institusi yang merupakan stakeholder linkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Kegiatan magang ini bertujuan untuk menyepadankan ilmu yang sudah
dipelajari selama masa perkuliahan dengan fenomena yang sesungguhnya
terjadi dilapangan sehingga mahasiwa peserta magang dapat mengetahui
secara langsung tentang bagaimana pelaksanaan kegiatan operasional pada
institusi yang bersangkutan.
Selain itu tujuan umum lainya dari mata kuliah magang ini adalah
sebagai berikut :
4
2. Tujuan Khusus
6
7
C. Jadwal Kegiatan
D. Pembagian Kerja
15
16
Senayan, Kebayoran Baru, DKI Jakarta, pada april tahun 2014 TaxPrime
pindah gedung ke Menara Kuningan 15th Floor, Jalan H.R Rasuna Said kav.
5 Blok. X-7 Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Indonesia. Dan pada tahun
2015 TaxPrime menambah lantai untuk keperluan oprasionalnya di 12th
Floor.
TaxPrime Sebagai salah satu konsultan pajak yang baru berdiri
sudah mulai berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya klien
yang sudah bekerja sama dengan TaxPrime baik orang pribadi maupun
perusahaan. Sejalan dengan motivasi untuk selalu mengkedepankan kualitas
dan profesionalitas di bidang perpajakan, TaxPrime memiliki spesialis dan
profesional di bidang perpajakan dengan pengatahuan yang luas dalam
menganalisa dan mengelola Transfer Pricing, melakukan manajemen
evisiensi dan evektifitas atas trasaksi perpajakan internasional, memberikan
layanan konsultasi atas pemenuhan kewajiban pajak domestik dan
internasional, serta mendampingi dan menyelesaikan sengketa perpajakan
di tingkat Keberatan, Banding dan peninjauan kembali melalui jasa
konsultan.
2. Visi dan Misi TaxPrime
Dalam menjalankan bisnis tentu terdapat tujuan yang ingin dicapai
oleh setiap organisasi atau perusahaan, begitu juga dengan TaxPrime.
Tujuan yang ingin dicapai ini digambarkan dalam visi dan misi. Visi dan
misi TaxPrime adalah:
a) Visi :
“Our vision is to be the top ten tax consulting firm in Indonesia with
highest ethical standard, and commitment to do the best what we can
do”.
b) Misi :
“Our mission is to deliver premium tax consultancy that help our clients
excel in their business and comply with the tax regulation”
17
g. Tax Manager
Tugas pokok dari Tax Manager adalah bertugas untuk mengatur
tugas yang diterima dari Partner dan sekaligus menunjuk supervisor
yang akan bertanggung jawab menangani tugas tersebut. Tax Manager
juga berperan membagi tugas dan juga memantau pekerjaan yang telah
diberikan oleh supervisor. Tax Manager juga bertugas memeriksa tugas
tersebut dan memberikan usulan pembenaran apabila diperlukan. Tax
Manager juga bertugas untuk mewakili Wajib Pajak (WP) bersama
Partner terkait dengan Pemeriksaan, Keberatan, Gugatan, Banding, dan
PK.
h. Supervisor
Supervisor yang berada di TaxPrime terdapat dua yaitu
Supervisor Transfer Prising dan Supervisor All Tax. Tugas Pokok
Supervisor adalah bertanggung kepada Tax Manager dan Partner
terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Tugas umum Supervisor
mempersiapkan proposal untuk perjanjian pekerjaan ke klien di
TaxPrime, Supervisor juga bertugas menunjuk Senior Tax Consultant
untuk Projek yang di dapat untuk dimasukan ke dalam tim. Setelahnya
Supervisor memberikan tugas-tugas kepada setiap anggota tim yang
terdiri dari Senior Tax Consultant dan Junior Tax Consultant,
supervisor juga memberikan arahan kepada tim nya agar dapat
mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Supervisor bertugas me-
review hasil pekerjaan yang dikerjakan oleh Senior Tax Consultant dan
Junior Tax Consultant dan memberikan saran apabila ada yang perlu di
revisi dan yang nantinya akan memberikan laporan hasil pekerjaan yang
sudah di revisi kepada Tax Manager ataupun Partner.
