Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa lanjut usia secara bertahap seseorang mengalami berbagai


kemunduran, baik kemunduran fisik, mental, dan social (Azizah, 2011).
Perubahan fisik yang terjadi pada setiap lanjut usia sangat bervariasi, perubahan
ini terjadi dalam berbagai sistem, yaitu sistem integumen, sistem kardiovaskuler,
sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, sistem musculoskeletal, sistem
neurologis, dan sistem urologi. Semua perubahan fisiologis ini bukan merupakan
proses patofiologis, tetapi perubahan fisiologis umum yang perlu diantisipasi
(Potter & Perry, 2005).

Pada lanjut usia sering terjadi masalah “empat besar” yang memerlukan
perawatan segera, yaitu : imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental, dan
inkontinensia. Bagi lanjut usia masalah inkontinensia merupakan masalah yang
tidak menyenangkan (Watson, 2003). Masalah inkontinensia tidak disebabkan
langsung oleh proses penuaan, pemicu terjadi inkontinensia pada lanjut usia
adalah komdisi yang sering terjadi pada lanjut usia yang dikombinasikan dengan
perubahan terkait usia dalam sistem urinaria (Stanley & Beare, 2007).

Masalah yang sering dijumpai pada lanjut usia adalah inkontinensia urin.
Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu
yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang akan
menyebabkan masalah sosial dan higienis penderitanya. Selain masalah sosial dan
higienis inkontinensia urin mempunyai komplikasi yang cukup serius seperti
infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikososial seperti
depresi, mudah marah dan terisolasi (Setiati, dkk, 2007). Inkontinensia urin
merupakan masalah yang belum terselesaikan pada lanjut usia. Inkontinensia pada
lanjut usia dapat menimbulkan masalah baru bagi lanjut usia, oleh karena itu
inkontinensia memerlukan penatalaksanaan tersendiri untuk dapat diatasi
(Purnomo, 2008).

1
Masalah kesehatan utama pada usia lanjut merupakan gabungan dari
kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep-konsep Penduduk Usia Lanjut?

2. Bagaimana Perubahan Endroktin?

3. Macam-Macam Diagnosis ?

4. Macam-Macam Terapi ?

5. Bagaimana Penatalaksanaan Klinis

1.3 Tujuan

1. Mengetahui konsep penduduk pada usia lanjut

2. Mengetahui tentang perubahan endokrin pada usia lanjut

3. Mengetahui macam-macam diagnosa dan terapi

4. Mengetahui tentang tatacara penatalaksanaan klinis

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep-konsep Penduduk Usia Lanjut ˡ

Secara individu, seseorang disebut sebagai usia lanjut jika telah berumur
60 tahun keatas di negara berkembang atau 65 tahun ke atas di negara maju.
Diantara usia lanjut yang berumur ke atas di kelompok lagi menjadi young old
(60-69 tahun), old (70-79 tahun) dan old-old (80 tahun ke atas).

Sehubungan dengan aspek kesehatan, penduduk usia lanjut secara biologis


telah mengalami proses penuaan, diamana terjadi penurunan daya tahan fisik yang
ditandai dengan semakin rentanya terhadap serangan berbagai penyakit yang
dapat menybabkan kematian. Hal ini disebabkan akibat terjadinya perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ.

Dalam hal masalah kesehatan reproduksi pada usia lanjut terutama


dirasakan oleh perempuan ketika masa subuhnya berakhir (menopause), meskipun
laki-laki juga mengalami penurunan fungsi reproduksi.

2.1.1 Klimakterium, Menopause, dan senium pada perempuan

Menopaus adalah haid terkhir, atau saat terjadinya haid terakhir.


Menopaus terjadi karena penurunan fungsi indung telur sehinga produksi hormon
estrogen berkurang yang mengakibatkan terhentinya atau matinya untuk
selamanya. Usia terjadinya menopause sangat bervariasi, dipengaruhi oelh
keturunan, kesehatan umum dan pola hidup. Bagi perempuan Indonesia, usis
menopause sekitar 49 tahun pada tahun 2000.

Menopause ada hubungannya dengan menarche (haid yang pertama kali


datang) semakin dini menarche terjadi, makin lamat menopause terjadi. Umumnya
pada abad ini menarche timbul makin dini dan menopause makin lambat
terjadi,sehingga masa reproduksi menjadi lebih panjang. Sedangkan klimaterium
merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium.

