Anda di halaman 1dari 48

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BUDIDAYA RUMPUT LAUT


(Metode Tali Letak Dasar)

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id


DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 4


a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 4
b. Pola Pembiayaan ................................ ................................ ........ 5

3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 7


a. Permintaan dan Peluang Pasar ................................ ...................... 7
b. Penawaran................................ ................................ ............... 11
c. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ................................ .......... 12
d. Harga ................................ ................................ ..................... 13
e. Rantai Pemasaran ................................ ................................ ..... 14
f. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ... 15

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 17


a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 17
b. Peralatan ................................ ................................ ................. 19
c. Proses Budidaya ................................ ................................ ....... 21
d. Tenaga dan Upah ................................ ................................ ...... 26
e. Jumlah dan Mutu Produksi ................................ .......................... 26
f. Kendala Produksi ................................ ................................ ....... 27

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 29


a. Pola Usaha ................................ ................................ ............... 29
b. Asumsi Parameter dan Perhitungan ................................ ............. 29
c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional ................................ .......... 30
d. Kebutuhan Dana dan Kredit Diajukan ................................ ........... 31
e. Produksi dan Pendapatan ................................ ........................... 33
f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ................................ ...... 34
g. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ ... 35

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial................................ ... 38


a. Aspek Ekonomi dan Sosial ................................ .......................... 38
b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 38

7. Penutup ................................ ................................ ..................... 40


a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 40
b. Saran ................................ ................................ ..................... 41

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 42

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 1


1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara dengan bentuk kepulauan yang terbesar di


dunia. Indonesia terdiri dari 13.000 pulau besar kecil dan memiliki panjang
garis pantai 81.000 km. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki
potensi 26 juta Ha areal perikanan laut dan pantai. Selain sebagai lahan
penangkapan ikan, perairan pantai juga dimanfaatkan untuk usaha budidaya
perairan (marine aquaculture). Dari areal lahan pantai seluas 26 juta Ha,
hanya 680.000 Ha atau kurang dari 3% yang dimanfaatkan untuk produksi
(ADB, 2006, Project Number 35183).

Salah satu bidang aquaculture (budidaya perairan) yang berkembang dewasa


ini adalah budidaya rumput laut (seaweed culture) terutama budidaya
rumput laut jenis Eucheuma Cottonii. Indonesia memiliki potensi areal
budidaya rumput laut seluas 1,2 juta Ha, dengan potensi produksi rumput
laut kering rata-rata 16 ton per Ha. Apabila seluruh lahan bisa dimanfaatkan
maka akan dapat dicapai 17.774.400 ton per tahun dengan harga Rp.4,5
juta per ton. Dengan kisaran jumlah produksi dan tingkat harga tersebut,
akan diperoleh nilai Rp.79,984 triliun. Namun dari potensi area yang sangat
luas ini, Indonesia saat ini hanya mampu mengusahakan 3% dari potensi
lahan yang ada (BEI News Maret-April, 2005).

Berdasar data yang dikemukakan di atas, masih terbuka lebar peluang


usaha budidaya dan investasi pemrosesan rumput laut. Peluang usaha itu
semakin besar sejalan dengan perkembangan permintaan rumput laut dunia
yang meningkat rata-rata 5-10% per tahun. Dewasa ini permintaan rumput
laut yang ditujukan kepada eksportir Indonesia diindikasikan sudah mencapai
48.000 ton rumput laut kering per tahun(World Bank Report, 2006).
Potensi usaha budidaya ini akan terus berkembang sejalan makin luasnya
pemanfaatan rumput laut sebagai bahan makanan, polimer maupun bahan
dasar kertas dan industri lainnya. Untuk memanfaatkan peluang pasar, maka
usaha-usaha di bidang rumput laut yang sangat potensial untuk
dikembangkan adalah:

1. Pembukaan usaha budidaya rumput laut, atau pengembangan


perluasan usaha dengan perluasan areal budidaya.
2. Pengolahan paska panen untuk memperoleh nilai tambah
3. Industri pemroses rumput laut untuk produk makanan siap saji, Semi
Refined Carrageenan (SRC) dan Alkali Treated Carrageenan (ATC).

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 2


Gambar 1.1 Berbagai Makanan Berbahan Baku Rumput Laut.

Terdapat banyak daerah budidaya rumput laut di Indanesia, antara lain di


Sulawesi, Bali, NTB dan NTT, serta Papua. Di NTB rumput laut banyak
dibudidayakan di Pulau Bali, Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok. Salah satu
sentra rumput laut di Pulau Lombok yang menjadi lokasi kajian adalah
Gerupuk dan Aregoling di Kabupaten Lombok Tengah. Jumlah pembudidaya
di seluruh Lombok Tengah berjumlah 878 Ruman Tangga Perikanan (RTP)
dengan potensi luas areal 800 Ha, dan yang termanfaatkan baru 52,3 Ha.
Jumlah produksi budidaya rumput laut di wilayah Kabupaten Lombok Tengah
mencapai 16.070,6 ton dengan nilai Rp. 24,1 milyar per tahun (Statistik
Perikanan Lombok Tengah, 2007).

Usaha budidaya rumput laut biasanya dikerjakan sendiri oleh pemilik dan
keluarganya, kecuali untuk pekerjaan mengikat bibit dan menyemaikannya di
laut yang membutuhkan waktu cepat, sehingga membutuhkan tambahan
tenaga kerja. Tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga Untuk bisa
mengerjakan dengan cepat, maka dibutuhkan tenaga dari luar keluarga
sebagai tenaga borongan yang dibayar dengan upah borongan Rp.50,- per
ikat.

Untuk keperluan pendanaan usaha budidaya, diperoleh informasi bahwa


pihak perbankan siap mendanai usaha budidaya rumput laut sesuai dengan
skim kredit yang ada dan memenuhi kelayakan perbankan. Berbagai bank
memiliki skim kredit untuk berbagai usaha kecil dan menengah. Skim kredit
ini ditujukan untuk pemenuhan dana modal kerja maupun investasi.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 3


2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

a. Profil Usaha

Rumput laut banyak dibudidayakan di berbagai wilayah perairan laut


Indonesia, seperti Karimun Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa dan
Papua. Rumput Laut banyak dibudidayakan dan diperdagangkan karena
rumput laut merupakan bahan baku berbagai produk olahan bernilai
ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan. Karaginan sebagai
hasil olahan rumput laut selanjutnya diolah lagi menjadi bahan makanan-
minuman, pet-food, bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Selain itu
rumput laut diproses menjadi bahan emulsi, pembentuk gel, bahan film dan
pembentuk busa pada sabun. Karena luasnya potensi pasar dan
pengembangan ke depan maka budidaya rumput laut, dijadikan program
primadona oleh pemerintah dalam revitalisasi pertanian.

Menurut Giat Sunarto (1985), upaya pemasyarakatan budidaya rumput laut


sudah lama dilakukan. Pada dekade 1960-an di Labuan Haji Kabupaten
Lombok Timur budidaya dan pemrosesan rumput laut mulai disosialisasikan.
Salah satu bentuk sosialisasi itu adalah penanaman dan pengolahan rumput
laut menjadi bahan makanan siap pakai yaitu agar-agar. Pada tahun 1984
dilakukan budidaya rumput laut Eucheuma sp di Desa Batu Nampar, Teluk
Ekas dengan luas areal 1,08 Ha. Metoda budidaya yang diterapkan adalah
rakit apung dengan ukuran 4,0 × 8,0 m2 setiap rakit. Bibit jenis unggul
didatangkan dari Bali dan sebagian dipenuhi dari daerah sekitar lokasi.
Sebuah rakit memerlukan bibit 10 kg dan dengan pemeliharaan selama 4
bulan diperoleh hasil panen ± 640 kg berat basah atau ± 100 kg setelah
menjadi kering.

Saat ini jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia
adalah rumput laut jenis Eucheuma sp. Alasan dibudidayakannya rumput laut
jenis ini secara luas adalah mengikuti arah perkembangan permintaan pasar.
Eucheuma sp diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1984 di
Nusa Dua, Nusa Penida, Nusa Celingan Bali dan Lombok Timur. Bibit rumput
laut ini didatangkan dari Filipina. (Anggadireja, 2005). Rumput laut jenis
Eucheuma Cottonii sangat baik pertumbuhannya pada wilayah yang memikiki
ciri : arus kuat, pantai berkarang serta, air laur jernih dan tingkat penyinaran
yang tinggi. Salah satu wilayah yang memiliki ciri-ciri ini adalah pantai
Gerupuk dan Aregoling di Kabupaten Lombok Tengah yang menjadi lokasi
studi.

Teknik budidaya yang diterapkan oleh pembudidaya rumput laut di pantai


Aregoling adalah teknik tali lepas dasar atau off bottom line. Teknik budidaya
tali lepas dasar adalah teknik budidaya yang dilakukan pada lokasi atau
lahan secara tetap pada suatu wilayah pantai. Lahan budidaya itu dimiliki
dan diusahakan secara tetap oleh pembudidaya. Pada awalnya pembudidaya
akan menentukan batas wilayah yang dianggap menjadi haknya dengan

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 4


memancangkan patok batas. Selanjutnya pada areal yang sudah diakui
sebagai lahan garapannya itulah petani melakukan usaha budidaya. Areal
budidaya ini dapat dipindahtangankan dengan cara membeli atau menyewa.

Luas areal petak budidaya pada lokasi studi diukur dengan satuan are
(10x10m). Satu rumah tangga pembudidaya (RTP) minimal memiliki 3 are
(1 are = 100 m2), rata-rata RTP memiliki 10 petak areal budidaya. Makin
kuat status ekonomi seorang pembudidaya, semakin luas areal budidaya
yang dimilikinya.

