Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
gastroenteritis akut masih merupakan masalah kesehatan utama dari masyarakat
Indonesia. Dari daftar urutan penyebab Poliklinik Rumah Sakit / Puskesmas / Balai
Pengobatan, hampir selalu ternasuk dalam kelompok 3 penyebab kunjungan kesarana
kesehatan tersebut.
Angka kesakitan gastroenteritis akut sekitar 200 – 400 kejadian diantara 1000
penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60
juta kejadian setiap tahunnya. Sebagian besar (70 – 80%) dari penderita ini adalah
kelompok anak di bawah 5 tahun (balita).
Gastroenteritis akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat
dan konsistensi tinja lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Penyebab gastroenteritis akut terbanyak di Indonesia adalah masih infeksi, hal
ini disebabkan sanitasi dan hygiene yang masih buruk.Walaupun demikian penyebab –
penyebab lain dari gastroenteritis akut perlu diwaspadai dan perlu dicegah serta diobati
sesegera mungkin.
Gastroenteritis akut banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari – hari di
Indonesia. Gastroenteritis akut merupakan penyebab utama kematian di dunia, terutama
di daerah berkembang. Gastroenteritis akut banyak mengenai anak dibandingkan
dewasa. World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 3,5 juta kematian
pertahun disebabkan oleh Gastroenteritis atau diare akut, dimana 80% dari kematian ini
mengenai anak – anak dibawah umur 5 tahun. Di Amerika Serikat, diperkirakan 200 –
300 juta episode gastroenteritis akut timbul tiap tahunnya, mengakibatkan 73 juga
dokter memeriksa pasien yang bersangkutan, 1,8 juta perawatan di rumah sakit dan
3.100 kematian. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare
sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat derastis dibandingkan
dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di
awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat
menderita diare. “Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare

1
yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu
prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada
kesehatan mayarakat.

TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi


permasalahan di dunia hingga saat ini, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di
negara maju.1 WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh TB
Paru. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya jumlah penderita TB Paru yang
ditemukan di masyarakat dan sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB Paru
merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan.
Setelah sebelumnya berada di peringkat 3 dengan prevalensi TB Paru tertinggi
setelah India dan Cina, berdasarkan laporan WHO, pada tahun 2007 peringkat Indonesia
turun ke peringkat 5 dengan prevalensi TB Paru tertinggi setelah India, Cina, Afrika
Selatan, dan Nigeria.3 Di seluruh dunia, TB Paru merupakan penyakit infeksi terbesar
nomor 2 penyebab tingginya angka mortalitas dewasa sementara di Indonesia TB Paru
menduduki peringkat 3 dari 10 penyebab kematian dengan proporsi 10% dari mortalitas
total.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case ini bertujuan untuk lebih memahami tentang diagnosis dan
penatalaksanaan pada Gastroenteritis akut + susp TB paru

1.3 Batasan Masalah


Dalam case ini hanya akan dibahas tentang diagnosis dan penatalaksanan pada
Gastroenteritis akut + susp TB paru

1.4 Metode Penulisan


Case ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Gastrienteritis Akut
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh

virus maupun bakteri pada traktus intestinal Pada diare infeksius umum infeksi paling

luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi infeksi,

mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu,

motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar

cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada saat yang

sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan. Ini merupakan

mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal dari infeksi. Diare yang

sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri

seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi

cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripaLieberkühn pada ileum distal dan kolon.

Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya mengabsorpsi

maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit

dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.

Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan

atau tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan

berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare akut

timbul secara mendadak dan berlangsung terus secara beberapa hari Kehilangan cairan

dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi

timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada masukan. Lebih banyak

3
tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan garam yang hilang. Dehidrasi dapat

diperburuk oleh muntah, yang sering menyertai diare.

