Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

OD GLAUCOMA AKUT SUDUT TERTUTUP

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata di
RSUD DR. Soeselo Slawi

Pembimbing:
dr. Adri Subandiro, Sp.M
dr. Serisa Irilla, Sp.M

Disusun Oleh:
1. Arsya Firdaus
2. Ade Guvinda Perdana
3. Yunita Rahmawati
4. Nur Izati Humaira
5. Andika Nurwijaya

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD DR.


SOESELO KABUPATEN TEGAL PERIODE 23 JANUARI – 13
FEBRUARI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO
RSUD DR. SOESELO SLAWI
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus yang berjudul:
“OS Glaucoma”

Yang disusun oleh:


Arsya Firdaus

Ade Guvinda Perdana

Yunita Rahmawati

Nur Izati Humaira

Andika Nurwijaya

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Adri Subandiro, Sp.M
dr. Serisa Irilla, Sp.M

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan


Klinik Ilmu Penyakit Mata
Periode 23 Januari – 13 Februari 2021

Slawi, 6 Februari 2021


Pembimbing,

dr. Adri Subandiro, Sp.M

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : buruh pabrik

Alamat : Penarukan

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 29 Januari 2021 pukul 10.00 WIB di
Poli Mata RSUD Dr. Soesilo Slawi.
1. Keluhan Utama
Mata kanan terasa buram
2. Keluhan tambahan
Nyeri sekitar mata menjalar ke kepala, mata berair
3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Soesilo dengan keluhan mata
kanan terasa buram. Pandangan mata dirasakan buram seperti kabut.
Buram ini dirasakan saat melihat jauh maupun dekat. Pasien juga
mengeluhkan mata berwarna merah, pusing pada kepala bagian kanan dan
kliyengan, mual dan muntah. Keluhan dirasakan kurang lebih sejak 5 hari
yang lalu. Sebelumnya keluhan tersebut belum pernah dirasakan oleh
pasien. Pasien mengaku keluhan ini timbul mendadak. Adanya keluhan
pada mata sebelah kanan disangkal.
Riwayat pasien sudah berobat ke dokter umum tetapi mata malah
menjadi merah. Keluhannya tidak membaik sehingga pasien memutuskan
untuk datang ke Poli mata RSUD Dr. Soesilo.

3
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien
tidak memiliki riwayat pemakaian kacamata maupun lensa kontak.
Riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi disangkal. Riwayat
adanya trauma pada mata dan riwayat operasi pada mata juga disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi pada keluarga disangkal.
6. Riwayat Pengobatan
Pasien baru pertama kali berobat ke Rumah Sakit. Sebelumnya pasien
berobat ke dokter umum tetapi mata menjadi merah.
7. Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik. Riwayat konsumsi alcohol
dan obat – obatan terlarang disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tanda vital

a. Tekanan darah : 153/98 mmHg

b. Nadi : 88 x/menit

c. Suhu : 36.8oC

d. Pernafasan : 20 x/menit

4. Status Generalis

Kepala & Leher

Inspeksi Normochepal, bentuk wajah simetris, tidak ada jejas,


mata(lihat status oftalmologi)

4
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-), Deviasi
trakea (-)

Thorax (Cor)

Inspeksi Pulsasi tidak terlihat

Palpasi Ictus cordis tidak bisa diraba

Perkusi Cardiomegali (-)

Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular, Murmur (-), Gallop (-)

Thorax (Pulmo)

Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan


bentuk, tidak terdapat deformitas, ,pelebaran vena (-), retraksi
dinding dada (-), barrel chest (-)

Palpasi Vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru

Perkusi Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi Pulmo : Suara vesikular dasar (SDV) : +/+


Ronki : -/-
Wheezing : -/-

Abdomen

Inspeksi Asites (-), striae (-), pelebaran vena (-), jejas (-)

5
Auskultasi Bising usus (+)

Palpasi Supel (+), nyeri tekan pada regio epigastrium (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, shifting dullness (-)

Perkusi Timpani (+)

Ekstremitas (Superior, Inferior, Dextra, Sinistra)

Inspeksi Edema (-)

Palpasi Pitting non pitting edema (-), akral hangat

5. Status Oftalmologi

A. Inspeksi

OD (mata kanan) OS (mata kiri)


1/300 Tajam Penglihatan 6/48
Ortoforia Kedudukan bola Ortoforia
mata
Tidak dapat dilakukan Pergerakan bola
pemeriksaan mata

6
Tidak dapat dilakukan Lapang pandang
pemeriksaan + +

+ +

Meningkat Tekanan Bola Normal


Mata
Segmen Anterior
a. Superior Inflamasi (-), Palpebra a. Superior Inflamasi (-),
massa (-), trauma (-), massa (-), trauma (-),
edema (-), ptosis (-), edema (-), ptosis (-),
lagoftalmus (-) Inferior lagoftalmus (-) Inferior
Ektropion (-), enteropion Ektropion (-),
(-) enteropion (-)
Injeksi (+) mix injection, Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-),
sekret (-), pterygium (-), pterygium (-),
subkonjungtiva bleeding subkonjungtiva
(-), pinguekula (-), bleeding (-), pinguekula
folikel (-), papil (-). (-), folikel (-), papil (-).
Edema (+) Edema (-)
Keruh(+) Infiltrat (-)
Sikatrik (-) Kornea Sikatrik (-)
Ulkus Kornea (-) Ulkus Kornea (-)
Anulus senilis (+) Anulus senilis (-)
Dangkal, hifema(-), Dalam, hifema (-),
COA
hipopion(+), flare(-) hipopion (-), flare (-).
Kripta tidak jelas Warna coklat, sinekia (-
Iris
)
Mid dilatasi diameter ± Tepi reguler, bulat,
Pupil
3mm, reflek pupil(-) Reflek pupil (+),
diameter 2 mm
Sedikit keruh, shadow Sedikit keruh, shadow
Lensa
test (-) test (-)

7
B. Palpasi

OD (Mata OS (Mata Kiri)


Kanan)
Keras (N+2) TIO N
(Tdig)
(-) Nyeri tekan (-)
(-) Massa tumor (-)