Jumlah pembudidaya di lokasi penelitian yaitu pantai Aregoling adalah 277


RTP pembudidaya. Prasarana budidaya rumput laut yang ada di Aregoling
berjumlah 180 petak lahan teknik tali lepas dasar, dengan kapasitas produksi
22,5 ton per siklus. Periode atau musim budidaya rumput laut di Pulau
Lombok berlangsung selama 6 bulan musim kemarau, yaitu dimulai awal
bulan Mei sampai dengan akhir Oktober. Pada musim hujan tidak dilakukan
budidaya karena intensitas sinar matahari berkurang dan salinitas air laut
menurun sehingga menyebabkan produktivitas rumput laut rendah.
Periode budidaya rumput laut bisa berbeda antara satu wilayah dengan
wilayah lainnya. Untuk wilayah di Indonesia Bagian Timur antara lain daerah
NTB dan NTT (Pulau-pulau Flores, Sumbawa dan Sumba) musim kemarau
dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan demikian masa budidaya lebih
panjang dan siklus panen bisa lebih banyak, sehingga jumlah hasil rumput
lautpun bisa lebih banyak.

Jangka waktu atau periode proses budidaya dimulai saat menyemaikan bibit
rumput laut sampai dengan waktu pemanenan (satu siklus panen), adalah
45 hari. Apabila musim kemarau berlangsung 6 bulan, maka satu kali musim
terdapat 4 kali siklus panen. Hampir semua hasil panen rumput laut
diperdagangkan dalam bentuk rumput laut kering, dengan kadar air 35%.
Untuk pengeringan rumput laut, pembudidaya melakukannya dengan cara
menjemur selama 2-3 hari.

Sumber dana usaha budidaya rumput laut berasal dari modal sendiri, namun
demikian banyak juga pembudidaya yang menerima dana modal usaha dari
pedagang pengumpul. pedagang pengumpul memberikan pinjaman modal
usaha budidaya kepada petani dan pada saat panen akan membeli hasil
panen rumput laut dan memotong sebagian pembayarannya sebagai
angsuran pinjaman dan pembayaran bunga. Apabila pinjaman belum
terlunasi pada musim ini, maka akan ditagih lagi pada musim berikutnya.
Pedagang pengumpul pemberi pinjaman ini biasanya berasal dari wilayah
yang berdekatan sehingga tahu waktu petani membutuhkan dana dan saat
menagih pinjaman.

b. Pola Pembiayaan

Pembiayaan usaha budidaya dapat berasal dari modal sendiri maupun dari
pinjaman atau kredit. Pembiayaan yang berasal dari pinjaman bank berupa

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 5


kredit investasi dan atau kredit modal kerja. Pembiayaan ini diperlukan
untuk berbagai tujuan antara lain :

1. Pembelian alat-alat dan infrastruktur budidaya, pembelian bibit dan


pembayaran tenaga kerja.
2. Pembelian mesin untuk pengeringan, sortir dan pengepakan rumput
laut.
3. Pendirian usaha pengolahan rumput laut untuk kebutuhan industri.

Modal usaha yang diperoleh petani pembudidaya dipergunakan untuk


membeli bahan-bahan infrastruktur budidaya (tali, pasak, pelampung,
jangkar pemberat), bibit rumput laut dan pembayaran biaya operasional.
Pengembalian dilakukan dengan angsuran selama periode budidaya (6 bulan
4 kali siklus panen). Berdasarkan hasil survey pembudidaya membutuhkan
tambahan pagu pinjaman guna membeli/membuat para-para jemur rumput
laut. Penggunaan para-para saat penjemuran rumput laut memberikan hasil
rumput laut kering yang lebih baik mutunya jika bandingkan dengan cara
penjemuran asalan (tanpa alas). Dengan para-para rumput laut tidak
tercampur dengan kotoran waktu penjemuran dan hasil kering lebih merata.

Untuk memenuhi kebutuhan modal usaha budidaya rumput maka salah


bentuk pinjaman adalah kupedes dari bank BRI, ataupun dari bank lain
seperti misalnya BCA dengan skim kredit “Program Kredit Peduli Usaha
Mikro”, Bank BNI 46 dengan skim kredit “Kredit Mikro”, dan Bank Mandiri
dengan “Kredit Usaha Kecil” (KUK) dan berbagai skim kredit lainnya.
Penyaluran kredit kepada pembudidaya belum banyak dilakukan karena
keterbatasan kemampuan SDM pembudidaya, jarak dan lokasi.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 6


3. Aspek Pemasaran

a. Permintaan dan Peluang Pasar

Permintaan rumput laut dipengaruhi oleh permintaan pengguna rumput laut,


yaitu industri-industri makanan, obat-obatan dan bahan polimer.
Perkembangan ekspor rumput laut menurut jumlah dan nilainya dapat
disajikan seperti berikut ini (Anang Nugroho, 2006)

Tabel 3.1
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut, 2001 – 2005

Volume Nilai (US$ 1000) Harga


Tahun Jumlah Per- US$
Perkembangan Jumlah
(ton) kembangan / kg.
2001 27.874 17.230 0,618139
2002 28.560 2,46% 15.785 -8,39% 0,552696
2003 40.162 40,62% 20.511 29,94% 0,510707
2004 51.011 27,01% 25.296 23,33% 0,495893
2005 63.020 23,54% 39.970 58,01% 0,634243
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI,2006

Dari data dalam tabel 3.1 di atas dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu
4 tahun perkembangan volume ekspor yang terjadi ialah: 27.874 ton pada
tahun 2001 menjadi 63.020 ton pada tahun 2005 atau rata-rata 25,21% per
tahun. Dari tabel tersebut diketahui pula bahwa selama 4 tahun rata-rata
perkembangan nilai ekspor yang dicapai sebesar $22,749,000 (dari
15,785,000 US$ menjadi 39,970,000 US$) atau rata-rata 26,39%.
Perkembangan volume dan nilai ekspor rumput laut yang demikian tinggi
mencerminkan adanya peluang besar di pasar internasional. Secara grafis
trend perkembangan volume ekspor dan nilai ekspor disajikan pada grafik
berikut.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 7


Grafik 3.1
Grafik Perkembangan Volume, Nilai Ekspor dan
Harga Rumput Laut Kering Indonesia, 2001 – 2005

Ekspor rumput laut Indonesia secara total selalu meningkat pesat.


Perkembangan ekspor itu terjadi pada hampir seluruh negara tujuan ekspor
rumput laut Indonesia, Peningkatan ekspor paling pesat terjadi pada negara
tujuan ekspor rumput laut Indonesia di Asia yaitu: Cina, Hongkong dan
Phillipina. Secara rinci perkembangan ekspor rumput laut Indonesia tahun
1999–2003 menurut negara tujuan Ekspor disajikan pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2
Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Menurut Negara Tujuan (ton)

Negara Tahun
Tujuan
1999 2000 2001 2002 2003
Ekspor
Hongkong 6.857,3 9.157,4 7.808,8 7.164,5 7867,00
Spanyol 3.450,9 3.838,3 4.359,3 4.700,0 3363,60
Denmark 3.147,6 2.573,5 3.953,9 3.947,8 4499,00
USA 2.298,7 979,9 1.661,6 1.804,4 2127,70
Perancis 3.572,3 1.216,6 1.617,0 1.832,7 1355,00
China 805,9 1.211,6 1.603,0 4.186,9 9337,00
Filipina 1.204,9 139,6 1.522,8 1.471,9 4573,80
Chili 335,0 200,0 1.360,0 340,0 1116,70
Inggris 369,7 806,2 713,7 499,0 400,00
Australia 105,0 294,0 380,1 349,0 255,60
Jerman 175,1 455,2 335,0 209,0 338,60

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 8


Jepang 437,5 305,2 187,7 178,9 391,70
Lainnya 2.324,5 1.895,8 2.371,1 1.875,8 4536,00
Jumlah 25.084,4 23.073,4 27.874,6 28.559,9 40.162,70
Sumber: Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2003

Tabel 3.2 di atas memberikan gambaran bahwa ekspor rumput laut


Indonesia mengalami perkembangan rata-rata 15% per tahun. Negara
tujuan ekspor rumput laut dari Indonesia pada tahun 1999 lebih banyak
ditujukan ke negara-negara Eropa. Berkaitan dengan negara tujuan ekspor,
pada tahun 2002 dan 2003 terjadi perubahan cukup drastis. Negara tujuan
ekspor rumput laut pada tahun-tahun sebelum tahun 2003 adalah negara
Eropa, pada tahun 2003 berubah sama sekali. Setelah tahun 2004 ekspor
rumput laut Indonesia ditujukan ke Hongkong dan Cina, sementara ke
negara-negara Eropa hanya 50% dari ekpsor ke Cina dan Hongkong.

Data terakhir DKP 2007 menyebutkan bahwa ekspor rumput laut Indonesia
telah mencapai 189.000 ton, dan berkembang dari tahun 2005–2007 rata-
rata 56,29% (Hasil Pertemuan Pengembangan Genetika Improvement
Rumput Laut, DKP,2007).

Secara grafis perkembangan total ekspor rumput laut Indonesia tahun 1999
sampai 2003 dapat disajikan dalam grafik berikut.

Grafik 3.2
Grafik Perkembangan Total Ekspor Rumput Laut Kering Indonesia

Mengacu data disajikan pada tabel 3.2 dan trend perkembangan yang
digambarkan pada grafik 3.2, maka peluang pasar rumput laut Indonesia
untuk 5 – 10 tahun ke depan dapat dikatakan cukup kuat.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 9


Proyeksi peluang pasar, selain ditunjukkan oleh perkembangan ekspor juga
dapat dilihat dari selisih antara jumlah permintaan/kebutuhan dunia dan
jumlah yang diproduksi. Berikut ini proyeksi perkembangan peluang pasar
rumput laut 5 tahun ke depan yang disusun oleh DKP (Departemen Kelautan
dan Perikanan RI,2007).