2.2 Epidemiologi
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5
tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di
Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak.
Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara
7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan
ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula.
Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di
Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan
1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian
diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80%
terutama pada anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24
bulan (Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare
menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya.
Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3 miliyar dan
kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya. Data statistik menunjukkan bahwa
setiap tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua pertiganya
adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari 600.000 jiwa. Di beberapa
rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati
peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke
rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu
berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau internasional),
kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan masa inkubasi pendek. Jika
tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin.

4
2.3 Etiologi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut)

ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

a. Diare Sekresi (secretorydiarrhoea), disebabkan oleh:

1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:

a) Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigelladysentriae.

b) Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.

c) Infeksi Parasit misalnya Entamoebahystolitica, Giardiosislambia.

2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,

makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi.

b. Diare Osmotik (Osmoticdiarrhoea), disebabkan oleh :

1) Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).

2) KKP (Kekurangan Kalori Protein).

3) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir.

2.4 Patofisiologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang

terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat

menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat

dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa.

Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke laminapropia serta kerusakan mikrovili

yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak

mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,

Adenovirusenteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella,

5
Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (BiardiaLambia, Cryptosporidium).

Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi

enterotoksin atau sitotoksindimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus

pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu

penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan

makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya

diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan

tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan

elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain

itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air

dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang

mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah

kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa

(Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),

hipoglikemiadangangguan sirkulasi darah.

2.5 klasifikasi

Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:

a) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan

Enterotolitisnektrotikans.

b) Diare non spesifik : diare dietetis.

2) Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :

6
a) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkanoleh

bakteri, virus dan parasit.

b) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:diare

karena bronkhitis.

3) Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,

berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai

30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang

berakhir dalam 14 hari.

b) Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi

Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui

bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.

2.6 Manifestasi Klinis


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau

demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung

beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan

kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatanhipovolemik

atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena

kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung,

lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan

bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH

darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih

7
cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan

asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik

yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan

baseexcess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat

dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah

menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung

ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga

dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi

ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul

penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita

menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat,

akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam

sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada

pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Fisik

1.Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis

sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.

2. Pemeriksaan sistematik :

Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus

kemerahan.

Perkusi : adanya distensi abdomen.

Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.

Auskultasi : terdengarnya bising usus.

8
Pemeriksaan diagnostic/penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium.

a. Pemeriksaan tinja.

b.Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila

memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila

memungkinkan.

c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.

2. Pemeriksaan elektrolit intubasiduodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau

parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

3. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya

tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

2.7 Diagnosa
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya

belum bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka

dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya sel

darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari muntah,

makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah diagnosa

menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas :

1) Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare

2) Pemeriksaaan fisik

3) Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi

4) Foto

5) Endoskopi (EGD-EsophagusGastroDuodenoscopy).

9
2.8 Penatalaksanaan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara

sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian

makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan

terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit

secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi beratDalam garis besar pengobatan diare

dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :

a. Pengobatan Cairan

Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus

diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan

1) jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL

(Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui

keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).

2) cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung CWL

(Concomitantwaterlosses)

Ada 2 jenis cairan yaitu:

1) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS,

tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L.

Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride

80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiroet.al., 2005). Ada beberapa cairan rehidrasi

oral:

a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,

yang dikenal dengan nama oralit.

10
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di

atasmisalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain,

disebut CRO tidak lengkap.

2) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi

parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan

evaluasi:

a) Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah

b) Perubahan tanda-tanda dehidrasi

b. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena

40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi

seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan

kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada

pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare

Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3

hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole

250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).

c. Obat anti diare

- Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril

yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin

11
dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari

elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.

- Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamidHCl serta kombinasi

difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,

loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat

tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat

memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensidiare.Bila diberikan dengan

cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai

80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak

dianjurkan.

- Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan

atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.

Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat

yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

- Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantagooveta, Psyllium, Karaya

(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan

dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak

dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x

sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

12
- Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomycesboulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan

memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.

Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan

dalam jumlah yang adekuat.