C. Funduskopi

OD (Mata Kanan) OS (Mata Kiri)

tidak dapat dilakukan tidak dilakukan


Refleks Fundus
pemeriksaan pemeriksaan

Tidak dapat tidak dilakukan


dilakukan Papil N II pemeriksaan
pemeriksaan

Tidak dapat tidak dilakukan


dilakukan Vassa pemeriksaan
pemeriksaan

tidak dapat dilakukan tidak dilakukan


Refleks fovea
pemeriksaan pemeriksaan

tidak dapat dilakukan tidak dilakukan


Retina
pemeriksaan pemeriksaan

8
Gambar 1. Mata kanan pasien

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tonometer Schiotz
- TIO OD : 23,8 dengan beban 7,5 gram
- TIO OS : 17,3 dengan beban 5 gram
Hasil : OD mengalami Peningkatan TIO
2. Funduskopi
- FOD : Refleks fundus (-), excavatio glaucomatosa (+)
- FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas
E. RESUME
Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Soesilo dengan keluhan mata kanan
terasa buram. Pandangan mata dirasakan buram seperti kabut. Buram ini
dirasakan saat melihat jauh maupun dekat. Pasien juga mengeluhkan mata
berwarna merah, pusing pada kepala bagian kanan dan kliyengan, mual dan
muntah. Keluhan dirasakan kurang lebih sejak 5 hari yang lalu. Sebelumnya
keluhan tersebut belum pernah dirasakan oleh pasien. Pasien mengaku
keluhan ini timbul mendadak. Adanya keluhan pada mata sebelah kanan
disangkal.
Riwayat pasien sudah berobat ke dokter umum tetapi mata malah menjadi
merah. Keluhannya tidak membaik sehingga pasien memutuskan untuk
datang ke Poli mata RSUD Dr. Soesilo.

9
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD 1/300 tanpa koreksi dan OS
6/48 tanpa koreksi. Pemeriksaan kelopak mata, konjungtiva dan kornea ODS
dalam batas normal. COA OD dangkal sedangkan COA OS terbentuk dalam,
pupil OD middilatasi dan refleks pupil negatif. Sedangkan pupil OS dalam
batas normal dan refleks pupil (+). Selanjutnya lensa OD didapatkan keruh
dan serta TIO OD 23,8 mmHg sedangkan lensa OS didapatkan jernih serta
TIO 17,3 mmHg.
F. DIAGNOSIS KERJA
OD Glaukoma Akut Sudut Tertutup
G. DIAGNOSIS BANDING
- Iritis akut
- Konjungtivitis akut
H. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
• Timolol eye drops 0,5 2x 1 OD

• Glauceta tablet 250 mg 3 x 1 PO

• KSR tablet 2 x 1 PO

I. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- Ad sanationam : Dubia ad malam
- Ad fungsionam : Dubia ad malam

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Glaukoma
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit mata dengan gambaran
umum TIO yang abnormal tinggi dan bila tidak diterapi, penglihatan
terancam hilang. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, lempeng optik tampak
tertekan (cupping) karena kehilangan serabut saraf ( Neal, 2006).
Glaukoma umumnya ditandai dengan kehilangan bidang pandang yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optikus. Kerusakan saraf optikus tersebut
berhubungan dengan tingkat tekanan intraocular (IOP), yang terlalu tinggi
untuk fungsi saraf optikus yang sesuai (Brunner & Suddarth, 2002).
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh
peningkatan abnormal tekanan intraocular (sampai lebih dari 20 mmHg).
Tekanan yang tinggi kadang-kadang mencapai 60-70 mmHg, menyebabkan
kompresi saraf optikus ketika saraf tersebut keluar dari bola mata sehingga
terjadi kematian serabut saraf. Pada beberapa kasus, glaukoma dapat terjadi
walaupun tekanan intraokular normal. Jenis glaukoma ini berkaitan
dengan penyebab lain kerusakan saraf optikus (Corwin, 2009).
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang;
biasanya disertai peningkatan tekanan intraocular (Salmon, 2007).
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik
(neuropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan
ocular pada papil saraf optik. Hilangnya akson menyebabkan defek lapang
pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sentral terkena
(James, Chris dan Brown, 2005).
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraocular yang disertai
oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang
(Vaughan, 2009).

11
2. Fisiologi Aqueous Humor
Humor aqueous adalah cairan yang mengalir bebas, sedangkan humor
vitreus, kadang-kadang disebut sebagai badan vitreus, adalah sebuah
massa dari gelatin, dilekatkan oleh sebuah jaringan fibriler halus yang
terutama tersusun dari molekul protoglikan yang sangat panjang, substansi-
substansi dapat berdifusi secara perlahan-lahan dalam humor vitreus, tetapi
hanya ada sedikit aliran cairan.
Humor aqueous terus menerus diproduksi dan direabsorbsi.
Keseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi diatur oleh volume total
dan tekanan cairan intraocular. Pembentukan humor aqueous dilakukan oleh
badan siliar. Humor aqueous dibentuk dalam massa rata-rata 2-3 mikro liter
tiap menit. Pada dasarnya, seluruh cairan ini dibentuk oleh prosesus siliaris,
yang merupakan sebuah lipatan linear yang menghubungkan badan siliar ke
ruang dibelakang iris dimana ligament-ligamen lensa dan otot-otot siliaris
juga melekat pada otot mata.
Permukaan dari prosesus ini ditutupi oleh sel epitel yang bersifat sangat
sekretoris, dan tepat dibawahnya ada daerah yang memiliki pembuluh darah.
Humor aqueous hampir seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif dari
lapisan epitel prosesus siliaris. Sekresi dimulai dengan transport aktif ion
natrium ke dalam ruangan diantara sel-sel epitel. Ion natrium kemudian
mendorong ion klorida dan bikarbonat, dan bersama-sama mempertahankan
sifat netralitas listrik. Kemudian semua ion ini bersama-sama menyebabkan
osmosis air dari jaringan dibawahnya ke dalam ruang intersel epitel yang
sama dan larutan yang dihasilkan mencuci mulai dari ruangan sampai
kepermukaan prosesus siliaris. Selain itu beberapa nutrient juga dibawa
melalui epitel-epitel dengan transport aktif atau difusi yang dipermudah;
nutrient ini termasuk asam amino, asam askorbat dan glukosa (American
Academy of Ophthalmology, 2008).
2.1. Komposisi Aqueous Humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µL/mnt. Tekanan

12
osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi
aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea,
dan glukosa yang lebih rendah.
2.2. Aliran Keluar Aqueous Humor
Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan
elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan
dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanal
Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman
trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga
kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran aqueous
humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-
saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal
Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)
menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous
humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid
dan ke dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan sklera (aliran
uveoskleral).
3. Klasifikasi dan Etiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia tahun 2002,
glaukoma diklasifikasikan menjadi:
3.1. Glaukoma Primer
Pada glaukoma primer tidak diketahui penyebabnya, didapatkan bentuk:
a) Glaukoma Sudut Tertutup (closed angle glucoma, acute congestive
glaukoma).
Istilah glaukoma sudut tertutup didasarkan atas gonioskopi.
Istilah klinik ini lebih cocok dengan keadaan yang sebenarnya
terlihat oleh dokter; yaitu kadang-kadang dapat terjadi serangan
nyeri yang mendadak (akut), mata merah sekali dan palpebra
membengkak (kongestif), tekanan bola mata meningkat
(glaukoma).