Tabel 3.3
Prediksi Jumlah dan Tingkat Perkembangan Kebutuhan, Produksi dan
Peluang Pasar Rumput Laut Eucheuma Cottonii, 2006-2010

Prediksi Jumlah
Prediksi Diproduksi luar Prediksi Jumlah
Kebutuhan Dunia negeri Peluang Pasar
Tahun
Jumlah Jumlah Jumlah
(ton Perkem (ton Perkem (ton Perkem
1000) bangan 1000) bangan 1000) bangan
2006 202 135 67.300
2007 218 7,92% 140 3,70% 78.100 16.05%
2008 235 7,80% 145 3,57% 90.300 15.62%
2009 254 8,09% 155 6,90% 98.900 9.52%
2010 274 7,87% 165 6,45% 109.000 10.21%
Sumber : DKP,2007

Dari tabel 3.3 tersebut terlihat bahwa masih terdapat kekurangan pasokan
rumput laut di pasaran dunia yang semakin besar yaitu dari 67.300.000 ton
pada tahun 2006 menjadi 109.000.000 ton pada tahun 2010. Kekurangan
pasokan ini merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan oleh Indonesia
yang memiliki potensi lahan budidaya rumput laut yang luas dan belum
termanfaatkan secara optimal.

Secara grafis prediksi perkembangan kebutuhan, produksi luar negeri dan


peluang pasar rumput laut Indonesia dapat disajikan dalam diagram berikut.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 10


Grafik 3.3
Grafik Proyeksi Perkembangan Kebutuhan, Produksi dan
Peluang Pasar Rumput Laut, 2005 – 2010.

b. Penawaran

Telah diketahui bahwa penawaran rumput laut di tingkat dunia tidak


memenuhi permintaan yang ada. Hal demikian juga terjadi di Indonesia,
kemampuan produksi yang ada masih kecil dibanding permintaan.
Penawaran suatu produk selalu berada pada posisi sebatasi kemampuan
kapasitas produksi. Pada tahun 2005 permintaan rumput laut dunia
mencapai 260.571.050 ton berat kering sementara Indonesia hanya mampu
memenuhi sejumlah 300.000 ton berat kering. Jadi penawaran rumput laut
masih jauh dari kebutuhan atau permintaan.

Sebagai gambaran Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memiliki


potensi areal budidaya rumput laut seluas 6.000 Ha dengan potensi produksi
28.100 ton, namun kenyataannya pada tahun 2005 hanya mampu
memproduksi 419 ton rumput laut kering, suatu jumlah yang jauh dari
potensi yang ada (Sunarpi et.al, April 2006). Hal ini menunjukkan bahwa
potensi budidaya rumput laut belum dimanfaatkan secara optimal.

Ekspor rumput laut Indonesia dalam posisi belum menggembirakan, karena


mayoritas masih dilakukan dalam bentuk raw seaweed atau rumput laut
kering atau raw seaweed, sedangkan ekspor hasil olahan rumput laut
(ekstrak) masih kecil porsinya. Pada tahun 2000 jumlah ekspor rumput laut
kering 25.000 ton, dan ekspor ekstrak berjumlah kurang lebih 15.000 ton.
Pada tahun 2004 ekspor rumput laut kering kurang lebih berjumlah 55.000,
ekstrak rumput laut kurang lebih 10.000 ton, dan total ekspor rumput laut
sebesar 65.000 (Neish. Ian Charles, 2006).

Dengan berpedoman data produksi dan ekspor maka dapat dinyatakan


bahwa :

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 11


1. Peluang pasar dan perluasan usaha budidaya rumput laut masih
sangat terbuka karena realisasi produksi jauh berada di bawah
kapasitas produksi dan permintaan rumput laut kering.
2. Ekspor rumput laut Indonesia sebagian besar adalah raw seaweed,
dengan demikian terdapat peluang yang cukup besar untuk membuka
investasi industri pengolahan ekstrakt rumput laut yang memiliki nilai
tambah (value added).

c. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Analisis tentang posisi daya saing rumput laut Indonesia dapat ditunjukkan
dengan menilai menurut : volume ekspor, perkembangan hasil dan jumlah
yang diekspor, serta share atau sumbangan ekspor rumput laut Indonesia
terhadap total ekspor dunia.

Tabel 3.4
Struktur Export Dirinci Menurut Negara Exportir Rumput Laut dan
Produk Berbahan Rumput Laut Dunia, 2000-2004

Perkemb. Perkemb Sumbang-


Nilai Jmlh an
Nilai Volume Harga
Ekspor Ekspor terhadap
Eksporir Export Export per
2000- 2000- total eksp
(000$) (ton) ton
2004 2004 dunia
(%) (%) (%)
China 111.851 58.585 1.943 7 2 27
Korea 94.338 31.615 2.984 1 7 23
Chile 30.393 44.672 680 5 Na 7
Indonesia 25.296 51.011 496 12 22 6
Philipina 24.459 Na Na 2 21 6
Jepang 20.035 2.499 8.017 6 18 5
USA 18.683 2.682 6.966 17 14 5
Perancis 9.113 2.084 4.373 12 -24 2
Taiwan 7.627 609 12.524 8 11 2
Canada 7.309 0 5 na 7 na
Sumber : Nur Hira W Julian Eka W, 2006

Data pada tabel 3.4 menunjukkan bahwa apabila diukur dari volume dan nilai
ekspor rumput laut, maka posisi Indonesia berada pada urutan ke 4, namun
apabila dilihat dari harga per ton maka posisi Indonesia berada pada urutan
ke 8. Posisi sumbangan ekspor rumput laut Indonesia terhadap total ekspor
rumput laut dunia jauh di bawah kemampuan ekspor Cina dan Korea. Cina

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 12


dan Korea mengekspor 50% dari total volume ekspor dunia sedangkan
Indonesia hanya 6%.

Posisi daya saing rumput laut Indonesia dianalisis dengan menggunakan data
pada tabel 3.4 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Posisi Indonesia sebagai pengekspor rumput laut berada pada posisi


ke 4, namun nilai dan jumlah ekspor relative kecil dibanding China di
posisi pertama. Ekspor Indonesia baik nilai maupun jumlahnya kurang
dari 25% ekspor China.
2. Ditinjau dari perkembangan ekspor menurut jumlah dan nilai, posisi
Indonesia berada pada posisi unggul dibanding China. Demikian juga
posisi Indonesia masih lebih unggul apabila dibanding Phillipina
sebagai bench mark rumput laut Asia Tenggara.
3. Ditinjau dari aspek harga, maka posisi Indonesia berada pada urutan
terbawah.
4. Nilai ekspor atau harga ekspor yang rendah disebabkan Indonesia
mayoritas mengekspor raw seaweed.

Posisi daya saing Indonesia dapat ditingkatkan melalui peningkatan mutu


produk. Mutu produk dapat ditingkatkan melalui penggunaan strain bibit
yang baik, dan pemrosesan paska panen lebih yang baik. Indonesia sudah
saatnya meningkatkan posisi dari pengekspor raw seaweed menjadi ekpsortir
produk rumput laut, baik dalam bentuk makanan siap saji maupun Alkali
Treated Carrageenan (ATC) dan Semi-refined Carrageenan (SRC)

d. Harga

Perkembangan harga ekspor rumput laut kering Indonesia dalam satuan US$
berfluktuasi. Perkembangan harga rumput laut di tingkat ekspor dapat
disajikan sebagai berikut.

Tabel 3.4
Perkembangan Harga Eksport Rumput Laut Indonesia

Tahun Harga ekspor per kg dalam US$


2001 0,693
2002 0,553
2003 0,510
2004 0,616
2005 0,496
Sumber : DKP, 2006.

Harga rumput laut kering di daerah NTB pada tahun 2001 sebesar Rp 3.500.-
per kg atau US $ 0,30-0,40 per kg. (Hierman dan Mirza Pedjoe, 2002).
Harga rumput kering per kilogram dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 13


Menurut data yang dikumpulkan Oliver Hunter (2005) menunjukkan harga
rumput laut kering tahun 2001 adalah Rp. 4.100,-/kg dan tahun 2002
seharga Rp.4.000,-/ kg. Pada tahun 2005 harga rumput laut kering di tingkat
petani mencapai Rp.4.200,-/kg dan Rp.4.700,-/kg di tingkat pedagang
pengumpul. Menurut laporan bank dunia (World Bank Report, 2006) harga
rumput laut kering di Indonesia Bagian Timur berkisar Rp.3.500 –
Rp.4.300/kg. Sementara dari hasil penelitian di Lombok pada bulan
September 2007 harga rumput laut di tingkat petani berkisar Rp.4.700 –
Rp.4.900.

Berdasarkan angka-angka di atas, maka secara grafik perkembangan rumput


laut ditingkat petani di Wilayah Indonesia Bagian Timur dapat disajikan
sebagai berikut.

Gambar 3.4
Grafik Perkembangan Harga Rumput Laut di Indonesia Bagian Timur 2001 -
2007

Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh rata-rata perkembangan harga


rumput laut kering adalah 7,08% per tahun.

e. Rantai Pemasaran

Rantai pemasaran rumput laut berawal dari pembeli besar yang biasanya
exporter atau pemroses rumput laut (pabrikan). Pabrikan akan mengadakan
negosiasi transaksi kepada pedagang besar, tentang harga, spesifikasi
produk dan syarat-syarat pembayaran. Dalam proses transaksi ini, bisa
terjadi pedagang besar diberi modal atau uang muka untuk pengadaan
barang. Selanjutnya pedagang besar aka melakukan kontak kepada
pedagang pengumpul. Selanjutnya pedagang kecil inilah yang melakukan
pencarian / pengumpulan rumput laut kering, proses awal (sortir dan
pemilihan) dan pembayaran kepada petani pembudidaya.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 14


Biasanya pedagang pengumpul sudah memiliki “anak buah” yaitu
pembudidaya yang diberi pinjaman modal dan akan menjual hasil panennya
kepada pedagang pengumpul tersebut. Untuk pedagang besar akan
mengumpulkan rumput laut kering dari pedagang pengumpul dan juga dari
pembudidaya binaannya.

