PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
gastroenteritis akut masih merupakan masalah kesehatan utama dari masyarakat
Indonesia. Dari daftar urutan penyebab Poliklinik Rumah Sakit / Puskesmas / Balai
Pengobatan, hampir selalu ternasuk dalam kelompok 3 penyebab kunjungan kesarana
kesehatan tersebut.
Angka kesakitan gastroenteritis akut sekitar 200 – 400 kejadian diantara 1000
penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60
juta kejadian setiap tahunnya. Sebagian besar (70 – 80%) dari penderita ini adalah
kelompok anak di bawah 5 tahun (balita).
Gastroenteritis akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat
dan konsistensi tinja lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Penyebab gastroenteritis akut terbanyak di Indonesia adalah masih infeksi, hal
ini disebabkan sanitasi dan hygiene yang masih buruk.Walaupun demikian penyebab –
penyebab lain dari gastroenteritis akut perlu diwaspadai dan perlu dicegah serta diobati
sesegera mungkin.
Gastroenteritis akut banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari – hari di
Indonesia. Gastroenteritis akut merupakan penyebab utama kematian di dunia, terutama
di daerah berkembang. Gastroenteritis akut banyak mengenai anak dibandingkan
dewasa. World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 3,5 juta kematian
pertahun disebabkan oleh Gastroenteritis atau diare akut, dimana 80% dari kematian ini
mengenai anak – anak dibawah umur 5 tahun. Di Amerika Serikat, diperkirakan 200 –
300 juta episode gastroenteritis akut timbul tiap tahunnya, mengakibatkan 73 juga
dokter memeriksa pasien yang bersangkutan, 1,8 juta perawatan di rumah sakit dan
3.100 kematian. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare
sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat derastis dibandingkan
dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di
awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat
menderita diare. “Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare
1
yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu
prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada
kesehatan mayarakat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Gastrienteritis Akut
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh
virus maupun bakteri pada traktus intestinal Pada diare infeksius umum infeksi paling
luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi infeksi,
mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu,
motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar
cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada saat yang
sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan. Ini merupakan
mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal dari infeksi. Diare yang
sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri
seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi
cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripaLieberkühn pada ileum distal dan kolon.
Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya mengabsorpsi
maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan
atau tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare akut
timbul secara mendadak dan berlangsung terus secara beberapa hari Kehilangan cairan
dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi
timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada masukan. Lebih banyak
3
tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan garam yang hilang. Dehidrasi dapat
2.2 Epidemiologi
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5
tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di
Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak.
Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara
7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan
ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula.
Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di
Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan
1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian
diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80%
terutama pada anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24
bulan (Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare
menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya.
Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3 miliyar dan
kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya. Data statistik menunjukkan bahwa
setiap tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua pertiganya
adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari 600.000 jiwa. Di beberapa
rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati
peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke
rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu
berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau internasional),
kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan masa inkubasi pendek. Jika
tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin.
4
2.3 Etiologi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut)
makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi.
3) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir.
2.4 Patofisiologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat
Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke laminapropia serta kerusakan mikrovili
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
5
Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (BiardiaLambia, Cryptosporidium).
enterotoksin atau sitotoksindimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu
diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain
itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa
(Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
2.5 klasifikasi
1) Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitisnektrotikans.
6
a) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkanoleh
b) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:diare
karena bronkhitis.
3) Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai
30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang
bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung,
lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan
darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih
7
cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan
asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik
yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan
dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi
ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul
penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat,
akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam
sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada
Pemeriksaan Fisik
2. Pemeriksaan sistematik :
kemerahan.
8
Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
memungkinkan.
2.7 Diagnosa
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya
belum bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya sel
darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari muntah,
makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah diagnosa
2) Pemeriksaaan fisik
4) Foto
5) Endoskopi (EGD-EsophagusGastroDuodenoscopy).
