Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

EVIDENCE BASED PRACTICE PADA SISTEM MUSCULOSCELETAL

NAMA KELOMPOK
1 CHRISTIN MARTHA A 195140169P
.
2 YULIANUS TRI SUTRISNO 195140155P
.
3 NANDANG MARANATA 195140175P
.
4 YOGA NICOLAS 195140174P
.
5 EDONEUS CAVERAVITA 195140171
.
6 ESRA R BR. MALAU 195140159P
.
7 I WAYAN SUKMA INDRA 195140156P
.
8 ANGGITA 195140149P
.

PRODI S1 KEPERAWATAN KONVERSI


UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
LAMPUNG
2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini yang berkenaan tentang Makalah “Evidence Based
Practice Pada Sistem Musculosceletal”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyusun makalah ini baik dari segi moril dan materil.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi yang


membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................2
BAB 2 LANDASAN TEORI...................................................................................3
2.1 Definisi Evidence Based Practice...................................................................3
2.2 Sejarah Evidence Based Practice...................................................................4
2.3 Langkah-Langkah Evidence Based Practice..................................................5
2.4 Tingkat Evidence Based Practice...................................................................5
2.5 Evidence Based Practice Dalam Praktik Keperawatan..................................6
2.6 Sistem Muskuloskeletal.................................................................................7
BAB 3 PEMBAHASAN........................................................................................11

BAB 5 PENUTUP.................................................................................................12
4.1 Kesimpulan...................................................................................................12
4.2 Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Evidence-Based Nursing Practice adalah suatu kerangka kerja bagi


perawat yang mengintegrasikan hasil penelitian terbaik dengan pengalaman
klinik dan keyakinan serta nilai-nilai yang dianut oleh pasien untuk
memutuskan suatu asuhan keperawatan bagi pasien (Panagiari, 2008).Sebelum
membuat keputusan klinik yang terbaik bagi pasien, perawat harus
mempertimbangkan dan mengacu pada hasil-hasil penelitian terkini dan
terbaik.Menurut Sackettt, Rosenberg, Gray, Haynes, & Richardson (1996,
dalam Ligita, 2014) hasil-hasil penelitian tidak dapat berdiri sendiri sebagai
bukti ilmiah tunggal, namun harus disertai dengan pengalaman praktik terbaik
yang dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan Hasil Lokakarya Nasional Keperawatan (1983, dalam
Asmadi, 2008), seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu
(innovator) dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif,
cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat
diperoleh melalui kegiatan riset atau penelitian.Hasil yang diperoleh dari
penelitian keperawatan mampu mendukung keefektifan kualitas dan biaya dari
tindakan-tindakan keperawatan. Sehingga penerima layanan kesehatan,
terutama layanan keperawatan, akan mendapat keuntungan apabila perawat
memanfaatkan hasil penelitian dalam melakukan praktek keperawatannya
(Burns & Grove, 2007).
Di Indonesia, kebijakan penggunaan hasil penelitian terdapat pada
perumusan kompetensi dalam SK No. 045/U/2002 Kepmendiknas Tentang
Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi Tahun 2002 pasal 2 yang menyebutkan
bahwa kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas kompetensi
utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lainnya yang bersifat khusus
dan gayut dengan kompetensi utama. Dalam penjelasannya, kompetensi utama
mahasiswa setelah menyelesaikan pendidikan Ners adalah mampu melakukan
praktek keperawatan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas yang

1
berfokus pada keselamatan pasien berbasis pada bukti-bukti ilmiah (Nursing
Practice Focused on Patient Safety and Evidence Based).Selain itu juga
terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan Pasal 2 huruf B yang menyatakan bahwa Praktik
Keperawatan berasaskan nilai ilmiah. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa
praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi
yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman
praktik.
Pengetahuan akan konsep Evidence-Based Practice serta pengalaman
klinik merupakan hal penting yang harus dimiliki perawat. Hal ini disebabkan
karena pengalaman dan pengetahuan professional merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (Adib
Hajbaghery, 2007). Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang memadai
mengenai evidence-based practice bila akan menerapkan Evidence-Based
Practicedengan tepat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Evidence Based Practice?