3
Masa klimakterium sebelum menopause disebut pramenopause dan
sesudah menopause disebut pasca menopause, kliaterium sulit ditentukan awal
masanya.klimaakterium berakhir kira-kiraa 6-7 tahun sesudah menopause. Pada
saat ini kadar hormon estrogen telah rendah yang sesuai dengan keadaan senium.
Dengan demikian klimakterium lamanya lebih kurang 13 tahun.

Jumlah flikel dalam ovarium pada waktu lahir lebih kurang 750.000 buah,
pada waktu menopause tinggal beberapa ribu dan falikel yang tersisa ini lebih
resisten terhadap rangsan onadotropin. Dengan demikian, siklus ovarium yang
terdiri dalam pertumbuhan folikel, ovalasi kemudian pembentukan korpus luteum
lambat laun berhenti. Pada 25% perempuan usIa 40 tahun siklus menstruasai tidak
disertai ovulasi atau anovulator.

2.1.2 Senium

Pada masa senium telah terjadi keseimbangan hormonal yang baru.


Penurunan produksi hormon estrogen dan kenaikan hormon gonadotropin yang
terjadi pada masa klimaterium terus berlanjut sampai kira-kira 15 tahun setelah
menopause . Pada masa ini tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikologis.
Yang menyolok pada masa ini adalah kemunduran alat-alat tubuh dan
kemampuan fisik.

2.2 Perubahan Endroktin

2.2.1 Menopause

Sebelum menstruasi berhenti (menopause), telah terjadi berbagai


perubahan pada ovarium yang menyebabkan terganggunya interaksi antara
hipotalamus-hipofisis. Pertama-tama yang terjadi adalah terjadinya kegagalan
fungsi korpus leteum diovarium.

Menopause memberi tanda akan berkahirnya potensi reproduksi seiring


dengan dimulainya kegagalan fungsi ovarium secara ireversibel. Simpanan oosit
ovarium habis yang menyebabkan terhentinya perkembangan faolikel dan ovulasi.
Akibatnya adalah :

4
1. Penurunan sirkulasi estrradiol secara bertahap dan kadar estrogen darah
sangat rendah setelah ovarium berhenti. Estrogen utama setelah
menopause adalah estron yang berasal dari konversi adrenal di jaringan
perifer.
2. Peningkatan sirkulasi gonadotropin, follicle stimulating hormone (FSH)
akibat hilangnya efek umpan balik negatif estrogen.
3. Amenore akibat tidak adanya stimulasi endometrium oleh hormon-hormon
steroid ovarium. Gambaran klinis dari estroge dapat berupa gangguan
vasomotorik, gangguan psikitis, gangguan somatik dan gangguan siklus
mentruasi.

2.2.2 Pramenopause

Pemendakan siklus mentruasi mungkin merupakan gambaran yang paling


awal meskipun pola menstruasi ini sangat bervariasi diantara individu. Ovarium
secara progresif semakin tidak berespons terhadap rangsangan gonadotropin
disertai penignkatan konsentrasi FSH yang terdeteksi dalam fase falikel siklus
menstruasi. Seiring dengan mendekatnya periode menstruasi terakhir, bulan-bulan
amenore sering diselingi dengan menstruasi reguler walaupun biasanya terjadi
pemanjangan siklus. Siklus menstruasi yang lama mengindikasikan tidak adanya
ovulasi dan perdarahan mendtruasi berikutnya mungkin banyak karena stimulasi
yang berkepanjangan pada endometrium oleh esterogen yang tanpa imbangan.

2.3 Diagnosis

Diagnosis sindrom klimakterium dapat ditegakkan berdasarkan usia klien


dan keluhan-keluhan yang timbul. Diagnosa pasti didasarkan pada peningkatan
kadar FSH serum (lebih dari 30 IU/1 menunjukkan kadar menopause. Pada awal
pramenopause, terjadi peningkatan FSH yang teedeteksi pada 7 hari pertama
siklus. Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah penyakit pembuluh darah
dapat juga disebabkan oleh hipertiroid.

5
2.3.1 Pengukuran kepadatan tulang.

Pengukuran kepadatan mineral tulang (bone mineral density, BMD) dapat


dilakukan dengan mesin-mesin sangat akurat, misalnya dual X-ray absorptiometry
(DXA), dianjurkan sebagai strategi untuk menemukan kasus, dan bukan untuk
penapisan populasi, serta untuk menilai respons terhadap pengobatan. Teknik lain
untuk menemukan BMD adalah ultrasonografi kuantitatif tetapi bila hasilnya
abnormal harus dikonfirmasi dengan DXA.