Secara skematis jenjang rantai pemasaran dan harga rumput laut kering di
masing-masing level dapat disajikan dalam diagram berikut.

Gambar 3.5. Rantai Pemasaran Rumput Laut Kering

Pada lokasi penelitian, yaitu di Aregoling Lombok Tengah, pada bulan


September 2007 harga rumput laut kering per kilogram yang diterima petani
dari pedagang kecil adalah Rp.4.700 – Rp.4.900,- per kg. Rumput laut dari
petani ini selanjutnya diproses kembali (dikeringkan atau dijemur lagi dan
dibersihkan ulang) oleh pedagang pengumpul dan dijual kepada pedagang
besar seharga Rp.5.000 - Rp.5.200,- per kg rumput laut kering. Pedagang
besar selanjutnya akan menjual kepada pabrik pemroses di Bali atau
Surabaya dengan harga kurang lebih Rp.5.800,- franko gudang. Biaya kirim
rumput laut kering ke Surabaya adalah sebesar Rp.200,- per kg, sedangkan
biaya kirim ke Bali sebesar Rp. 150,- per kilogram kering.

f. Kendala Pemasaran

Ditinjau dari aspek transportasi, komunikasi dan ketersediaan produk yang


jauh dibawah permintaan maka kendala pemasaran dapat dikatakan tidak

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 15


ada. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada kendala dalam
pemasaran yaitu aspek kualitas.

Kendala utama pemasaran utama dan pertama-tama harus ditangani adalah


masalah kepercayaan pada produk yang ditawarkan. Kepercayaan akan
terbentuk melalui terpenuhinya standard mutu produk rumput laut (Neish,
2006). Aspek kualitas ini banyak dipengaruhi aspek teknologi dan
pengolahan pasca panen (DKP, 2006). Dengan melihat pernyataan Neish dan
DKP tersebut, maka kendala yang ada sebenarnya adalah tantangan pasar
dan tuntutan persaingan untuk selalu meningkatkan mutu. Untuk merebut
posisi dan kepercayaan pasar, standard mutu produk rumput laut yang
diekspor harus memenuhi berbagai criteria (Neish, 2006):

1. Aspek Produk.
1. Kadar air atau tingkat kelembaban max 38%
2. Prosentasi kotoran pada rumput laut maksimum 2%
3. Umur pemanenan minimum 45 hari.
4. Kadar garam rumput laut.

2. Aspek standarisasi produk.


1. Standarisasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar.
2. Prosedur standar menggunakan uji laboratorium
3. Diterapkan dan dipatuhinya manual mutu dan produksi
4. Sertifikasi sebagai penjaminan mutu.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 16


4. Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha

Ditinjau dari aspek teknik produksi, beberapa faktor yang perlu diperhatikan
untuk menjamin keberhasilan usaha budidaya rumput laut adalah: lokasi,
bibit, teknik atau metode budidaya, pemeliharaan, teknik panen, dan
pembinaan/pendampingan (Anggadireja et.al, 2005).

Teknik budidaya rumput laut pada dasarnya ada 3 (tiga) macam, yaitu tali
letak dasar (off bottom line), sistim tali apung (long line) dan sistim rakit
apung (floating rack). Pemilihan teknik yang dipakai untuk budidaya sangat
tergantung pada morfologi pantai yang meliputi sifat pantai, arus, salinitas,
amplitudo suhu dan ketinggian air sewaktu pasang dan surut, dan kejernihan
(DKP, 2007).

Teknik budidaya yang diterapkan pada lokasi penelitian, adalah teknik tali
letak dasar (off bottom line). Teknik ini cocok untuk dipergunakan apabila
wilayah pantai lokasi budidaya memiliki ciri (Anggadireja, et.al, 2005) :

1. Aman terlindung dari arus dan hempasan ombak yang kuat.


2. Air laut jernih, dan dasar pantai berpasir serta berbatu karang.
3. Kedalaman air pada waktu pasang lebih dari 1,5 meter dan waktu
surut minimal 50 cm sehingga rumput laut masih memperoleh air dan
nutrisi.

Teknik ini memiliki keuntungan : mudah diterapkan dan biayanya paling


murah. Kelemahan teknik ini adalah lokasi yang statis/tidak dapat dipindah-
pindahkan sehingga kurang mampu menyesuaikan pada perubahan-
perubahan arus, dan kondisi pantai.

Secara umum lokasi yang layak untuk dijadikan lahan budidaya rumput laut
membutuhkan persyaratan minimum sebagai berikut (Anggadireja et.al
2006; Iskandar Ismanadji, 2006; Pancamulyo, 2006; Sunarpi, 2006) :

1. Air laut jernih dengan jarak pandang horizontal 2-5 meter. Air laut
yang keruh akan menghambat fotosintesis. Juga air laut yang keruh
mengindikasikan adanya kotoran dan endapan yang mengganggu
pertumbuhan rumput laut.
2. Rumput laut cocok di daerah yang kering / panas dengan amplitude
suhu 27°C - 32°C. Hasil terbaik fotosintesis pada rumput laut terjadi
pada suhu 30°C, dan suhu ini banyak terdapat pada pantai laut di
Indonesia Bagian Timur.
3. Dasar laut berpasir atau coral (berbatu karang) dan tidak berlumpur.
Lumpur yang terbawa arus dan ombak akan mengotori batang rumput
laut. Hal ini akan akan menghalangi penyerapan nutrient oleh rumput
laut.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 17


4. Jauh dari muara sungai yang dapat menyebabkan rendahnya salinitas
(kadar garam). Salinitas berkisar 28 - 33 permil. Salinitas terbaik
adalah pada 30 permil.
5. Jauh dari sumber pencemaran limbah rumah tangga dan pencemaran
lain (limbah industri pengolahan/pabrik, limbah pengolahan ikan, dan
atau sampah)
6. Lokasi budidaya harus terlindung dari ombak besar dan arus yang
destruktif. Kecepatan arus yang baik antara 20 – 40 m per menit.
Arus yang terlalu cepat menyebabkan thallus patah dan rumput laut
terlepas dari substatnya. Ombak yang besar juga menyebabkan
gangguan pada fotosintesis karena air menjadi lkeruh.
7. Khusus untuk teknik tali lepas dasar, kedalaman air pada saat air laut
pasang 1,50 meter atau lebih, dan pada saat air laut surut kedalaman
minimum adalah 50 - 75 cm agar rumput laut masih mendapat air
dan cukup nutrisi.
8. Rumput laut sebaiknya ditanam di wilayah yang kering dan mendapat
sinar matahari pagi antara 08.00 – 10.00, saat itu merupakan saat
yang terbaik berlangsungnya fotosintesa bagi rumput laut.
9. Lokasi budidaya aman dari kompetitor dan predator. Beberapa jenis
ikan merupakan pemakan rumput laut demkian juga bulu babi.
Beberapa jenis tumbuhan tidak memakan atau mematikan rumput
laut namun menjadi pesaing untuk memakan nutrisi yang dibawa air
laut.

Kondisi lingkungan dan morfologi pantai satu dengan pantai lainnya berbeda-
beda. Morfologi pantai terutama kedalaman, kondisi dasar pantai, salinitas,
kekuatan dan sirkulasi arus pembawa nutrient menyebabkan perbedaan
produktivitas budidaya lokasi satu dengan lainnya. Atas dasar alasan ini,
kepada calon pembudidaya disarankan untuk melakukan uji coba dan
pengamatan langsung hasil produksi rumput laut pada calon lokasi budidaya,
sebelum benar-benar memutuskan bahwa lokasi itu akan dijadikan lahan
budidaya. Pengamatan uji coba ini minimal dilakukan selama satu musim.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan rumput laut
secara nyata pada suatu wilayah. Uji coba secara langsung perlu dilakukan
dalam rangka menentukan jenis teknik budidaya yang paling cocok , dan
jenis rumput laut yang paling optimal untuk dibudidayakan pada lokasi yang
direncanakan.

Cara uji coba itu adalah dengan memasang beberapa rakit atau teknik
budidaya pada berbagai titik pengamatan pada lokasi yang direncanakan
akan dijadikan lahan budidaya. Masing-masing media pengamatan ini diberi
bibit rumput laut yang berbeda dan diamati selama periode 45 – 60 hari.
Hasil yang terbanyak mengindikasikan jenis teknik budidaya dan jenis
rumput laut yang paling cocok untuk dibudidayakan pada wilayah itu.

Budidaya rumput laut dilakukan pada musim kemarau (musim kering) adalah
karena alasan-alasan berikut:

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 18


1. Rumput laut membutuhkan intensitas penyinaran matahari untuk
proses fotosintesis.
2. Rumput laut membutuhkan salinitas air laut 27-30 per mil, dan kondisi
salinitas ini hanya tercapai pada musim kemarau.

Rumput laut dijual dalam keadaan kering dengan kadar air 35%, sehingga
membutuh penjemuran yang biasanya dilakukan dengan bantuan sinar
matahari.

b. Peralatan

Sarana produksi rumput laut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu


infrastruktur budidaya, bibit, perlengkapan untuk pemeliharaan atau
budidaya dan pemanenan. Perlengkapan infrastruktur budidaya berbeda-
beda, bergantung pada jenis teknik budidaya yang akan dipergunakan dan
luasan areal budidaya.