13
Karena tanda-tanda klinik yang jelas ini, sebenarnya tiap
dokter dapat mengenalinya. Glaukoma akut hanya terjadi pada
mata yang sudut bilik mata depannya memang sudah sempit
pembawaannya. Jadi ada faktor predisposisi yang memungkinkan
terjadinya penutupan sudut balik mata depan.
Faktor predisposisinya berupa, pada bilik mata depan yang
dangkal akibat lensa dekat pada iris, akan terjadi hambatan aliran
akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan, yang
dinamakan hambatan pupil (pupillary block). Hambatan ini dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan di bilik mata belakang.
Pada sudut bilik depan yang tadinya memang sudah sempit,
dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan trabekulum.
Akibatnya akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai jaringan
ini dan tidak dapat disalurkan keluar. Terjadilah glaukoma akut
sudut tertutup. Istilah pupillary block penting untuk diingat dan
dipahami karena mendasari alasan pengobatan dan pembedahan
pada glaukoma sudut tertutup.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya hambatan
pupil ini ditemukan pada mata yang bersumbu pendek dan lensa
yang secara fisiologik terus membesar karena usia, iris yang tebal
pun dianggap merupakan faktor untuk mempersempit sudut bilik
depan.
Selain faktor predisposisi ada juga faktor pencetus
diantaranya peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di
bilik mata belakang akan mendorong iris ke depan, hingga sudut
bilik mata depan yang memang sudah sempit akan mendadak
tertutup. Tidak diketahui dengan jelas apa yang menyebabkan hal
tersebut.
Dilatasi pupil yang terjadi apabila pupil melebar, iris bagian
tepi akan menebal; sudut bilik mata depan yang asalnya sudah
sempit, akan mudah tertutup. Glaukoma akut akibat midriatik
14
sudah lama dikenal, bahkan ada yang mengusulkan istilah
mydriatic glaukoma. Penggunaan tetes mata homatropin, atropin,
dan skopolamin dapat mengakibatkan glaukoma akut. Bahkan
suntikan atropin untuk kasus muntah berak atau untuk persiapan
pembiusan dapat mengakibatkan glaukoma akut karena dilatasi
pupil.
Gejala klinik yang mungkin muncul berupa: sebelum
penderita mendapat serangan akut, penderita akan mengalami tanda
dini walau ini tidak selalu terjadi.
b) Glaukoma Kongestif Akut
Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma
memberi kesan seperti orang yang sedang sakit berat; mereka
diantar oleh orang lain atau dipapah. Penderita sendiri memegang
kepalanya karena sakit, kadang-kadang pakai selimut. Hal inilah
yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang
penderita dengan suatu penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa
sudah sekian hari penderita tidak bisa bangun, sakit kepala, dan
terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di dalam dan disekitar mata.
Penglihatannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di sekitar
lampu. Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak,
konjungtiva bulbi yang sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar
dan kornea yang suram. Bilik mata depan dangkal dapat dibuktikan
dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil
tampak melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang
hampir total. Refleks pupil lambat atau tidak ada.
Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari. Sebenarnya
dengan tanda-tanda luar ini ditambah dengan anamnesis yang teliti
sudah cukup untuk membuat suatu diagnosis persangkaan yang
baik. Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bolamata
diukur, lalu didapatkan tinggi sekali. Apabila tidak ada tonometer

15
Schiotz, terpaksa harus dipakai cara digital. Mereka yang tidak
biasa untuk menafsir tekanan bola mata dengan jari dan merasa
ragu-ragu, dianjurkan untuk membandingkannya dengan mata
orang lain atau mata sendiri.
Walaupun glaukoma akut begitu jelas tanda-tandanya,
kadang- kadang timbul keragu-raguan pada dokter umum yang
jarang melihat kasus glaukoma akut. Beberapa penyakit mata yang
mirip adalah iritis akut, konjungtiva akut dan glaukoma akut
dengan penyulit.
c) Glaukoma Sudut Terbuka (open angle glaukoma, chronic
simple glaukoma).
Sinonimmnya adalah galaukoma kronik atau chronic
simple glaukoma. Istilah chronic simple glaucoma sangat jelas
menggambarkan keadaan klinik penderita: penyakit yang
berlangsung lama (kronik) ada tanda yang jelas dari luar dan
tekanan bola mata yang meningkat (glaukoma). Dengan tonometri
rutin diharapkan lebih banyak chronic simple glaucoma dapat
dideteksi di antara penderita-penderita. Bahaya penyakit ini adalah
bahwa ia tidak memberi banyak keluhan kepada penderita.
Jika penderita sudah mulai mengeluh, kemudian pergi ke
dokter, biasanya penyakitnya sudah lanjut sekali atau sudah
terlambat. Karenanya tonometri rutin sangat dianjurkan dan ini
merupakan satu-satunya cara yang termudah untuk mendeteksi
glaukoma kronik. Anamnesis keluarga penting sekali karena sering
ditemukan glaukoma sudut terbuka dalam satu keluarga.
Mekanisme glaukoma sudut terbuka berbeda dari mekanisme
glaukoma sudut tertutup yang diakibatkan jaringan trabekulum
tertutup oleh iris, hambatan pada glaukoma sudut terbuka terletak
di dalam jaringan trabekulum sendiri. Akuos humor dengan leluasa
mencapai lubang-lubang trabekulum, tetapi sampai di dalam