Supervisor bagian Transfer Pricing mempunyai tugas umum
yaitu mempersiapkan, mengumpulkan, mengawasi dan memanage TP
Doc dan masalah Transfer Pricing berdasarkan Arm’s Length Principle;
Menganalisa metode Transfer Pricing untuk membuat TP Doc;
Menganalisa perusahaan Pembanding dan perjanjian untuk TP
21
D. Hambatan-Hambatan
Dalam menjalankan magang di TaxPrime penulis menemukan
hambatan yang cukup signifikan yaitu berupa ketidaktepatan waktu
sebagian pegawai TaxPrime yang seharusnya jam kerja dimulai pukul
08.30 namun sebagian dari mereka datang pukul 09.30. Hal ini tentunya
dapat berpengaruh pada penulis disebabkan sebagian tugas harian dalam
kegiatan magang yang diberikan berasal dari pegawai yang terlambat.
Sehingga penulis tidak bisa menyelesaikan tugas harian magang dalam satu
hari yang berdampak pada kurang optimalnya tugas harian magang yang
dikerjakan penulis. Setelah penulis menanyakan alasan mengapa sebagian
pegawai TaxPrime sering terlambat, beberapa pegawai mengatakan bahwa
mereka setiap hari nya harus lembur dan biasa pulang tengah malam
sehingga penulis dapat memakluminya.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Temuan Gap Antara Teori dan Praktik
1. Teori Terkait Sengketa Pajak
1.1. Bidang Usaha Sektor Hulu Minyak dan Gas Bumi
Industri minyak dan gas bumi (migas) secara umum
melakukan lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kegiatan hulu (upstream)
dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan kegiatan usaha hilir
adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Eksplorasi, yang
meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan
pengeboran eksplorasi, adalah tahap awal dari seluruh kegiatan
usaha hulu migas. Kegiatan ini bertujuan mencari cadangan baru.
Jika ditemukan cadangan yang ekonomis untuk dikembangkan,
kegiatan eksplorasi akan dilanjutkan dengan kegiatan eksploitasi.
Kegiatan eksploitasi adalah mengangkat migas ke permukaan bumi.
Aliran migas akan masuk ke dalam sumur, lalu dinaikkan ke
permukaan melalui tubing (pipa salur yang dipasang tegak lurus).
Pada sumur yang baru berproduksi, proses pengangkatan ini
dapat memanfaatkan tekanan alami, tanpa alat bantu. Namun, bila
tekanan formasi tidak mampu memompa migas ke permukaan, maka
dibutuhkan metode pengangkatan buatan. Migas yang telah diangkat
akan dialirkan menuju separator (alat pemisah minyak, gas, dan air)
melalui pipa salur. Separator akan memisahkan minyak (liquid) dan
gas. Liquid selanjutnya akan dialirkan menuju tangki pengumpul,
sedangkan gas akan dialirkan melalui pipa untuk selanjutnya
dimanfaatkan, atau dibakar, tergantung pada volume, harga, dan
jarak ke konsumen gas.