Pada tali lepas dasar, untuk areal lahan seluas 1 ha, dapat dibuat 64 petak
budidaya berukuran 10x10m dengan jarak antara masing-masing petak 2 m.
Untuk areal seluas 0,25 Ha jumlah petak standarnya adalah 16 unit dengan
ukuran 10x10m, berjarak antara masing-masing petak 2 meter (Jaya
Suastika IBM, et.al, 2006). Untuk efisiensi lahan dan kebutuhan pasak sering
kali 2 – 4 dengan luas masing-masing 10x10m petak digabung menjadi 1
petak besar berukuran 20x10m atau 40x10m.

Perlengkapan budidaya terdiri: dari infrastruktur budidaya, bibit, dan alat


kerja. Alat kerja ini adalah pisau dan media pengangkut bibi dan panen
terbuat dari ban.

Perlengkapan yang dibutuhkan untuk tiap-tiap petak berukuran 10x10 meter


dapat disajikan datanya pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1
Kebutuhan Bahan Untuk Budidaya Rumput Laut Teknik Tali Lepas Dasar
Luas Lahan 2.500 m2 16 Petak Berukuran 10x10m

No. Uraian Perhitungan Jumlah


1 Luas lahan budidaya 50x50m 1 unit
2 Luas per petak 10 x 10 16 unit
3 Pasak besi untuk pembatas Ø 4 sudut x 16 petak 64 batang
12-18mm, panjang 1 – 2
meter.
4 Pasak kayu Ø 2-3cm panjang (5 x 10 x 2 x 16 1.536
60-75cm, ditancapkan petak) -64 pasak batang
dengan jarak 20 cm besi

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 19


5 Tali utama terbuat dari panjang keliling 20 kg
Polieteline (PE) dengan 100 m
diameter 10 mm
6 Tali ris tempat mengikat 5 utas x 10 m = 50 30 kg
rumput laut, PE dengan utas, panjang 10
diameter 6mm meter
7 Bibit rumput laut dengan 5 ikat x 10 m x 50 40.000 ikat
jumlah 5 ikatan per m. utas x 16 petak
Kebutuhan bibit rumput laut 2500 ikat x 0,10 kg 4.000 kg
(kg.) / ikat
7 Pelampung dari ban untuk 2 ban + 1 kg tali PE 1 unit
mengangkut bibit dan panen 4mm + bambu 1 perahu
batang
8 Bangunan tidak permanen, Bangunan tidak 1 unit
terbuat dari bilik bambu untuk permanen
menunggu budidaya berukuran: 4x5m
8 Para-para pengeringan 2x8m 3 unit
terbuat dari anyaman bambu
atau waring.
Sumber : data primer, diolah.

Bibit rumput laut bisa diambil dari sebagian hasil panen milik sendiri, dipilih
hasil budidaya yang paling bagus untuk disemaikan kembali. Namun karena
alasan produktivitas maka pembudidaya biasanya membeli bibit yang dijual
oleh kebun bibit. Ciri rumput laut yang baik untuk dijadikan bibit memiliki
ciri-ciri: bercabang banyak, berwarna cerah dibanding lainnya; thallus atau
cabang rumput laut nampak segar dan elastis (tidak mudah patah); ujung
thallus lurus; bila thallus digigit terasa getas. Selain ciri-ciri fisik tersebut,
perlu diperhatikan juga bahwa bibit atau jenis yang dibudidayakan sudah
dibuktikan tahan dan bisa beradaptasi dengan lingkungan setempat, serta
paling produktif di wilayah itu (FAO, 2006).

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 20


Gambar 4.1. Rumput Laut Euchema Cottonii

Alat kerja berupa ban truck untuk media apung adalah alat yang diperlukan
untuk mengangkut pasak dari pantai ke lokasi budidaya, atau hasil panen di
perairan pantai diangkut ke darat.

Gambar 4.2. Media untuk mengangkut rumput laut terbuat dari ban truck

c. Proses Budidaya

Teknik pemeliharaan selama masa budidayanya meliputi kegiatan-kegiatan:


penyiapan lahan, masa pemeliharaan dan pemanenan. Berikut ini
perhitungan waktu hari orang kerja (HOK) untuk masing-masing tahapan
budidaya.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 21


Tabel 4.2
Tahapan Pekerjaan Budidaya, Jumlah Hari dan Pekerja Teknik Tali Lepas
Dasar, Lahan Seluas 2.500 m2 Untuk 16 Petak Berukuran 10x10m

Kebutuhan Hari Orang


No. Uraian Kerja (HOK) dan
jumlah pekerja.
1 Tahap penyiapan lahan: pembersihan 2 hari kerja, dengan 10
lahan, memasang infrastruktur pekerja
budidaya
2 Mengikat bibit. Mengikat bibit pada Kebutuhan waktu kerja:
tali ris, untuk disemaikan pada lahan 1/2 hari kerja,
budidaya. pengupahan dengan
sistim borongan
3 Memasang bibit ke lahan. 2 hari kerja 2 hari kerja, 10 tenaga
menyesuaikan dengan air pasang.
4 Masa pemeliharaan Pengawasan, 45 hari dengan 2 tenaga
penggantian bibit yang rusak aau
hilang
5 Masa pemanenan dilakukan minimum 2 hari 4 pekerja
45 hari setelah penyemaian
Sumber : Data Primer Diolah

1. Proses Penyiapan Lahan dan Mengikat Bibit

Jenis pekerjaan yang dilakukan pada tahap proses penyiapan lahan meliputi
kegiatan (Anggadireja, et.al, 2007, dan data primer)

a. Membersihkan hamparan dari tanaman / benda-benda yang


mengganggu berupa gulma laut, bulu babi dan bekas pasak kayu
yang lapuk. Rumput laut membutuhkan lingkungan yang bersih untuk
memperlancar fotosintesis dan penyerapan nutrient.
b. Memasang/memancangkan pasak kayu pada dasar pantai. Jarak
antara kedua pasak (sisi panjang) masing-masing 20 cm. Ketinggian
pasak dari dasar pantai kurang lebih 40 - 60 cm.
c. Mengikat bibit rumput laut pada tali ris dengan jarak antara ikatan
masing-masing 20 cm. Masing-masing ikatan berisi bibit rumput laut
kurang lebih sebanyak 1 ons.
d. Mengikatkan tali ris yang berisi ikatan bibit rumpur laut pada pasak-
pasak kayu yang sudah ditancapkan. Tali diikatkan pada pasak
dengan ketinggian tali dari dasar pantai antara 30 – 40 cm.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 22


Gambar 4.3. Mengikat Bibit pada Tali Ris

Grafik 4.1. Diagram Persiapan Budidaya Rumput Laut

Gambar penampang dari lahan budidaya rumput laut dengan teknik tali lepas
dasar disajikan pada gambar 4.4 berikut ini;

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 23


Gambar 4.4. Penampang Infrastruktur Budidaya Teknik Tali Lepas Dasar

2. Proses Pemeliharaan

Setelah tali ris yang berisi ikatan rumput laut diikatkan pada pasak kayu,
maka dimulailah tahap proses pemeliharaan. Proses pemeliharaan ini
dilakukan setiap hari selama 45 hari. Pada periode tahap pemeliharaan ini,
berbagai macam kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Mengontrol kondisi lahan. Memasang kembali pasak yang roboh dan


tali yang lepas karena terkena arus.
b. Mengambil dan mengganti rumput laut yang rusak dengan ikatan bibit
yang baru.
c. Membersihkan rumput laut dari kotoran yang melekat. Kotoran yang
melekat mengganggu fotosintesis yang mengurangi produktivitas
rumput laut.

Menyingkirkan bulu babi, dan gulma laut yang ada di dekat rumput laut.
Beberapa tanaman laut tidak memakan atau predator rumput laut tetapi
mereka menjadi pesaing dalam menyerap nutrisi.

3. Proses Pemanenan

Proses pemanenan ada dua cara yaitu pemanenan langsung untuk tujuan
produksi produks, dan pemanenan untuk pembibitan (Jaya Suastika, IBM,
et.al, 2006). Pemanenan untuk tujuan produksi biasanya dilakukan oleh
petani pembudidaya, sedangkan untuk tujuan pembibitan dilakukan oleh
kebun pembibitan (broodstock centre).

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 24


Pemanenan dilakukan paling cepat 45 hari setelah rumput laut disemaikan.
Pemanenan dilakukan dengan dengan cara melepas tali ris dari ikatannya
dari pasak kayu, kemudian membawanya ke pantai dengan media angkut
terbuat dari ban. Setelah sampai di pantai rumput laut dilepas dari tali ris
dengan cara memotong tali rafia pengikat rumput laut. Selanjutnya rumput
laut dijemur selama 2 – 3 hari kemudian dijual dalam bentuk kering.

Gambar 4.5 Kegiatan Pemanenan Rumput Laut

Bersamaan dengan pelaksanaan proses pemanenan sekaligus dilakukan


kegiatan :

a. Pemeriksaan dan perbaikan lahan, agar sesegera mungkin dapat


dilakukan budidaya.
b. Kegiatan mengikat bibit rumput laut pada tali ris dan segera
menyemaikannya pada lahan.