16
terbentur celah-celah trabekulum yang sempit, hingga akuos humor
tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas.
Gejala klinik yang dapat muncul pada glaukoma jenis ini
diantaranya:
1) Glaukoma sudut terbuka tidak memberi tanda-tanda dari
luar.
2) Perjalanan penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan
merusak papil saraf optik (ekskavasi).
3) Biasanya penderita baru sadar bila keadaan telah lanjut.
4) Diagnosis sering baru dibuat kalau dilakukan tonometri
rutin pada penderita, yang misalnya datang hanya untuk
ganti kacamata. Sifat glaukoma jenis ini adalah bilateral,
tetapi biasanya yang satu mulai lebih dahulu. Kebanyakan
ditemukan pada penderita umur 40 tahun ke atas.
5) Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan
belum lanjut. Tetapi tajam penglihatan tidak boleh
menjadi patokan akan adanya glaukoma atau tidak.
Tekanan bola mata lebih dari 24 mmHg dan tidak terlalu
tinggi seperti pada glaukoma kronik.
6) Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma
sudah berlangsung lama. Pemeriksaan lapang pandang
perifer tidak menunjukkan kelainan selama glaukoma
masih dini, tetapi lapang pandang sentral sudah
menunjukkan skotoma parasentral.
7) Apabila glaukoma sudah lebih lanjut, lapang pandangan
perifer pun akan menunjukkan kerusakan. Pada
gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata depan yang
besar.

17
3.2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder ialah suatu jenis glaukoma yang timbul
sebagai penyulit penyakit intraokular. Beberapa kelainan glaukoma
sekunder diantaranya:
a. Glaukoma Sekunder Karena Kelainan Lensa Mata
Beberapa contoh adalah luksasi lensa ke depan maupun ke
belakang, lensa yang membengkak karena katarak atau karena
trauma, protein lensa yang menimbulkan uveitis yang kemudian
mengakibatkan tekanan bola mata naik. Yang terakhir ini
dinamakan reaksi fakoanfilaktik yang sering ditemukan pada
katarak yag terlalu matang. Lensa yang membengkak dapat
menimbulkan gejala glaukoma akut.
b. Glaukoma Sekunder Karena Kelainan Uvea
Uveitis dapat menimbulkan glaukoma karena terbentuknya
perlekatan iris bagian perifer (sinekia) dan eksudatnya yang
menutup celah-celah trabekulum hingga outflow akuos humor
terhambat. Tumor yang berasal dari uvea karena ukurannya
dapat menyempitkan rongga bola mata atau mendesak iris ke
depan dan menutup sudut bilik mata depan.
c. Glaukoma Sekunder Karena Trauma atau Pembedahan
Hifema di bilik mata depan karena trauma pada bola mata dapat
memblokir saluran outflow trabekulum. Perforasi kornea karena
kecelakaan menyebabkan iris terjepit dalam luka dan karenanya
bilik mata depan dangkal. Dengan sendirinya akuos humor tidak
dapat mencapai jaringan trabekulum untuk penyaluran
keluar. Pada pembedahan katarak kadang-kadang bilik mata
depan tidak terbentuk untuk waktu yang cukup lama, ini
mengakibatkan perlekatan iris bagian perifer hingga penyaluran
akuos humor terhambat.

18
d. Glaukoma Karena Rubeosis Iris
Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik seringkali
disusul oleh pembentukan pembuluh darah di iris. Dibagian iris
perifer pembuluh darah ini mengakibatkan perlekatan-
perlekatan sehingga sudut bilik mata depan menutup. Glaukoma
yang ditimbulkan biasanya nyeri dan sulit diobati.
e. Glaukoma Karena Kortokosteroid
Dengan munculnya kortikosteroid sebagai pengobatan setempat
pada mata, muncul pula kasus glaukoma pada penderita yang
memang sudah ada bakat untuk glaukoma. Glaukoma yang
ditimbulkan menyerupai glaukoma sudut terbuka.
Penatalaksanaannya dengan kortikosteroid jangka lama, perlu
diawasi tekanan bola matanya secara berkala.
3.3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital primer atau glaukoma infantil.
Penyebabnya adalah suatu membran yang menutupi jaringan trabekulum
sehingga menghambat saluran keluar akuos humor. Ini dapat timbul pada
saat dilahirkan sampai umur 3 tahun. Tanda yang paling dini adalah
lakrimasi dan fotofobia. Kornea agak suram, karena tekanan bola mata
tinggi, bola mata terenggang, terutama kornea. Akibatnya kornea
membesar sehingga disebut Buftalmos (mata sapi), karena kelainan ini
relatif jarang ditemukan, sering kesuraman kornea dianggap keratitis.
Kornea yang suram setelah lahir juga dapat disebabkan trauma forsep.
Pengobatannya yaitu dengan pembedahan, goniotomi. Pembedahan ini
membuka membran yang berada di depan jaringan trabekulum.
3.4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium terakhir semua jenis
glaukoma disertai kebutaan total. Apabila disertai nyeri yang tidak
tertahan, dapat dilakukan cyclocryo theraphy untuk mengurangi nyeri.
Seringkali enukleasi merupakan tindakan yang paling efektif. Apabila
tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan.
19
4. Etiologi Glaukoma
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi
pada umumnya disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa
meningkatkan tekanan intra okuler. Faktor-faktor resiko dari glaukoma
adalah:

4.1. Tekanan Intra Okuli


Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya
glaukoma sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini
disebabkan karena tekanan bola mata merupakan salah satu faktor
yang paling mudah dan paling penting untuk meramalkan timbulnya
glaukoma di masa mendatang. Secara umum dinyatakan bahwa tekanan
bola mata yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan terhadap
peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus, walaupun
hubungan antara tingginya tekanan bola mata dan besarnya
kerusakan sampai saat ini masih diperdebatkan.
Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata di
atas nilai normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan
gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada
beberapa kasus, pada tekanan bola mata yang normal dapat juga terjadi
kerusakan pada diskus optikus dan lapang pandangan. Oleh karena itu,
definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar untuk ditentukan
dengan pasti.
Secara umum dinyatakan bahwa hanya sekitar 0.5%-2% per tahun
terjadi kerusakan diskus optikus dan lapang pandangan selama
pengamatan. Ironisnya, sebagian besar penderita glaukoma sudut
terbuka primer hampir tidak pernah menyadari bahwa tekanan bola
matanya mengalami peningkatan. Seringkali mereka baru menyadari
setelah merasakan ada gangguan yang jelas terhadap tajam penglihatan
atau penyempitan lapang pandangan.