2.6 Komplikasi
Dehidrasi, Renyatan Hiporomelik, Kejang, Bakterikimia, Malnutrisi, Hipoglikimia,
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
Dari komplikasi Gastroenteritis, tingkat dehidrasi dapat di klasifikasikan
sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan 5 – 8% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 – 10% dari BB dengan gambaran klinik seperti tanda
dihidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai
koma, otot kaku sampai sianosis.

3.1 Defenisi Tuberculosis Paru


Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB
paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan (sesak
napas, nyeri dada, hemoptisis) dan/atau gejala tambahan (tidak nafsu makan, penurunan
berat badan, keringat malam dan mudah lelah) Dalam menentukan suspek TB harus

13
dipertimbangkan faktor seperti usia pasien, imunitas pasien, status HIV atau prevalens
HIV dalam populasi.
Kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium
tuberculosis complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan, cairan tubuh,
usap tenggorok dll) dan kultur. Pada negara dengan keterbatasan kapasitas laboratorium
dalam mengidentifikasi M.tuberculosis maka TB paru dapat ditegakkan apabila
ditemukan satu atau lebih dahak BTA positif. Atau, seorang pasien yang setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga diagnosis TB oleh dokter maupun
petugas kesehatan dan diobati dengan paduan dan lama pengobatan yang lengkap.

3.2 Etiologi dan Faktor Risiko TB Paru


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi
kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis. Organisme ini termasuk ordo
Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Genus
Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya Mycobacterium tuberculosis
yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping
lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2 μm-4 μm dan
lebar 0,2 μm–0,5 μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak
berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler.
Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang
organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan
merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai
senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan
pertumbuhan pada media kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu. Suhu
optimal untuk tumbuh pada 37ºC dan pH 6,4-7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60ºC akan
mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan
radiasi sinar ultraviolet. Selnya terdiri dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican
yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang melindungi sel mikobakteria dari lisosom
serta menahan pewarna fuschin setelah disiram dengan asam (basil tahan asam)
Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia daripada bakteri yang lain
karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang bergerombol.

14
Mikobakteria ini kaya akan lipid., mencakup asam mikolat (asam lemak rantai-panjang
C78-C90), lilin dan fosfatida.Dipeptida muramil (dari peptidoglikan) yang membentuk
kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid
merangsang nekrosis kaseosa. Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung
jawabterhadap sifat tahan-asam bakteri.
Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan :
1. Faktor host terdiri dari:
a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terkena TB.
b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran penting dalam aktivasi makrofag dan
membatasi pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum akan
meningkatkan risiko terinfeksi TB.
c. Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti keganasan, gagal
ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk terkena TB.
d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki risiko untuk terkena TB
primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu, pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid
dan TNF-inhibitor juga memiliki risiko untuk terkena TB.
e. Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak terjadi pada
orang tua daripada dewasa muda dan anak-anak
2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan berisiko untuk
terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan yang banyak terjadi kasus TB
juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB. Selain itu sosioekonomi juga
berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB dimana sosioekonomi rendah memiliki
risiko lebih tinggi untuk terkena TB.
Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang
terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat
penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak
terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah

15
pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan Basil Tahan Asam
(BTA) positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko
tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula
kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius.

3.3 Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru,
dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali(restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lainsarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus
yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di parubersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaranini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadianpenyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahantubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang

16
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkinberakhir
dengan : Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
2. Tuberkulosis postprimer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-
primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama
yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidakmeninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :

17
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti
yangterbungkus, dan menciut sehingga kelihatan sepertibintang (stellate
shaped).

3.4 Klasifikasi Tuberkulosis


Berdasarkan hasil pemerikasaan sputum, TB paru dikategorikan menjadi:
1. TB Paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif.
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.