2.3.2 Konsekuensi Kegagalan Ovarium

Defisiensi esterogen sebagai akibat menurunnya fungsi ovarium


merupakan penyyebab timbulnya gejala-gejala yang dialami perempuan pada
waktu menstruasi terakhir mereka. Gejala-gejala yang ,muncul dapat bersifat akut
(jangka pendek), jangka menengah dan jangka panhang.

1. Dampak jangka pendek


a. Gejala neurovegetatif (gejala vasomotor)

Rasa panas di dada yang menjalar ke wajah (hot flush). Sering timbul pada
malam hari dan terjadi hanya beberapa menit saja, tetapi kadang-kadang
dapat sampai satu jam. Gejala hot flush semakin lama semakin berkurang
dan hilang setelah 4-5 tahun pasca menopause. Gejala vasomotor yang lain
adalah keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, desing dalam
telinga, tekanan darah tidak stabil, berdebar-debar, susah bernafas, jari-jari
atrofi dan gangguan usus. Gangguan lain yang dapat timbul adalah
gangguan psikis, gangguan somatic dan gangguan siklus menstruasi.

b. Gangguan psikologis. Penurunan esterogen pada perempuuan dapat


menyebabkan gangguan psikologis berupa depresi, kurang percaya diri,
mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, menurunnya daya ingat dan
kehilangan gairah seksual, murung, cemas, merasa tidak berharga, sulit
megambil keputusan.

6
2. Dampak jangka menengah
1) Atrofi uregenital
a. Kekeringan vagina yang menyababkan dispareunia, yang kemudian
akan menurunkan libido. Vagina terasa kering dan gatal, mudah luka,
sering keputihan, nyeri waktu sanggama atau perdarahan pasca
sanggama.
b. pH vagina meningkat dan vagina rentan terhadap infeksi bakteri karena
terjadi penurunan kolonisasi laktobasil.
c. Insidensi disuria, frekuensi, urgensi dan inkontensia meningkat seiring
bertambahnya usia dan karena atrofi serta berkurangnya jaringan
kolagen disekitar leher kandung kemih.
2) Perubahan kulit
Kulit menjadi tipis, kering dan keriput karena kehilangan jaringan kolagen
dari lapisan dermis kulit, rambut mudah rontok, kuku rapuh, gigi mudah
goyang dan gusi mudsh berdarah, bibir menjadi pecah-pecah serta trasa
sakit dan ngilu didaerah persendian.
3) Gangguan mata
Mata terasa kering dan kadang-kadang terasa gatal karena produksi air
mata berkurang.
3. Dampak jangka panjang
a. Osteoporosis didefinisikan oleh WHO sebagai “penyakit tulang sistemik
progresif yang ditandai oleh berkurangnya massa tulang dan
memburuknya mikroarsitektur jaringan tulang”. Pada perempuan,
kepadatan tulang mencapai puncaknya pada usia pertengahan 30-an dan
setelah itu menurun secara secara perlahan sampai terjadi akselerasi
penurunan pesat massa tulang setelah menopause. Secara alami perempuan
mempunyai tulang yang kurang padat dari pada laki-laki dan resiko fraktur
osteo-porosis seumur hidup lebih dari dua kali. Keadaan osteoporosis
dipengaruhi ras, menopause premature, sosok yang kecil dan rampng dan
dipercepat oleh kurangnya asupan zat kalsium, sinar matahari, kurang

7
aktivitas fisik dan olah raga, merokok, minim alkohol dan penggunaan
kortikosteroid, misalnya pada penderita asma dan lupus.
b. Penyakit jantung koroner. Berkurangnya esterogen dapat menurunkan
kadar kolestrol baik (high density lipoprotein, HDL) dan meningkatkan
kolestrol tidak baik (low density lipoprotein, LDL) yang meningkatkan
resiko penyakit jantung koroner pada perempuan.
c. Kepikunan (dimensia tipe Alzheimer). Penurunan kada esterogen juga
berpengaruh terhadap susunan saraf pusat yang menyebabkan sulit
berkonsentrasi, kehilangan ingatan terhadap peristiwa jangka pendek,
gelisah, sulit tidur, depresi sampai kepikunan tipe Alzheimer.
2.4 Terapi

2.4.1Terapi non hormon

a. Obat antihipertensi, obat penenang, sudah luas penggunaannya pada


perempuan dengan masalah klimakterium
b. Sebagai perempuan mendapatkan manfaat relaksasi, berolah raga atau
aromaterapi atau konseling dengan perawat mungkin membantu
mengatasi gejala-gejala.