Gambar 4.6. Bibit Rumput Siap Ditanam Kembali

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 25


d. Tenaga dan Upah

Tenaga kerja budidaya rumput laut dikelompokkan dalam 2 kegiatan, yaitu


kegiatan persiapan dan kegiatan pemeliharaan. Tenaga kerja untuk
penyiapan lahan

1. Tenaga penyiapan lahan. Untuk lahan seluas 50x50m (0,25 Ha)


dengan jumlah petak 16 unit berukuran 10x10m dibutuhkan tenaga
kerja 6 orang dengan lama pengerjaan 1 hari kerja. Tiap pekerja
mendapat upah Rp.40.000.- ditambah makan 2 kali yang nilainya
Rp.5.000,- sekali makan. Biaya tenaga kerja harian secara total
adalah Rp. 50.000,- per hari per orang.
2. Tenaga kerja untuk mengikat bibit rumput laut pada tali ris, yang
dibayar secara borongan. Tiap ikat rumput laut diberikan upah
mengikat Rp.50,-.
3. Tenaga pemeliharaan. Tenaga pemeliharaan rumput laut biasanya
berasal dari keluarga pembudidaya sendiri. Namun apabila
menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga, maka pekerja akan
dibayar dengan upah Rp.40.000,- per hari dan mendapat makan 2x.

Untuk kegiatan pemeliharaan pada areal seluas sampai dengan 2500 m²


diperlukan seorang tenaga kerja.

Tenaga kerja pemanenan dan penjemuran biasanya juga bersal dari


lingkungan keluarga pembudidaya sendiri. Apabila berasal dari luar keluarga
atau tenaga kerja upahan, maka pembayaran upahnya sama dengan tenaga
kerja pembudidaya.

e. Jumlah dan Mutu Produksi

Jumlah produksi rata-rata rumput laut di NTB adalah 16 ton rumput laut
basah per Ha per siklus (Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, 2006).
Ditargetkan pada dengan berbagai upaya hasil per Ha dapat ditingkatkan
menjadi 27 ton rumput laut basah per Ha per siklus.

Jumlah hasil panen ditentukan oleh jumlah berat bibit yang disemaikan
(diikat), dan kualitas bibit yang disemaikan. Ratarata. Konversi bibit untuk
produksi adalah 1:5, dan satu tahun 4 siklus panen (Murdjan M, 2006).
Apabila diikatkan 100 gram bibit rumput lat, maka saat panen (minimum 45
hari setelah disemaikan) beratnya akan menjadi 5 kali lipat. Pada umumnya
penjualan panen rumput laut dilakukan dalam bentuk kering, dengan yield
content minmum 26%, kadar air maksimum 35%, kotoran 2% (MArcell
Thaher, 2006).

Produktivitas budidaya rumput laut dihitung dengan ukuran Seaweed Growth


Rate (SGR). Rumput laut yang baik memiliki rata-rata pertumbuhan 1:5
atau lebih, artinya saat dipanen berat rumput laut paling tidak 5 kali berat

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 26


awal (saat disemaikan). Makin tinggi SGR makin produktif usaha budidaya
rumput laut.

Formula untuk menghitung SGR adalah sebagai berikut, (Anggadireja, et.al,


2006):
Seaweed Growth Rate (SGR) = {(Berat panen/Berat awal)1/t -1} x 100%.
Seaweed Growth Rate (SGR) 5% per day, maka pada saat panen beratnya
akan mencapai berat = (1+5%) 45 hari = 5,841 x berat semula (berat bibit).

SGR di berbagai daerah di Indonesia berbeda-beda, SGR terendah 2,6% per


hari dan yang tertinggi 13,9% per hari (Murdjani M, 2006).
Mutu produk rumput laut tergantung pada: mutu bibit, metode atau teknik
budidaya sesuai dengan lokasi, masa panen (minimal 45 hari), cara
pemanenan, cara penjemuran dan penyimpanan (Marchell Taher, 2006).
Standard mutu produk kelembaban 35%, KCL 28% kotoran maksimum 2%,
umur panen minimum 45 hari setelah disemaikan (Neish, 2006).

Rumput laut pada sentra produksi umumnya dijual dalam bentuk kering
asalan. Dari 5 kg rumput laut basah, setelah dijemur 2-3 hari akan menyusut
menjadi 1 kg (tingkat rendemen = 20%). Rumput laut kering memiliki ciri
berwarna lebih gelap, liat dan mengeluarkan butiran garam.

Gambar 4.7 Penjemuran Rumput Laut

Untuk peningkatan kualitas, rumput laut perlu dijemur di atas para-para


untuk menghindari kontaminasi dengan kotoran yang tersebar di pasir
pantai.

f. Kendala Produksi

Kendala produksi budidaya rumput laut secara umum :

1. Euphyphit, sejenis jamur yang menempel pada rumput laut dengan


menghalangi fotosintetis sehingga pertumbuhan tidak merata dan
rumput laut mudah patah hancur saat ada ombak.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 27


2. Herbivora, terdapat ikan pemakan rumput laut yang datangnya secara
bergerombol. Ikan ini menjadi hama yang dapat ditanggulangi dengan
menggantung kaca atau keping CD bekas, atau alat getar
elektromagnetik.
3. Penyakit ais ais disebabkan oleh fungi / jamur yang terbawa arus
musim hujan, atau berasal dari pasak kayu yang lapuk dan menjadi
sarang pembiakan jamur (fungi). Pencegahan dengan disinfektan,
bibit dicelup dengan disinfektan PK dengan dosis 20 ppm.
4. Kontradiksi kepentingan wisata selancar dan budidaya. Masing-masing
membutuhkan lahan, sehingga perluasan lahan budidaya juga tidak
bisa dikembangkan dengan bebas.
5. Perubahan ecosystem karena peningkatan kepadatan penduduk pada
pemukiman pantai, limbah rumah tangga serta aktivitas nelayan
mempengaruhi sanitasi lingkungan pantai.
6. Keterbatasan kesetersediaan bibit unggul.
7. Aksesabilitas ke sumber dana perbankan masih terbatas.

Kendala produksi rumput laut dapat diminimalisir dengan cara; teknik


budidaya harus dapat meminimalisir kerusakan lingkungan terumbu karang,
peletakan konstruksi tidak mengganggu alur pelayaran, sanitasi lingkungan
tetap terjaga, perawatan selama budidaya dengan membersihkan lokasi dari
hewan dan tanaman pengganggu (Darnas Dana, 2006).

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 28


5. Aspek Keuangan
a. Pola Usaha

1. Pola usaha yang dilakukan pada budidaya rumput laut jenis Eucheuma
Cottonii bersifat monoculture atau usaha budidaya dengan satu jenis
tanaman. Kegiatan budidaya dilakukan pada suatu hamparan budidaya
dengan kepemilikan secara individual. Lahan budidaya biasanya
dikerjakan oleh anggota keluarga rumah tangga pembudidaya (RTP)
dan masing-masing pembudidaya memiliki luas lahan yang berbeda-
beda. Pada satu lokasi hamparan budidaya biasanya terdapat satu
jenis teknik budidaya sesuai dengan kondisi lingkungan dan
masyarakat setempat.
2. Dana modal usaha budidaya pada umumnya dipergunakan untuk
memenuhi pembiayaan investasi infrastruktur budidaya dan
perlengkapan lain, pemebelian bibit, dan pembayaran upah tenaga
kerja.
3. Kegiatan budidaya rumput laut biasanya hanya bersifat pembesaran,
lama proses pembesaran ini mulai saat penyemaian sampai
pemanenan adalah 45 hari. Petani pembudidaya umumnya tidak
memproduksi bibit sendiri, mereka membeli dari usaha-usaha
pembibitan rumput laut (broodstock centre) atau agen-agennya.

b. Asumsi Parameter dan Perhitungan

Asumsi dan parameter yang digunakan merupakan satuan dasar perhitungan


untuk menentukan investasi, biaya, kebutuhan dana dan analisis kelayakan
usaha. Berikut ini disajikan asumsi teknis dan keuangan budidaya rumput
laut untuk teknik tali lepas dasar untuk luas areal 2500m2 dengan jumlah 16
petak berukuran 10x10m.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 29


Tabel 5.1
Asumsi Teknis dan Parameter Keuangan Usaha Budidaya Rumput Laut Per
Periode

Sumber : Lampiran 1

Asumsi ini disusun untuk analisis selama satu periode budidaya (6 bulan)
dengan 4 kali siklus panen. Basis areal yang digunakan adalah 2.500 m²
terdiri dari 16 petak berukuran 10x10m dan dimiliki oleh 2 rumah tangga
pembudidaya (RTP). Harga dan jumlah unit barang dianggap cukup mewakili
keadaan yang lazim dan moderat. Dasar analisis yang diterapkan adalah
analisis usaha tani yang berbasis ilmu pertanian.

c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional

Kebutuhan dana usaha budidaya rumput laut dikelompokkan ke dalam 3


kategori yaitu : investasi infrastruktur budidya, biaya operasional budidaya
yang mencakup biaya tenaga kerja, bibit dan sewa lahan, serta cadangan
kontingensi. Modal pinjaman yang diajukan adalah kredit modal kerja.
Pembudidaya dianggap sudah memiliki modal sendiri yaitu sebesar nilai alat-
alat dan perlengkapan yang sudah biasa mereka pergunakan dalam usaha
budidaya sebelumnya.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 30


Tabel 5.2.
Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja (Harga dalam Rp.000)

Sumber : data primer (Lampiran 2)


OH = orang hari kerja

Dari data disajikan di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan dana yang
diperlukan adalah sejumlah Rp.21.145.000,-. Jumlah ini terdiri dari
kebutuhan investasi sebesar Rp.10.880.000,- dan modal kerja sebesar
Rp.10.145.000,- Biaya investasi terdiri dari investasi infrstruktur budidaya
sebesar Rp.5.130.000,- dan infrastruktur pendukung kegiatan budidaya yaitu
rumah tunggu dan para-para penjemuran sebesar Rp.5.750.000,-

d. Kebutuhan Dana dan Kredit Diajukan

Sesuai dengan ketentuan perbankan maka kredit usaha pertanian 70%


dapat dibiayai dari perbankan. Sejalan dengan hal tersebut, dari total
kebutuhan modal budidaya rumput laut direncanakan 70% dipenuhi dengan
kredit bank, dan 30% sisanya dibiayai dengan modal sendiri.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 31


Tabel 5.3
Rincian Kebutuhan Kredit dan Jumlah Modal

Jumlah
No. Uraian Harga
(Rp,000)
1 Kebutuhan dana (investasi infrastruktur 21,145
+ biaya operasi)
2 Jumlah total kebutuhan investasi 10,880
3 Pinjaman kredit Investasi (70%) 7,616
4 Jumlah kebutuhan modal kerja 10,265
5 Pinjaman kredit modal kerja (70%) 7,186
6 Jumlah total pengajuan pinjaman kredit 14,802
7 Modal sendiri 6,344
Sumber : data primer

Dari kebutuhan dana sebesar Rp.21.145.000,- maka jumlah diajukan kepada


bank adalah : 70% dari masing-masing kebutuhan. Jumlah Kredit Investasi
yang diajukan adalah sebanyak Rp.7.626.000,- (70% x kebutuhan investasi)
direncanakan jangka waktu pemakaiannya selama 18 bulan, dan kredit
modal kerja sebesar Rp.7.186.000,- (70% x kebutuhan modal kerja)
direncanakan akan dilunasi selama masa budidaya (6 bulan), dan
dimohonkan lagi pada masa budidaya tahun berikutnya. Pada masa tidak
dilakukan budidaya tidak dilakukan peminjaman modal kerja.