32
33
Equity Share = ETS [Total Lifting - FTP (20% x Total Lifting) - Cost
Recovery] x Persentase bagi hasil kontraktor
Ket:
- Total lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas
bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody
transfer point)
- Persentase bagi hasil adalah bagian kontraktor dan/atau
operator yang sudah disepakati dengan Badan Penyelenggara
Menurut Pemeriksa:
Pemeriksa melakukan koreksi atas peredaran usaha dengan total sebesar
(USD 417.128,23) dengan rincian koreksi sebagai berikut:
Menurut SPT/WP USD 32.506.922,97
Menurut Pemeriksa USD 32.089.794,74
(USD 417.128,23)
Selisih tersebut didapat dari koreksi pada cost recovery, equity share
dan lifting price variance yang dapat dirincikan sebagai berikut:
1 Dryer Machine
L/3 Hp, Mooel
2012 464.57 50% 232,29 1,825,98 1.393,69
Les 37 Aw
F3300
2 Non-
2010 15.503.91 25% 15,503.91 14,109,89 (1.384,02)
Directional
Jumlah 15,735.20 15,735.87 (0,33)
3 Attendant Console,
2014 0.00 50% 333.00 0.00 333.00
Ac4, Siemens
4 Attendant Console,
2014 1,800.00 50% 567.00 900.00 (333.00)
Ac4, Siemens
5 Multipurpose Power 69,375.0
2014 120,000.00 25% 30,000.00 39,375.00
Pack 50 Kw 0
6 Inflatable Sea Boom 193,671.
2014 335,000.00 25% 83,750.00 109,921.88
88
Jumlah 460,978.00 266,035.88 116,739.00 149,296.88
"Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama dengan
biaya yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah”
52
hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi
ditambah imbalan DMO ditambah varian harga atas lifting "
Terkait aturan diatas, Pihak BUT K sudah mematuhinya. Hal ini
tercermin dalam Financial Quarterly Report. Selain itu, untuk tahun 2014 juga
sudah melakukan rekonsiliasi dengan pihak SKK Migas dimana Rapat
Koordinasi Pemeriksaan atas Pemeriksaan Perhitungan Bagi Hasil dan
Perpajakan Tahun Buku 2014 ini dihadiri oleh SKK Migas, BPK RI, BPKP,
DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS. Rekonsiliasi ini bertujuan
mencocokkan data basis perhitungan pajak penghasilan yang BUT K miliki
dengan yang dimiliki oleh SKK Migas, sehingga seharusnya sudah tidak
diperlukan lagi pemeriksaan pajak karena semua sudah sepakat pada hasil
rekonsiliasi.
Menurut Penulis:
Dalam pandangan penulis, bahwa untuk bidang usaha migas, panas
bumi, batubara. dan berbasis syariah sudah terdapat ketentuan khusus yang
mengaturnya sehingga untuk bidang usaha tersebut tidak terikat dengan UU
PPh dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Dalam ilmu hukum hal ini
dikenal dengan istilah “lex specialis derogat lex generalis” yang berarti aturan
yang besifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum.
Aturan yang dimaksud termaktub dalam pasal 31D UU No.7 Tahun
1983 stdtd. UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang
menyebutkan secara eksplisit, yaitu
Jika dilihat dari pasal 30 ayat (1) tersebut, DJP memiliki kewenangan
dalam menetapkan besarnya biaya-biaya operasi pada tahapan eksplorasi dan
ekspoitasi namun harus mendapat rekomendasi dari SKK Migas. Oleh sebab
itu, atas dasar tersebut BUT K dilakukan pemeriksaan. Namun, hal menarik
yang penulis temukan adalah adalah pemeriksaan tersebut dilakukan untuk
masa dan tahun pajak 2014 dimana PP No.79 Tahun 2010 masih berlaku. Pada
pasal dan ayat yang sama PP No.79 Tahun 2010 menyatakan:
55
pada ayat (1) sampai (6) harus dilakukan pemeriksaan pajak terlebih dahulu
sebelum melakukan pembayaran pajak penghasilan karena untuk melakukan
pembayaran pajak penghasilan harus mendapatkan surat ketetapan pembayaran
pajak. Pemeriksaan pajak sendiri dalam UU KUP adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa UU KUP bersifat lex generalis
karena terdapat aturan khusus yang mengatur mengenai pemeriksaan dibidang
usaha hulu migas.