2. Bagaimana sejarah Evidence Based Practice?
3. Bagaimana langkah-langkah Evidence Based Practice?
4. Bagaimana tingkatan Evidence Based Practice?
5. Bagaimana Evidence Based Practice dalam praktik keperawatan?

1.3 Tujuan
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
menerapkan Evidence Based Practice dalam praktik keperawatan.

1.4 Manfaat

1. Mengetahuui apa itu Evidence Based Practice?


2. Mengetahui bagaimana sejarah Evidence Based Practice?
3. Mengetahui bagaimana langkah-langkah Evidence Based Practice?
4. Mengetahui bagaimana tingkatan Evidence Based Practice?

2
5. Mengetahui bagaimana Evidence Based Practice dalam praktik
keperawatan?

3
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Evidence Based Practice

Evidence-Based Practice (EBP), salah satunya adalah Evidence-Based


Nursing (EBN), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik
perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta (Gerrish & Clayton,
1998)
Menggunakan hasil penelitian yang diperoleh dari uji RCT (random
control trial) atau desain eksperimen lain untuk menilai atau aplikasikan
intervensi. (Gerrish & Clayton, 1998)

Menurut (Goode & Piedalue, 1999)Praktik klinis berdasarkan bukti


melibatkan temuan pengetahuan dari penelitian, review atau tinjauan kritis.

EBP didefinisikan sebagai intervensi dalam perawatan kesehatan yang


berdasarkan pada fakta terbaik yang didapatkan. EBP merupakan proses yang
panjang, adanya fakta dan produk hasil yang membutuhkan evaluasi berdasarkan
hasil penerapan pada praktek lapangan.

EBP menyebabkan terjadinya perubahan besar pada literatur, merupakan


proses yang panjang dan merupakan aplikasi berdasarkan fakta terbaik untuk
pengembangan dan peningkatan pada praktek lapangan.Pencetus dalam
penggunaan fakta menjadi pedoman pelaksanaan praktek dalam memutuskan
untuk mengintegrasikan keahlian klinikal individu dengan fakta yang terbaik
berdasarkan penelitian sistematik.

Evidence based practice atau EBP adalah salah satu komponen penting
dalam praktek keperawatan dewasa ini. EBP membantu menggeser paradigma
keperawatan dari praktik berbasis tradisi atau kebiasaan menjadi berbasis bukti
ilmiah. Dalam penerapan EBP diperlukan komitmen,kritical thingking,kreatifitas
dan keinginan untuk berubah.Evidence yang digunakan pada EBP dapat dari
penelitian kuantitatif atau kualitatif atau bahkan dari laporan kasus,namun
masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Penelitian tentang pasien

4
hemodialisis talah banyak dilakukan namun penerapan hasil-hasil penelitan
tersebut di Indonesia masih terbilang rendah. Pasien hemodialisis mengalami
berbagai masalah kesehatan yang komplek dan perlu penanganan yang tepat dan
terpadu dari perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Perlu usaha dan kerja keras
serta komitmen dari perawat dan komunitas keperawatan untuk menjadikan EBP
sebagai pendekatan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan.

2.2 Sejarah Evidence Based Practice

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia kesehatan


yang pesat harus dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan untuk peningkatan
kualitas pelayanan yang diberikan. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan terutama keperawat yang berkualitas tinggi semakin meningkat.Perawat
sebagai bagian dari pelayanan kesehatan harus mampu memanfaatkan
perkembangan ilmu dan teknologi dalam meningkatkan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien. Berbagai riset atau penelitian terus dilakukan untuk
mengembangkan,menemukan atau memperbaruiilmu pengetahuan yang
ada,termasuk ilmu keperawatan.Hasil-hasil penelitian yang telah perlu
dimanfaatkan oleh perawat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.Perlu
cara untuk menerapkan hasil penelitian yang bersifat akedemik ke dalam dunia
praktik yang bersifat dinamis. Evidence Based Practice kemudian menjadi cara
yang tepat dan diakui sebagai profesi untuk merjemahkan ilmu pengetahuan dari
penelitian ke dalam praktik,termasuk dalam praktek keperawatan.EBP juga
digunakan oleh berbagai profesi lainnya seperti dokter,apoteker,psikologi,dan
profesi lainnya.

