Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas atas pelaksanaan

otonomi daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah, instansi pemerintah

diwajibkan melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan

pelaksanaan keuangannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang

didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan. Dalam rangka

pertanggungjawaban tersebut diperlukan penerapan prinsip transparansi dan

akuntabilitas. Oleh karena itu, diperlukan upaya reformasi dan pengembangan,

khususnya di bidang akuntansi pemerintahan, yang berkesinambungan sehingga

terbentuk system yang tepat.

Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat

diharapkan membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di

daerah. Salah satu agenda reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi

keuangan dan otonomi daerah. Dalam hal desentralisasi keuangan dan otonomi

daerah yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan, pemerintah telah

mengeluarkan suatu paket kebijakan tentang pengelolaan keuangan negara yaitu:

Penetapan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-

undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58

1
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 13

Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Terbitnya Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah. Selain itu, terdapat undang-undang nomor 12 tahun 2008 yang

merupakan perubahan kedua atas undang-undangnomor 32 tahun 2004 tentang

pemerintah d aerah, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan. Berbagai peraturan serta perundang-undangan tentang

pengelolaan keuangan telah disusun guna dijadikan sebagai landasan yang kokoh

bagi pengelola keuangan negara dalam rangka menjadikan good governance dan

clean government (Nurlaela, 2010 : 2).

Salah satu bentuk konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabi-

litas pengelolaan keuangan negara/daerah adalah dengan diundangkannya

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang

mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi

pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut,

pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pe-merintah Nomor 24 Tahun 2004

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP merupakan prinsip-prinsip

akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan

pemerintah. Dengan demikian, SAP merupakan persyaratan yang mempunyai

2
kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan

pemerintah di Indonesia( Subaweh, 2008: 49).

Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur penyajian laporan keuangan

untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka

meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar

periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah

laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian

besar pengguna laporan, untuk mencapai tujuan tersebut standar ini menetapkan

seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman

struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menyatakan bahwa,

SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang,

dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan,

belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan

basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang mengakui

pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang,

dan ekuitas dana berbasis akrual. Laporan keuangan pokok terdiri dari: (a)

Laporan Realisasi Anggaran, (b) Neraca, (c) Laporan Arus Kas,(d) Catatan atas

Laporan Keuangan. Selain laporan keuangan pokok tersebut, entitas pelaporan

diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan

Ekuitas (PSAP, KK; 2010)

3
Menurut Nugraheni dan Subaweh (2008 : 13) dalam jurnal Pengaruh

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Laporan

Keuangan, SAP merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam

menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian, SAP

merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya

meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah Indonesia.

Penyusunan PSAP dilandasi oleh kerangka konseptual akuntansi

Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan

Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar

Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan

pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah

yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih

bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang

menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja

berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran

berbasis kas.Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan berbasis akrual

menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti.

Tahun 2010, BPK tidak memberikan opini (disclaimer). BPK

memberikan opini tidak wajar kepada Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupeten

4
Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Barat,

Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Ternate,

sedangkan Kota Tidore Kepulauan mendapat opini wajar dengan pengecualian

(WDP). Hal ini menandakan bahwa Sistem Pengendalian Internal

Kabupaten/Kota tidak dijalankan secara maksimal. Salah satu tugas APIP yaitu

menjalankan sistem pengendalian internal pemerintahan Kabupaten/Kota.

Tahun 2011, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP)

kepada Kabupaten Halmahera Selatan, Kota Tidore kepulauan dan Kota Ternate.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa APIP belum memiliki kompetensi

yang baik dalam menjalankan tugasnya untuk menghasilkan laporan keuangan

pemerintah daerah yang berkualitas.

Hasil evaluasi BPK dalam kurun waktu 4 tahun menunjukan bahwa

laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) khususnya pada Kota Ternate pada

tahun 2008 tidak menyatakan pendapat, tahun 2009 tidak wajar, tahun 2010 tidak

menyatakan pendapat, dan tahun 2011 wajar dengan pengeculian (WDP). Dari

hasil evaluasi ini dapat di katakan bahwa laporan keuangan pada Kota Ternate

masih belum dapat memenuhi syarat dalam kualitas laporan keuangan dalam

penerapan standar akuntansi (BPK Perwakilan Maluku Utara, 2012)

Adapun hasil evaluasi oleh BPK menunjukkan bahwa LKPD yang

memperoleh opini wajar dengan pengecualian (unqualified opini)pada umumnya

memiliki pengendalian intern telah memadai.Adapun LKPD yang memperoleh

opini tidak wajar(adverse opini) dan tidak menyatakan pendapatan (disclaimer

opini) memerlukan perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi

5
yang di sajikan dalam laporan keuangan.Masih banyaknya opini tidak

wajar(adverse opini) dan tidak menyatakan pendapatan (Disclaimer opini)yang di

berikan oleh BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah daerah belum

optimal.BPK menemukan beberapa kasus kelemahan system pengendalian

akuntansi dan pelaporan,terdiri dari 1.Pencatatan tidak/belum dilakukan secara

akurat, 2.Proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan, 3.Terlambat

menyampaikan, 4.Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, dan

5.Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum di dukung dengan SDM yang

memadai.

Penelitian ini mangacuh pada penelitian Purwaniati Nugraheni dan Imam

Sumbaweh (2008) perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

pertama, objek penelitian Purwaniati Nugraheni dan Imam Sumbaweh (2008)

yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional Pasca Sarjana

Universitas Gunadarma, sedangkan pada penelitian ini objeknya adalah BPKD

Pemerintah Kota Ternate. kedua, penelitian Purwaniati Nugraheni dan Imam

Sumbaweh di lakukan pada tahun 2008, sedangkan penelitian ini di laksanakan

pada tahun 2019

Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis

Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku

kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan

pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan

dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan

sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Selain mengubah basis SAP dari

6
kas menuju akrual menjadi akrual, Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan

perubahan terhadap PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika

pengelolaan keuangan negara atau daerah. Meskipun demikian, penyiapan

pernyataan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP

dan mendapat pertimbangan dari BPK.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi

Terhadap Kualitas Laporann Keuangan pada BPKD Pemerintah Kota

Ternate”.

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka rumusan masaalah

yang akan di bahas adalah:

1. Apakah Penerapan Standar Akuntansi berpengaruh terhadap laporan

keuangan pada BPKD pemerintah daerah Kota Ternate ?

2. Apakah ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dalam penerapan

standar akuntansi berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pada

keuangan pada BPKD pemerintah Kota Ternate?

7
1.3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengelola laporan keuangan

pemerintah daerah dalam penerapan standar akuntansi terhadap

kualitas laporan keuangan pada BPKD Pemerintah Kota Ternate,

2. Untuk mengetahui ketersediaan sarana dan prasarana pendukung

dalam penerapan standar akuntansi berpengaruh terhadap kualitas

laporan keuangan pada BPKD Pemerintah Kota Ternate, dan

peningkatan Terhadap kualitas laporan keuangan.

1.4. Manfaat penelitian.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang terkait. Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis agar dapat

memberikan kontribusi secara praktis dan teoritis.

1. Manfaat secara praktis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan

dan evaluasi bagi instansi atau lembaga pemerintahan dalam upaya

mewujudkan penerapan standar akuntansi dalam membuat laporan

keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang baik dan berkualitas.

2. Manfaat secara teoritis

a. Dijadikan sebagai prasyarat untuk menggapai gelar sarjana (S1) di

Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Fakultas Ekonomi

Program Studi Akuntansi.

8
b. Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi sumber referensi bagi

para peneliti yang lain dalam pengembangan teori Akuntansi

Pemerintahan lebih khususnya pada penerapan standar akuntansi

dalam pencapaian laporan keuangan pemerintah daerah(LKPD)

yang baik dan berkualitas.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Standar Akuntansi Pemerintahan

2.1.1. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintah


Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)  adalah prinsip-prinsip

akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan

Pemerintah, yang terdiri atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), dalam rangka transparansi dan

akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan, serta peningkatan kualitas

LKPP dan LKPD. SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan (PSAP), yaitu SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif.

Selain itu, SAP juga dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi

Pemerintahan.

PSAP dapat dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan (IPSAP) atau Buletin Teknis SAP. IPSAP dan Buletin Teknis SAP disusun dan

diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan diberitahukan

kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Rancangan IPSAP

disampaikan kepada BPK paling lambat empat belas hari kerja sebelum IPSAP

diterbitkan. IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna

menghindari salah tafsir pengguna PSAP. Sedangkan Buletin Teknis SAP dimaksudkan

untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan

PSAP atau IPSAP

10
2.1.2. Latar Belakang terbitnya Standar Akuntansi Pemerintah

Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya sudah

lama ada, namun baru pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya

akuntansi di sector komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar

Akuntansi Keuangan oleh IAI (2009), kebutuhan standar akuntansi pemerintahan

kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN),

Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi.

Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satunya adalah

PP 105/2000 yang secara eksplisit menyebutkan perlunya standar akuntansi

pemerintahan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah. Tahun 2002 Menteri

Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah

yang bertugas menyusun konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah

yang tertuang dalam KMK 308/KMK.012/2002.UU Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban

APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi

Pemerintahan, dan standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang

independen dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya, UU Nomor

1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara kembali mengamanatkan

penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai

dengan standar akuntansi pemerintahan, bahkan mengamanatkan pembentukan

komite yang bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan dengan

keputusan presiden. Dalam penyusunan standar harus melalui langkah-langkah

11
tertentu termasuk dengar pendapat (hearing), dan meminta pertimbangan

mengenai substansi kepada BPK sebelum ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

2.1.3. Proses Penyusunan SAP

Proses penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses

yang berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi

yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan

kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan

melaksanakan standar yang ditetapkan.

