DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan cinta
kasih, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “makalah peka budaya suku mbojo”.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas praktek laboratorium mata kuliah
Keperawatan psikososial.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
terlaksananya penyusunan makalah ini terutama kepada
1. Penanggung jawab Mata Kuliah serta team dosen psikososial yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis.
2. Pembimbing akademik yang telah menyempatkan waktu untuk memberikan
bimbingan kepada penulis.
3. Orang tua kami yang senantiasa memberikan dorongan, semangat dan restu
sehingga makalah ini dapat disusun dengan lancar
4. Teman-teman yang telah memberikan masukan dan semangat kepada kami
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah yang kami susun.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan untuk tugas-tugas berikutnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Tujuan..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan atau disebut juga kultur merupakan keseluruhan cara hidup
manusia sebagai warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Dalam
tiap kebudayaan terdapat berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan.
Terdapat kebudayaan yang bertentangan dengan kesehatan namun, di sisi lain ada
kebudayaan yang sejalan dengan aspek kesehatan. Dalam arti kebudayaan yang
berlaku tersebut tidak bertentangan bahkan saling mendukung dengan aspek
kesehatan. Dalam hal ini petugas kesehatan harus mendukung kebudayaan tersebut.
Tetapi kadangkala rasionalisasinya tidak tepat sehingga peran petugas kesehatan
adalah meluruskan anggapan tersebut.
Di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan
fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya panas,
batuk pilek, mencret, muntah -muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning,
kaki dan perut bengkak. Seorang pengobat tradisional yang juga menerima
pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai
masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah
berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan
lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit,
maunya tiduran atau istirahat saja. Pada penyakit batin tidak ada tanda -tanda di
badannya,tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang gaib. Pada orang
yang sehat, gerakannya sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-
sakit badan.
Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan
pedas, makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer,
dan lain-lain. Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk
daun jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima) obat lainnya
adalah Larutan Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain -lain. Larutan Gula
Garam sudah dikenal hanya proporsi campurannya tidak tepat.
Suku Mbojo merupakan salah satu suku di Indonesia yang telah mengalami
modernisasi dalam hal pola kehidupan, budaya maupun interaksi. Untuk itu kami
akan membahas pola kehidupan, budaya serta pola makan dari Suku Mbojo.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebudayaan suku Mbojo
2. Untuk mengetahui kebudayaan suku mbojo dalam masalah kesehatan
C. Manfaat
1. Menambah wawasan dan informasi tentang kebudayaan suku Mbojo
BAB II PEMBAHASAN
Cara Penggunaan :
Perhatian :
- Jangan diisi air panas atau air es, dapat menyebabkan gelas pecah
- Khusus penderita darah rendah agar tidak terlalu banyak mengkonsumsi
2. Tembe
Kota Bima merupakan suatu daerah kaya akan kekayakan budaya dan
adat istiadat. Orang Bima mengenal tenunan sejak bedirinya Negara islam di
Bima pada 15 rabiul awal 1050 hijriah. Awal pertama kali masyarakat Mbojo
mengenal pembuatan tenunan biasa mereka menyebutnya dengan ”Tembe’
dimana tujuan utama pembuatan tembe tersebut sebagi pakaian yang menutup
auratnya serta sebagai motivasi peradaban keagamaan mereka pada zaman
dulu.
Dimana tembe ini dikenal bebrapa jenis yaitu tembe nggoli, tembe
songket, tembe kafa na’e, tembe me’e, tenunan ini merupakan salah satu hasil
kerajinan khas daerah Mbojo Bima yang dikenal di beberapa daerah.
Mengapa dikatakan tenunan tradisional karena alat-alatnya di buat
secara tradisional seperti tampe, tandi, ku’u, poro’ cau, lihu, lira lili, dll.
Pekerjaaan tenunan ini dilakukan oleh kaum perempuan remaja dan ibu-ibu.