Menurut Newhouse (2014) Evidence Based Practice (EBP) adalah suatu


pendekatan penyelesaian masalah dalam pengambilan keputusan klinis yang
mengintegrasikan best scientific evidence,clinikal expertise,dan patient
preference and values. Tujuan utama penerapan EBP adalah untuk meningkatkan
patient outcomes. Menuruk Academy of Medical Surgical Nurses (AMSN)
(2013),EBP sangat relevan dengan praktik keperawatan karena :

5
1. Ada gap antara apa yang perawat ketahui dan apa yang perawat lakukan.Apa
yang diketahui dari hasil riset tidak diaplikasikan dalam praktik klinis.Ini
yang dinamakan research-pratice gap.
2. Praktik keperawatan dapat dan harus diubah dari berbasis tradisi menjadi
berbasis bukti.
3. Praktik keperawatan yang efektif memerlukan informasi,keputusan, dan
ketrampilan
4. EBP memberdayakan dan memperluas keterampilan perawat

2.3 Langkah-Langkah Evidence Based Practice


Langkah-langkah melakukan EBP menurut AMSN (2013) dan
Melnyk&Overholt (2005) adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji kondisi praktik dan merumuskan pertanyaan yang berasal dari
masalah yang ditemukan dari hasil pengkajian.
2. Mencari dan mengumpulkan most relevance and best evidence untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan. Evidence yang dicari adalah hasil
penelitian yang tersedia dan dapat dipercaya dan relevan dengan masalah
yang ditemukan.
3. Menilai dan mengkritisi evidence yang sudah ditemukan.
4. Membuat perencanaanpenerapan evidence yang ditemukan diintegrasikan
dengan keahlian klinis dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan kesukaan
pasien.
5. Mengimplemasikan perencanaan yang telah dibuat.
6. Mengevaluasikan keefektifan / dampak / outcome dari hasil implementasikan.

2.4 Tingkat Evidence Based Practice


Ada 6 level evidence menurut Melnyk &Overholt (2005) yaitu:
1. Level I,atau level tertinggi,berupa Systematic reviews atau meta analysis of
multiple RCT’s.
2. Level II,berupa oe well designed RCT.
3. Level III,yaitu Quasi-experimental studies.
4. Level IV,yaitu non experimental studies,dapat berupa deskriptif atau
kualitatif.

6
5. Level V,yaitu dapat berupa case reports,program evaluation,narrative
literature review.
6. Level VI,yaitu opinion of respected authorities.

Level I merupakan level tertinggi dimana hasil dari evidence tersebut


dapat dianggap paling kuat,sedangkan level VI merupakan level terendah tingkat
dimana evidence di level inidianggap paling lemah untuk digunakan dalam EBP.

2.5 Evidence Based Practice Dalam Praktik Keperawatan


Dalam praktik keperawatan yang mendasari praktiknya sesuai dengan ilmu
pengetahuan, konsep Evidence Based Practice sangat diperlukan untuk dapat
mencapai patient outcomes, menghindari intervensi yang tidak perlu dan tidak
sesuai dan tentu saja mengurangi/menghindari komplikasi hasil dari perawatan
dan juga pengobatan.

