Anda di halaman 1dari 12

Nama : Vera Viana

Nim : AK.118196

Kelas : SGD J Tk.2 (S1 Keperawatan)

Mata Kuliah : Maternitas I

INFEKSI PEURPURALIS
1. DEFINISI
Infeksi masa postpartum (puerpuralis) adalah infeksi pada genitalia setelah
persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38ºC atau lebih selama 2 hari
dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi
postpartum mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuk kuman-kuman
atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan postpartum.
Infeksi postpartum dapat disebabkan oleh adanya alat yang tidak steril, luka
robekan jalan lahir, perdarahan, preeklamsia, dan kebersihan daerah perineum yang
kurang terjaga. Infeksi masa postpartum dapat terjadi karena beberapa faktor pemungkin,
antara lain pengetahuan yang kurang, gizi, pendidikan, dan usia.

2. ETIOLOGI

1. Faktor Presipitasi Infeksi post partum


Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan
aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga
dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-
kuman yang sering menyebabkan infeksi postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis

1
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
2. Faktor predisposisi infeksi post partum
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan,
dan  kurang gizi atau malnutrisi
b. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
e. Anemia, higiene, kelelahan
f. Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses
pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam
masa nifas.

3. MANIFESTASI KLINIS
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor
(benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan
sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan
gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan
denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).
1. Manifestasi klinis yang lain :
a. Peningkatan suhu
b. Takikardie.
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat

2
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy
4. PATOFISIOLOGI
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak  rata, berbenjol-benjol karena banyaknya
vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-
kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering
mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum
merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-
luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
5. WOC

3
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.
c. Pemeriksaan Mikroskopis Urine : guna pemeriksaan mikroskopis urine adalah
untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat ringannya penyakit)
d. Pemeriksaan protein urine : Ditemukan protein dalam urine tetapi kelainan yang
terjadi tidak menandakan adanya indikasi penyakit. Normalnya tidak boleh
sampai + 1.
e. Pemeriksaan glukosa urin : Pada keadaan normal tidak ditemukan glukosa
disalam urine. Karena molekul glukosa besar dan ginjal akan menyerap kembali
hasil filtrasi dari glumerulus (Normal : 1 -25 mg/ dL )

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan Infeksi Nifas
Pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:
- Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi
dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
- Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
- Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium.
- Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh sepertiinfus, transfusi darah,
makanan yang mengandung zat – zat yang diperlukan tubuh serta perawatan
lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.
2. Pengobatan Antibiotika Infeksi Nifas
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan
perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya.
Infeksi nifas dapat diobati dengan cara sebagai berikut:

4
- Pemberian Sulfonamid – Trisulfa merupakan kombinasi dari sulfadizin 185gr,
sulfamerazin 130 gr, dan sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam
kemudian peroral.
- Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM,
penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam IM
ditambah ampisilin kapsul 4×250 gr peroral.
- Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
- Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
- Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.

8. KOMPLIKASI
1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner.
3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah.
Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.

9. PENCEGAHAN
1. Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting,
karenanya diet yang baik harus diperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya
dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2. Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-
kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah
terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam
persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu,

5
terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus
diberikan menurut keperluan.
3. Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari
pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman
dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama
dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.

6
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.W USIA 36 TAHUN
DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI INFEKSI PUERPERALIS

Kasus
Ny. W usia 36 thn P3A0 sepuluh hari postpartum, datang ke UGD RS X diantar
suaminya, dengan keluhan nyeri saat berkemih, pengeluaran pervaginam lochea
bercampur pus dan berbau. Pada pemeriksan: tampak malaise, TD 100/60 mmHg, N
100x/mnt, suhu 38,7 C dan menurut suaminya klien sudah sejak kemarin demam, serta
pemeriksaan abdommen : TFU teraba diantara umbilical & symphisis. Riwayat persalinan
partus lama dengan laserasi perineum & episiotomy yang tampak membengkak.
Pemeriksaan diagnostik yang direncanakan yaitu USG, HB Ht dan kultur intra
uterus/serviks. Klien mendapatkan terapi cairan parenteral & antibiotik spectrum luas.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas atau biodata

Nama : Ny. W

Umur : 36 tahun

Suku bangsa : Indonesia

Jenis kelamin : Perempuan

Nama suami :-

Suku bangsa : Indonesia

2. Anamnesa
Keluhan :
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri saat berkemih, pengeluaran
pervaginam lochea bercampur pus dan berbau serta klien mengalami demam
3. Riwayat kehamilan
a. G..P..A.. : P3A0
b. HPHT :-