20
Sementara hubungan antara TIO dengan kerusakan neuropati optik
glaucoma merupakan hal yang fundamental untuk terapi glaukoma
sudut terbuka primer, walaupun terdapat beberapa faktor lainnya
(contohnya suplai darah pada nervus optikus, substansitoksis pada
nervus optikus dan retina, metabolisme aksonal atau ganglion selretina,
dan matriks ekstraselular lamina cribosa) yang dapat memainkan
peranan dalam progresifitas neuropati optik pada glaukoma sudut
terbuka primer. Sementara itu, nilai batas normal tekanan bola mata
dalam populasi berkisar antara 10 –21mmHg.
4.2. Umur
Faktor bertambahnya umur mempunyai peluang lebih besar untuk
menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995),
menyatakan bahwa frekuensi pada umur sekitar 40 tahun adalah
0,4%–0,7% jumlah penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun
frekuensinya meningkat menjadi 2%–3% dari jumlah penduduk.
Framingham Study dalam laporannya pada tahun 1994 menyatakan
bahwa populasi glaukoma adalah sekitar 0,7% pada penduduk yang
berusia 52–64 tahun, meningkat menjadi 1,6% pada penduduk yang
berusia 65–74 tahun, dan 4,2% pada penduduk yang berusia 75–85
tahun (Ilyas, 2007).
4.3. Riwayat Keluarga
Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor keluarga.
Hal ini ditunjukkan oleh beberapa survei yang pernah dilakukan. Pada
Baltimore Eye Survey, resiko relatif glaukoma sudut terbuka primer
meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang yang memiliki kerabat
menderita glaukoma sudut terbuka primer. Pada Rotterdam Eye Study,
prevalensi glaukoma sudut terbuka primer sekitar 10,4% pada pasien
yang memunyai riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama. Peneliti yang sama mengestimasikan bahwa resiko relatif untuk
menderita glaukoma sudut terbuka primer sebesar 9,2 kali pada

21
seseorang yang memiliki kerabat dekat yang menderita glaukoma sudut
terbuka primer.
Glaukoma disebabkan oleh penyumbatan sistem drainase humor
akueous dalam trabecular yang menyebabkan kenaikan tekanan
intraocular. Glaukoma juga dapat terjadi sekunder karena kelainan
lainnya yang mengenai bola mata. Penyebab glaukoma sekunder yang
sering ditemukan adalah diabetes, inflamasi atau cidera pada mata,
dan penggunaan obat seperti kortikosteroid yang berlebihan.
Glaukoma biasanya disebabkan oleh obstruksi aliran akueous
humor keluar dari ruang mata. Glaukoma sudut tertutup akut
disebabkan oleh obstruksi aliran secara mendadak melalui sudut antara
kornea dan iris yang dapat terjadi pada infeksi atau cedera, atau bahkan
tanpa alasan yang jelas. Sebaliknya glaukoma sudut terbuka primer
terjadi lebih bertahap, biasanya terjadi akibat fibrosis yang berhubungan
dengan usia disudut tersebut atau obstruksi bertahap saluran lain yang
berperan dalam aliran akueous humor. Pada kasus tersebut terdapat
peningkatan progresif tekanan intraocular. Kadang-kadang peningkatan
produksi akueous humor dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Faktor risiko glaukoma adalah usia (>80 tahun), riwayat
keluarga positif, berasal dari Karibia-Afrika, kornea tipis, miopia, dan
mutasi genetik (Corwin, 2009).
5. Patofisiologi Glaukoma
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi
sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus
menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare
juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin
(Vaughan, 2009).
Tingkat tekanan intraocular tergantung pada keseimbangan
antara produksi dan eksresi aqeous humor. Efek peningkatan tekanan
intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan
22
intraokular. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai
60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai
edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat lebih 30 mmHg dan
kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama, sering setelah
beberapa tahun. Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion retina
mungkin rentan mengalami kerusakan akibat tekanan intraokular dalam
kisaran normal, atau mekanisme kerusakannya yang utama mungkin iskemia
caput nervi optiki (Brunner & Suddarth, 2002).
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen
untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan
kornea, disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil
metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan
mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola
mata/tekanan intra okuler. Tekanan intraokuler inilah yang berperan dalam
terjadinya glaukoma sehingga menimbulkan kerusakan pada saraf optik.
Humor akuos diproduksi oleh badan silier, masuk ke dalam bilik mata
belakang kemudian mengalir ke bilik mata depan melalui pupil. Setelah
sampai ke bilik mata depan humor akuos akan meninggalkan bola mata
melalui suatu bangunan yang disebut trabekulum yang terletak di sudut
iridokornea. Keseimbangan antara produksi dan pengeluaran/pembuangan
humor akuos inilah yang menentukan jumlah humor akuos di dalam bola
mata. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang
menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi
peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara
saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke
saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus
mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang
pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti

23
oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan.
Tekanan intraokular dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor
aqueous yang terus menerus di rongga interior. Cairan yang terbentuk di
dalam badan siliar mata mengalir diantara ligament atau penggantung lensa,
kemudian melintasi pupil, lalu masuk ke dalam bilik mata depan (ruang
antara kornea dan iris), selanjutnya cairan mengalir pada sudut antara kornea
dan iris melalui jaringan laba-laba yang terbuka sangat kecil yang disebut
trabekular. Akhirnya cairan masuk melalui schlemn ke dalam vena-vena
ekstraokular.
Pada mata normal tekanan intraokular tetap konstan dan bervariasi
dalam rentang 2 mmHg. Tekanan intraokular normal kurang lebih 15 mmHg
dengan rentangan 12-20 mmHg. Glaukoma dapat terjadi bila ada
hambatan dalam pengaliran humor aqueous yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Bila tekanan terus meningkat dapat mengakibatkan
iskemik dan matinya neuron-neuron mata sehingga mengakibatkan
degenerasi nervus optikus dan berakhir dengan hilangnya penglihatan sampai
pada kebutaan (James, Chris dan Brown, 2005 ).
6. Penegakan Diagnosa
a. Anamnesa
Pada pasien dengan glaukoma didapatkan keluhan berupa munculnya
kekaburan penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, halo, serta
mual dan muntah. Temuan lainya adalah peningkatan tekanan intraokuler
yang mencolok, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut, pupil
berdilatasi sedang yang terfiksasi. Hal ini muncul karena peningkatan
tekanan intra okuler yang menekan nervus optikus, yang bila terjadi lama
akan menyebabkan kebutaan.
Pada pasien glaukoma sudut tertutup akut terjadi penutupan sudut pada
mata hiperopia yang sudah mengalami penyempitan anatomic bilik mata
depan, biasanya dieksaserbasi oleh pembesaran lensa kristalina yang
brkaitan dengan penuaan. Serangan akut tersebut sering dipresipitasi oleh
24
dilatasi pupil, yang terjadi secara spontan dimalam hari, atau saat
pencahayaan berkurang (Ilyas, 2013).
b. Pemeriksaan fisik
Pada pasien dengan glaukoma dilakukan palpasi pada mata dengan
menggunakan posisi kedua tangan pemeriksa pada dahi dan pipi penderita,
sedangkan jari tengah di dahi dan ibu jari di pipi dan penderita disuruh
melirik ke bawah kemudian pemeriksa menekan bola mata pada sklera di
belakang kornea menggunakan telunjuk satu tangan sedangkan telunjuk
yang lain merasakan (Ilyas, 2013).
c. Pemeriksaan penunjang
Tonometri
Adalah pengukuran intraokular. Instrumen yang paling luas digunakan
adalah Tonometer Aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan
mengukur gaya yang diperlukan untuk daerah kornea tertentu. Ketebalan
kornea berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran.
Rentan tekanan intra okular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia
lanjut, tekanan intra okular lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24
mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang
terkena akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat
pertama kali diperiksa, namun pada individu dengan glaukoma sudut
tertutup akut terjadi peningkatan tekanan intra okular dengan cepat (Paul,
2012).
Penilaian diskus optikus
Discus optikus normal mempunyai cekungan dibagian tengahnya
(depresi sentral) –cawan fisiologis- yang ukurannya tergantung pada
jumlah relatif serat penyusun nervus optikus terhadap ukuran lubang sklera
yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik
atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai
pembentukan takik (notching) fokal ditepi diskus optikus.

25
“Rasio cawan-diskus” adalah cara yang berguna untuk mencatat
ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah
perbandingan antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus.
Berikut ini adalah gambaran diskus optikus pada individu normal.

Terlihat rasio diskus oprikusnya normal yaitu kurang dari 0,5. Sedangkan
dibawah ini adalah rasio diskus optikus pada pasien glaukoma.

26
Pada pasien dengan glaukoma terlihat adanya perbesaran rasio diskus optikus,
yaitu lebih dari 0,5 dan terdapat tanda khas pada glaukoma yaitu adanya
pergeseran pembuluh darah ke nasal dan tampilan diskus optikus yang bergaung
(hallowed-out), mengecualikan sebuah tepi tipis (Paul, 2012).

Pemeriksaan lapang pandang


Pemeriksaan lapang pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri
tidak spesifik karena gangguan ini akibat defek berkas serat saraf yang dijumpai
pada semua penyakit nervus optikus; namun pola pola kelainan lapang pandang,
sifat progresivitas, dan hubungannya dengan kelainan diskus optikus merupakan
ciri khas penyakit ini.
Gangguan lapang pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapang
pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya titik buta
(Paul, 2012).
7. Penatalaksanaan
A. Terapi medikamentosa
i. Supresi pembentukan Humor Aquosus
a) Beta adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau
dengan kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan
β- adrenergic bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%,
betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain.
Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1
atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik,
sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan
intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar
20-30%. Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika
reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan
inflow humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl
cyclase-reseptor sehingga menurunkan produksi humor aquos