2.4.2 Terapi sulih hormone (TSH)

a. Terapi esterogen. Terapi yang logis pada menopause adalah sulih


esterogen, karena gejala menopause disebabkan oleh defisiensi
esterogen. Terapi esterogen dapat diberikan melalui rute oral,
transdermis, seperti koyo, dan jeli subkutan: implant, vagina: krim,
pesarium, tablet, dan cincin, sublingual atau intranasal. Pilihan
pmbemberiannya terganatung pada pasien, walaupun pada umumnya
perempuan memilih preparat oral karena lebih murah dan lebih dapat
diterima. Terapi esterogen tidak banyak menimbulkan efek samping.
b. Kombinasi Esterogen – Progestogen

8
Pemakaian sulih hormone estrogen tanpa imbangan secara substansial
meningkatkan resiko kanker endometrium. Penambahan progestogen
kedalam regimen estrogen mengurangi resiko kanker endomatrium
c. Terapi sulih hormone tanpa menstruasi :
1. Terapi sulih hormone kombinasi continue
2. Pemberian harian secara terus menerus estrogen dan progestron
menyebabkan atrivi endometrium dan aminore. Obat ini cocok
diberikan pada perempuan yang sudah tidak mendapat menstuasi
paling sedikit satu tahun.
3. Tibolone steroid sintetik yang memiliki efek estrogenic,
progestogenic, dan androgenic lemah. Diberikan terbatas pada
perempuan yang sudah tidak mengalami menstruasi paling sedikit
satu tahun.

2.4.3 Kontraindikasi terapi sulih hormone

1. Mutlak : perdarahan vagina yang tidak dapat dijelaskan,


kehamilan, kanker payudara, penyakit hati aktif berat, penyakit
tromboembolus aktif.
2. Relative
a. Hiperternsi : bila klien ternyata menderita hipertensi (terkendali) ,
dapat diberi TSH, tetapi sebelum TSH diberikan harus mendapat
obat anti hipertensi yang sesuai.
b. Riwayat thrombosis vena dalam atau emboli paru. Dalam hal ini
perlu evaluasi lengkap dan sebaiknya dirujuk untuk penapisan
trombofilia praterapi dan nasihat spesifik.
c. Penyakit kantong empedu. Estrogen dapat mengubah komposisi
empedu sehingga memudahkan terjadinya batu empedu. Pemberian
yang lebih aman melalui rute nonoral.
d. Fibroid : tumor ini dapat membesar pada pemberian TSH dan
menyebabkan masalah pendarahan.

9
e. Endometriosis : dapat mengalami kekambuhan oleh sulih estrogen
tapi bergantung pada jumlah residu penyakit. Pemberian
progestogen sebagai tambahan dapat mengurangi resiko
kekambuhan.
f. Riwayat infark miokardium (IM) atau cerebrovascular accident
(CVA) . Setelah 3 sampai 6 bulan berlalu TSH dapat diberikan
dengan pengawasan ketat.
g. Kanker : TSH tidak menimbulkan efek pada sebagian besar kanker.

2.4.4 Komplikasi Terapi Sulih Hormon

Efek samping ekstrogen dapat berupa :mual, nyeri tekan payudara,


dan rasa kembung, keram tungkai dan migren, sedangkan efek samping
progestogen adalah withdrawal bleeding bulanan yang teratur dan mugkin
banyak, berkepanjangan atau nyeri, gejala-gejala mirip sindrom
premenstruasi berupa lekas marah, depresi, nyeri payudara, retensi cairan
dan rasa kembung.

2.5 Penatalaksanaan Klinis

2.5.1 Pengkajian pada perempuan sebelum terapi suli hormone

Anamnesis : tanyakan mengenai riwayat:

1. Gejala saat ini yang berkaitan dengan menopause


2. Riwayat menstruasi dan ginekologis
3. Riwayat penyakit dahulu, terutama yang berkaitan dengan kontra
indikasi untuk pemakaian TSH
4. Riwayat warga: terutama kanker payudara, penyakit jantung
iskemik, dan stroke pada usia muda serta osteoporosis
5. Riwayat social : pekerjaan, merokok, ada tidaknya masalah social,
dan lain-lain.