9
2.8 Penatalaksanaan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian
makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan
terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit
secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi beratDalam garis besar pengobatan diare
a. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
1) jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL
(Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui
2) cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung CWL
(Concomitantwaterlosses)
1) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS,
tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L.
oral:
a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,
10
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di
atasmisalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain,
2) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi
parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan
evaluasi:
b. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena
40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
11
dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari
- Kelompok opiat
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,
loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat
cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai
80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.
- Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan
atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.
Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat
- Zat Hidrofilik
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan
dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak
dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x
sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
12
- Probiotik
memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.
2.6 Komplikasi
Dehidrasi, Renyatan Hiporomelik, Kejang, Bakterikimia, Malnutrisi, Hipoglikimia,
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
Dari komplikasi Gastroenteritis, tingkat dehidrasi dapat di klasifikasikan
sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan 5 – 8% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 – 10% dari BB dengan gambaran klinik seperti tanda
dihidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai
koma, otot kaku sampai sianosis.
13
dipertimbangkan faktor seperti usia pasien, imunitas pasien, status HIV atau prevalens
HIV dalam populasi.
Kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium
tuberculosis complex yang diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan, cairan tubuh,
usap tenggorok dll) dan kultur. Pada negara dengan keterbatasan kapasitas laboratorium
dalam mengidentifikasi M.tuberculosis maka TB paru dapat ditegakkan apabila
ditemukan satu atau lebih dahak BTA positif. Atau, seorang pasien yang setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga diagnosis TB oleh dokter maupun
petugas kesehatan dan diobati dengan paduan dan lama pengobatan yang lengkap.
14
Mikobakteria ini kaya akan lipid., mencakup asam mikolat (asam lemak rantai-panjang
C78-C90), lilin dan fosfatida.Dipeptida muramil (dari peptidoglikan) yang membentuk
kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid
merangsang nekrosis kaseosa. Lipid dalam batas-batas tertentu bertanggung
jawabterhadap sifat tahan-asam bakteri.
Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan :
1. Faktor host terdiri dari:
a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terkena TB.
b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran penting dalam aktivasi makrofag dan
membatasi pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum akan
meningkatkan risiko terinfeksi TB.
c. Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti keganasan, gagal
ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk terkena TB.
d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki risiko untuk terkena TB
primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu, pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid
dan TNF-inhibitor juga memiliki risiko untuk terkena TB.
e. Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak terjadi pada
orang tua daripada dewasa muda dan anak-anak
2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan berisiko untuk
terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan yang banyak terjadi kasus TB
juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB. Selain itu sosioekonomi juga
berpengaruh terhadap risiko untuk terkena TB dimana sosioekonomi rendah memiliki
risiko lebih tinggi untuk terkena TB.
Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang
terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat
penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak
terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah
15
pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan Basil Tahan Asam
(BTA) positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko
tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula
kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius.
3.3 Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru,
dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali(restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lainsarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus
yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di parubersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaranini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadianpenyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahantubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang
16
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkinberakhir
dengan : Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau Meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
2. Tuberkulosis postprimer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-
primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama
yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidakmeninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :
17
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti
yangterbungkus, dan menciut sehingga kelihatan sepertibintang (stellate
shaped).
18
2. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok
ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
(+) setelah selesai pengobatan ulangan
19
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
b. Gejala sistemik:
o Demam
o Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun
c. Gejala TB ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening.
Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada pleuritis TB terdapat gejala
sesak nafas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
20
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak didaerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amorfik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi suara napas
yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfangitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.
Pemeriksaan Bakteriologi
1. Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat
penting dalam menenggakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkovaskuler (bronchoalveolar lavage (BAL), urin, feses dan
jaringan biopsi (termasuk biosi jarum halus (BJH)
2. Cara pengumpula dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau
untuk kepentingan kultur dan uji kepekaan dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan patologi anatomi.
3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, BAL, urin, feses dan jaringan biopsi
termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :
- Mikroskopis
21
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopis
Mikroskopis biasa : pemeriksaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin- rhodamin
Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
International Union Against Tuberculosis and Lun Disease (IUATLD).