Peraturan yang mengatur mengenai pemeriksaan pajak ini pertama
kali dikeluarkan pada tahun 1971 dan masih berlaku hingga saat ini. Peraturan-
peraturan tersebut diantaranya, yaitu Undang-Undang Pertamina Nomor 8
Tahun 1971, Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun 1983 dan Surat Direktur
Jenderal Pajak kepada Direktur Pengawasan Kontraktor Minyak Asing
(sekarang Direktur Pengawasan Badan Usaha Perminyakan dan Gas Bumi)
Nomor S-471/PJ.71/1990 tanggal 16 Juli 1990 yang menyatakan bahwa
kewenangan pemeriksaan terhadap Kontraktor PSC termasuk pemeriksaan
pajak berada di tangan BPKP. Kemudian dalam surat S-3347/PJ.731/2001 yang
ditetapkan tanggal 10 September 2001 tentang Periksaan BPKP Terhadap
Wajib Pajak KPS dan BUMN/BUMD menyebutkan bahwa:
Ayat (4)
“Pelaksanaan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan dalam Pasal 25 ayat (7)
diatur dalam pedoman pelaksanaan
pemeriksaan bersama.”
Ayat (5)
“Hal-hal terkait penyampaian
rekomendasi, penyelesaian
perbedaan besaran biaya hasil
pemeriksaan, dan pedoman
pelaksanaan pemeriksaan bersama
diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan.”
Sumber: PP No.79 Tahun 2010 dan PP No.27 Tahun 2017 (Data diolah sendiri
oleh penulis),2019
Selanjutnya adalah masalah uniformity principle. Pengertian
uniformity principle seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya merupakan
biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama
dengan biaya yang dihitung berdasarkan PSC. Berdasarkan berita acara
rekonsiliasi pajak penghasilan tahun 2014 yang dihadiri oleh SKK Migas, BPK
RI, BPKP, DJP Kantor Pusat, KPP Migas dan KKKS penulis menemukan
bahwa penyelesaian hak dan kewajiban kontraktual dari KKKS dan SKK
Migas/Pemerintah untuk suatu tahun buku didasarkan pada Perhitungan Bagi
Hasil (Financial Quarterly Report/FQR) yang digunakan bersama oleh SKK
Migas dan KKKS.
Apabila terdapat sengketa yang berasal dari hasil pemeriksaan/audit
maupun yang bukan berasal dari pemeriksaan/audit atau sengketa yang
berpengaruh terhadap penghitungan FQR harus memperhatikan bahwa
penyelesaian hak dan kewajiban tahun buku yang telah lalu berdasarkan FQR
saat itu dianggap selesai. Jadi, ketika hak dan kewajiban kontrak sudah
60
diselesaikan untuk suatu tahun buku dengan dasar FQR yang digunakan oleh
KKKS dan SKK MIGAS, maka akan dianggap telah selesai seluruhnya untuk
FQR saat itu karena Uniformity Principle PSC merupakan konsep bahwa biaya
yang digunakan untuk Perhitungan Bagi Hasil (FQR) merupakan biaya yang
akan digunakan untuk kepentingan pelaporan pajak penghasilan. Hal ini pula
yang dimaksud dalam memori penjelasan PP 79 Tahun 2010 pasal 11 bahwa
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto akan sama dengan biaya
yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah.
Dalam kaitanya mengenai uniformity principle ini, menurut pendapat
penulis merupakan hal yang aneh apabila terdapat lembaga negara yang saling
bertentangan. Pada kasus BUT K ini terjadi hal demikian, DJP mengoreksi
biaya yang sebenanya sudah disepakati oleh SKK MIGAS sejak awal BUT K
akan melakukan operasi dan pada rapat rekonsiliasi pajak tahun 2014 yang juga
pada saat itu dihadiri oleh DJP. Sesungguhnya pada saat rapat rekonsiliasi
pajak tahun 2014 tersebut dapat dimanfaatkan oleh DJP apabila terdapat hal
yang tidak sesuai dengan peraturan, tetapi pada akhir nya DJP menyetujui hasil
rekonsiliasi tersebut yang meyiratkan bahwa terhadap laporan keuangan yang
direkonsiliasi tersebut sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Apabila dikemudian hari dilakukan koreksi terhadap biaya-biaya yang
sebelumnya sudah disepakati bersama berarti terdapat suatu kesalahan sistem
yang terjadi antar lembaga ini, sehingga dikhawatirkan akan merusak citra
pemerintah Indonesia dan akan mengurangi tingkat kepercayaan investor
terhadap Indonesia.