Berikut ini disajikan skenario pelunasan pinjaman yang diberikan oleh pihak
Bank. Skenario ini disusun berdasarkan sifat kredit, yaitu kredit investasi
dilunasi dalam waktu lebih dari 1 tahun, dan kredit modal kerja dilunasi
dalam waktu maksimum 1 tahun.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 32


Tabel 5.4
Proyeksi Pembayaran Beban Bunga dan Pelunasan Pinjaman Per Siklus Panen
(Nilai dalam Rp.000)

Sumber: Data Diolah

e. Produksi dan Pendapatan

Berikut ini disajikan perhitungan hasil panen dan pendapatan penjualan


rumput laut kering untuk 2 periode budidaya. Di antara dua periode budidaya
terdapat masa tidak melakukan budidaya (tidak berproduksi) karena
berlangsungnya musim hujan. Masing-masing periode budidaya dan periode
tidak berproduksi berlangsung selama 6 bulan. Pada masing-masing periode
terdapat siklus 45 hari yaitu periode siklus panen rumput laut.

Tabel 5.5
Perhitungan Hasil Panen dan Penjualan Rumput Laut Kering Per Siklus Panen

Sumber : Data Diolah (Lampiran 3)

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 33


Dari jumlah ikatan sebanyak 2.500 dibutuhkan bibit 4.000 kg untuk areal
2.500 m² dengan jumlah plot budidaya 16 petak masing-masing berukuran
10x10m. Hasil yang diperoleh adalah 24.000 kg basah dan apabila
dikeringkan akan menjadi 3.000 kg. rumput laut kering. Harga jual rumput
laut kering adalah Rp.4.900,- per kg, sehingga diperoleh hasil penjualan
sebesar Rp.14.700.000,- per siklus panen.

f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point

Perhitungan laba-rugi dimaksudkan untuk menentukan keuntungan bersih


usaha budidaya rumput laut. Dari data yang ada pada laporan proyeksi
perhitungan Laba rugi selanjutnya dilakukan Analisis Break Even Point (BEP).
Analisis BEP dimaksudkan untuk menentukan posisi titik impas dan
mengevaluasi prestasi usaha budidaya, apakah berada di atas atau di bawah
titik impas.

Tabel 5.6
Proyeksi Laba-Rugi Usaha Budidaya Rumput Laut
(Nilai dalam Rp.000)

Sumber: Data Diolah (Lampiran 4)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa usaha budidaya rumput laut ini
memberikan keuntungan rata-rata Rp.2.991.000,- Pada saa tidak ada
budidaya tidak dilakukan pembayaran bunga dan angsuran. Jumlah angsuran
dan beban bunga selama masa tidak ada budidaya akan dikapitalisasikan /
diakumulasikan pada angsuran periode budidaya kedua. Akibat dari
kebijakan ini maka terjadi peningkatan beban bunga sebesar Rp.518.000,-
pada siklus ke 9. Namun demikian akumulasi ini tidak menyebabkan
perubahan keuntungan yang besar.

Ditinjau dari aspek rentabilitas, usaha budidaya rumput laut ini memberikan
profit margin rata-rata 20%. Dengan anggapan bahwa kebutuhan Investasi
sebesar Rp 21,145.000,- dan jumlah laba bersih per siklus sebesar
Rp.2.991.000,- maka ROI per siklus adalah 14,14%. Melihat besarnya
rentabilitas investasi yang dicapai, maka dapat disimpulkan bahwa usaha
budidaya rumput laut merupakan usaha yang “prospektif”.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 34


Selanjutnya akan dilakukan analisis Break Even Point untuk menentukan
bagaimana hubungan antara biaya, penjualan dan laba.

Berikut ini disajikan analisis Break Even Point untuk menentukan titik impas
usaha budidaya dan mengetahui posisi usaha budidaya yang dianalisis.

Tabel 5.7
Perhitungan Break Even Point (Nilai dalam Rp.000)

Sumber: Data Diolah (Lampiran 4)

Data yang tersajikan pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa hasil penjualan
budidaya (Rp.14.700.000,-) jauh di atas titik BEP (Rp.3.912.000,-). Kondisi
ini juga menunjukkan bahwa perusahaan aman dari ancaman kerugian
apabila terjadi penurunan volume penjualan, karena posisi titik BEP yang
jauh di bawah tingkat penjualan. Usaha budidaya akan mencapai titik BEP
apabila penjualan menurun sebesar =73,39%. Terjadinya tingkat BEP yang
makin menurun karena menurunnya biaya bunga yang juga menurun.
Secara akumulatif laba usaha yang diperoleh (penjumlahan menyamping
laba usaha) untuk 12 periode adalah Rp.23.926.000,-

g. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk menilai bagaimana kinerja usaha


apabila terjadi keadaan sebagai berikut :

1. Skenario 1 : Terjadi Penurunan Pendapatan.

Pendapatan mengalami penurunan, sedangkan biaya investasi dan biaya


operasional tetap. Penurunan pendapatan dapat terjadi karena harga rumput
laut kering mengalami penurunan ataupun volume penjualan menurun.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 35


Tabel 5.10
Proyeksi Kelayakan Usaha Jika Terjadi Penurunan Pendapatan.

No. Kriteria Kelayakan Usaha Naik 7% Naik 8%


1 Net Present Value (NPV) x 1000 606 (426)
2 IRR (DF Bunga 18%) 22,22% 15.08%
Net BCR = Investasi /
3 Discounted Cash Flow 1,057 0.960
4 Pay Back Period (siklus) 11 >12
Penilaian Layak Tidak Layak

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada saat pendapatan turun sebesar


7% dengan suku bunga 18% diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu
(1,057), NPV positif (Rp. 606.000,-) dan IRR mencapai 22,22% dengan
jangka waktu pengembalian investasi selama 12 siklus, usaha masih layak
dilaksanakan. Namun apabila terjadi penurunan pendapatan penjualan
sebesar 8% hasil perhitungan analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut
sudah tidak layak. Nilai NPV menjadi minus, IRR kurang dari tingkat bunga
kredit 18%, Net BCR kurang dari 1 dan Pay Back Period lebih dari 12 siklus.
Dengan demikian usaha budidaya rumput laut sensitif terhadap penurunan
pendapatan hingga sebesar 8%.

2. Skenario 2 : Terjadi Kenaikan Biaya Produksi/Operasional

Kenaikan biaya produksi dapat terjadi apabila harga input meningkat. Dalam
hal ini komponen terbesar adalah bibit dan tenaga kerja, maka biaya
produksi sensitif terhadap kenaikan bibit dan tenaga kerja.

Tabel 5.11
Proyeksi Kelayakan Usaha Apabila Terjadi Kenaikan Biaya Operasional

No. Kriteria Kelayakan Usaha Turun 10% Turun 11%


1 Net Present Value (NPV) x 1000 624 (701)
2 IRR (DF Bunga 18%) 22,35% 17,32
Net BCR = Investasi /
3 Discounted Cash Flow 1,059 0.934
4 Pay Back Period (siklus) 12 >12
Penilaian Layak Tidak Layak

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada saat Biaya produksi naik


sebesar 10% dengan suku bunga 18% diperoleh Net B/C Ratio lebih besar
dari satu (1,059), NPV positif (Rp. 624.000,-) dan IRR mencapai 22,35%
dengan jangka waktu pengembalian investasi selama 12 siklus, usaha masih
layak dilaksanakan. Namun apabila terjadi kenaikan harga sebesar 11%,

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 36


usaha budidaya rumput laut sudah tidak layak. Nilai NPV menjadi minus, IRR
kurang dari tingkat bunga kredit 18%, Net BCR kurang dari 1 dan Pay Back
Period lebih dari 12 siklus. Dengan demikian usaha budidaya rumput laut
sensitif terhadap kenaikan biaya operasional hingga sebesar 11%.

3. Skenario 3 : Terjadi Penurunan Pendapatan dan Kenaikan Biaya


Operasional.