- Skala IUALD
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto
lateral, top lordotic, oblik atau CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
- Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
22
1. Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis
yang mendukung diagnosis TB adalah uji rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu:
- Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
- Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, cope dan veen
silverman)
- Biosi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal needle aspiration (TTNA), biopsi paru terbuka.
- Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai TB
- Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk TB.
Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang spesifik.
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
pemeriksaan fisis, kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. Pada
TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-
23
otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau
paru.
Pada pemeriksaan radiologi, gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :
1. Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
3.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan TB adalah :
- Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
- Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutnya
- Mencegah kekambuhan
- Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
- Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya
Pengobatan TB menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya
lama pengobatan adalah 6-8 bulan.
24
- Amikasin
- Kuinolon
- Sikloserin
- Etionamid/protionamid
- Para-amino salisilat (PAS)
Kemasan :
- Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap/ KDT (Fixed dose combination/FDC). Kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet.
25
primer pada tahun 1998. Dosis obat TB kombinasi tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel berikut.
Fase intensif 2-3 bulan Fase lanjutan 4 bulan
Harian Harian 3x/minggu
BB (RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5
Penetuan dosis terapi KDT 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh
WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan
non toksik. Pada kasus yang mendapat obat KDT tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/dokter spesialis paru/fasilitas yang mampu
menanganinya.
Panduan obat antituberkulosis
Pengobatan TB standar dibagi menjadi :
Pasien baru
Panduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis setiap hari.
Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif
dilanjutkan dengan pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOT 2HRZE/4H3R3
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama
menunggu hasil uji kepekaan, diberikan paduan obat 2HRZES/RZE/5HRE.
Pasien multi drug resistant (MDR)
Catatan:
Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru sedangkan
kasus TB-MDR dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR
a. Efek samping OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
26
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat. Bila efek samping ringan dapat
diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Pendekatan
berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan efek samping OAT.
Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan efek samping umum
yaitu mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang mengalami efek samping minor
sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan diberikan pengobatan simptomatis.
Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor), OAT penyebab dapat
dihentikan dan segera pasien dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih besar atau dokter
paru untuk tatalaksana lanjutan.
Efek samping Obat Tatalaksana
Mayor Hentikan obat penyebab dan
rujuk secepatnya
Kemerahan kulit dengan atau Streptomisin, Hentikan OAT
tanpa gatal Isoniazid,
Rifampisin,
Pirazinamid
Tuli (bukan disebabkan Streptomisin Hentikan streptomisin
kotoran)
Pusing (vertigo dan nistagmus) Streptomisin Hentikan sterptomisin
Kuning (setelah penyebab lain Isoniazid, Hentikan pengobatan TB
disingkirkan), hepatitis Pirazinamid,
Rifampisin
Bingung (diduga gangguan Sebagian Hentikan pengobatan TB
hepar berat bila bersamaan besar OAT
dengan kuning)
Gangguan penglihatan (setelah Etambutol Hentikan etambutol
gangguan lain disingkirkan)
Syok, purpura, gagal ginjal akut Rifampisin Hentikan rifampisin
Penurunan jumlah urin Streptomisin Hentikan streptomisin
Minor Teruskan pengobatan, evaluasi
dosis obat
Tidak nafsu makan, mual Pirazinamid, Berikan obat bersamaan dengan
muntah dan nyeri perut rifampisni, makanan ringan atau sebelum tidur
Isoniazid dan anjurkan pasien untuk minum
27
obat dengan air sedikit demi
sedikit. Apabila terjadi muntah
yang terus menerus, atau ada tanda
perdarahan segera pikirkan efek
samping mayor dan segera rujuk
Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin atau NSAID atau
parasetamol
Rasa terbakar, kebas atau Isoniazid Piridoksin dosis 100-200 mg/hari
kesemutan pada tangan atau selama 3 minggu. Sebagai
kaki profilaksis 25-100 mg/hari
Mengantuk Isoniazid Yakinkan kembali, berikan obat
sebelum tidur
Urin berwarna kemerahan atau Rifampisin Yakinkan pasien dan sebaiknya
oranye pasien diberi tahu sebelum mulai
pengobatan
Sindrom flu (demam, Dosis Ubah pemberian dari intermitten ke
menggigil, malaise, sakit rifampisin pemberian harian.
kepala, nyeri tulang) intermitten
b. Evaluasi pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologis, radiologi, dan efek samping obat,
serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis
o Pasien dievaluasi secara periodik
o Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit.
Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
Evaluasi bakteriologis (0-2-6/8 bulan pengobatan)
o Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
o Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis.
Sebelum pengobatan dimulai
Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
Pada akhir pengobatan
28
o Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
o Sebelum pengobatan
o Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
o Pada akhir pengobatan.
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam
2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTAS dahak dan foto toraks
(sesuai indikasi/bila ada gejala)
Definisi kasus hasil pengobatan
Hasil Definisi
Sembuh - Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum
pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur
negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali
pemeriksaan sputum sebelumnya negatif
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan)
tetap sama/perbaikan
- Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan
negative
Pengobatan Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak
lengkap memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir
pengobatanb
Gagal Pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan
pengobatan kelima atau lebih dalam pengobatan
Meninggal Pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama
dalam pengobatan
Lalai berobat Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua bulan
berturut-turut atau lebih
Pindah Pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan) berbeda
29
dan hasi akhir pengobatan belum diketahui.
Pengobatan Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap.
sukses/berhasil
a)
Definisi untuk TB paru BTA positif dan negatif, dan TB ekstraparu
b)
Pemeriksaan sputum belum dilakukan atau hasilnya belum ada
3.7 Komplikasi
Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam
masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
mungkin timbul adalah:
- Batuk darah masive
- Pneumotoraks
- Efusi pleura
- Destroyed Lung
Pada keadaan komplikasi harus dirujuk ke fasilitas yang memadai.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Penderita
Nama : Tn. F
Umur : 26 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai TU SMP
Alamat : Saniang Baka
Status : Belum menikah
30
Tanggal masuk : 3 Desember 2016
Anamnesa
Keluhan utama
Mencret sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang :
• Mencret sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Meningkat
sejak 2 hari ini dengan frekuensi 5-7 kali dalam sehari. Mencret bercampur
dengan ampas, warna keruh dan berbau amis. Tidak disertai lender dan
darah. Mual disertai muntah dengan frekuensi 4 kali berisi makanan yang
dimakan.
• Nyeri pada perut bagian atas, terutama dirasakan saat mencret dan muntah.
Pasien merasakan lemes, pusing, dan badan terasa dingin.
• Demam dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan hilang timbul.
• Batuk sejak 2 minggu yang lalu. Batuk berdahak dengan dahak berwarna
agak kekuningan.. Batuk berdarah tidak ada.
• Sesak napas dirasakan sejak 3 sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca, makanan dan aktivitas.
• Nafsu makan menurun sejak 3 bulan yang lalu, disertai penurunan berat
badan.
• Tidak ada keringat malam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien sebelumnya belum pernah menderita sakit seperti ini
• Riwayat Maag ada sejak 5 tahun yang lalu.
• Riwayat thypoid pada tahun 2003. Berobat dengan dokter dan diberi obat
sampai sembuh.
• Riwayat asma disangkal.
• Riwayat minum OAT disangkal.
31
• Tidak ada keluarga merasakan keluhan yang sama
• Riwayat asma disangkal..
• Riwayat minum OAT disangkal.
Riwayat Kebiasaan :
• Pasien belum menikah, tinggal bersama orang tua.
• Pasien merpakan seorang pegawai honor bagian tata usaha di sebuah SMP.
• Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak memakai narkoba..
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis cooperative.