2. TB Paru BTA Negatif


a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
menunjukkan tuberkulosis positif (PDPI, 2011).
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

18
2. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok
ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
(+) setelah selesai pengobatan ulangan

3.5 Gambaran Klinis


Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Gejala klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
a. Gejala respiratori:
o Batuk > 2 minggu
o Batuk darah
o Sesak napas
o Nyeri dada

19
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
b. Gejala sistemik:
o Demam
o Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun
c. Gejala TB ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening.
Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada pleuritis TB terdapat gejala
sesak nafas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

3.6 Diagnosis TB paru


Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif artinya penjaringan suspek
penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif,
baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan
penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive
case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif)
Selain itu semua yang memiliki kontak dengan penderita TB paru BTA positif
dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan
menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah
penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita
harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu –
pagi - sewaktu ( SPS ).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.

20
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak didaerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amorfik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi suara napas
yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfangitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.

Pemeriksaan Bakteriologi
1. Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat
penting dalam menenggakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkovaskuler (bronchoalveolar lavage (BAL), urin, feses dan
jaringan biopsi (termasuk biosi jarum halus (BJH)
2. Cara pengumpula dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau
untuk kepentingan kultur dan uji kepekaan dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan patologi anatomi.
3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, BAL, urin, feses dan jaringan biopsi
termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :
- Mikroskopis

21
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopis
Mikroskopis biasa : pemeriksaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin- rhodamin
Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
International Union Against Tuberculosis and Lun Disease (IUATLD).
- Skala IUALD
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto
lateral, top lordotic, oblik atau CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
- Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura

Pemeriksaan penunjang lainnya

22
1. Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis
yang mendukung diagnosis TB adalah uji rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu:
- Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
- Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, cope dan veen
silverman)
- Biosi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal needle aspiration (TTNA), biopsi paru terbuka.
- Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai TB
- Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk TB.
Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang spesifik.
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
pemeriksaan fisis, kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. Pada
TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-

23
otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau
paru.
Pada pemeriksaan radiologi, gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :
1. Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.

3.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan TB adalah :
- Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
- Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutnya
- Mencegah kekambuhan
- Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
- Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya
Pengobatan TB menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya
lama pengobatan adalah 6-8 bulan.

1. Obat anti tuberkulosis (OAT)


Obat yang dipakai:
a. Jenis obat lini pertama adalah:
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Etambutol
- Streptomisin
b. Jenis obat lini kedua adalah:
- Kanamisin
- Kapreomisin

24
- Amikasin
- Kuinolon
- Sikloserin
- Etionamid/protionamid
- Para-amino salisilat (PAS)
Kemasan :
- Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap/ KDT (Fixed dose combination/FDC). Kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet.

Jenis dan dosis OAT


Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg)/berat badan
(Mg/Kg maks/hari (kg)/hari
BB/Hari) (mg)
Harian Intermitten <40 40-60 >60
(mg/kgB (mg/Kg/BB/
B/Hari) kali)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S* 15-18 15 15 1000 Sesuai 750 1000
BB
*Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500 mg
perhari.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR. Pengembangan strategi DOTS
untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO. International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk
menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi tetap dalam pengobatan TB

25
primer pada tahun 1998. Dosis obat TB kombinasi tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel berikut.
Fase intensif 2-3 bulan Fase lanjutan 4 bulan
Harian Harian 3x/minggu
BB (RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5

Penetuan dosis terapi KDT 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh
WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan
non toksik. Pada kasus yang mendapat obat KDT tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/dokter spesialis paru/fasilitas yang mampu
menanganinya.
Panduan obat antituberkulosis
Pengobatan TB standar dibagi menjadi :
Pasien baru
Panduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis setiap hari.
Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif
dilanjutkan dengan pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOT 2HRZE/4H3R3
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama
menunggu hasil uji kepekaan, diberikan paduan obat 2HRZES/RZE/5HRE.
Pasien multi drug resistant (MDR)
Catatan:
Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru sedangkan
kasus TB-MDR dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR
a. Efek samping OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