Tahap-tahap penyiapan SAP adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar

b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP

c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja

d. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja

e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja

f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan

g. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)

h. Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat

Publik (Public Hearings)

i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian

2.1.4. Penetapan PP Tetang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, Standar dibahas bersama

dengan Tim Penelaah Standar Akuntansi Pemerintahan BPK. Setelah dilakukan

pembahasan berdasarkan masukan-masukan KSAP melakukan finalisasi standar

12
kemudian KSAP meminta pertimbangan kepada BPK melalui Menteri Keuangan.

Namun draf SAP ini belum diterima oleh BPK karena komite belum ditetapkan

dengan Keppres. Sehubungan dengan hal tersebut, melalui Keputusan Presiden

Nomor 84 Tahun 2004 dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Komite

ini segera bekerja untuk menyempurnakan kembali draf SAP yang pernah

diajukan kepada BPK agar pada awal tahun 2005 dapat segera ditetapkan.

SAP yang Berlaku di Indonesia

1. Pada tanggal 13 Juni 2005 Presiden menandatangani Peraturan

Pemerintah Nomor Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan

2. Pada tahun 2010 diterbitkan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan, sehingga sejak saat itu PP No. 24 Tahun

2005 dinyatakan tidak berlaku lagi. PP No. 71 Tahun 2010

mengatur penyusunan dan penyajian laporan keuangan berbasis

akrual.

PP No.71 Tahun 2010 SAP tercantum dalam dua lampiran Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010,

2.1.5.SAP Berbasis Akrual

Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang

mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial

berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam

pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam

13
APBN/APBD. SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan

dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis

Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2010.

Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses

baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut

merupakan pertanggung jawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat

dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Yang

membedakan antara Laporan Keuangan Perusahaan  dengan  Laporan Keuangan

Pemerintahan adalah terletak pada jenis bidang usaha yaitu pelayanan publik serta

nomor rekening perkiraan yang digunakan.

2.1.6. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual

Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap dari

penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis

Akrual.SAP Berbasis Kas Menuju Akrual yaitu SAP yang

mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta

mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. Ketentuan lebih lanjut

mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah pusat

diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai

penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap pada pemerintah daerah diatur

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Penerapan SAP Berbasis Akrual secara

14
bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup

laporan.

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP

dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas

Menuju Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2010.

Sebelumnya, SAP Berbasis Kas Menuju Akrual digunakan dalam

SAP berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran

pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan

pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan

dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat lima tahun. Karena itu, Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 digantikan dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2010.

2.1.7. Perubahan PSAP

Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP, perubahan tersebut

diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari

BPK. Rancangan perubahan PSAP disusun oleh KSAP sesuai

dengan mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP. Rancangan perubahan

PSAP disampaikan oleh KSAP kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan

15
menyampaikan usulan rancangan perubahan PSAP kepada BPK untuk mendapat

pertimbangan. Perubahan yang dimaksud adalah penambahan, penghapusan, atau

penggantian satu atau lebih PSAP

2.1.8. Konsekuensi Ditetapkannya PP standar akuntansi pemerintahan


(SAP)

Dengan ditetapkan PP SAP, diharapkan akan adanya transparansi,

partisipasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangn negara guna mewujudkan

pemerintahan yang baik (good governance). Sehingga diperlukan langkah-langkah

strategis yang perlu segera diupayakan dan diwujudkan bersama dalam rangka

implementasi Standar akuntansi Pemerintahan. Salah satu langkah yang akan

dilakukan pemerintah adalah menyusun sistem akuntansi yang mengacu pada

SAP.

Untuk implementasi pada pemerintah daerah, Departemen Dalam

Negeri telah membuat serangkai kebijakan/strategi implementasi SAP. Antara

lain:

1. Omnibus Regulation: Revisi PP 105/2000 dan Kepmendagri 29/2002

2. Melakukan identifikasi terhadap hal-hal yang memerlukan revisi

(antara lain jenis laporan keuangan, penyesuaian beberapa kode

rekening, perubahan sistem dan prosedur akuntansi, perubahan peran

organisasi keuangan daerah).

3. Penerapan PP SAP disesuaikan dengan kondisi Pemda dalam

penerapan sistem pertanggungjawaban sesuai Kepmendagri 29/2002.

4. Revisi dilaksanakan secara bertahap dan selektif.

16
5. Melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam

implementasi standar akuntansi.

6. Pelaksanaan Daerah media Inkubator (DMI) secara sukarela dalam

penerapan PP SAP. DMI adalah salah satu program Depdagri

melalui Ditjen BAKD dalam rangka menegakkan pilar good

governance (tata laksana pemerintahan yang baik): akuntabilitas,

partisipasi masyarakat, dan transparansi, melalui pemberian

pedoman, pembinaan, bimbingan, diklat, konsultasi dan pengawasan.

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan kemampuan daerah, dan

perlu adanya sosialisasi dan penyamaan persepsi kepada para

stakeholders (auditor, pemda dan pihak terkait lainnya)

7. Evaluasi dan monitoring secara berkala dari pihak-pihak yang

berwenang.

2.1.9. Kandungan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi

Pemerintahan terdiri dari :

1. PSAP 01: Penyajian Laporan Keuangan.

2. PSAP 02: Laporan Realisasi Anggaran.

3. PSAP 03: Laporan Arus Kas.

4. PSAP 04: Catatan Atas Laporan Keuangan.

5. PSAP 05: Akuntasi Persediaan.

6. PSAP 06: Akuntasi Investasi.

7. PSAP 07: Akuntansi Aset Tetap.

17
8. PSAP 08: Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan.

9. PSAP 09: Akuntansi Kewajiban.

10. PSAP 10: Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Dan

Peristiwa Luar Biasa.

11. PSAP 11: Laporan Keuangan Konsolidasian.

PP SAP akan digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan

menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah berupa:

1. Laporan Realisasi anggaran.

2. Laporan Arus Kas.

3. Neraca.

4. Catatan atas Laporan Keuangan.

Dengan adanya SAP maka laporan keuangan pemerintah pusat/daerah

akan lebih berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal dan dapat

diperbandingkan). Dan laporan tersebut akan diaudit terlebih dahulu oleh BPK

untuk diberikan opini dalam rangka meningkatkan kredibilitas laporan, sebelum

disampaikan kepada para stakeholder antara lain: pemerintah (eksekutif),

DPR/DPRD (legislatif), investor, kreditor dan masyarakat pada umumnya dalam

rangka tranparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai

ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun

standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan

kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan

keuangan yang disajikan. Adapun delapan prinsip yang digunakan dalam

18
akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah yaitu basis akuntansi, nilai

historis, realisasi, substansi mengungguli bentuk, perioditas, konsistensi,

pengungkapan lengkap, dan penyajian wajar.

a. Basis Akuntansi

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan

pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan Laporan

Operasional, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan

perundangan mewajibkan disajikannya laporan keuangan dengan basis

kas, maka entitas wajib menyajikan laporan demikian.Basis akrual

untuk Laporan operasional berarti bahwa pendapatan diakui pada saat

hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas

belum diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh

entitas pelaporan dan beban diakui pada saat kewajiban yang

mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi

walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum

Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan

pihak luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada Laporan

keuangan.

Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis

kas, maka Laporan Realisasi Anggaran (LRA) disusun berdasarkan

basis kas, berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan

diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah

atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer dan pengeluaran

19
pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas

Umum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun

dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun

berdasarkan basis akrual

Basis akrual untuk neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan

ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat

kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan

pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima

atau dibayar.

b. Nilai Historis (Historical Cost)

Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar

atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk

memperoleh asset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat

sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan

untuk memenuhi kewajiban dimasa yang akan datang dalam

pelaksanaan kegiatan pemerintah.

Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang

lain karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal yang

tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau

kewajiban terkait.

20
c. Realisasi (Realization)

Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah

diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi

akan digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode

tersebut. Mengingat Laporan Realisasi Anggaran masih merupakan

laporan yang wajib disusun, maka pendapatan atau belanja basis kas

diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah menambah atau

mengurangi kas.Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost

against revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak

mendapat penekanan sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi

komersial.

d. Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form)

Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar

transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka

transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai

dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek

formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak

konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut

harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan

Keuangan

e. Periodisitas (Periodicity)

Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan

perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja

21
entitas dapat diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat

ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah tahunan. Namun,

periode bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurka

f. Konsistensi (Consistency)

Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang

serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip

konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi

perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain.

Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa

metode yang baru diterapkan mampu memberikan informasi yang

lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas perubahan

penerapan metode ini diungkapkan dalam catatan atas laporan

keuangan

g. Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure)

Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang

dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna

laporan keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face)

laporan keuangan atau Catatan atas Laporan Keuangan.

h. Penyajian Wajar (Fair Presentation)

Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi

Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca,

Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas,

dan Catatan atas Laporan Keuangan.

22
Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat diperlukan

bagi penyusun laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan

keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan

hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam

penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur

kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidak pastian

sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak

dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat

tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja

menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja mencatat

kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi

tidak netral.

2.1.10. Kualitas Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran

normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat

memenuhi tujuannya. Adapun empat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat

normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi

kualitas yang dikehendaki yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat

dipahami.

1. Relevan

Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang

termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan

23
membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini,

dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil

evaluasi mereka dimasa lalu. Dengan demikian, informasi laporan

keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud

penggunaannya

Informasi yang relevan harus memenuhi syarat yang telah

ditentukan

yaitu:

a. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)

Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau

mengoreksi ekspektasi mereka dimasa lalu.

b. Memiliki manfaat prediktif (predictive value)

Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa ya

ng akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.

c. Tepat waktu

Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan

berguna dalam pengambilan keputusan.

d. Lengkap

Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap

mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat

memengaruhi pengambilan keputusan dengan memerhatikan

kendala yang ada.Informasi yang melatarbelakangi setiap butir

informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan

24
diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan

informasi tersebut dapat dicegah

2. Andal

keuangan bisa dikatakan andal jika informasi yang terkandung di

dalamnya bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan

material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi.

3. Dapat dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih

berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode

sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada

umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal.

Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas

menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun.

Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang

diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila

entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik

daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan

tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan

4. Dapat dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat

dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang

disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu,

pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas

25
kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya

kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud

2.1.11. Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan


Keuangan pemerintah Daerah

Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan prinsip akuntansi yang

diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan

pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian SAP merupakan

persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan

kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Selain itu menurut

pandapat Deddi Nordiawan dalam Irvan Permana (2011: 33) menyatakan

bahwa adanya Pengaruh antara Standar Akuntansi Pemerintahan pada

kualitas laporan keuangan pemerintah daerah yaitu “SAP diterapkan di

lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemen

-departemennya maupun di pemerintahan daerah dan dinas-dinasnya.

Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas

pelaporan keuangan di pemerintahan pusat dan daerah. Dari pemaparan

diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan SAP diyakini akan berdampak

pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintahan pusat dan

daerah. Dengan demikian informasi keuangan pemerintahan akan dapat

menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan juga

terwujudnya transparansi serta akuntabilitas.

26
2.2. Pengertian Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi

Keuangan (2007: 1.5), definisi laporan keuangan adalah sebagai berikut:

“Laporan keuangan merupakan hasil dari proses atas sejumlah transaksi

yang diklasifikasikan sesuai dengan sifat atau fungsinya. Tahap akhir dari

proses penggabungan saldo dan pengklasifikasian adalah penyajian dalam

laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan.”

Menurut Kieso dan Weygandt (2002: 3) yang dialihbahasakan oleh

Emil Salim, definisi laporan keuangan adalah sebagai berikut:

“Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi

keuangan utama kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan ini

menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter.

Laporan keuangan (financial statement) yang sering disajikan adalah (1)

neraca, (2) laporan laba-rugi, (3) laporan arus kas, dan (4) laporan ekuitas

pemilik atau pemegang saham. Selain itu, catatan atas laporan keuangan

atau pengungkapan juga merupakan bagian integral dari setiap laporan

keuangan.”

Sedangkan Baridwan (2000: 17), mendefinisikan laporan keuangan

sebagai berikut:

“Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses

pencatatan,merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan

27
yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan ini

dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan.

Disamping itu laporan keuangan dapat juga digunakan untuk memenuhi

tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak di luar

perusahaan.”

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, menunjukkan bahwa laporan

keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang berisi informasi

keuangan dan sejarah perusahaan, dan laporan keuangan inilah yang menjadi

bahan informasi bagi para pemakainya, baik pemakai internal maupun eksternal

perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan merupakan

laporan yang berisikan informasi yang memungkinkan para pengguna laporan

keuangan untuk mengetahui kondisi perusahan pada masa tertentu atau masa

pelaporan yang tepat dalam pengambilan keputusan, informasi yang didapat

tergantung pada tingkat pengungkapan dari laporan keuangan yang bersangkutan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 menyatakan:

“Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan,

kinerja keuangan, perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan dengan

menerapkan PSAK secara benar disertai pengungkapan yang diharuskan

PSAK dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Informasi lain tetap

diungkapkan untuk mengh asilkan penyajian yang wajar walaupun

pengungkapan tersebut tidak diharuskan oleh PSAK (Ikatan Akuntan

Indonesia, 2007: 1.2)”.

28
Dalam prakteknya dikenal beberapa macam laporan keuangan seperti:

a. Laporan laba rugi (income statement)

merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha

perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini

tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang

diperoleh.

b. Laporan perubahan modal

merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada

saat ini. Laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab

terjadinya perubahan modal

c. Neraca

merupakan laporan yang menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada

tanggal tertentu.

d. Laporan arus kas

merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek yang berkaitan

dengan kegiatan perusahan, baik yang berpengaruh langsung maupun yang

tidak langsung terhadap kas.

e. Catatan atas laporan keuangan

merupakan laporan yang memberikan informasi apabila ada laporan

keuangan yang memerlukan penjelasan tertentu.Catatan atas laporan

keuangan mengungkapkan:

1. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan

akuntansi yang dipilih

29
2. Informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak disajikan di

neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan

ekuitas

3. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan

tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar misalnya

pengungkapan kontijensi, komitmen dan pengungkapan lainnya.

2.2.1. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan umum laporan keuangan menurut PSAK No. 1 paragraf 12

disebutkan bahwa ”tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang

menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu

perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan

keputusan ekonomi”. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah

dilakukan oleh manajemen (stewardship), atau pertanggung jawaban manajemen

atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa

yang telah dilakukan oleh manajemen agar mereka dapat membuat keputusan

ekonomi. Keputusan ini mencakup misalnya keputusan untuk menahan atau

menjual investasi mereka dalam perusahaan, keputusan mengganti manajemen

dan keputusan pemberian kredit.

Menurut APB Statement No. 4 yang dikutip oleh Harahap (2007: 122)

menggambarkan tujuan laporan keuangan dengan membaginya menjadi dua,

yaitu:

30
a. Tujuan khusus

Menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha dan perubahan posisi

keuangan secara wajar sesuai prinsip akuntansi berterima umum.

b. Tujuan umum

Memberikan informasi tentang sumber ekonomi, kekayaan,kewajiban,

kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban

serta informasi lainnya yang relevan

Tujuan laporan keuangan berdasarkan penjelasan di atas dapat

disimpulkan adalah untuk memberikan informasi keuangan yang dapat

dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan

yang dapat digunakan baik oleh pihak intern maupun ekstern perusahaan

2.2.2. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan

Tingkatan pengungkapan menurut Harahap (2007: 85), terdiri atas

adequate, fair dan full. Adequate yaitu informasi minimum yang harus disajikan

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengungkapan yang memadai bukan

berarti banyaknya penggunaaan kata-kata atau kalimat-kalimat yang panjang

lebar, melainkan pengungkapan persoalan-persoalan yang dianggap penting oleh

auditor sehingga laporan keuangan tersebut tidak menyesatkan para pembacanya

dan tidak merugikan bagi perusahaan atau pemegang saham. Karena kewajaran

penyajian, laporan keuangan bergantung pada cukup tidaknya pengungkapan-

pengungkapan mengenai hal-hal yang cukup materil. Hal-hal yang cukup materil

dan perlu diungkapkan adalah erat hubungannya dengan:

31
a. Bentuk, susunan dan isi laporan keuangan serta penjelasan-penjelasan

yang dilampirkan

b. Istilah-istilah yang digunakan.

c. Banyaknya perincian-perincian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan.

d. Dasar penilaian atau penentuan dari jumlah-jumlah yang tercantum

e. Dalam laporan keuangan, misalnya dasar penilaian persediaan, dasar

penentuan penyusutan aktiva tetap.

f. Aktiva-aktiva yang dipakai sebagai jaminan pinjaman.

g. Deviden yang tertunggak, pembatasan pembagian deviden dan hutang-

hutang yang bersyarat.

h. Adanya kepentingan-kepentingan yang berafiliasi atau yang menguasai

serta sifat dan volume transaksi-transaksi dengan kepentingan tersebut.

Fair yaitu aturan etis tentang perlakuan yang sama kepada pemakai

laporan mengandung sasaran etis dengan menyediakan informasi yang layak

terhadap investor, dan full yaitu menyangkut kelengkapan penyajian informasi.

Konsep full disclosure mewajibkan agar laporan keuangan atau laporan tahunan

harus disajikan sebagai kumpulan potret dari kejadian ekonomi yang

mempengaruhi perusahaan untuk suatu periode dan berisi cukup

informasisehingga membuat orang baik umum atau investor paham dan tidak

salah tafsir terhadap laporan tersebut (Harahap, 2007: 84).

Menurut Hendriksen (2002: 436), “pengungkapan laporan keuangan

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu pengungkapan wajib (Mandatory

Disclosure) dan pengungkapan sukarela (Voluntary Disclosure)”. Pengungkapan

32
wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar

akuntansi yang berlaku. Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang

dilakukan oleh manajemen perusahaan melebihi pengungkapan wajib yang

diharuskan oleh standar akuntansi yang berlaku. Setiap perusahaan publik

diwajibkan melakukan pengungkapan mengenai informasi yang berhubungan

dengan kondisi internal perusahaan seperti kondisi manajemen, kinerja

perusahaan dan sebagainya.

2.2.3.Jenis Laporan Keuangan

Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi

yang penting bagi pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Laporan

keuangan pokok yang dihasilkan perusahaan biasanya ada tiga macam, yaitu: (1)

Neraca, (2) Laporan Laba Rugi, dan (3) Laporan arus kas. Laporan-laporan

keuangan tersebut pada dasarnya ingin melaporkan kegiatan-kegiatan perusahaan,

seperti kegiatan investasi, kegiatan pendanaan, dan kegiatan operasional,

sekaligus mengevaluasi keberhasilan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan

yang ingin dicapai.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan

(2007: 1.2), laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen

sebagai berikut:

1. Neraca

2. Laporan laba rugi

3. Laporan perubahan ekuitas

33
4. Laporan arus kas

5. Catatan atas laporan keuangan.”

Menurut Skousen dan Albrecht (2001: 40-41), laporan keuangan utama

ada tiga macam yaitu:

1. Neraca (laporan posisi keuangan) adalah laporan sumber-sumber dari

suatu perusahaan (harta), kewajiban perusahaan (utang), dan perbedaan

antara yang dimiliki (harta) dan apa yang dipinjam (utang), yang disebut

ekuitas.

2. Laporan laba rugi (laporan dari pendapatan) adalah laporan jumlah laba

yang didapat oleh suatu perusahaan selama satu periode. Laporan laba rugi

menggambarkan usaha akuntan yang terbaik untuk mengukur kinerja

ekonomi dari suatu perusahaan.

3. Laporan arus kas melaporkan jumlah kas yang dikumpulkan dan

dibayarkan oleh suatu perusahaan dalam tiga jenis kegiatan sebagai

berikut: operasi, investasi, dan pembelanjaan.”