Sebagai tambahan, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi
mengaku tidak dapat melakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pada
sektor migas di Indonesia. Pasalnya, Direktorat Jenderal Pajak tidak memiliki
wewenang dalam perundang-undangan untuk melakukan Pemeriksaan
terhadap Pajak Penghasilan (PPh) sektor migas. Berikut adalah kutipan
pemyataannya:
61
"Direktorat Jendral Pajak tidak bisa memeriksa PPh migas. Yang memeriksa
adalah, istilahnya dalam UU Migas itu adalah akuntan negara. Akuntan
negara ya BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan)," kata Ken
dalam sesi wawancara khusus beberapa waktu lalu"
(sumber:https://economy.okezone.com/read/2016/03/21/20/1342068/alasan-
ditjen-pajaktak-dapat-jamah-pajak-migas)
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya bidang usaha sektor hulu minyak dan gas bumi memiliki
ketentuan tersendiri dalam perhitungan pajaknya yang diatur dalam PP No.27
Tahun 2017 stdtd. PP No.79 Tahun 2010 tentang Tentang Biaya Operasi Yang
Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu
Minyak Dan Gas Bumi sehingga dengan adanya aturan ini UU PPh yang berlaku
secara umum harus dikesampingkan. Terkait kasus pemeriksaan pajak yang
dilakukan oleh KPP Migas terhadap BUT K yang menghasilkan produk hukum
berupa SKPLB dapat dinilai cacat hukum karena DJP selaku pemeriksa tidak
mempunyai kewenangan apapun dalam melakukan pemeriksaan. Kewenangan
sesungguhnya untuk melakukan pemeriksaan pajak terletak pada BPKP selaku
auditor internal.
Penetapan biaya operasi pada kontraktor yang sudah pada tahap
eksploitasi juga tidak bisa dilakukan oleh DJP karena kewenangan untuk
menetapkan biaya operasi hanya pada tahap eksplorasi sesuai dengan pasa 30
ayat (1) PP No.79 Tahun 2010 dimana pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap
BUT K untuk tahun pajak 2014 peraturan tersebut masih berlaku. Oleh sebab itu,
maka terhadap pemeriksaan pajak terhadap BUT K dan produk hukum yang
diterbitkan oleh DJP berupa SKPLB seharusnya dapat dibatalkan demi hukum.
B. Saran
Tim Pemeriksa sebelum melakukan pemeriksaan seharusnya dapat
mencari dan memverifikasi dasar hukum yang jelas dan dapat dijadikan sebagai
acuan dalam melakukan pemeriksaan. Rumitnya sistem perpajakan di Indonesia
yang antar peraturanya dapat saling tumpang tindih dapat diduga sebagai faktor
biasnya pemahaman Tim Pemeriksa yang dapat menjadi pemicu kesalahan
dalam melakukan interprestasi suatu produk hukum. Oleh karena itu,
penyederhanaan sistem perpajakan seharusnya dapat menjadi prioritas utama
DJP untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk solusi jangka pendek yang paling
tepat adalah membuat database pajak yang secara sistematis terkoneksi langsung
62
63
dengan data pusat SKK MIGAS sehingga DJP dapat memantau laporan-laporan
yang dibuat dan disetujui oleh SKK MIGAS secara realtime 24 jam. Dengan
begitu, DJP dapat dengan mudah menentukan kontraktor mana saja yang dapat
dilakukan pemeriksaan dan mana yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN-LAMPIRAN
65