Adapun proses pembuatan tenunan tersebut cukup rumit di mulai dari :
a. Menggulung benang-benang pada seruas bambu dengan menggunakan
alat sederhana.
b. Benang yang digulung tadi kemudian dililitkan pada sebuah benda yang
dirancang khusus seperti garpu, biasanya garpu yang satu terdiri dari tiga
garpu, sedangkan yang lainnya empat garpu.Setelah lilitanya selesai baru
ujung-ujung benang tadi diselipkan ke sisir (cau) serta alat-alat lain yang
diperlukan.
c. Benang-benang yang sudah dipasang tadi ditarik lurus sekencang-
kencangnya untuk mengetahui apakah ada benang yang salah ataupun
dimasukan kedalam sisir tadi.
d. Benang itu digulung dengan rapi dan siap untuk di tenun.
a. Rumah Lengge
Lengge merupakan salah satu rumah adat tradisional Bima yang
dibuat oleh nenek moyang suku Bima(Mbojo) sejak zaman purba. Sejak
dulu, bangunan ini tersebar di wilayah Sambori, Wawo dan Donggo.
Khusu di Donggo terutama di Padende dan Mbawa terdapat rumah yang
disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut sangat
runcing dan lebih runcing dari Lengge. Atapnya mencapai hingga ke
dinding rumah. Namun saat ini jumlah Lengge atau Uma Lengge
semakin sedikit. Di kecamatan Lambitu, Lengge dapat ditemukan di desa
Sambori yang berjarak sekitar 40 km sebelah tenggara kota Bima.
Meskipun ada juga di desa lain seperti di Kuta, Teta, Tarlawi dan Kaboro
dalam wilayah kecamatan Lambitu.
Uma Lengge terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan
untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi
sebagai tempat tidur sekaligus dapur. Sedangkan lantai ketiga digunakan
untuk menyimpan bahan makanan seperti padi, palawija dan umbi-
umbian.
Pintu masuknya terdiri dari tiga daun pintu yang berfungsi
sebagai bahasa komunikasi dan sandi untuk para tetangga dan tamu.
Menurut warga Sambori, jika daun pintu lantai pertama dan kedua
ditutup, hal itu menunjukan bahwa yang punya rumah sedang berpergian
tapi tidak jauh dari rumah. Tapi jika ketiga pintu ditutup, berarti pemilik
rumah sedang berpergian jauh dalam tempo yang relatif lama.
A. Kesimpulan
Begitu banyak ragam budaya dan khas makanan bima membuat orang Bima
begitu mencintai daerahnya. Bahkan bagi masyarakat Bima yang merantaupun tetap
berusaha mempertahankan adat dan pola makan seperti di Bima meskipun tidak
sepenuhnya (atau dicampur dengan kebiasaan setempat). Contohnya masyarakat
Bima yang tinggal di Lombok, masih mempertahankan adat Bima dalam rangka
merayakan upacara-upacara tertentu.Orang Bima meskipun tinggal di Lombok,
mereka tetap menyukai makanan-makanan khas Bima yang biasa disajikan dalam
masakan keluarga sehari-hari, bahkan mereka tetap memperkenalkan makanan
Bima kepada anak-anaknya meskipun anaknya lahir di Lombok.Orang Bima
membiasakan diri makan makanan Lombok dalam upaya beradaptasi, karena
mereka sadar tidak selamanya mereka mengkonsumsi makanan khas Bima di
lingkungan baru yang mereka tempati.
Jadi, dimanapun orang Bima tinggal. Mereka tidak akan pernah melupakan
adat dan makanan khas mereka. Meskipun mereka terbiasa dengan makanan di
daerah setempat, namun makanan khas tetap menjadi makanan favorit mereka.
B. Saran
Inilah yang dapat kelompok kami tulis meskipun tulisan ini belum dapat
dikatakan sempurna dan kami membutuhkan kritik/saran agar menjadi motivasi
kami untuk belajae lagi agar lebih baik pada tulisan selanjutnya.