Kieso dan Weygandt (2002: 3) menyatakan bahwa jenis laporan

keuangan (financial statement) yang sering disajikan adalah sebagai berikut:

1. Neraca

2. Laporan laba-rugi

3. Laporan arus kas

4. Laporan ekuitas pemilik atau pemegang saham

5. Catatan atas laporan keuangan.

34
Sedangkan menurut Fess dan Warren (2008: 24), laporan keuangan yang

utama bagi perusahaan ada empat macam yaitu:

1. Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama

periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Laporan laba rugi

melaporkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu

berdasarkan konsep penandingan atau pengaitan (matching concept).

Konsep ini diterapkan dengan menandingkan atau mengaitkan beban

dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban

tersebut. Laporan laba rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap

beban-beban yang terjadi. Kelebihan ini disebut laba bersih atau keuntungan

bersih (net income atau net profit). Jika beban melebihi pendapatan, maka

disebut rugi bersih (net loss).

2. Laporan Ekuitas Pemilik

Laporan ekuitas pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik

yang terjadi selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.

Laporan ekuitas pemilik melaporkan perubahan ekuitas pemilik selama

jangka waktu tertentu. Laporan tersebut dipersiapkan setelah laporan laba

rugi, karena laba bersih atau rugi bersih periode berjalan harus dilaporkan

dalam laporan ini. Demikian juga, laporan ekuitas pemilik dibuat sebelum

mempersiapkan neraca, karena jumlah ekuitas pemilik pada akhir periode

harus dilaporkan di neraca. Oleh karezna itu, laporan ekuitas pemilik sering

kali dipandang sebagai penghubung antara laporan laba rugi dengan neraca.

35
3. Neraca

Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada

tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun. Neraca

melaporkan jumlah aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada akhir bulan

atau akhir tahun. Bentuk neraca ada dua macam, yaitu: (1) bentuk akun

(account form) yang menempatkan aktiva di sebelah kiri, sedangkan

kewajiban dan ekuitas pemilik di sebelah kanan, dan (2) bentuk laporan

(report form) yang menempatkan kewajiban dan ekuitas pemilik di bawah

aktiva.

4. Laporan arus kas

Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas

selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Laporan arus

kas terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Arus kas dari aktivitas operasi Bagian ini melaporkan ikhtisar

penerimaan dan pembayaran kas yang menyangkut operasi perusahaan.

b. Arus kas dari aktivitas investasi Bagian ini melaporkan transaksi kas

untuk pembelian atau penjualan aktiva tetap atau permanen.

c. Arus kas dari aktivitas pendanaan Bagian ini melaporkan transaksi kas

yang berhubungan dengan investasi pemilik, peminjaman dana, dan

pengambilan uang oleh pemilik

36
2.2.4.Pengguna Laporan Keuangan

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007: 2-3) Ikatan Akuntan

Indonesia menjelaskan bahwa pengguna laporan keuangan meliputi:

1. Investor

Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan

risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang

mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu

menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi

tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang

memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk

membayar dividen.

2. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada

informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga

tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan paska

kerja, dan kesempatan kerja.

3. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta

bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

37
4. Pemasok dan Kreditor Usaha Lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang

akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada

perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi

pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka bergantung

pada kelangsungan hidup perusahaan.

5. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai

kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam

perjanjian jangka panjang dengan, atau bergantung pada perusahaan.

6. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya

berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu

berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan

informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan

pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional

dan statistik lainnya.

7. Masyarakat

Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan

informasi kecenderungan (tren) dan perkembangan terakhir

kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.”

38
Sedangkan Stice dan Skousen (2004: 9-10), menyatakan bahwa pihak-

pihak yang berkepentingan (stakeholders) yang menggunakan informasi akuntansi

biasanya dapat dibedakan menjadi dua klasifikasi utama, yaitu:

1. Pemakai internal, yaitu pengambil keputusan yang secara langsung

berpengaruh terhadap kegiatan internal perusahaan. Pemakai internal

membutuhkan informasi untuk membantu dalam perencanaan dan

pengendalian operasi perusahaan untuk pengelolaan berbagai sumber daya

perusahaan.

2. Pemakai eksternal, yaitu pengambil keputusan yang berkaitan dengan

hubungan mereka dengan perusahaan. Para pemakai eksternal ini

membutuhkan informasi tentang kinerja perusahaan masa lalu karena

informasi ini akan memungkinkan mereka memprediksi bagaimana kinerja

perusahaan dimasa yang akan datang.

2.2.5. Keterbatasan Laporan Keuangan

Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia yang dikutip oleh Harahap (2007:

247-248), sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian

yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap

sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan

keputusan ekonomi.

2. Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan pihak tertentu.

39
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran

dan berbagai pertimbangan.

4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula

penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu

mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang

material terhadap kelayakan laporan keuangan.

5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian;

bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti

mengenai penilaian suatu pos, lazimnya dipilih alternatif yang

menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil.

6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu

peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas)

(Substanceover form).

7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknik dan

pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat

dari informasi yang dilaporkan.

8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan

menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan

tingkat kesuksesan antar perusahaan.

9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat

dikuantifikasikan umumnya diabaikan.”

Sedangkan menurut Munawir (2007: 9-10), laporan keuangan itu

mempunyai beberapa keterbatasan yaitu:

40
1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan

interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya

sementara) dan bukan merupakan laporan yang final. Karena itu semua

jumlah-jumlah atau hal-hal yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak

menunjukkan nilai likwidasi atau realisasi dimana dalam interim reportini

terdapat/terkandung pendapat! pendapat pribadi (personal judgement)

yang telah dilakukan oleh akuntan atau management yang bersangkutan.

2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya

bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusunannya dengan

standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah. Laporan keuangan

dibuat berdasarkan konsep going concern atau anggapan bahwa

perusahaan akan berjalan terus sehingga aktiva tetap dinilai berdasarkan

nilai-nilai historis atau harga perolehannya dan pengurangannya dilakukan

terhadap aktiva tetap tersebut sebesar akumulasi depresiasinya. Karena itu

angka yang tercantum dalam laporan keuangan hanya merupakan nilai

buku (book value) yang belum tentu sama dengan harga pasar sekarang

maupun nilai gantinya.

3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi

keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu,

dimana daya beli (purchasing power) uang tersebut semakin menurun,

dibandingkan dengan tahu-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume

penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau

mencerminkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan itu

41
disebabkan naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti

kenaikan tingkat harga-harga. Jadi suatu analisa dengan

memperbandingkan data beberapa tahun tanpa membuat penyesuaian

terhadap perubahan tingkat harga akan diperoleh kesimpulan yang keliru

(misleading).

4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-

faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan satuan uang (dikwantifisir);

misalnya reputasi dan prestasi perusahaan, adanya beberapa pesanan yang

tidak dapat dipenuhi atau adanya kontrak-kontrak pembelian maupun

penjualan yang telah disetujui, kemampuan serta integritas manajernya dan

sebagainya.

2.3. Penelitiaan Terdahulu

Untuk mendukung penelitian ini, penulis tambahkan beberapa

penelitian terdahulu mengenai pengaruh penerapan standar akuntansi

terhadap kualitas laporan keuangan yang telah di publikasikan, penelitian

tersebut di antaranya :

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Nama Judul Variabel Metode Hasil


penelitia
n
hasil penelitian ini
Udiyanti, Pengaruh Variabel bebas regresi adalah fit atau dengan
Penerapan Standar (dependent linear kata lain ada pengaruh
Atmadja, Akuntansi variables) berganda, yang signifikan antara
dan Kompetensi standar akuntansi
Darmawan Staf Akuntansi variabel terikat pemerintahan, sistem
2014 terhadap Kualitas (Independent pengendalian internal,

42
Laporan Keuangan variables) dan kompetensi staf
Pemerintah Daerah akuntansi, terhadap
kualitas laporan
keuangan pemerintah
daerah,kabupaten
Buleleng,

Suhardjo Pengaruh Variabel Analisis Pengujian secara


2013 Penerapan Standar Penerapan data statistik memberikan
Akuntansi Standar mengguna bukti bahwa penerapan
Pemerintahan Akuntansi kan standar akuntansi
dan Kualitas Pemerintahan analisis pemerintah dan
Aparatur (X1) Variabel regresi Kualitas Aparatur
Pemerintah Daerah penerapan berganda. Pemerintah Daerah
Terhadap Kualitas standar berpengaruh signifikan
Laporan Keuangan akuntansi terhadap Kualitas
(X2) Variabel Laporan Keuangan.
Kualitas Artinya bahwa ada
Aparatur pengaruh antara
Pemerintahan variabel penerapan
(X3) standar akuntasi,
Variabel kualitas aparatur
Kualitas Pemerintah Kota Tual
Laporan (Pegawai Negeri Sipil
Keuangan (Y) Daerah Kota Tual)
terhadap kualitas
Laporan Keuangan
Pemerintah Kota Tual.

Dirman Pengaruh Penerapan 1.Variabel Analisis Hasil penelitian ini


2015 Standar Akuntansi dependen data Menunjukan bahwa
Terhadap Kualitas penerapan mengguna variabel Penerapan
Laporan Keuangan standar kan Standar Akuntansi
Pemerinah Daerah akuntansi (y) analisis Pemerintahan
2.Variabel regresi berpengaruh positif dan
independeen linier signifikan terhadap
kualitas laporan sederhana. kualitas laporan
keuangaan (x) keuangan Pemerintah
Daerah.

Sumber : data di olah oleh peneliti tahun 2019

2.4. Kerangka Pemikiran

Terciptanya pemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan

cita-cita semua bangsa, Untuk menciptakan suatu pemerintahan yang baik,

diperlukan suatu system yang bisa mengatur kehidupan masyarakat dalam segala

bidang, baik sosial, ekonomi, politik, dan bidang lainnya. Di Indonesia sendiri

43
telah banyak dikeluarkan undang -undang untuk mengatur segala bidang

kemasyarakatan guna terciptanya good governance. Salah satunya Undang-

undang yang mengatur tentang bidang ekonomi, khususnya pengelolaan keuangan

Negara. Munculnya berbagai masalah terkait dengan Pengelolaan Keuangan

Negara mulai dari penyelewengan anggaran sampai pada masalah perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menarik perhatian

pemerintah untuk menciptakan suatu perundang-undangan untuk memudahkan

dalam penyelesaian segala masalah yang ada.