26
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat. Bila efek samping ringan dapat
diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Pendekatan
berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan efek samping OAT.
Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan efek samping umum
yaitu mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang mengalami efek samping minor
sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan diberikan pengobatan simptomatis.
Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor), OAT penyebab dapat
dihentikan dan segera pasien dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih besar atau dokter
paru untuk tatalaksana lanjutan.
Efek samping Obat Tatalaksana
Mayor Hentikan obat penyebab dan
rujuk secepatnya
Kemerahan kulit dengan atau Streptomisin, Hentikan OAT
tanpa gatal Isoniazid,
Rifampisin,
Pirazinamid
Tuli (bukan disebabkan Streptomisin Hentikan streptomisin
kotoran)
Pusing (vertigo dan nistagmus) Streptomisin Hentikan sterptomisin
Kuning (setelah penyebab lain Isoniazid, Hentikan pengobatan TB
disingkirkan), hepatitis Pirazinamid,
Rifampisin
Bingung (diduga gangguan Sebagian Hentikan pengobatan TB
hepar berat bila bersamaan besar OAT
dengan kuning)
Gangguan penglihatan (setelah Etambutol Hentikan etambutol
gangguan lain disingkirkan)
Syok, purpura, gagal ginjal akut Rifampisin Hentikan rifampisin
Penurunan jumlah urin Streptomisin Hentikan streptomisin
Minor Teruskan pengobatan, evaluasi
dosis obat
Tidak nafsu makan, mual Pirazinamid, Berikan obat bersamaan dengan
muntah dan nyeri perut rifampisni, makanan ringan atau sebelum tidur
Isoniazid dan anjurkan pasien untuk minum

27
obat dengan air sedikit demi
sedikit. Apabila terjadi muntah
yang terus menerus, atau ada tanda
perdarahan segera pikirkan efek
samping mayor dan segera rujuk
Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin atau NSAID atau
parasetamol
Rasa terbakar, kebas atau Isoniazid Piridoksin dosis 100-200 mg/hari
kesemutan pada tangan atau selama 3 minggu. Sebagai
kaki profilaksis 25-100 mg/hari
Mengantuk Isoniazid Yakinkan kembali, berikan obat
sebelum tidur
Urin berwarna kemerahan atau Rifampisin Yakinkan pasien dan sebaiknya
oranye pasien diberi tahu sebelum mulai
pengobatan
Sindrom flu (demam, Dosis Ubah pemberian dari intermitten ke
menggigil, malaise, sakit rifampisin pemberian harian.
kepala, nyeri tulang) intermitten

b. Evaluasi pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologis, radiologi, dan efek samping obat,
serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis
o Pasien dievaluasi secara periodik
o Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit.
Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
Evaluasi bakteriologis (0-2-6/8 bulan pengobatan)
o Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
o Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis.
 Sebelum pengobatan dimulai
 Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
 Pada akhir pengobatan

28
o Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
o Sebelum pengobatan
o Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
o Pada akhir pengobatan.
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam
2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTAS dahak dan foto toraks
(sesuai indikasi/bila ada gejala)
Definisi kasus hasil pengobatan
Hasil Definisi
Sembuh - Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum
pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur
negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali
pemeriksaan sputum sebelumnya negatif
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan)
tetap sama/perbaikan
- Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan
negative
Pengobatan Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak
lengkap memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir
pengobatanb
Gagal Pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan
pengobatan kelima atau lebih dalam pengobatan
Meninggal Pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama
dalam pengobatan
Lalai berobat Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua bulan
berturut-turut atau lebih
Pindah Pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan) berbeda

29
dan hasi akhir pengobatan belum diketahui.
Pengobatan Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap.
sukses/berhasil
a)
Definisi untuk TB paru BTA positif dan negatif, dan TB ekstraparu
b)
Pemeriksaan sputum belum dilakukan atau hasilnya belum ada

3.7 Komplikasi
Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam
masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
mungkin timbul adalah:
- Batuk darah masive
- Pneumotoraks
- Efusi pleura
- Destroyed Lung
Pada keadaan komplikasi harus dirujuk ke fasilitas yang memadai.

