JIWA HALUSINASI
Oleh
Yuventus Hirung
181114401972
3B KEPERAWATAN
TAHUN 2021
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Istilah halusinasi berasal dari Bahasa latin hallucination yang
bermakna secara mental mengembara atau menjadi linglung. Jardir, dkk.
2013 menegaskan “The tern hallucination comes from the Latin
“hallucination”: to wander mentally or to be absent-minded”. Halusinasi
adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (stuart & Laraia, 2015).
Halusinasi adalah salah satu gangguang jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. (Damaiyanti,
2008).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
teresepsi. (Yosep, 2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan atau distori
terhadap stimulus tersebut. (Nanda-1, 2012).
B. Proses terjadinya
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress
adaptasi Stuart-Laraia.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari :
a. Faktor biologis : adanya riwayat anggotan keluarga yang
mengalami ganggan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lain (NAPZA).
2
b. Faktor psikologi : memiliki riwayat kegagalan yang berulang.
Menjadi korban pelaku maupun saksi dari pelaku kekerasan serta
kurangnya kasih sayang dari orang-orang yang berarti bagi pasien
serta perilaku orang tua yang overprotektif.
c. Sosio budaya dan lingkungan : sebagian pasien halusinasi berasal
dari keluarga dengan ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki
riwayat penolakan dari lingkungan atau dari orang lain yang berarti
pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali
memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami
kegagalan dalam hubungan social (penceraian, hidup sendiri), serta
tidak bekerja.
2. Faktor Presipitasi
Adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau
tuntunan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
pasien serta konflik antar masyarakat.
3. Rentang Respon Neurobiologis
Stuart and Laraia menjelaskan rentang respon neurobiolgis pada pasien
dengan gangguan sensori persepsi halusinasi sebagai berikut.
harmonis
C. Tahapan Halusinasi
3
Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu :
4
Stage V : Conquering Pengalaman sensori terganggu. Klien mulai terasa
Panic Level Of Ansiety. terancam dengan datangnya suara-suara terutama
bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau
Klien mengalami perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
gangguan dalam menilai Halusinasinya dapat berlangsung selama minimal
lingkungannya. empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.
5
6. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba. Penderita merasa
diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia dengan waham kebesaran
terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi Kinestetik penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam
suatu ruang atau badannya bergerak-gerak. Misalnya phantom
phenomenon atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
(phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu
akibat pemakaian obat tertentu.
8. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakkan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung,pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
6
12. Berpengalaman dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perawat dari perawat.
17. Takpak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
7
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam
sebagai berikut :
1. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
2. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara, perawat kepada klien
dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut
sebagai data primer dan data yang di ambil dari hasil catatan tim
kesehatan lain sebagai data sekunder.
8
atau optik b. Ketakutan pada sesuatu sinar, bentuk kartun,
yang tidak jelas melihat hantu atau
monster.
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul, klien dengan gangguan
persepsi sensorik halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Gangguan persepsi sensorik : halusinasi
2. Isolasi sosial.
3. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal).
9
C. Rencana Keperawatan
STRATEGI PELAKSANAAN
SP1P SP1K
SP2P SP2K
SP3P SP3K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan 1) Membantu keluarga membuat
harian klien. jadwal aktivitas di rumah
2) Melatih klien mengendalikan termasuk minum obat (discharge
halisunasi dengan cara planning)
melakukan kegiatan. 2) Menjelaskan pollow up klien
3) Menganjurkan klien setelah pulang.
memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian.
10
SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien.
2) Memberikan penkes tentang
penggunaan obat secara
teratur.
3) Menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian.
11
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Contoh implementasi dan evaluasi keperawatan gangguan persepsi sensori Halusinasi Pendengaran.
No.
Diagnosa Rencana Implementasi
Hari/tgl DX Evaluasi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan
Senin 1 Gangguan persepsi SP1P gangguan Melakukan SP1P gangguan S: Klien mengatakan dapat
9/7/19 sensori : halusinasi persepsi persepsi sensori: halusinasi melakukan latihan menghardik
09.00 pendengaran sensori: pendengaran munculnya suara palsu
Halusinasi
pendengaran 1. Mengindetifikasi jenis O:
halusinasi klien. 1. Klien mampu menyebutkan
2. Mengidentifikasi isi apa yang dia alami.
halusinasi. 2. Kontak mata kurang.