7
4. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 38,7°C
2. Inspeksi
Laserasi perineum & episiotomy tampak membengkak

3. Palpasi
TFU teraba diantara umbilical & symphisis
5. Pemeriksaan penunjang
a. USG
b. HB
c. HT
d. Kultur intra uterus / serviks
6. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : Proses persalinan Nyeri akut
Klien mengeluh nyeri ↓
saat berkemih Kontaminasi bakteri

Do : Infeksi nifas
Baru 10 hari ↓
postpartum, adanya Luka perineum dan
pembengkakan serviks
episiotomy dan laserasi ↓
perineum Hygiene yang buruk
TD 100/60 mmHg ↓
Nadi 100x/mnt Peradangan
Suhu 38,7°C ↓
Eritema di sekitar
lokasi infeksi
8

Panas

Bengkak

Nyeri akut
2. Ds : Persalinan Resiko penyebaran
Klien mengeluh adanya ↓ infeksi
pengeluaran Tindakan bedah
pervaginam lochea vagina “episiotomy”
bercampur pus dan ↓
berbau Hygine yang buruk
saat pasca persalinan
Do : ↓
TFU teraba diantara Akses bakteri pada
umbilical dan vulva
symphisis. ↓
TD 100/60 mmHg Mekanisme radang
Nadi 100x/mnt ↓
Suhu 38,7°C Tanda inflamasi
(merah, bengkak,
panas)

Vulvitis

Infeksi post partum

Resiko penyebaran
infeksi
3. Ds : Proses persalinan Hipertermia
Suami klien ↓
mengatakan bahwa Kontaminasi bakteri

9
Ny.W mengalami ↓
demam Infeksi nifas

Do : Peritoneum
Adanya malaise, ↓
laserasi perineum dan Trauma persalinan
episiotomy yang ↓
tampak membengkak Kontaminasi bakteri
TD 100/60 mmHg ↓
Nadi 100x/mnt Peradangan
Suhu 38,7°C ↓
Penumpukan cairan
rongga peritoneum

Kebocoran isi rongga
abdomen (peritonum)

Hipertermia

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri b.d adanya peradangan eritema di sekitar lokasi infeksi
b. Hipertermia b.d kontaminasi bakteri
c. Resiko penyebaran infeksi b.d adanya tanda inflamasi (merah, bengkak, panas)

C. INTERVENSI

NO Diagnosa Tujuan Intervensi

10
1. Nyeri b.d infeksi Setelah dilakukan a. Kaji lokasi dan skala nyeri
nifas tindakan keperawatan 2x b. Anjurkan klien untuk
24 jam nyeri pada klien melakukan teknik relaksasi
dapat teratasi, dengan nafas dalam
kriteria hasil: c. Kolaborsi obat analgetik
a. Mampu mengontrol
nyeri
b. Menyatakan nyaman
setelah nyeri
berkurang

2 Hipertermia b.d Setelah dilakukan a. Monitor suhu sesering


kontaminasi bakteri tindakan keperawatan 2x mungkin
24 jam hipertermi pada b. Monitor warna dan suhu kulit
klien dapat teratasi, c. Monitor tekanan darah, nadi
dengan kriteria hasil: dan RR
a. Suhu tubuh dalam d. Kolaborasi antipiretik
rentang normal
b. Nadi dan RR dalam
rentang normal
c. Tidak ada perubahan
warna kulit

3 Resiko penyebaran Setelah dilakukan 1. Obs


infeksi b.d adanya tindakan keperawatan 2x ervasi TTV
tanda inflamasi 24 jam resiko penyebaran 2. Lakukan perawatan luka
(merah, bengkak, infeksi pada klien dapat dengan teknik aseptic dan
panas) teratasi, dengan kriteria anti aseptic
hasil: 3. Anj
a. Tidak ada urkan klien untuk makan
pengeluaran makanan yang bergizi tinggi
pervaginam lochea tinggi protein, vit C dan zat

11
dan tidak ada pus besi
dan berbau lagi
b. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi

Referensi

Sastrawinata, Sulaiman, Djamhoer Martaadisoebrata, and F. Wirakusumah. "Obstetri


Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi." Jakarta: EGC (2004).

Manuaba, I. B. G. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga


berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin Huda, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan NANDA NIC NOC jilid 2. Yogyakarta

Krisnadi, Sofie R. (2005). “Patologi Nifas”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

12

Anda mungkin juga menyukai