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Penderita
Nama : Tn. F
Umur : 26 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai TU SMP
Alamat : Saniang Baka
Status : Belum menikah

30
Tanggal masuk : 3 Desember 2016

Anamnesa
Keluhan utama
 Mencret sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang :
• Mencret sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Meningkat
sejak 2 hari ini dengan frekuensi 5-7 kali dalam sehari. Mencret bercampur
dengan ampas, warna keruh dan berbau amis. Tidak disertai lender dan
darah. Mual disertai muntah dengan frekuensi 4 kali berisi makanan yang
dimakan.
• Nyeri pada perut bagian atas, terutama dirasakan saat mencret dan muntah.
Pasien merasakan lemes, pusing, dan badan terasa dingin.
• Demam dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan hilang timbul.
• Batuk sejak 2 minggu yang lalu. Batuk berdahak dengan dahak berwarna
agak kekuningan.. Batuk berdarah tidak ada.
• Sesak napas dirasakan sejak 3 sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca, makanan dan aktivitas.
• Nafsu makan menurun sejak 3 bulan yang lalu, disertai penurunan berat
badan.
• Tidak ada keringat malam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien sebelumnya belum pernah menderita sakit seperti ini
• Riwayat Maag ada sejak 5 tahun yang lalu.
• Riwayat thypoid pada tahun 2003. Berobat dengan dokter dan diberi obat
sampai sembuh.
• Riwayat asma disangkal.
• Riwayat minum OAT disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

31
• Tidak ada keluarga merasakan keluhan yang sama
• Riwayat asma disangkal..
• Riwayat minum OAT disangkal.

Riwayat Kebiasaan :
• Pasien belum menikah, tinggal bersama orang tua.
• Pasien merpakan seorang pegawai honor bagian tata usaha di sebuah SMP.
• Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak memakai narkoba..

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis cooperative.
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Frekuensi nadi : 68 x/menit
Frekuensi napas : 25 x/menit
Suhu : 36,9 0 C
Status gizi :
berat badan : 30 kg
tinggi badan : 150 cm
IMT : 12,0 Gizi kurang

Kulit : Turgor kulit normal, tidak kering, tidak ada sianosis dan ikterik
Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mulut : Lidah kotor tidak ada, hiperemis tidak ada, sianosis tidak ada.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : JVP : 5-2 cmH2O
Kelenjar getah bening
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Aksila : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

32
Thorak
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan , dalam keadaan
statis dinamis
 Palpasi : fremitus sama kanan = kiri
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : vesikuler, ronki (-/+) apex , wheezing (-/-)
Jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba pada medial RIC V
 Perkusi : Batas kanan linea sternalis dextra RIC 4
Batas kiri linea midklavikularis sinistra RIC 5
Batas atas linea sternalis sinistra RIC 2
Batas pinggang linea parastrernalis sinistra RIC 3
 Auskultasi : reguler, gallop (-),bising (-)
Abdomen
 Inspeksi : perut tidak terlihat membengkak
 Palpasi : tidak teraba massa, nyeri tekan di epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : bising usus (+) normal

Anggota Gerak : Oedem (+) pada ekstremitas inferior


Akral hangat

Laboratorium :
Pemeriksaan Nilai Normal
Hb : 11,4 gr/dl 11,5-16,5
HT : 32,2 % 37-45%

33
Leukosit : 9,41 mm3 4000-10000
Trombosit : 327.000 mm3 150.000-400.000
Faal Ginjal
Ureum : 118,9 mg/dl 20-50
Creatinin : 1,01 mg /dl 0,5-1,5
Metabolisme Karbohidrat
Ad Random : 103 mg% <180
Faal Hati
Albumin : 0,89 g/dl

Diagnosa kerja :
Diagnosa primer : Gastroenteritis akut +suspek TB paru

Diagnosis banding
Bronkopneumonia

Terapi dan anjuran


Umum :
 Bedrest
 IVFD NaCl 0,9 % 12 Jam/kolf

Khusus :
 Paracetamol 3 x 500 mg
 Ciprofloxacin 2 x 500 mg
 Curcuma 3 x 200 mg
 B Complex 3 x 1
 Neo diatab 2 x 2 tab