3. Mengidentifikasi waktu 3. Kooperatif .
klien. 4. Klien dapat melakukan cara
4. Mengidentifikasi frekuensi mngontrol Halusinasi dengan
halusinasi klien. cara menghardik
5. .Mengidentifikasi situasi 5. Klien dapat memasukan
yang dapat menimbulkan latihan menghardik ke dalam
halusinasi klien. jadwal hariannya yaitu pada
6. Mengidentifikasi respon pukul 11.00 dari 15.00
klien halusinasi.
7. Mengajarkan klien A: SP1P tercapai
menghardik halusinasi.
8. Menganjurkan klien P: Perawat SP2P gangguan
memasukan kedalam persepsi sensori: halusinasi
kegiata harian pendengaran pada pertemuan
ke 2 pada hari senin, 9 juli
12
2019, pukul 11.00 diruang
perawatan pasien.
Klien:
Memotivasi klien mengontrol
halusinasi dengan cara menghardi
dan melatih sesuai jadwal
11.00 1 Gangguan persepsi SP2P gangguan Melakukan SP2P gangguan S: Klien mengatakan dapat
sensori : halusinasi persepsi persepsi sensori: halusinasi melakukan kegiatan-kegiatan
pendengaran sensori: pendengaran yang sudah dijadwalkan dan
Halusinasi mampu menyebutkannya.
pendengaran 1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien. O:
2. Melatih klien 1. Klien mampu menyebutkan
mengandalikan kegiatan hariannya.
halusianasi dengan cara 2. Kontak mata ada.
bercakap-cakap dengan 3. Klien kooperatif.
orang lain. 4. Klien dapat melakukan cara
3. Mengajurkan klien mngontrol Halusinasi dengan
memasukan kedalam cara menghardik.
kegiatan harian klien 5. Klien dapat melakukan cara
mngontrol Halusinasi dengan
cara bercakap.
6. Klien dapat memasukan
latihan menghardik ke dalam
jadwal hariannya yaitu pada
pukul 10.00
13
A: SP2P tercapai
Klien :
Memotivasi klien mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap
sesuai dengan jadwal harian.
Selasa 1 Gangguan persepsi SP3P gangguan Melakukan SP3P gangguan S: Klien mengatakan dapat
10/7/19 sensori : halusinasi persepsi persepsi sensori: halusinasi melakukan dan menyebutkan
09.00 pendengaran sensori: pendengaran kegiatan harian yang sudah
Halusinasi terjadwalkan
pendengaran 1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien. O:
2. Melatih klien mengontrol 1. Klien mampu menyebutkan
halusinasi dengan cara kegiatan hariannya yaitu
melakukan kegiatan. mencuci tempat makan.
3. Mengajurkan klien 2. Klien memasukan kegiatan
memasukan kedalam mencuci tempat makan
kegiatan harian klien kedalam jadwal harian pada
pukul 08.30
3. Bicara ngelantur.
4. Kontak mata ada
14
A: SP3P tercapai
Klien:
Memotovasi klien mengontrol
halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan sesuai dengan jadwal
harian.
11.00 1 Gangguan SP4P gangguan Melakukan SP4P gangguan S: Klien mengatakan meminum
persepsi sensori : persepsi persepsi sensori: halusinasi obat secara teratur.
halusinasi sensori: pendengaran
pendengaran Halusinasi O:
pendengaran 1. Mengevaluasi jadwal 1. Klien mampu melakukan
kegiatan harian klien. jadwal harian yang sudah
2. Memberikan pendidikan dibuat.
kesehatan tentang 2. Klien memasukan minum
penggunaan obat secara obat kedalam jadwal hariam
teratur. klien pada pukul 08.00,
3. Mengajurkan klien 12.00 dan 18.00
memasukan kedalam 3. Kontak mata ada
kegiatan harian klien 4. Klien mampu menunjukan
dan menyebutkan jenis obat
5. Afek sesuai
15
6. Klien kooperatif
A: SP4P tercapai
Klien:
Memotivasi klien mengontrol
halusnasi dengan cara minum
obat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, A.h., Fitryasari, Rizky PK dan Nihayati, Hanik Endang. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Yupi Supartini. 2018. Modul Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Asosiasi
Institusi Pendidikan Vokasi Keperawatan Indonesia
17