Khusus dalam penyelesaian masalah tentang perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dan pemerintah Daerah, telah dikeluarkan UU nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah, dan aturan

pelaksanaannya, khusunya PP Nomor 105 tahun 2000 yang telah diubah menjadi

UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan danUndang-undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

maka terhitung tahun anggaran 2001, diharapkan terjadi pembaharuan di dalam

manajemen keuangan Daerah. Salah satunya adalah Laporan Keuangan.(Nurlaila.

2014: 36)

Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan tersebut diperlukan suatu

standar akuntansi. Penerapan standar akuntansi Pemerintahan suatu Negara akan

sangat bergantung kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara

yang bersangkutan. Untuk negara Indonesia telah dikemukakan dalam Pasal 32

ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan

44
Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan

Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan “Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-

prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan

keuangan pemerintah”. Hal ini bersifat wajib baik untuk pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah guna dalam peningkatan kualitas Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan pemerintah Daerah (LKPD),

dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi

pemerintah. (Peraturan Pemerintah Nomor 71: tahun 2010)

Dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas, suatu entitas harus

memenuhi prasyarat yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk laporan keuangan

pada umumnya terdapat empat karakteristik yang merupakan prasyarat normatif

yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

PENERAPAN STANDAR KUALITAS LAPORAN


AKUNTANSI H1 KEUANGAN PEMERINTAH
PEMERINTAH (X) DAERAH (Y)

45
2.5. Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan tujuan disusunnya Standar Akuntansi Pemerintahan yaitu

guna peningkatan kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah hal ini sealan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwana (2010) dengan menunjukkan

hasil bahwa terdapat pengaruh Efektivitas Penerapan Standar Akuntansi

Pemerintahan memiliki Pengaruh yang Positif terhadap Kualitas Laporan

Keuangan. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Penerapan Standar Akuntansi memiliki pengaruh Positif terhadap


Kualitas Laporan Keuangan.

46
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kantor DPKAD Pemerintah Kota

Ternate. Adapun penelitian akan dilakasnakan pada bulan Februari sampai bulan

Maret 2019.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan penyusun laporan

keuangan yang bekerja pada DPKAD Pemerintah Kota Ternate. Dalam penelitian

ini menggunakan metode sensus dimana seluruh populasi dijadikan sebagai

sampel atau dengan kata lain sampel diambil dari seluruh punyusun laporan

keuangan pemerintah daerah yang pekerja pada DPKAD Pemerintah Kota

Ternate.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang

bersumber langsung dari responden melalui kuesioner. Sumber data primer adalah

seluruh pegawai yang bekerja pada DPKAD Pemerintah Kota Ternate.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan

menggunakan kuesioner digunakan untuk pengumpulan data yang sebenarnya,

terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden yang memiliki karakteristik

yang sama dengan karakteristik populasi penelitian. Metode pengumpulan data

47
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara mengajukan daftar

pertanyaan kepada responden.

3.5. Defenisi Operasional Variabel

Tabel 3.1
defenisi operasional variabel dan indikatornya
Variabel Dimensi Indikator Skala
Variabel (X): Basis akuntansi 1. Basis akrual
Ordinal
Penerapan 2. Basis kas
Standar Nilai historis 1. Penilaian asset
Ordinal
Akuntansi 2. Penilaian kewajiban
Pemerintahan Realisasi Konsep layak temu
Ordinal
biaya-pendapatan
Substansi 1. Penyajian transaksi secara wajar
Mengungguli 2. Penyajian peristiwa lainya Ordinal
Bentuk Forma
Periodisitas Periode pelaporan Ordinal
Konsistensi Penerapan metode akuntansi Ordinal
Pengungkapan Kelengkapan informasi
Ordinal
Lengkap laporan keuangan
Penyajian penyajian laporan
Laporan realisasi anggaran,
Keuangan laporan perubahan saldo
anggaran lebih, neraca, laporan
operasional, Ordinal
laporan arus kas, laporan
perubahan ekuitas, dan catatan
atas laporan keuangan.

Variabel Y: Relevan 1. Memiliki manfaat umpan balik


Kualitas 2. Memiliki manfaat prediktif
Laporan 3. Tepat waktu Ordinal
Keuangan 4. Lengkap
Pemerintah
Andal 1. tidak mengandung informasi
yang menyesatkan dan kesalahan
material Ordinal
2. penyajian jujur
3. dapat diverifikasi
Dapat di Dapat dibandingkan dengan
Ordinal
bandingkan periode sebelumnya
Dapat di Mengandung pengetahua
Ordinal
pahami memadai
Sumber : data diolah peneliti tahun 2019

48
Dalam operasionalisasi variabel ini, semua varibel menggunakan skala

ordinal. Pengertian dari skala ordinal menurut Uma Sekaran dan Roger Bougie

(2009: 142) yaitu “sebuah skala yang tidak hanya mengkategorikan variabel

sedemikian rupa untuk menunjukkan perbedaan di antara berbagai kategori, tetapi

juga mengurutkannya dalam beberapa cara yang berarti’’.

3.6. Uji kualitas data

3.6.1. Uji validitas

Uji validitas data penelitian ini digunakan untuk mengukur sah atau

tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner sebagai instrumen penelitian dinyatakan

valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu

yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dalam penelitian ini

dilakukan melalui perhitungan koefisien korelasi (pearson correlation).

Instrumen pertanyaan pada kuesioner di tentukan dengan cara

mengkorelasikan antara skor yang diperoleh masing – masing butir

pertanyaan dengan skor total. Instrumen di katakan valid apabila hasil

perhitungan koefisien korelasi sebesar 0,3 atau lebih (sugiyono).

3.6.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat

ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain kesempatan (Purbayu, 2005:

251) dalam (Mide, 2011). Reliabilitas suatu variabel yang dibentuk dari daftar

pertanyaan dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0, 60.

49
3.7. Metode Analisis

Setelah data penelitian dinaikkan skala ukurannya menjadi skala

interval/ratio. Maka tahap selanjutnya adalah diolah dan dianalisis secara statistik

dengan menggunakan uji regresi dan uji korelasi linear sederhana. Sistematika

dari pengolahan ini, maka langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan uji

normalitas data untuk kedua variabel kmuntuk mengetahui tes yang instrumen

yang digunakan apakah berdistribusi normal atau tidak. Kemudian dalam uji

hipotesis penelitian, peneliti menggunakan rumus regresi dan korelasi. Penelitian

ini menggunakan teknik analisis data regresi linear sederhana. Penggunanaan

teknik ini karena dalam penelitian ini hanya digunakan satu variabel terikat

(Penerapan SAP) dan satu variabel independen (Kualitas laporan keuangan)

model yang akan dibentuk sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2011: 261)

adalah:

Ŷ = a + bX

Dimana:

X : Variabel dependen (Penerapan SAP)

Y : Variabel independen (Kualitas laporan keuangan pemerintah)

b : Angka arah atau koefisien regresi

a : Intercept atau konstanta

3.8. Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan analisis sebagai berikut.

50
3.8.1. Uji t (partial individual test)

Uji t di lakukan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen secara parsial. Penguian dilakukan dengan

membandingkan hitung t.dengan tabel t.kriteria pengujian ujia t adalah

sebagai berikut:

1. jika hitung t. > tabel t. Maka o H. Akan di tolak dan 1 H akan di terima,

artinya variabel independen memiliki pengruh signifikan terhadap

varibel dependen secara parsial.

2. Jika hitung t. ≤ tabel t maka o H akan di terima dan 1 H akan di tolak,

artinya variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap variabel dependen secara parsial.

3.8.2. Nilai R2 (Koefisian Determinasi)

Andhika (2007) menjelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) pada

intinya mengukur seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam

menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi terletak

antara nol dan satu (0 < R2 <1). Nilai R2 yang mendekati 0 menunjukan

kemampuan variabel dependen sangat terbatas dalam menjelaskan

variabel dependen. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukan semakin

besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel

dependen (Ghozali, 2005).

51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1. Sejarah DPKAD Kota Ternate

Objek penelitian ini pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset

Daerah (DPKAD), Kota Ternate. Dinas Pengelolaan Keuangan dan

Aset Daerah. Bertujuan membantu Walikota Kota Ternate dalam

melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang pengelolaan

keuangan dan Aset daerah. Pemerintah Kota Ternate menjalankan

Pemerintahan dengan bantuan semua SKPD sebagai pengguna

anggaran/barang, menjalankan tugasnya dengan melaksanakan satu

atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan tugas SKPD

yang bersangkutan. Setiap SKPD juga bertugas membantu Pemerintah

Kota Ternate dalam pengelolaan keuangan daerah dengan menerapkan

sistem informasi pengelolaan SKPD. Tujuan penelitian ini adalah

untuk menguji apakah Penerapan Standar Akuntansi pada DPKAD

Kota Ternate berpengaruh pada Kualitas Laporan Keuangan. Pada

pemerintah Kota Ternate.

Penelitian ini menggunakan data primer berupa Kuesioner yang

dibagikan kepada seluruh Pegawai yang bekerja pada DPKAD

Pemerintah Kota Ternate yang berjumlah 100 orang. Dari jumlah

kuesioner yang sudah dibagikan kepada Pegawai, hanya sebanyak 70

kuesioner yang kembali dari 100 kuesioner yang dibagikan. Dan dari

52
jumlah 70 kuesioner yang kembali tersebut. Terdapat 5 Kuesioner

yang di isi tidak lengkap sehingga tidak dapat digunakan. Dan alasan

kenapa 25 kuesioner tidak dikembalikan karena reponden sedang

melakukan perjalanan keluar daerah. sehingga hanya sebanyak 65

kuesioner yang dapat diolah. Berikut rincian pengumpulan data primer

tersaji pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Pengumpulan data primer

Kuesioner yang di sebarkan 100


Kuesioner yang tidak di kembalikan 25
Kuesioner yang di kembalikan 70
Kuesioner yang tidak dapat di olah 5
Kuesioner yang dapat di olah 65
Sumber : data primer diolah 2019

4.1.2. Visi dan Misi DPKAD Pemerintah Kota Ternate

4.1.2.1.Visi DPKAD Pemerintah Kota Ternate

Mewujudkan Pemerintah Kota Ternate sebagai Kota yang

Sejahtera dalam Kebersamaan yang adil.

