Makalah Transkultural Nursing Keperawata
Makalah Transkultural Nursing Keperawata
PERAWAT
SABTU, 10 NOVEMBER 2012
A. Latar Belakang
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh
perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan,
perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi
perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang
memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi
kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut
lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses
penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang
kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi
dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat
dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang
dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus
terpenuhi. Menurut hasil RisetPsycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal
Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul
maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga
pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan
globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien
menjelang dan saat kematian.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan
dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan
b. Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural
c. Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat
kematian
d. Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila
dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk
membantu pasien
e. Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan standart
keperawatan
C. Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:
“ Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi pasien menjelang dan saat
kematian dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien tersebut
dilihat dari proses transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan
pelayanan kesehatan.
D. Metode penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah:
BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan
metode penulisan makalah
BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai teori tentang Perspektif Transkultural
dalam Keperawatan,Asuhan keperawatan klien terminal (sakaratul maut)
BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai kasus yang dibahas serta jawaban kasus.
BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran mengenai masalah
gangguan pada systemendokrin.
Dan juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku – buku
dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi makalah.
BAB II
LANDASAN TEORI
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan kebudayaan
spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah
esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku
caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan
fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat
dengan tempat lainnya.
Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak
pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam
konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang
dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang
samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif
(Andrew and Boyle, 1995).
Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan
dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu :
fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia
seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan
sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan
ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser
(1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan
asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat
sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan,
alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran
diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab
penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga
dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di
anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar
anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
5. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :
a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
c. ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
6. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995)
yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh
klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
7. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau sedang
terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar sesuatu yang tidak
diharapkan.
b. Marah (anger)
Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa marah ini
terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga karena dapat dipicu oleh hal-hal yang secara
normal tidak menimbulkan kemarahan, sering terjadi karena merasa tidak berdaya.
c. Tawar – Menawar (bargaining)
Ekspresi kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi
dengan siapapun dan apapun.
e. Menerima (acceptable)
Pada tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan
kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan
panjang.
Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien tersebut. Klien
dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual
dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Biasanya apabila keluarga
tersebut mempunyai keyakinan yang besar terhadap tuhan, mereka akan lebih memilih
untuk berdoa di sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat diterima oleh yang kuasa. Ada
pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien meninggal di rumah klien, klien langsung
dibawa pulang ketika keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal. 17
Gejala-gelala pada saat kondisi terminal:
a. Nafsu makan berkurang
b. Lesu
c. Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat mengalir ke seluruh tubuh
secara normal sehingga menjadikan kulit klien berubah menjadi biru
d. Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi, dan frekuensi bernafas klien
makin lama makin berkurang
e. Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai keinginannya lagi
f. Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan makanan yang diberikan.
Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara
medis kepada klien dengan cara (1) mengontrol nyeri dan gejala lain, (2) memelihara nutrisi
klien, (3) mengatur dosis regular, (4) membebaskan jalan nafas, dan (5) menyediakan obat-
obatan esensial. Seperti itulah proses keperawatan pada pasien terminal, perawat dan
pihak keluarga pasien berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan klien dalam menuju
perjalan yang sangat panjang. Proses proses perawatan pun akan menjadi fleksibel dan
lebih menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga
klien. Selama tidak membahayakan klien, pihak rumah sakit akan senantiasa mengikuti
adat budaya keluarga tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Scenario kasus IV
Tn. A usia 45 tahun dirawat di RSUD kota Jakarta sejak seminggu yang lalu. Tn. A sudan
menderita penyakit DM sejak 6 tahun yang lalu, menurut istrinya suaminya ini sering terlihat
cepat lelah merasa sangat haus dan sering ke kamar mandi untuk buang air kecil, perutnya tidak
enak serasa mual , terkadang muntah dan nyeri. Menurut istrnya juga dari pemeriksaan alat gula
darah kepunyaan tetangganya, hasilnya sring diatas 200mg/dl. Pasien mengatakan badan terasa
lemas disertai mual dan kadang-kadang muntah. Ketika diperiksa torgor kulitnya lebih dari 3
detik,mukosa bibir kering,terdapat penurunan berat badan dari sebelum sakit, Berdasarkan dari
pemeriksaan fisik,tanda-tanda vital TD:120/80 mmHg,N :60X/menit, S :36,50 C,RR:24X/menit,
dari mulut pasien tecium bau buah yang menyengat pasien sering mendengkur dan bibir terlihat
mencibir ketika ekspirasi,kesadaran somnolen GCS 12. Terpasang oksigen binasal 2 lpm,pasien
saat ini dberikan terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump, dan pemberian
insulin 20 U. Hasil pemeiksaan dengan glukometer tak terbaca sehingga di lakukan pemeriksaan
dilabolatorium keton serum positif,analisa gas darah Ph 7,10. Pasien mendapatkan terapi obat
ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg. Istri paien mengatakan selama ini dia tidak segera
membawa suaminya ke rumas sakit karena tidak mempunyai KTP dan KK tempat tinggal saat
ini,karena pasien berasal dai luar kota Jakarta. Sehingga tidak bias menggunakan program
GAKIN,sedangkan istri pasien mengeluh tentang biaya perawatan.
Pertanyaan Kasus
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas, coba
diskusikan system organ apa yang terkait masalah di atas ? Jelaskan dengan menggunakan peta
konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis system organ itu bekerja !