7
Keterangan :

Mengkonversi kebutuhan informasi menjadi pertanyaanklinik


1. ASK
yang bisa dipertanggungjawabkan

2. ACQUIRE Lacak bukti terbaik untuk menjawab pertanyaan

3. APPRAISE Secara kritis menilai bukti validitas, dampak, dan penerapan

Mengintegrasikan bukti ke dalam pengambilan keputusan klinis


4. APPLY
anda

Evaluasi langkah 1-4 dan cari cara untuk meningkatkan waktu


5. AUDIT
berikutnya

2.7 SISTEM MUSCULOSKLETAL


a. Pengertian
Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995:
3). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh,
kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang (Reeves, Charlene, 2001: 248). Tulang femur
merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka
pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum menbentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris (Syaifudin, 1992: 32).
Menurut Doenges (2000: 761) Fraktur dapat dibagi menjadi 150, tetapi
lima yang utama adalah:

8
1. Incomplete: Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang
tulang. Salah satu sisi patah; yang lain biasanya hanya bengkok
(greenstik).
2. Complete: Garis fraktur melibatkan selurah potongan menyilang dari
tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3. Tertutup (Simple): Fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Terbuka (Complete): Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi.
5. Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang dengan tak ada trauma
atau hanya minimal.
b. Etiologi
Menurut Apley & Solomon (1995: 239), Etiologi yang menyebabkan
fraktur adalah sebagai berikut:
1. Traumatik Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-
tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pukulan, penghancuran,
penekukan, penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang patah
pada tempat yang terkena dan jaringan lunakpun juga rusak.
2. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang Retak dapat terjadi pada tulang
seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan yang
berulang-ulang. Keadaan ini paling banyak ditemukan pada tibia
fibula, terutama pada atlit, penari
3. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis) Fraktur dapat terjadi
pada tekanan yang normal jika tulang itu lemah atau tulang itu sangat
rapuh.

c. Manifestasi Klinis
Menurut Apley & Solomon (1995: 244), manifestasi klinis yang muncul
pada fraktur
1. Kelemahan pada daerah fraktur
2. Nyeri bila ditekan atau bargerak
3. Krepitasi
4. Deformitas

9
5. Perdarahan (eksternal atau internal)
6. Syok

d. Proses penyembuhan fraktur


Proses penyembuhan fraktur menurut Apley & Solomon (1995: 240),
adalah sebagai berikut :
1. Tahap Pembentukan Hematom Dimulai setelah fraktur sampai hari ke
5 (lima) terjadi perdarahan, dalam 24 jam pertama terbentuk darah dan
fibrin yang masuk ke daerah fraktur, setelah 24 jam pertama, suplai
darah meningkat ke daerah fraktur dan terbentuk hematom. Hematom
berkembang menjadi jaringan granulasi.
2. Tahap Proliferasi Seluler Proses ini terjadi sampai hari ke 12 (dua
belas). Pada area fraktur, periosteum endosteum dan sum-sum tulang
yang mensuplai sel, berubah menjadi fibro kartilago, kartilago hialan
dan jaringan penunjang, fibrosa terjadinya osteogenesis dengan cepat.
3. Tahap Pembentukan Kalus Enam sampai sepuluh hari setelah cidera,
jaringan granulasi berubah menjadi bentuk prakalus, prakalus menjadi
puncak ukuran maksimal pada 14 (empat belas) – 21 (dua puluh satu)
hari setelah cidera.
4. Tahap Osifikasi Kalus Ini terjadi sampai minggu ke 12 (dua belas).
Membentuk osifikasi dan kalus intermediate pada minggu ke 3 (tiga)
sampai 10 (sepuluh) kalus menutupi tulang.
5. Tahap Konsolidasi Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklast, kalus
mengalami pembentukan tulang sesuai dengan bentuk aslinya

e. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Henderson (1997), Bruner dan Suddarth’s
(1995) adalah :
1. Syok
2. Infeksi
3. Nekrosis vaskuler
4. Malonian

10
5. Non Union
6. Delayed union
7. Kerusakan arteri
8. Sindroma kompartemem
9. Sindroma emboli lemak

f. Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang
tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan Sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbantuk bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai
jalan untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin
direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan-lahan mengalami
remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan
secara perlahan mengalami klasifikasi. Penyembuhan memerlukan
beberapa minggu sampai beberapa bulan (Corwin, 2001: 299).