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Frekuensi nadi : 68 x/menit
Frekuensi napas : 25 x/menit
Suhu : 36,9 0 C
Status gizi :
berat badan : 30 kg
tinggi badan : 150 cm
IMT : 12,0 Gizi kurang
Kulit : Turgor kulit normal, tidak kering, tidak ada sianosis dan ikterik
Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mulut : Lidah kotor tidak ada, hiperemis tidak ada, sianosis tidak ada.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher : JVP : 5-2 cmH2O
Kelenjar getah bening
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Aksila : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
32
Thorak
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan , dalam keadaan
statis dinamis
Palpasi : fremitus sama kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, ronki (-/+) apex , wheezing (-/-)
Jantung
Laboratorium :
Pemeriksaan Nilai Normal
Hb : 11,4 gr/dl 11,5-16,5
HT : 32,2 % 37-45%
33
Leukosit : 9,41 mm3 4000-10000
Trombosit : 327.000 mm3 150.000-400.000
Faal Ginjal
Ureum : 118,9 mg/dl 20-50
Creatinin : 1,01 mg /dl 0,5-1,5
Metabolisme Karbohidrat
Ad Random : 103 mg% <180
Faal Hati
Albumin : 0,89 g/dl
Diagnosa kerja :
Diagnosa primer : Gastroenteritis akut +suspek TB paru
Diagnosis banding
Bronkopneumonia
Khusus :
Paracetamol 3 x 500 mg
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Curcuma 3 x 200 mg
B Complex 3 x 1
Neo diatab 2 x 2 tab
Pemeriksaan anjuran
34
Pemeriksaan BTA sputum
Prognosis :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungtionam: Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Follow up :
Kamis, 8 Desember 2016
S : Mencret 2 kali dalam sehari
Mual (+) muntah (-)
Sakit kepala (+)
Nyeri otot dan sendi (+)
Demam (+)
Nafsu makan turun
O : Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis cooperative.
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 72 x/menit
Frekuensi napas : 24 x/menit
Suhu : 37,1 c
A : Gastroenteritis Akut + Suspek TB paru
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Curcuma 3 x 200 mg
B Complex 3 x 1
35
Jumat, 9 Desember 2016
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Curcuma 3 x 200 mg
B Complex 3 x 1
BAB IV
PEMBAHSAN KASUS
Seorang laki-laki berumur 26 tahun datang ke bangsal Penyakit Dalam RSUD
Solok pada tanggal 3 desember 2016 dengan keluhan Mencret sejak 1 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Meningkat sejak 2 hari ini dengan frekuensi 5-7 kali dalam
sehari. Mencret bercampur dengan ampas, warna keruh dan berbau amis. Tidak disertai
lender dan darah. Mual disertai muntah dengan frekuensi 4 kali berisi makanan yang
dimakan. Nyeri pada perut bagian atas, terutama dirasakan saat mencret dan muntah.
36
Pasien merasakan lemes, pusing, dan badan terasa dingin. Demam dirasakan sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan hilang timbul. Batuk sejak 2
minggu yang lalu. Batuk berdahak dengan dahak berwarna agak kekuningan.. Batuk
berdarah tidak ada. Sesak napas dirasakan sejak 3 sebelum masuk rumah sakit. Sesak
tidak dipengaruhi cuaca, makanan dan aktivitas. Nafsu makan menurun sejak 3 bulan
yang lalu, disertai penurunan berat badan. Tidak ada keringat malam.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, Keadaan umum
Lemah Kesadaran Compos mentis cooperative. Tekanan darah 90/70 mmHg
Frekuensi nadi 68 x/menit Frekuensi napas 25 x/menit Suhu 36,9 0 C.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,4 gr/dl, HT 32,2 %, Leukosit
9,41 mm3, Trombosit 327.000 mm3. Faal Ginjal Ureum 118,9 mg/dl, Creatinin 1,01
mg /dl Metabolisme Karbohidrat Ad Random 103 mg% Faal Hati Albumin 0,89 g/dl
Pengobatan yang diberikan pada pasien sesuai dengan gejala penyakit pada
pasien meliputi IVFD RL 12 Jam/kolf Paracetamol 3 x 500 mg, Ciprofloxacin 2 x 500
mg, Curcuma 3 x 200 mg, B Complex 3 x 1, Neo dia tab 2 x 2 tab
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Tuberculosis.
Penghimpun dokter paru Indonesia. 2011.
Marie,MB,alejndro C, Arroliga MB, dkk. Gastrointestinal akut. Di unduh dari
www.medscape.com 8 desember 2016
sudoyoAW,dkk. 2010. Buku ajar penyakit dalam. Edisi V. Jakarta : interne
publishing.
Guyton& Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
37
38