2. Coba identifikasi diagnose keperawatan utama pada klien dalam kasus tersebut !
3. Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus diatas !
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya dilakukan seorang
perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pada klien dan keluarganya!
B. Jawaban kasus
1. System organ yang terkait dengan masalah diatas adalah system endokrin dan organ yang
terganggunya adalah organ kelenjar pancreas.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal 12,5 cm dan tebal ±
2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai kelengkungan besar dari perut dan biasanya
dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari) organ ini dapat diklasifikasikan ke
dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.
a. Struktur Pankreas
Pankreas terdiri dari :
- Kepala pancreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lakukan duodenum dan yang praktis melingkarinya.
- Badan pancreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambuing dan di depan
vertebra lumbalis pertama.
- Ekor pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh limfa.
b. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum
:
- Ductus wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian masuk ke dalam
duodenum melalui sphincter oddi
- Ductus sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas sphincter
oddi.
c. Jaringan pankreas
Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas :
- Asini berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam duodenum
- Pulau langerhans
d. Pulau-pulau langerhans
- Hormon-hormon yang dihasilkan
Insulin
Adalah suatu poliptida mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh gambaran
disulfide.
Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim dimembran sel yang mengalami
internalisasi bersama insulin
Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks
- Efek-efek tersebut biasanya dibagi :
Efek cepat (detik)
Peningkatan transport glukosa, asam amino dan k+ ke dalam sel peka insulin.
Efek menengah (menit)
Stimulasi sintesis protein, penghambatan pemecahan protein, pengaktifan glikogen sintesa dan
enzim-enzim glikolitik.
Efek lambat (jam)
- Peningkatan M RNA enzim lipogenik dan enzim lain
Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari :
ekstraksi glukosa
sintesis glikogen
glikogenesis
- Glukogen
Molekul glukogen adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung 29 n residu asam amino dan
memiliki 3485 glukogen merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas
fisiologi meningkatkan kadar glukosa darah.
- Somatostatin
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukogen dan polipeptida pankreas dan mungkin
bekerja di dalam pulau-pulau pankreas.
- Poliptida pankreas
Poliptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh sel pulau
langerhans.
Fungsi eksokrin pankreas:
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama,
protein, karhohidrat dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke
dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kamotripsin, karboksi, peptidase, ribonuklease,
deoksiribonuklease, tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein
yang dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan keuda jenis asam nuklet, asam ribonukleat
dan deosinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang mengidrosis pati, glikogen
dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan
enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral
menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester
kolesterol.
a. Pancreatic guice
Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin (7,1 – 8,2) pada pancreatic jurce sehingga
menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan
enzim-enzim dalam usus halus.
b. Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :
- Pengaturan saraf
- Pengaturan hormonal
Fungsi endokrin pankreas
Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok sel epithelium yang jelas,
terpisah dan nyata.
Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan langerhans yang bersama-sama membentuk
organ endokrin.
2. Diagnose keperawatan utama pada kasus di atas adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolic ditandai dengan:
DS: -
DO :
- RR:24X/menit
- sering mendengkur dan bibir terlihat mencibir ketika ekspirasi
- Terpasang oksigen binasal 2 lpm
b. Kekurangan volume cairan dan elektolit b.d diuresis osmotic ditandai dengan:
DS : pasien mengeluh sering haus dan sering buang air kencinng
DO :
- torgor kulitnya lebih dari 3 detik
- mukosa bibir kering
- terapi infuse Nacl 0,9 % dengan menggunakan infuse pump
c. Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.dpeningkatan asam lemak ditandai dengan:
DS : pasien mengeluh mual dan disertai muntah
DO :
- penurunan berat badan dari sebelum sakit
- mendapatkan terapi obat ranitidine 30mg dan ondansentron 4mg
4. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama
adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea.
Intervensi :
- Kaji pola nafas tiap hari
R/ Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status
cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk
menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh.
- Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul
R/ Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek
parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan.
- Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan
dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
- Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
R/ Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya
lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang mungkin terjadi
- Berikan bantuan oksigen
R/ Pernafasan kusmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan
O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan
level CO2.
- Kaji Kadar AGD setiap hari
R/ Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap
keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.
b. Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas
normal
Intervensi:
- Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare
R/ Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam
yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.
- Pantau tanda vital
R/ Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat
ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10
mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
- Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton
R/ Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungn
dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat.
- Ukur BB tiap hari
R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam pemberian cairan pengganti.
- Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine
R/ Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi
yang diberikan.
- Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr
R/ Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.
- Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan
menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
- Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien
individual.
- Berikan Plasma, albumin
R/ Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau
tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
- Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K
R/ Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi
mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.
Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium
absolut tubuh kuran
- Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral
R/ Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan
untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain.
- Berikan Bikarbonat
R/ Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.
- Pasang selang NG dan lakukan penghisapan
R/ Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah.
Kolaborasi:
- Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau
DM tipe II). Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat
menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa,
ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas
yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau
tekanan emosional.
B. Saran
Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis diabetikum jatuh pada kondisi tidak
stabil, maka yang perlu dilakukan adalah sesegera mungkin melakukan penggantian cairan dan
garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD (dalam kasus ini diberikan antibiotik),
serta mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta
penyesuaian pengobatan.Sedangkan untuk melakukan tindakan pencegahan agar tidak jatuh pada
kondisi ketoasidosis yaitu dengan melakukan manajemen nutrisis yang baik serta menetapkan
taraf insulin yang benat atau tepat dosi
DAFTAR PUSTAKA