4.1.2.2.Misi DPKAD Pemerintah Kota Ternate

1. Mewujudkan suasana yang aman dan damai dalam kehidupan

bermasyarakat dilandasi Nilai-nilai keagamaan yang Universal.

2. Meningkatkan suber daya manusia yang berkualitas dan berdaya

saing.

3. Mewujudkan ekonomi kerakyatan berbasis pengelolaan sumber

daya kepulauan yang berdaya saing.

53
4. Mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang bersih dan

profesional.

5. Mewujudkan Pembangunan yang ramah lingkungan dan

berkelanjutan

6. Mewujudkan aksesibilitas instruktur yang memadai dan merata.

4.1.3. Deskriptif Data Responden

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan metode kuesioner

Untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik responden yang akan

diteliti, dilakukan pengolahan data melalui perhitungan statistik deskriptif.

Berikut ini disajikan hasil analisis statistik deskriptif yang diperoleh dari

jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan oleh penulis.

Tabel 4.2 Deskriptif data responden

KETERANGAN FREKUENSI PERSEN


Jenis Kelamin
1. Laki-laki 35 53.85
2. Perempuan 30 46.15
Total 65 100
Pendidikan Terakhir
1. SMA 29 44.62
2. S1 31 47.69
3. S2 5 7.69
Total 65 100
Usia
1. 23-30 29 44.62
2. 31-41 36 55.38
Total 65 100
Masa Kerja
1. 4-15 25 38.46
2. 16-20 32 49.24
3. >20 8 12.30
Total 65 100
Sumber : data primer diolah 2019

54
Dari tabel diatas yang di kelompokan berdasarkan jenis kelamin

menunjukan bahwa jumlah responden laki-laki berjumlah 35 orng atau sekitar

(53.85%), lebih besar dari dari jumlah responden perempuan yang berjulah 30

orang atau sekitar (46.15%). Responden yang dikelompokan berdasarkan

pendidikan terakhir yang terlibat dalam proses penyusunan, pelaporan dan

pemeriksaan laporan keuangan secara langsung lebih banyak bergelar S1 yaitu

sebanyak 31 orng atau sekitar (47.69%), lebih banyak di bandingkan dengan yang

bergelar S2 yaitu sebanyak 5 orang atau sekitar (7.69%), dan SMA sebanyak 29

orang atau sekitar (44.62%). Responden yang dikelompokan berdasarkan usia,

menunjukan bahwa kebanyakan responden berumur 31 - 41 tahun yaitu

sebanyak 36 orang, atau sekitar (55.38%), lebih banyak dari jumlah responden

yang berumur 23 – 30 tahun yaitu sebanyak 29 orang atau sekitar (44.62%). Dan

Responden di kelompokan berdasarkan masa kerja, menunjukkan bahwa jumlah

responden yang paling lama bekerja yaitu lebih dari 20 tahun yaitu sebanyak 8

orang responden. Ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengalaman

dalam pekerjaan khususnya yang terkait dengan proses pelaporan laporan

keuangan adalah responden yang paling lama masa kerjanya.

4.2. HASIL ANALISIS DATA

4.2.1. Uji Kualitas Data

Uji kualitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

uji validitas dan reliabilitas pada instrumen pernyataan yang ada pada

kuesioner penelitian yang telah dijawab oleh responden.

55
4.2.2. Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur sah atau tidaknya

indikator atau instrument kuesioner dari masing-masing variabel.

Pengujian dilakukan dengan membandingkan r hitung dan r tabel.

Nilai r hitung merupakan hasil korelasi jawaban responden pada

masing-masing pertanyaan dengan total jawaban untuk masing-

masing variabel setiap item pertanyaan/instrumen disebut valid

apabila r hitung lebih besar dibandingkan r tabel. Hasil uji validitas

instrumen kuesioner tampak pada Tabel berikut

Tabel 4.3 Uji Validitas Data


VARIABEL BUTIR r hitung r tabel Keterangan
INSTRUMEN
LAPORAN LKPD1 .703** 0.244 Valid
KEUANGAN LKPD2 .607** 0.244 Valid
PEMERINTAH LKPD3 .627** 0.244 Valid
DAERAH LKPD4 .703** 0.244 Valid
(Y) LKPD5 .560** 0.244 Valid
LKPD6 .362** 0.244 Valid
LKPD7 .756** 0.244 Valid
LKPD8 .527** 0.244 Valid

PENERAPAN PSAP1 .670** 0.244 Valid


STANDAR PSAP2 .696** 0.244 Valid
AKUNTANSI PSAP3 .703** 0.244 Valid
PEMERINTAH PSAP4 .710** 0.244 Valid
(X) PSAP5 .640** 0.244 Valid
PSAP6 .715** 0.244 Valid
PSAP7 .455** 0.244 Valid

56
PSAP8 .685** 0.244 Valid
PSAP9 .825** 0.244 Valid
PSAP10 .556** 0.244 Valid
PSAP11 .398** 0.244 Valid
PSAP12 .713** 0,244 Valid
PSAP13 .680** 0.244 Valid
PSAP14 .645** 0.244 Valid
Sumber : data primer di olah 2019

Berdasarkan hasil uji validitas data pada tabel di atas, dapat di

lihat bahwa nilai r hitung pada seluruh instrumen pertanyaan dari

variabel laporan keuangan pemerintah daerah (y) dan variabel

penerapan standar akuntansi (x) lebih besar dari pada r tabel sehingga

dapat di nyatakan bahwa seluruh item pertanyaan pada variabel y dan

x tersebut valid.

4.2.3. Uji Realibilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah indikator

atau kuesioner yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat ukur

variabel. Reliabilitas suatu indikator atau kuesioner dapat dilihat dari

nilai Cronbach’s Alpha (α), yaitu apabila nilai cronbach’s Alpha (α)

lebih besar (>) 0,6 maka indikator atau kuesioner adalah reliabel,

sedangkan apabila nilai Cronbach’s Alpha (α) lebih kecil (<) 0,6

maka indikator atau kuesioner tidak reliabel.. Hasil uji reliabiltas

tampak pada Tabel berikut

Tabel 4.4 Uji Realibilitas Data

57
Variabel Cronbac’s
Batas
Keterangan
Realibilitas
LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH (Y) 0,748 0,6 Reliable
DAERAH(Y)
PENERAPAN
STANDAR
0,759 0,6 Reliable
AKUNTANSI
PEMERINTAH (X)
Sumber : data primer di olah tahun 2019

Berdasarkan hasil uji realibilitas data pada tabel di atas

menunjukan bahwa kedua variabel memliki nilai cronbach’s lebih

besar dari 0.6. yakni variabel Laporan keuangan Y 0,748 dan

variabel penerapan standar akuntansi X 0,759 dengan demikian

semua intrumen pertanyaan pada variabel y dan x yang digunakan

pada penelitian ini dinyatakan reliabel.

4.3. Analisi statistik deskrptif

Dari semua kuesiner yang sudah terkumpul. Dan telah dilakukan

tabulasi data dari semua tanggapan responden terhadap pertanyaan pada

kuesiner yang berkaitan dengan variabel Penerapan Standar Akuntansi dan

variabel Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada Dinas Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemerintah Kota Ternate. Data

tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS.

4.3.1. Variabel Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Y)

Data variabel laporan keuangan pemerintah daerah yang

diperoleh dari penyebaran kuesioner dan telah diolah dengan

menggunakan program SPSS dapat di lihat pada tabel berikut:

58
Tabel 4.5 Deskriptiv Vadriabel Laporan Keuangan (Y)
SB
  SD D KKD SKD TD MEAN KESIMPULAN
LKPD
1 33 14 12 3 3 4.09 Baik
LKPD
2 27 23 8 7 0 4.08  Baik
LKPD
3 33 20 7 3 2 4.22  Sangat baik
LKPD
4 18 35 3 5 4 3.89  Baik
LKPD
5 33 23 2 2 5 4.18  Baik
LKPD
6 44 15 4 0 2 4.52  Sangat baik
LKPD
7 32 25 3 4 1 4.28  Sangat baik
LKPD
8 17 21 20 5 2 3.71  Baik
Sumber : data primer di olah 2019

Dari hasil analisis descriptif laporan keuangan pada tabel di atas

dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah tanggapan responden tentang

laporan keuangan mengandung informasi yang memungkinkan

pengguna untuk menegaskan untuk mengoreksi ekspektasi mereka di

masa lalu: responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD)

berjumlah 33 orang, sebagian besar diterapkan (SBD),14, kadang–

kadang diterapkan (KKD) 12, sebagian kadang diterapkan (SBD) 3, dan

responden yang menjawab tidak diterapkan (TD),3 orang, dengan nilai

rata–rata 4.09. berdasarkan klasifikasi ini dapat dikatakan bahwa

tanggapan responden tentang penerapan basis akrual untuk pengakuan

Aset dalam Neraca lapran keuangan adalah baik.

59
Jumlah tanggapan responden tentang laporan keuangan

mengandung informasi yang dapat membantu pengguna untuk

memprediksi yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan

kejadian masa kini: responden yang menjawab seluruhnya diterapkan

(DS) 27, sebagian besar diterapkan (SBD) 23, kadang-kadang

diterapkan (KKD) 8, sebagian kadang diterapkan (SKD) 7, dan tidak di

terapkan 0, dengan rata–rata nilai 4,08. berdasarkan klasifikasi ini maka

dapat dikatakan laporan keuangan mengandung informasi yang dapat

membantu pengguna untuk memprediksi yang akan datang

berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini adalah baik.