27
(Blanco, 2012)
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara
menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler
dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap
dengan baik oleh usus secara peroral sehingga bioavaibilitas
rendah, dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1
sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki
waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang
dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat
diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik.
Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka
sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi
dengan miotik.
Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi,
hipertensi okuler dan glaukoma kongenital (AAOG, 2010)
b) Alfa 2 Adrenergik Agonis
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2
yaitu selektif dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis
yang selektif misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan
produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos
melalui trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena
episklera dan dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu
1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang
cepat paling sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek
maksimal dari apraklonidin dalam menurunkan tekanan
intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol
28
peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser.
Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien
dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena
mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin (AAOG,
2010).
ii. Penghambat karbonat Anhidrase
a) Asetazolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan
karena dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak
40-60%. Bekerja efektif dalam menurunkan tekanan
intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5
µM.1= Apabila diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada
plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat
bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat karena
ekskresi pada urin.
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan
intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan
menurunkan tekanan introkuler pada pseudo tumor serebri.
Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru
obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan
urolithiasis.
Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan
inisial diuresis, sedangkan efek lain yang dapat muncul
apabila digunakan dalam jangka lama antara lain metalic
taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu
ginjal, depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik.
b) Penghambat Karbonat Anhidrase topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak
sehingga bila digunakan secara topikal daya penetrasi ke
kornea relatif rendah. Pemberian dorsolamid topikal akan
terjadi penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak
29
berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan
produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara menekan
enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik anhidrase
topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan
tekanan intraokuler karena konsentrasi di prosesus siliaris
mencapai 2-10µM. Penghambat karbonat anhidrase topikal
(dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler sebesar
15-20%.
Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik
jangka pendek maupun jangka panjang, sebagai obat tunggal
atau kombinasi. Indikasi lain untuk mencegah kenaikan
tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping
lokal yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata
superfisial, dan reaksi alergi. Efek samping sistemik jarang
dijumpai seperti metalic taste, gangguan gastrointestinal dan
urtikaria.
iii. Fasilitasi Aliran Keluar Humos Aqueus
a) Parasimptomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan
efek miosis pada mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga
menimbulkan kontraksi muskulus ciliaris supaya iris membuka
dan aliran humor aquos dapat keluar (James et al, 2015).
b) Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang
efektif digunakan pada terapi glaukoma misalnya, latanopros.
Latanopros merupakan obat baru yang paling efektif katena
dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek
samping sistemik (James et al, 2015).
Farmakokinetik latanopros mengalami hidrolisis enzim di
kornea dan diaktifkan menjadi asam latanopros. Penurunan
tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4 jam setelah
30
pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya
humor aqueus melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada
glaukoma sudut terbuka, hipertensi okuler yang tidak toleran
dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada pasien yang
sensitif dengan latanopros.
iv. Penurun Volume Vitreus
Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat
menggunakan obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah
menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan
menyebabkan pengecilan vitreus sehingga terjadi penurunan
produksi humor aquos. Penurunan volume vitreus bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior yang
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup
sekunder) (James et al, 2015).
B. Terapi non medikamentosa
Indikasi pembedahan yaitu:
- TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
- Lapang pandang terus mengecil
- Pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
- Tidak mampu membeli obat seumur hidup
- Tidak tersedia obat yang diperlukan
Prinsip operasi : fistulasi, mebuat jalan baru untuk mengeluarkan
humor aqueous, kaena jalan yang normal tidak dapat digunakan lagi.
i. Trabekulopati Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka
bakar pada trabecular meshwork dan kanal Schlemm sehingga
mempermudah aliran keluar humor aqueous. Rediksi tekanan yang
terjadi membuat berkurangnya terapi obat-obatan serta penundaan
operasi glaukoma. Teknik ini biasanya digunakan sebagai terapi awal
31
glaukoma sudut terbuka primer (Vaughan, 2012)
Indikasi :
• Glaukoma sudut terbuka dengan TIO yang masih belum
terkontrol setelah pemberian terapi medikamentosa
yang maksimal
• Terapi primer pada pasien dengan kepatuhan terhadap
pengobatan medikamentosa rendah
• Untuk glaukoma sudut terbuka bersamaan dengan
dilakukannya bedah drainase dimana diperlukan
penurunan TIO lebih lanjut.
• Sebelum ekstrasi katarak pada pasien glaukoma sudut
terbuka dengan control yang buruk
Kontraindikasi :
• Sudut tertutup atau sangat sempit
• Edema kornea yang menutupi pandangan sehingga sudut
tidak dapat dinilai
• Glaukoma lanjut dan progresif cepat dengan kepatuhan
medikamentosa rendah
• Inflamasi intraocular atau terdapat darah pada bilik mata
anterior
• Usia kurang dari 25 tahun
ii. Iridektomi dan Iridotomi perifer
Sumbatan pupil pada glaukoma sudut tertutup dapat ditatalaksana
dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera okuli anterior
dan posterior yang menghilangkan perbedaan tekanan di antara
keduanya. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG atau
argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan iridektomi perifer. Cincin
laser membakar iris perifer sehingga mengkontraksikan stroma it is,
membuka kamera okuli anterior secara mekanis (Vaughan, 2012).
Indikasi :

32
• Glaukoma sudut tertutup
• Mata yang lain dimana mata yang satu telah terserang
glaukoma akut
• Sudut sempit
• Penutupan sudut sekunder dengan sumbatan pupil
• Glaukoma sudut terbuka dengan sudut sempit
Kontraindikasi :
• Edema kornea
• Bilik mata depan dangkal
iii. Bedah drainase
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme
drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous
dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita dapat
dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering dilakukan.
Komplikasi trabekulektomi adalah kegagalan fibrosis pada jaringan
episklera menutup jalur drainase yang baru. Biasanya terjadi pada
pasien berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah
menjalani bedah drainase atau tindakan bedah lain yang melibatkan
jarngan episklera. Terapi ajuvan dengan antimetabolite biasanya
fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko ini.
Apabila trabekulektomi tidak efektif, dapat dilakukan penanaman
suatu selang silicon untuk membentuk saluran keluar permanen
humor aqueous.
Jenis operasi lainnya yaitu sklerostomi, goniotomi,
viskokanalostomi untuk menatalaksana glaukoma kongenital
dimana terjadi sumbatan drainase humor aqueous di bagian
dalam jaringan trabecular (Vaughan, 2012).
iv. Siklodestruktif
TIO diturunkan dengan cara merusak epitel sekretorik dari
badan siliar. Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi
33
pertimbangan untuk dilakukannya destruksi korpus siliaris dengan
laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraocular. Metode
yang digunakan adalah : krioterapi, diatermik, utrasonografi
frekuensi tinggi, terapi laser neodinium : YAG termal mode atau
laser diode (Vaughan, 2012).
8. Prognosis

Prognosis pada glaukoma primer dapat menimbulkan kebutaan total apabila


tidak dikontrol tekanan bola matanya. Glaukoma akut sudut tertutup dapat
terjadi iris perifer melekat pada jala trabekula, dapat menimbulkan sumbatan
irreversibel yang memerlukan tindakan bedah dan dapat terjadi sinekia
anterior, katarak, atropi terina dan nervus opticus, glaukoma absolut. Pada
galukoma sekunder tergantung dari etiologi. Pada glaukoma absolut prognosis
buruk, pada glaukoma kongenital tergantung pada cepatnya tindakan
pengobatan, terkontrolnya TIO, dan adanya udem kornea (Vaughan, 2012).

