EBPMUSCULO
EBPMUSCULO
NAMA KELOMPOK
1 CHRISTIN MARTHA A 195140169P
.
2 YULIANUS TRI SUTRISNO 195140155P
.
3 NANDANG MARANATA 195140175P
.
4 YOGA NICOLAS 195140174P
.
5 EDONEUS CAVERAVITA 195140171
.
6 ESRA R BR. MALAU 195140159P
.
7 I WAYAN SUKMA INDRA 195140156P
.
8 ANGGITA 195140149P
.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini yang berkenaan tentang Makalah “Evidence Based
Practice Pada Sistem Musculosceletal”.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................2
BAB 2 LANDASAN TEORI...................................................................................3
2.1 Definisi Evidence Based Practice...................................................................3
2.2 Sejarah Evidence Based Practice...................................................................4
2.3 Langkah-Langkah Evidence Based Practice..................................................5
2.4 Tingkat Evidence Based Practice...................................................................5
2.5 Evidence Based Practice Dalam Praktik Keperawatan..................................6
2.6 Sistem Muskuloskeletal.................................................................................7
BAB 3 PEMBAHASAN........................................................................................11
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................12
4.1 Kesimpulan...................................................................................................12
4.2 Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
berfokus pada keselamatan pasien berbasis pada bukti-bukti ilmiah (Nursing
Practice Focused on Patient Safety and Evidence Based).Selain itu juga
terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan Pasal 2 huruf B yang menyatakan bahwa Praktik
Keperawatan berasaskan nilai ilmiah. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa
praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi
yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman
praktik.
Pengetahuan akan konsep Evidence-Based Practice serta pengalaman
klinik merupakan hal penting yang harus dimiliki perawat. Hal ini disebabkan
karena pengalaman dan pengetahuan professional merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (Adib
Hajbaghery, 2007). Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai
mengenai evidence-based practice bila akan menerapkan Evidence-Based
Practicedengan tepat.
1.3 Tujuan
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
menerapkan Evidence Based Practice dalam praktik keperawatan.
1.4 Manfaat
2
5. Mengetahui bagaimana Evidence Based Practice dalam praktik
keperawatan?
3
BAB 2
LANDASAN TEORI
Evidence based practice atau EBP adalah salah satu komponen penting
dalam praktek keperawatan dewasa ini. EBP membantu menggeser paradigma
keperawatan dari praktik berbasis tradisi atau kebiasaan menjadi berbasis bukti
ilmiah. Dalam penerapan EBP diperlukan komitmen,kritical thingking,kreatifitas
dan keinginan untuk berubah.Evidence yang digunakan pada EBP dapat dari
penelitian kuantitatif atau kualitatif atau bahkan dari laporan kasus,namun
masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Penelitian tentang pasien
4
hemodialisis talah banyak dilakukan namun penerapan hasil-hasil penelitan
tersebut di Indonesia masih terbilang rendah. Pasien hemodialisis mengalami
berbagai masalah kesehatan yang komplek dan perlu penanganan yang tepat dan
terpadu dari perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Perlu usaha dan kerja keras
serta komitmen dari perawat dan komunitas keperawatan untuk menjadikan EBP
sebagai pendekatan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan.
5
1. Ada gap antara apa yang perawat ketahui dan apa yang perawat lakukan.Apa
yang diketahui dari hasil riset tidak diaplikasikan dalam praktik klinis.Ini
yang dinamakan research-pratice gap.
2. Praktik keperawatan dapat dan harus diubah dari berbasis tradisi menjadi
berbasis bukti.
3. Praktik keperawatan yang efektif memerlukan informasi,keputusan, dan
ketrampilan
4. EBP memberdayakan dan memperluas keterampilan perawat
6
5. Level V,yaitu dapat berupa case reports,program evaluation,narrative
literature review.
6. Level VI,yaitu opinion of respected authorities.
7
Keterangan :
8
1. Incomplete: Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang. Salah satu sisi patah; yang lain biasanya hanya bengkok
(greenstik).
2. Complete: Garis fraktur melibatkan selurah potongan menyilang dari
tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3. Tertutup (Simple): Fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Terbuka (Complete): Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi.
5. Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang dengan tak ada trauma
atau hanya minimal.
b. Etiologi
Menurut Apley & Solomon (1995: 239), Etiologi yang menyebabkan
fraktur adalah sebagai berikut:
1. Traumatik Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-
tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pukulan, penghancuran,
penekukan, penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang patah
pada tempat yang terkena dan jaringan lunakpun juga rusak.
2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang Retak dapat terjadi pada tulang
seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan yang
berulang-ulang. Keadaan ini paling banyak ditemukan pada tibia
fibula, terutama pada atlit, penari
3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis) Fraktur dapat terjadi
pada tekanan yang normal jika tulang itu lemah atau tulang itu sangat
rapuh.
c. Manifestasi Klinis
Menurut Apley & Solomon (1995: 244), manifestasi klinis yang muncul
pada fraktur
1. Kelemahan pada daerah fraktur
2. Nyeri bila ditekan atau bargerak
3. Krepitasi
4. Deformitas
9
5. Perdarahan (eksternal atau internal)
6. Syok
e. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Henderson (1997), Bruner dan Suddarth’s
(1995) adalah :
1. Syok
2. Infeksi
3. Nekrosis vaskuler
4. Malonian
10
5. Non Union
6. Delayed union
7. Kerusakan arteri
8. Sindroma kompartemem
9. Sindroma emboli lemak
f. Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang
tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan Sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbantuk bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai
jalan untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin
direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan-lahan mengalami
remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan
secara perlahan mengalami klasifikasi. Penyembuhan memerlukan
beberapa minggu sampai beberapa bulan (Corwin, 2001: 299).
11
BAB 3
PEMBAHASAN
1. JUDUL
Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada
Pasien Fraktur
2. PEMBAHASAN
Menurut Helmi (2012), manifestasi klinik dari fraktur ini berupa nyeri. Nyeri
pada penderita fraktur bersifat tajam dan menusuk (Brunner & Suddarth,
2011). Seseorang dapat belajar menghadapi nyeri melalui aktivitas kognitif
dan perilaku, seperti distraksi, guided imagery dan banyak tidur. Individu
dapat berespons terhadap nyeri dan mencari intervensi fisik untuk mengatasi
nyeri, seperti analgesik, masase, dan olahraga (Kozier, et al., 2009). Gerakan
tubuh dan ekspresi wajah dapat mengindikasikan adanya nyeri, seperti gigi
12
mengatup, menutup mata dengan rapat, wajah meringis, merengek, menjerit
dan imobilisasi tubuh (Kozier, et al., 2009). Penanganan nyeri dengan
melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi
(Sehono, 2010).
Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan
otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi terdiri atas nafas abdomen
dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan
bernafas dengan perlahan dan nyaman (Smeltzer et al., 2010).
4. HASIL
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan (p-value=0,001, α=0,05), maka
didapatkan perbedaan yang signifikan antara pengukuran intensitas nyeri
13
sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tindakan teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan
sesuai dengan aturan dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien fraktur.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, konsep Evidence Based Practice sangat
diperlukan untuk dapat mencapai patient outcomes, menghindari intervensi yang
tidak perlu dan tidak sesuai dan tentu saja mengurangi/menghindari komplikasi
hasil dari perawatan dan juga pengobatan.Namun dalam pelaksanaan dan
penerapan Evidence Based Practice tidaklah mudah, hambatan utama dalam
pelaksanaannya yaitu kurangnya pemahaman dan referensi yang dapat digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice.
4.2 Saran
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan
yang baik, serta mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu
pada SPO (Standart Prosedure Operational) yang dibuat berdasarkan teori-teori
14
dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi panduan dalam
menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,
penelitian, serta pengalaman klinis yang baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien.
15
DAFTAR PUSTAKA
Susilo, Wilson. dkk. 2017. The Risk Of Falling In Elderly Increase With Age
Growth And Unaffected By Gender. Journal Of Madicine And Health.
Volume 1 (6)
16
PEMBAHASAN KELOMPOK MENGENAI KONSEP MAKALAH MUSCULO