Jumlah tanggapan responden tentang laporan keuangan

menyajikan informasi yang tepat waktu sehingga dapat berpengaruh

dan berguna dalam pengambilan keputusan : responden yang menjawab

seluruhnya diterapkan (SD) 33, sebagian besar diterapkan (SBD)

20,kadang–kadang diterapkan (KKD) 7, sebagian kadang diterapkan

(SBD) 3, dan tidak diterapkan 2, dengan rata–rata nilai 4,22

berdasarkan klasifikasi ini maka dapat disimpulkan laporan keuangan

menyajikan informasi yang tepat waktu sehingga dapat berpengaruh

dan berguna dalam pengambilan keputusan sangat baik

Jumlah tanggapan responden tentang informasi akuntansi

keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin,mencakup semua

informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan:

responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 18, sebagian

60
besar diterapkan (SBD) 35, kadang–kadang diterapkan (KKD) 3,

sebagian kadang diterapkan(SKD) 5, dan tidak diterapkan (TD) 4,

dengan rat–rata nilai 3,89. Berdasarkan klasifikasi ini dapat di

simpulkan bahwa informasi akuntansi keuangan pemerintah di sajikan

selengkap mungkin,mencakup semua informasi akuntansi yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan adalah baik.

Jumlah tanggapan responden tentang informasi yang terkandung

dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan

kesalahan material: responden yang menjawab seluruhnya diterapkan

(SD) 33, sebagian besar diditerapkan (SBD) 23, kadang–kadang

diterapkan (KKD) 2, sebagian kadang diterapkan (SKD) 2, dan tidak

diterapkan (TD) 5, dengan rata–rata nilai 4,18. Berdasarkan klasifikasi

ini dapat di simpulkan bahwa informasi yang terkandung dalam laporan

keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan

material adalah baik.

Jumlah tanggapan responden tentang laporan keuangan

menyajikan setiap fakta secara jujur: responden yang menjawab

selruhnya diterapkan (SD) 44, sebagian besar diterapkan (SBD) 15,

kadang–kadang diterapkan (KKD) 4, sebagian kadang diterapkan

(SKD) 0, dan tidak diterapkan (TD) 2, dengan rata–rata nilai 4,52.

Berdasarkan klasifikasi ini dapat di simpulkan bahwa laporan keuangan

menyajikan setiap fakta secara jujur adalah sangat baik.

61
Jumlah tanggapan responden tentang informasi yang termuat

dalam laporan keuangan dapat di bandingkan dengan laporan keuangan

periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada

umumnya: responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD)

32,sebagian besar diterapkan (SBD) 25, kadang–kadang diterapkan

(KKD) 3, sebagian kadang diterapkan (SKD) 4, dan tidak diterapkan

(TD) 1, dengan rata–rata nilai 4,28. Berdasarkan klasifikasi ini dapat di

simpulkan bahwa informasi yang termuat dalam laporan keuangan

dapat di bandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau

laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya adalah sangat

baik.

Jumlah tanggapan respoden tentang informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan di nyatakan

dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman

para pengguna: responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD)

17, sebagian besar diterapkan (SBD) 21, kadang–kadang diterapkan

(KKD) 20, sebagian kadang diterapkan (SKD) 5, dan tidak diterapkan

(TD) 2. Dengan rata–rata nilai 3,71. Berdasarkan klasifikasi ini dapat

disimpulkan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan

dapat di pahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta

istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna

adalah baik.

4.3.2. Variabel Penerapan Standar Akuntansi (X)

62
Data variabel penerapan standar akuntansi yang diperoleh dari

penyebaran kuesioner dan telah diolah dengan menggunakan program

SPSS dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Descripsi Variabel Penerapan Standar Akuntasi (X)

  SD SPD KKD SKD TD Mean Kesimpulan


PSAP1 52 5 5 3 0 4.63 sangat baik
PSAP2 41 12 10 1 1 4.40 sangat baik
PSAP3 18 18 21 5 3 3.66 Baik
PSAP4 31 21 6 4 3 4.12 Baik
PSAP5 48 10 3 2 2 4.54 sangat baik
PSAP6 31 21 3 7 3 4.08 Baik
PSAP7 38 19 6 2 0 4.43 sangat baik
PSAP8 50 5 2 3 5 4.42 sangat baik
PSAP9 27 24 8 2 4 4.05 Baik
PSAP10 34 19 4 8 0 4.22 sangat baik
PSAP11 39 14 9 2 1 4.35 sangat baik
PSAP12 51 5 3 2 4 4.49 sangat baik
PSAP13 33 24 3 3 2 4.28 sangat baik
PSAP14 45 10 2 6 2 4.38 sangat baik
Sumber : data primer di olah 2019

Dari hasil analisis descriptif penerapan standar akuntansi pada

tabel di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa jumlah tanggapan

responden tentang penerapan basis akrual untuk pengakuan aset

dalam neraca laporan keuangan: responden yang menjawab

seluruhnya diterapkan (SD) 52, sebagian besar diterapkan (SBD) 5

kadang–kadang diterapkan (KKD) 5, sebagian kadang diterapkan

(KKD) 3, dan tidak diterapkan (TD) 0, dengan rat–rata nilai 4,63

berdasarkan klasifikasi ini dapat di tarik kesimpulan bahwa penerapan

63
basis akrual untuk pengakuan aset dalam neraca laporan keuangan

adalah sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang penerapan basis akrual

untuk pengakuan kewajiban dalam neraca laporan keuangan:

responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 41, sebagian

besar diterapkan (SBD) 12, kadang–kadang diterapkan (KKD) 10,

sebagian kadang diterapkan (SKD) 1, dan tidak diterapkan (TD) 1,

dengan rata –rata nilai 4,40. Berdasarkan klasifikasi ini dapat ditarik

kesimpulan bahwa penerapan basis akrual untuk pengakuan kewajiban

dalam neraca laporan keuangan sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang penerapan basis akrual

untuk ekuitas dalam neraca laporan keuangan: responden yang

menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 18, sebagian besar diterapkan

(SBD) 18 kadang–kadang diterapkan (KKD) 21, sebagian besar

kadang diterapkan (SKD) 5, dan tidak diterapkan (TD) 3, dengan rata–

rata nilai 3,66. Berdasarkan klasifikasi ini dapat ditarik kesimpulkan

bahwa penerapan basis akrual untuk ekuitas dalam neraca laporan

keuangan adalah baik.

Jumlah tanggapan responden tentang penerapan basis kas untuk

pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan: responden yang

menjawab seluruhnya di terapkan (SD) 31, sebagian besar diterapkan

(SBD) 21, kadang – kadang diterapkan (KKD) 6, sebagian kadang

diterapkan (SKD) 4, dan tidak diterapkan (TD) 3 dengan rata–rata

64
nilai 4,12. Berdasarkan klasifikasi ini dapat di simpulkan bahwa

penerapan basis kas untuk pengakuan pendapatan dalam laporan

keuangan adalah baik.

Jumlah tanggapan responden tentang penerapan basis kas untuk

pengakuan belanja dalam laporan realisasi anggaran : responden yang

menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 48, sebagian besar diterapkan

(SBD) 10, kadang–kadang diterapkan (KKD) 3, sebagian kadang

diterapkan (SKD) 2, dan tidak diterapkan (TD) 2. Dengan ratar–rata

nilai 4.54. berdasarkan klasifikasi ini dapat disimpulkan bahwa

penerapan basisi kas untuk pengakuan belanja dalam laporan realisasi

anggaran adalah sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang penerapan basis kas untuk

pengakuan pembiyaan dalam laporan realisasi anggaran : responden

yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 31 sebagian kadang

diterapkan (SKD) 21, kadang–kadang diterapkan (KKD) 3, sebagian

kadang diterapkan (SKD) 7, dan tidak diterapkan (TD) 3 dengan rata–

rata nilai 4,08. Berdasarkan klasifikasi ini dapat disimpulkan bahwa

penerapan basis kas untuk pengakuan pembiayaan dalam laporan

realisasi anggaran adalah baik.

Jumlah tanggapan responden tentang aset dicatat sesuai dengan

nilai wajar dalam laporan keuangan: jumlah responden yang

menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 38, sebagian kadang diterapkan

(SD) 19, kadang – kadang diterapkan (KKD) 6, sebagian kadang

65
diterapkan (SKD) 2, dam tidak diterapkan (TD) 0, dengan rata–rata

nilai 4,43. Berdasarkan klasifikasi ini maka dapat di simpulkan bahwa

aset di catat sesuai dengan nilai wajar dalam laporan keuangan adalah

sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang kwajiban dicatat sebesar

jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk

memenuhi kewajiban yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan

pemerintah dalam laporan keuangan: responden yang menjawab

seluruhnya dterapkan (SD) 50, sebagian besar diterapkan (SBD) 5,

kadang–kadang diterapkan (KKD) 2, sebagian kadang diterapkan

(SKD) 3 dang tidak diterapkan (TD) 5,dengan rata–rata nilai 4,42

berdasarkan klasifikasi ini dapat disimpulkan bahwa kewajiban di

catat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan

dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dimasa yang akan datang

dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah dalam laporan keuangan

adalah sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang menyajikan dengan wajar

transaksi yang seharusnya disajikan, maka transaksi tersebut perlu

dicatat dan disajikan sesuai dengan subtansi dan realitas ekonomi,

dan bukan hanya dalam aspek formalitasnya dalam laporan keuangan:

responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 27, sebagian

besar diterapkan (SBD) 24, kadang–kadang diterapkan (KKD) 8

sebagian kadang diterapkan (SKD) 2 dan tidak diterapkan (TD) 4,

66
dengan rata–rata nilai 4,05. berdasarkan klasifikasi ini dapat

disimpulkan bahwa menyajikan dengan wajar transaksi yang

seharusnya disajikan, maka transaksi tersebut perlu di catat dan

disajikan sesuai dengan subtansi dan realitas ekonomi, dan bukan

hanya dalam aspek formalitasnya dalam laporan keuangan adalah

baik.