34
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Soesilo dengan keluhan mata kanan
terasa buram. Pandangan mata dirasakan buram seperti kabut. Buram ini
dirasakan saat melihat jauh maupun dekat. Pasien juga mengeluhkan mata
berwarna merah, pusing pada kepala bagian kanan dan kliyengan, mual dan
muntah. Keluhan dirasakan kurang lebih sejak 5 hari yang lalu. Sebelumnya
keluhan tersebut belum pernah dirasakan oleh pasien. Pasien mengaku
keluhan ini timbul mendadak. Adanya keluhan pada mata sebelah kanan
disangkal.
Riwayat pasien sudah berobat ke dokter umum tetapi mata malah menjadi
merah. Keluhannya tidak membaik sehingga pasien memutuskan untuk
datang ke Poli mata RSUD Dr. Soesilo.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD 1/300 tanpa koreksi dan OS
6/48 tanpa koreksi. Pemeriksaan kelopak mata, konjungtiva dan kornea ODS
dalam batas normal. COA OD dangkal sedangkan COA OS terbentuk dalam,
pupil OD middilatasi dan refleks pupil negatif. Sedangkan pupil OS dalam
batas normal dan refleks pupil (+). Selanjutnya lensa OD didapatkan keruh
dan serta TIO OD 23,8 mmHg sedangkan lensa OS didapatkan jernih serta
TIO 17,3 mmHg.
Glaukoma sudut tertutup didasarkan atas gonioskopi. Istilah klinik ini
lebih cocok dengan keadaan yang sebenarnya terlihat oleh dokter; yaitu
kadang-kadang dapat terjadi serangan nyeri yang mendadak (akut), mata
merah sekali dan palpebra membengkak (kongestif), tekanan bola mata
meningkat (glaukoma).
Karena tanda-tanda klinik yang jelas ini, sebenarnya tiap dokter dapat
mengenalinya. Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata
depannya memang sudah sempit pembawaannya. Jadi ada faktor predisposisi
yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut balik mata depan.
Faktor predisposisinya berupa, pada bilik mata depan yang dangkal
akibat lensa dekat pada iris, akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari
35
bilik mata belakang ke bilik mata depan, yang dinamakan hambatan pupil
(pupillary block). Hambatan ini dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di
bilik mata belakang.
Pada sudut bilik depan yang tadinya memang sudah sempit, dorongan
ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan trabekulum. Akibatnya akuos
humor tidak dapat atau sukar mencapai jaringan ini dan tidak dapat disalurkan
keluar. Terjadilah glaukoma akut sudut tertutup. Istilah pupillary block
penting untuk diingat dan dipahami karena mendasari alasan pengobatan dan
pembedahan pada glaukoma sudut tertutup.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya hambatan pupil ini
ditemukan pada mata yang bersumbu pendek dan lensa yang secara fisiologik
terus membesar karena usia, iris yang tebal pun dianggap merupakan faktor
untuk mempersempit sudut bilik depan.
Selain faktor predisposisi ada juga faktor pencetus diantaranya
peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata belakang akan
mendorong iris ke depan, hingga sudut bilik mata depan yang memang sudah
sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui dengan jelas apa yang
menyebabkan hal tersebut.
Dilatasi pupil yang terjadi apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan
menebal; sudut bilik mata depan yang asalnya sudah sempit, akan mudah
tertutup. Glaukoma akut akibat midriatik sudah lama dikenal, bahkan ada
yang mengusulkan istilah mydriatic glaukoma. Penggunaan tetes mata
homatropin, atropin, dan skopolamin dapat mengakibatkan glaukoma akut.
Bahkan suntikan atropin untuk kasus muntah berak atau untuk persiapan
pembiusan dapat mengakibatkan glaukoma akut karena dilatasi pupil.
Gejala klinik yang mungkin muncul berupa: sebelum penderita
mendapat serangan akut, penderita akan mengalami tanda dini walau ini tidak
selalu terjadi.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah
pemberian medikamentosa berupa Timolol eye drop 0,5 % 2x1 OD, Glauceta
tablet 250 mg 2 x 1 tab, KSR tablet 2 x 1 PO.
36
Timolol merupakan salah satu obat golongan beta adrenergic bloker
yang bekerja untuk mensupresi pembentukan humor aquosus, dengan
pemberian timolol, diharapkan dapat menurunkan tekanan intraocular sekitar
20-30% (AAOG,2010). Pasien juga diberikan terapi oral berupa Glauceta
(Acetazolamid) Obat ini juga diberikan kepada enderita glaukoma untuk
mengurangi pembentukan humor aquosus sekitar 40-60% . Obat ini dapat
diberikan juga untuk menurunkan tekanan intraocular dan mencegah
prolapse pada korpus vitreum. Efek samping yang paling sering terjadi
setelah pemberian obar ini adalah hipokalemi yang menyebabkan keluhan
kesemutan pada pasien penderita glaukoma, sehingga diberikanlah KSR tab
1x1 PO untuk memperbaiki keadaan hipokalemi yang timbul akibat
pemberian acetazolamide.
Terapi lain yang dapat diberikan pada pasien glaukoma yaitu terapi non
medikamentosa yaitu pembedahan yaitu trabekulopati laser, iridektomi dan
iridotomi perifer, bedah drainase dan siklodesktruktif. Prognosis pada kasus
glaukoma primer dapat menyebabkan kebutaan apabila TIO tidak dikontrol,
glaukoma akut sudut tertutup dapat terjadi iris perifer melekat pada jala
trabekula, dapat menimbulkan sumbatan irreversibel yang memerlukan
tindakan bedah dan dapat terjadi sinekia anterior, katarak, atropi terina dan
nervus opticus, glaukoma absolut. Pada galukoma sekunder tergantung dari
etiologi. Pada glaukoma absolut prognosis buruk, pada glaukoma kongenital
tergantung pada cepatnya tindakan pengobatan, terkontrolnya TIO, dan
adanya udem kornea (Vaughan, 2012).

37
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasien dalam kasus ini didiagnosis OD Glaukoma Akut Sudut Tertutup
setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis ini tegak
dikarenakan keluhan mata kanan terasa buram. Pandangan mata dirasakan
buram seperti kabut. Buram ini dirasakan saat melihat jauh maupun dekat.
Pasien juga mengeluhkan mata berwarna merah, pusing pada kepala bagian
kanan dan kliyengan, mual dan muntah. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
COA yang dangkal pada mata kanan pasien. Tatalaksana yang diberikan pada
pasien dalam kasus ini adalah pemberian medikamentosa berupa Timolol eye
drop 0,5 % 2x1 OD, Glauceta tablet 250 mg 2 x 1 tab, KSR tablet 2 x 1 PO
B. Saran
1. Pada pasien perlu dilakukan follow up mengenai tekanan intraokuler
secara berkala untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari glaukoma

38
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology., 2011, Glaucoma, in Basic and Clinical


Science Course, section 10
Blanco, A. A., Costa, V. P., Wilson, R. P., 2012, Handbook of Glaucoma. London
: Martin Dunitz
Bruce James, Chris Chew, Anthony Brown. 2006. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta:
Erlangga

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikel Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Corwin, J Elizabeth. 2009. Buku saku: Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Ilyas Sidarta. 2013. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia
James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi ed 9. Jakarta. EMS. 2015.
Neal, M J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi 5. Jakarta : Erlangga.

Riordan Paul, Eva. Vaugan & Asbury’s General Opthalomologi. Jakarta : EGC.
2012. Edisi 20
Salmon, JF. 2007. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum. Vaughan & Asbury.
Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Vaughan DG, EVA RP, Asbury T., Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta. 2012.

39

Anda mungkin juga menyukai