11
BAB 3
PEMBAHASAN

1. JUDUL
Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada
Pasien Fraktur

2. PEMBAHASAN
Menurut Helmi (2012), manifestasi klinik dari fraktur ini berupa nyeri. Nyeri
pada penderita fraktur bersifat tajam dan menusuk (Brunner & Suddarth,
2011). Seseorang dapat belajar menghadapi nyeri melalui aktivitas kognitif
dan perilaku, seperti distraksi, guided imagery dan banyak tidur. Individu
dapat berespons terhadap nyeri dan mencari intervensi fisik untuk mengatasi
nyeri, seperti analgesik, masase, dan olahraga (Kozier, et al., 2009). Gerakan
tubuh dan ekspresi wajah dapat mengindikasikan adanya nyeri, seperti gigi

12
mengatup, menutup mata dengan rapat, wajah meringis, merengek, menjerit
dan imobilisasi tubuh (Kozier, et al., 2009). Penanganan nyeri dengan
melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi
(Sehono, 2010).
Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan
otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi terdiri atas nafas abdomen
dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan
bernafas dengan perlahan dan nyaman (Smeltzer et al., 2010).

3. METODE DAN INTERVENSI


Penelitian ini menggunakan desain Praeksperimental dengan cara melibatkan
satu kelompok subjek, dengan rancangan One Group pretest-posttest.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Juni-14 Juli 2017 di RSI Siti
Khadijah Palembang.Populasi pada penelitian ini semua pasien fraktur yang
mendapat perawatan di RSI Siti Khadijah Palembang. Sampel dalam
penelitian ini didapat menggunakan rumus sampel rerata menurut Nursalam
(2016) dengan perkiraan besar populasi 30 (Nursalam dalam Agung, 2013)
dan proporsi kasus sebesar 50 persen sehingga didapatkan jumlah sampel
sebanyak 30 responden diambil menggunakan teknik purposive sampling
dengan kriteria inklusi usia 16-55 tahun, grade fraktur 1-3, pengukuran skala
nyeri menggunakan Numeric Rating Scale dengan skala 0 (tidak nyeri), 1-3
(nyeri ringan) dan 4-6 (nyeri sedang), responden diberikan analgetik yang
sama dan telah lebih dari 8 jam. Data dianalisa secara 2 tahapan yaitu: analisa
univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan analisa bivariat dengan
statistik nonparametrik menggunakan uji wilcoxon untuk mengetahui skala
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi napas dalam.

4. HASIL
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan (p-value=0,001, α=0,05), maka
didapatkan perbedaan yang signifikan antara pengukuran intensitas nyeri

13
sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tindakan teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan
sesuai dengan aturan dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien fraktur.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, konsep Evidence Based Practice sangat
diperlukan untuk dapat mencapai patient outcomes, menghindari intervensi yang
tidak perlu dan tidak sesuai dan tentu saja mengurangi/menghindari komplikasi
hasil dari perawatan dan juga pengobatan.Namun dalam pelaksanaan dan
penerapan Evidence Based Practice tidaklah mudah, hambatan utama dalam
pelaksanaannya yaitu kurangnya pemahaman dan referensi yang dapat digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice.

4.2 Saran
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan
yang baik, serta mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu
pada SPO (Standart Prosedure Operational) yang dibuat berdasarkan teori-teori

14
dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi panduan dalam
menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,
penelitian, serta pengalaman klinis yang baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien.

15
DAFTAR PUSTAKA

Jolley, Jeremy. 2010. Introducing Research And Evidence-Based Practice For


Nurses. London: Pearson Nursing & Health

Sari, Yullinda. 2015. Hubungan Tingkat Kemandirian Aktivitas Sehari-Hari


Dengan Resiko Jatuh Pada Lansia Di PTSW Unit Budhi Luhur Kasongan
Bantul Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta (ID). Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah

Susilo, Wilson. dkk. 2017. The Risk Of Falling In Elderly Increase With Age
Growth And Unaffected By Gender. Journal Of Madicine And Health.
Volume 1 (6)

16
PEMBAHASAN KELOMPOK MENGENAI KONSEP MAKALAH MUSCULO

Anda mungkin juga menyukai