Pemeriksaan anjuran

 Rontgen foto thorak

34
 Pemeriksaan BTA sputum

Prognosis :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungtionam: Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Follow up :
Kamis, 8 Desember 2016
S : Mencret 2 kali dalam sehari
Mual (+) muntah (-)
Sakit kepala (+)
Nyeri otot dan sendi (+)
Demam (+)
Nafsu makan turun
O : Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis cooperative.
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 72 x/menit
Frekuensi napas : 24 x/menit
Suhu : 37,1 c
A : Gastroenteritis Akut + Suspek TB paru

P : IVFD NaCl 0,9 % 12 Jam/kolf


Paracetamol 3 x 500 mg

Ciprofloxacin 2 x 500 mg

Curcuma 3 x 200 mg

B Complex 3 x 1

Neo dia tab 2 x 2 tab

35
Jumat, 9 Desember 2016

S : Mencret tidak ada


Mual (+) muntah (-)
Sakit kepala (+)
Nyeri otot dan sendi (+)
Demam (-)
Nafsu makan sedikit sedikit
O : Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis cooperative.
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 70 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 36,5 c
A : Gastroenteritis Akut + Suspek TB paru

P : IVFD NaCl 0,9 % 12 Jam/kolf

Ciprofloxacin 2 x 500 mg

Curcuma 3 x 200 mg

B Complex 3 x 1

BAB IV
PEMBAHSAN KASUS
Seorang laki-laki berumur 26 tahun datang ke bangsal Penyakit Dalam RSUD
Solok pada tanggal 3 desember 2016 dengan keluhan Mencret sejak 1 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Meningkat sejak 2 hari ini dengan frekuensi 5-7 kali dalam
sehari. Mencret bercampur dengan ampas, warna keruh dan berbau amis. Tidak disertai
lender dan darah. Mual disertai muntah dengan frekuensi 4 kali berisi makanan yang
dimakan. Nyeri pada perut bagian atas, terutama dirasakan saat mencret dan muntah.

36
Pasien merasakan lemes, pusing, dan badan terasa dingin. Demam dirasakan sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan hilang timbul. Batuk sejak 2
minggu yang lalu. Batuk berdahak dengan dahak berwarna agak kekuningan.. Batuk
berdarah tidak ada. Sesak napas dirasakan sejak 3 sebelum masuk rumah sakit. Sesak
tidak dipengaruhi cuaca, makanan dan aktivitas. Nafsu makan menurun sejak 3 bulan
yang lalu, disertai penurunan berat badan. Tidak ada keringat malam.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, Keadaan umum
Lemah Kesadaran Compos mentis cooperative. Tekanan darah 90/70 mmHg
Frekuensi nadi 68 x/menit Frekuensi napas 25 x/menit Suhu 36,9 0 C.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,4 gr/dl, HT 32,2 %, Leukosit
9,41 mm3, Trombosit 327.000 mm3. Faal Ginjal Ureum 118,9 mg/dl, Creatinin 1,01
mg /dl Metabolisme Karbohidrat Ad Random 103 mg% Faal Hati Albumin 0,89 g/dl

Diagnosa pada pasien didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan


penunjang. Dari keseluruhan dapat didiagnosa bahwa pasien menderita Gastroenteritis
Akut + Suspek TB paru

Pengobatan yang diberikan pada pasien sesuai dengan gejala penyakit pada
pasien meliputi IVFD RL 12 Jam/kolf Paracetamol 3 x 500 mg, Ciprofloxacin 2 x 500
mg, Curcuma 3 x 200 mg, B Complex 3 x 1, Neo dia tab 2 x 2 tab

DAFTAR PUSTAKA
Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Tuberculosis.
Penghimpun dokter paru Indonesia. 2011.
Marie,MB,alejndro C, Arroliga MB, dkk. Gastrointestinal akut. Di unduh dari
www.medscape.com 8 desember 2016
sudoyoAW,dkk. 2010. Buku ajar penyakit dalam. Edisi V. Jakarta : interne
publishing.
Guyton& Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC

37
38

Anda mungkin juga menyukai