Jumlah tanggapan responden tentang menyajikan dengan wajar

peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa lain tersebut

disajikan sesuai dengan subtansi dan realitas ekonomi dan bukan

hanya aspek formalitasnya pada laporan keuangan: responden yang

menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 34, sebagian besar diterapkan

(SBD) 19, kadang–kadang diterapkan (KKD) 4, sebagian kadang

diterapkan (SKD) 8, dan tidak diterapkan (TD) 0, dengan rata–rata

nilai 4,22 berdasarkan klasifikasi ini dapat dismpulkan bahwa

menyajikan dengan wajar peristiwa lain yang seharusnya disajikan,

maka peristiwa lain tersebut disajikan sesuai dengan subtansi dan

realitas ekonomi dan bukan hanya aspek formalitasnya pada laporan

keuangan adalah sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang laporan keuangan di

laporkan sesuai degan laporan dan periode pelaporan tertentu:

responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 39, sebagian

besar diterapkan (SBD) 14, kadang–kadang diterapkan (KKD) 9,

sebagian kadang diterapkan (SKD) 2, dan tidak diterapkan (TD) 1,

67
dengan rata–rata nilai 4,39. Berdasarkan klasifikasi ini dapat

disimpulkan bahwa laporan keuangan di laporkan sesuai dengan

laporan dan periode pelaporan tertentu adalah sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang perlakuan akuntansi yang

sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke periode

oleh satu entitas pelaporan dalam laporan keuangan: responden yang

menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 51, sebagian besar diterapkan

(SBD) 5, kadang–kadang diterapkan (KKD) 3, sebagian kadang

diterapkan (SKD) 2, dan tidak diterapkan (TD) 4, dengan rata–rata

nilai 4,49. Berdasarkan klasifikasi ini dapat disimpulkan bahwa

perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa

dari periode ke periode oleh satu entitas pelaporan dalam laporan

keuangan adalah sangat baik.

Jumlah tanggapan responden tentang laporan keuangan

menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna

laporan keuangan: responden yang menjawab seluruhnya diiterapkan

(SD) 33, sebagian besar diterapkan (SBD) 24, kadang–kadang

diterapkan (KKD) 3, sebagian kadang diterapkan (SKD) 3, dan tidak

diterapkan (TD) 2, dengan rata–rata nilai 4,28. Berdasarkan klasifikasi

ini dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan menyajiikan secara

lengkap informasi yang di butuhkan oleh pengguna laporan keuangan

adalah sangat baik.

68
Jumlah tanggapan responden tentang laporan keuangan

menyajikan dengan wajar laporan realisasi anggaran, laporan

perubahan saldo anggaran lebih, neraca laporan operasional, laporan

arus kas, laporan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan:

responden yang menjawab seluruhnya diterapkan (SD) 45, sebagian

besar diterapkan (SBD) 10, kadang–kadang diterapkan (KKD) 2,

sebagian kadang diterapkan (SKD) 6, dan tidak diterapkan (TD) 2,

dengan rata–rata nilai 4,38. Berdasarkan klasifikasi ini dapat

disimpulkan bahwa laporan keuangan menyajikan dengan wajar

laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih,

neraca laporan operasional, laporan arus kas, laporan ekuitas dan

catatan atas laporan keuangan adalah sangat baik.

4.3.3. Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis ini bertujuan untuk mengukur hubungan antar variabel

independen (penerapan standar akuntansi) dan variabel dependen

(kualitas laporan keuangan pemerintah). Perhitungan analisis regresi

linier sederhana ini di lakukan dengan menggunakan metode

enter,yaitu pengujian variabel pertama di lakukan dengan cara

bersama–sama atau simultan. Nilai alpha dalam pengujian ini adalah

5% (a = 0,05). Hasil analisis regresi linier sedarhana dapat di lihat

pada pada lampiran 7 :

69
Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan

standar akuntansi berpengaruh positif terhadap kualitas laporan

keuangan. Yaitu sebesar 8,212 pada alpha 5%. Hal ini menunjukan

bahwa semakin besar penerapan standar akuntansi maka semakin

besar pula kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan

hasil ini maka dapat dikatakan bahwa hipoteis yang menyatakan

penerapan standar akuntansi memiliki pengaruh positif terhadap

kualitas laporan keungan pemerintah dapat di terima.

4.3.4. Pengujian hipotesis

Pengujian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

koefisien determinasi yaitu untuk melihat seberapa besar pengaruhnya

antara variabel penerapan standar akuntansi terhadap variabel

laporan keuangan, dan uji Signifikansi Parameter Individual ( Uji

Statistik t) yaitu untuk mengetahui apakah variabel dependen yakni

laporan keuangan berpengaruh secara parsial terhadap variabel

independen yakni penerapan standar akuntasi.

4.3.4.1. Uji koefisien determinasi dan uji Signifikansi Parameter

Individual ( Uji Statistik t)

Analisis koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa

besar presentase pengaruh penerapan Standar Akuntansi terhadap

kualitas laporan keuangan pemerintaha daerah.

pengujian Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

70
bertujuan untuk mengetahui apakah antara variabel independen yaitu

penerapan sistem informasi berpengaruh secara parsial terhadap

variabel dependen laporan keuangan pemerintah daerah. Pengambilan

keputusan dapat di lakukan dengan membandingkan nilai t hitung dan

nilai t tabel. jikan nilai t hitung > nilai t tabel maka dapat di simpulkan

bahwa variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel

dependen.

Hasil analisis regresi linier sederhana dapat di lihat pada tabel

berikut

Tabel 4.7 Hasil analisis Regresi Linier Sederhana

Regresi sederhana
VARIABEL
Koef. B T. hitung Sig. T

Konstanta 10.043 3.554 0.001


Standar akuntansi pemerintah (X) 0.382 8.212 0.000

Multiple R = 0.719
R square = 0.517
Adjusted R square = 0.509
F. hiung = 67.433
Sig. F = 0.000
Sumber : data primer diolah 2019

Dari tabel diatas dapat diperoleh rumus regresi sebagai berikut :

Y = 10.043+ 0.382X

Dalam persamaan regresi diatas, konstanta (B) adalah sebesar

10.043 hal ini berarti jika tidak ada perubahan variabel Penerapan

Standar Akuntansi Pemerintahan yang mempengaruhi, maka Kualitas

71
Laporan Keuangan Pemerintah Kota Ternate sebesar 10.043 Dari

hasil uji regresi tersebut maka dapat dikatakan “Nilai koefisien

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (X) sebesar 0,382

berpengaruh positif terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (Y). Hal ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan maka variabel Kualitas

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah naik sebesar 0.382.

4.4. PEMBAHASAN HASI PENELITIAN

4.4.1. Pengaruh penerapan standar akuntansi terhadap kualitas laporan

keuangan pemerintah daerah

Berdasarkan hasil uji parsial yang telah dilakukan untuk

menguji pengaruh penerapan standar akuntansi pemerintah daerah

Pemerintah Kota Ternate. Menunjukan bahwa penerapan standar

akuntansi pemerintah sudah efektif hal ini sesuai dengan perolehan

nilai rata-rata variabel Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan

sebagai Variabel (X) terhadap kualitas laporan keuangan Sebagai

Variabel (Y) menunjukkan bahwa t hitung sebesar 8.212 dengan nilai

signifikansi sebesar 0,000 < 0,06 dan hasil uji regresi menunjukkan

nilai koefisien sebesar 0.382 menunjukkan bahwa variabel Penerapan

Standar Akuntansi Pemerintahan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah.

Kualitas laporan keuangan pada pemerintah daerah juga sangat

berpengaruh pada ketersediaan sarana dan prasaran dalam organisasi.

72
Dengan adanya fasilitas pendukung yang baik yang disediakan bagi

penyusun maka semakin mudah penyusun untuk mengakses data yang

dibutuhkan. Sehingga setiap penyusunan laporan keuangan

pemerintah dapat memenuhi kualitas laporan keuangan yang baik

dalam penerapan standar akuntansi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika Pengaruh

Penerapan Standar Akuntansi Semakin baik atau semakin besar, maka

semakin baik atau semakin berkualitas pula laporan keuangan

pemerintah daerah. Sehingga untuk meningkatkan kualitas laporan

keuangan pada Pemerintah Daerah, agar sesuai dengan apa yang

diharapkan memerlukan aturan yang telah ditetapkan terkait dengan

pelaporan/pertanggung jawaban laporan keuangan pemerintah dalam

hal ini yaitu Standar Akuntansi Pemerintahan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Irwana (2010). dengan judul Pengaruh Efektivitas Penerapan

Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan

Pada Kota/Kabupaten di wilayah Priangan Jawa Barat. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa Efektivitas Penerapan Standar

Akuntansi Pemerintahan memiliki Pengaruh Positif terhadap Kualitas

Laporan Keuangan.

73
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh pada Dinas

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemerintah Kota

Ternate melalui observasi dan penyebaran kuisioner, maka penulis dapat

menarik kesimpulan bahwa penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan

pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kota

Ternate sudah efektif, kualitas laporan keuangan pada Dinas Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kota Ternate sudah baik

(berkualitas) dan terdapat pengaruh penerapan Standar Akuntansi

Pemerintahan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat

memberikan saran – saran sebagai berikut

1. bagi peneliti selanjutnya di saarankan agar meneliti tentang Sumber

Daya Manusia, pemahaman Standar Akuntansi Pemerintah, dan

74
kinerja pegawai. Karena pada penelitian ini hanya mencakup Standar

Akuntansi Pemerintahan dan kualitas laporan keuangan.

2. Bagi peneliti selanjutnya, jumlah sampel yang diteliti sebaiknya

diperbanyak lagi untuk memperkuat hasil penelitian.

3. Bagi peneliti selanjutnya di sarankan agar dapat memperluas objek

penelitiannya. Seperti pada BPK perwakilan maluku utara. Inspektorat

dan pada dinas lainnya.

75
76

Anda mungkin juga menyukai