Tabel 5.12
Proyeksi Kelayakan Usaha Apabila Terjadi Penurunan Pendapatan
dan Kenaikan Biaya Operasional

Pend. Turun Pend. Turun


No. Kriteria Kelayakan Usaha 4% 5%
Biaya naik 4% Biaya naik 5%
Net Present Value (NPV) x
1 1000 2.846 (933)
2 IRR (DF Bunga 18%) 23,73% 12.67%
3 Net BCR = Investasi / 1,082 0.912
Discounted Cash Flow
4 Pay Back Period (siklus) 12 >12
Penilaian Layak Tidak Layak

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada saat pendapatan turun dan


biaya produksi naik masing-masing sebesar 4% dengan suku bunga 18%
diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu (1,082), NPV positif (Rp.
2.846.000,-) dan IRR mencapai 23,73% dengan jangka waktu pengembalian
investasi selama 12 siklus, usaha masih layak dilaksanakan. Namun apabila
terjadi penurunan harga dan kenaikan biaya masing-masing 5% pada saat
yang bersamaan maka usaha budidaya rumput laut tidak layak. Nilai NPV
menjadi minus, IRR kurang dari tingkat bunga kredit 18% dan Net BCR
kurang dari 1 dan Pay Back Period lebih dari 12 siklus.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 37


6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial
a. Aspek Ekonomi dan Sosial

Berkembangnya permintaan produk rumput laut akhirnya akan mendorong


perkembangan usaha budidaya rumput laut. Saat ini potensi lahan masih
belum digarap secara optimal. Dengan makin terbukanya peluang pasar
maka di masa depan diiharapkan akan semakin luas lahan budidaya rumput
laut yang dibuka. Semakin luas lahan budidaya yang dibuka maka semakin
banyak tenaga kerja yang terserap dan juga semakin besar pendapatan
pekerja pertanian

Makin banyak budidaya yang dibuka, maka semakin banyak pekerja di


wilayah pedesaan pantai yang terserap. Apabila diasumsikan bahwa satu (1)
RTP mengerjakan budidaya 2-3 petak (Anggadireja, 2006) dan dalam 1 ha
lahan terdapat petak sebanyak 64 unit (Jaya Suastika,2006), maka dalam 1
ha akan terserap 21 RTP (64 petak/3 rakit). Apabila diasumsikan bahwa 1
RTP terdapat 2 pekerja pertanian (nelayan dan isterinya), maka setiap Ha
lahan budidaya rumput laut akan menyerap 42 pekerja (21 RTP x 2 orang).

Dibukanya usaha-usaha budidaya rumput laut akan berdampak pada :


peningkatan kesejahteraan masyarakat pantai, dan distribusi pendapatan
yang makin merata. Apabila 1 Ha membutuhkan 25 pekerja musiman selama
4 hari kerja (2 hari persiapan lahan dan 2 hari panen) dan 17 hari kerja
budidaya, maka upah yang masuk ke sektorr tenaga kerja pertanian dapat
diperhitungkan seperti berikut ini.

Jumlah upah = (4 hari x 25 pekerja musiman x Rp.50.000,-) + (17 hari x 2


pekerja pembudidaya x Rp.50.000)
= Rp,6.700.000.- per sklus
= Rp.26.800.000,- per Ha per tahun 4 kali musim

Dampak usaha budidaya rumput laut pada perekonomian dapat dilihat dari
pendapatan (laba usaha budidaya) per RTP. Dengan dasar perhitungan aspek
keuangan (Bab V), di mana secara rata-rata per petak menghasilkan Rp.
413.250 per siklus,dan seseorang pembudidaya (RTP) memiliki 3 peta, maka
satu RTP (1 KK) akan memperoleh pendapatan rata-rata Rp.1.300.000,- per
siklus. Apabila 1 ha lahan dikerjakan oleh 21 RTP, maka jumlah pendapatan
usaha budidaya yang dinikmati oleh RTP adalah sebesar = 21 RTP x Rp.
1.300.000,- = Rp. 27.300.000,-

b. Dampak Lingkungan

Budidaya rumput laut tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan dan juga


tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan pola
budidaya rumput laut hanya bersifat memanfaatkan lingkungan dan

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 38


menumpang pada lingkungan tanpa harus merubah kondisi lingkungan.
Dengan adanya budidaya rumput laut bahkan bisa menjadi sarana
kebersihan lingkungan, karena budidaya rumput laut mengharuskan adanya
kegiatan pembersihan lingkungan dari sampah dan limbah. Namun demikian
kehadiran usaha budidaya rumput laut juga dapat berbenturan dengan
kepentingan wisata, dan juga kegiatan alur pelayaran nelayan. Namun
kondisi ini relatif mudah diatasi dengan teknik budidaya yang ada dan
pengaturan jalur lalu lintas perahu nelayan.

Dalam rangka menjaga keberlangsungan dan perkembangan usaha budidaya


rumput laut, maka pihak pemerintah pusat perlu bekerjasama dengan
pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi/wilayah budidaya. Penetapan
ini diatur dalam Perda tentang tata ruang sehingga usaha budidaya ini
memiliki kepastian/landasan hukum. Perda atau Peraturan Pemerintah pusat
atau daerah dapat meminimalisir konflik kepentingan dengan sektor lain.

Hal lain yang penting untuk diwaspadai dapat mengancam produktivitas


rumput laut adalah limbah rumah tangga, limbah perahu /kapal laut,
kegiatan pariwisata (selancar dan perahu); dan limbah industri.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 39


7. Penutup
a. Kesimpulan
1. Rumput laut merupakan komoditi yang banyak dan mudah
dibudidayakan di berbagai wilayah Indonesia. Sampai saat ini potensi
ini baru diolah sebanyak 2-3% dari potensi yang ada.
2. Permintaan dunia akan rumput laut baik raw seaweed (rumput laut
kering) maupun olahan berkembang rata-rata 5-10%. Demikian juga
ekspor Indonesia selalu mengalami perkembangan antara 10-15% per
tahun.
3. Perkembangan permintaan dan ekspor ini mengindikasikan adanya
potensi dan peluang pasar.
4. Potensi dan peluang pasar ini bisa dimanfaatkan karena ketersediaan
bibit, lingkungan, pengalaman SDM, serta kemudahan penerapan
teknik budidaya rumput laut yang relatif mudah dan tidak
memerlukan biaya mahal.
5. Keberhasilan budidaya rumput laut ditentukan oleh pasar, mutu
produk, bibit, lingkungan, teknik budidaya dan pengolahan pasca
panen.
6. Kualitas produk dan produktivitas budidaya sangat dipengaruhi bibit,
teknik budidaya, pemanenan dan pengolahan pasca panen.
7. Budidaya rumput laut perlu memperhatikan lokasi, teknik yang akan
dipakai, pengawasan dan pasca panen. Lokasi yang dipilih harus dikaji
dari syarat basis: kejernihan, salinitas, temperatur, nutrisi, kecepatan
arus dan gangguan dari hewan dan aktivitas manusia.
8. Masa budidaya rumput laut adalah selama 6 bulan (180 hari) dengan
siklus panen 45 hari. Produktivitas budidaya haruslah > 5% Seaweed
Growth Rate (SGR). Rendemen 12.5%, kadar kotoran 2%, dan kadar
air maksimum 35%.
9. Budidaya rumput laut sangat menguntungkan. Tingkat rentabilitas
budidaya untuk teknik tali lepas dasar: profit margin 20 % per siklus,
dan ROI mencapai 14,14%. per musim budidaya per tahun.
10.Kebutuhan modal relatf bervariasi tergantung pada jenis teknik
budidaya yang dipakai. Untuk teknik tali lepas dasar kebutuhan biaya
investasi per 16 petak adalah Rp . 21.145.000,- terdiri dari modal
investasi Rp. 10.880.000,- dan modal kerja sebesar Rp. 10.265.000,-
Kebutuhan dana untuk usaha 70% dapat dimintakan kredit sesuai
ketentuan bank yang berlaku. Jumlah kredit dibutuhkan adalah Rp.
14.802.000,- terdiri dari Rp. 7.626.000,- kredit investasi dan Rp.
7.186.000,- kredit modal kerja.
11.Usaha budidaya rumput-laut mengindikasikan kelayakan usaha yang
sangat aman, karena NPV = Rp. 7.829.000,- IRR = 80,69% lebih

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 40


besar dibanding discount rate 18.00 % per siklus 45 hari; Net BCR =
1,740, dan PBP 10 siklus.
12.Dengan analisis sensitivitas budidaya rumput laut sensitif terhadap
penurunan pendapatan hingga 8%, kenaikan biaya operasional hingga
11% dan penurunan pendapatan sekaligus kenaikan biaya operasional
hingga 5%.

b. Saran

1. Untuk memperluas dan menunjang pemasaran maka perlu dibangun


jaringan pemasaran, informasi pasar tentang harga, pemesanan dan
standard.
2. Perlu dibangun/didirikan lembaga yang independent untuk mengukur
kualitas rumput laut yang diperdagangkan termasuk dalam hal ini
sertifikasi.
3. Pelatihan, demplot, dan memfasilitasi kerjasama antara pembudidaya,
perbankan dan pembeli perlu diperluas dan ditingkatkan
operasionalisasinya.
4. Perbankan perlu memanfaatkan lembaga/tokoh lokal untuk menjadi
fasilitator dan Pembina kegiatan pendanaan. Aspek sosial dan budaya
perlu untuk dipertimbangkan dalam realisasi pendanaan/pengucuran
kredit.
5. Perlu penyesuaian skim kredit agar sesuai dengan kebutuhan.
6. Perlu pembinaan budidaya, dan penanganan pasca panen yang
hiegienis dan memenuhi standard atau ketentuan standard
perdagangan (pasar).

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 41


LAMPIRAN

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut (Tali Letak Dasar) 42


Lampiran 1. Asumsi dan Parameter Perhitungan
Lampiran 2. Kebutuhan Biaya Investasi dan Modal Kerja
Lampiran 3. Perhitungan Hasil Panen dan Penjualan Rumput Laut Kering Per Siklus Panen
Lampiran 4. Proyeksi Laba Rugi
Lampiran 5. Proyeksi Laba Rugi

Anda mungkin juga menyukai