10
Pemeriksaan

1. Tekanan darah, penimbangan berat badan


2. Pengetahuan tentang kewaspadaan akan kesehatan payudara dan
pemeriksaan payudara sendiri.
3. Bila ada riwayat medis yang signifikan lakukan pemeriksaan
payudara dan panggul.

Pemeriksaan Penunjang : biasanya tidak diperlukan atau bila


diperlukan berdasarkan riwayat yang telah ditanyakan kepada klien. Bila
dari riwayat dan pemeriksaan yang dilakukan tidak ditemukan, maka TSH
dapat diberikan kepada pasien (jenisnya ditentukan oleh dokter atau atas
permintaan pasien dan sesuai untuknya). Pemantauan yang dilakukan
setelah pemberian TSH belum ada kesepakatan, tetapi berdasarkan
perjanjian, kunjungan tindak lanjut yang pertama biasanya 3 bulan dan
setelah itu dapat dilakukan setiap 6 bulan atau lebih bila ada masalah.

Lama pemakaian: tidak ada aturan yang pasti. Untuk mengatasi gejala-
gejala menopause akut sebagian besar perempuan memerlukan terapi
selama 3 sampai 5 tahun.. untuk mencegah osteoporosis pada perempuan
berusia lanjut, terapi perlu dilanjutkan tanpa batas tetapi harus
dipertimbangkan terhadap resiko kanker payudara.

2.5.2 Andropause Pada Laki-laki

Penurunan fungsi reproduksi akibat penurunan kadar hormone


testosterone androgen, hormone pertumbuhan, melatonin dll pada laki-laki
disebut andropause. Biasanya terjadi pada umur 55 tahun keatas.
Andropause, dapat menimbulkan dampak negatif pada laki-laki seperti :

11
1. Keluhan seksual : libido atau keinginan seksual berkurang dan
gangguan ereksi
2. Kekuatan otot menurun akibat menurunnya metabolism protein,
oksidasi lemak, peningkatan timbunan lemak dan penurunan masa otot
dibandingkan dengan umur lebih muda.
3. Osteoporosis yang dapat diperberat oleh penggunaan alkohol,
penggunaan kortikosteroid, penuaan dan faktor genetic, osteoporosis
pada laki-laki tidak sebanyak pada perempuan.
4. Kepikunan (demensia tipe Alzheimer). Akibat penurunan kadar
testosteron daya ingat dan fungsi kognitif terpengaruh. Pada kondisi
berat terjadi kepikunan.

Cara Menilai Adanya Andropause dengan menggunakan 10 kriteria


Adam yaitu:

1. Penurunan libido
2. Kekurangan tenaga atau lemah
3. Penurunan kekuatan dan ketahanan otot
4. Penurunan resiko badan
5. Berkurangnya kenyamanan dan ketenangan hidup
6. Sedih atau sering marah tanpa sebab yang jelas
7. Berkurangnya kemampuan ereksi
8. Kemunduran kemampuan olahraga
9. Tertidur setelah makan malam
10. Penurunan kemampuan bekerja.

Jika ada keluhan nomer 1 dan 7 atau beberapa kombinasi dari 4 atau lebih
maka laki-laki dikatakan sudah andropause.

12
2.5.3 Cara Mencegah Dampak Negatif Andropause

1. Pemeriksaan kelenjar prostat


2. Pemberian multivitamin untuk mencegah osteoporosis seperti : vitamin
B, C, E dan D3
3. Pemberian kalsium dengan dosis 800-1000mg/hari dapat mencegah
terjadinya osteoporosis. Tetapi perlu diwaspadai batu saluran kemih
akibat timbunan kalsium.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara biologi lanjut usia mengalami proses penuaan secara terus


menerus,yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

Dengan semua perubahan yang dialami oleh kelompok usia lanjut dan
dampak negative yang dapat ditimbulkan dari perubahan tersebut maka sudah
sepantasnya kelompok usia lanjut memerlukan perhatian khusu dalam
memenuhi kebutuhan dasar sehari-harinya baik dari tenaga
medis,paramedic,maupun keluarga.

3.2 Saran

Dalam pemberian perhatian khusus kepada kelompok usia lanjut berikut


dengan pelayanan kesehatan reproduksinya,diharapkan tenaga kesehatan lebih
sering memberikan penyuluhan terhadap kelompok usia lanjut dan keluarganya
tentang pentingnya memeriksakan kesehatannya ke tempat pelayanan kesehatan
terdekat.

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai