Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“ ISOLASI SOSIAL “

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Oleh :

SELAMET YOGASWARA
J. 0105.19.103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR
CIMAHI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Diagnosa Utama)


Isolasi Sosial
II. Proses Terjadinya Masalah :
a. Definisi :
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk.
2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang
mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan
orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2019). 
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang
individu yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta
sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2017).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif
dan mengancam (Twondsend, 2016). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna
Kelliat, 2017). Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain ( Pawlin, 2013 dikutip Budi Kelliat, 2014).
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna
Kelliat, 2011).
b. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang
harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat
masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2018) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
 Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang
mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di
kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
 Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai
individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih
luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-
temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi
atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi.
Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen, Orang tua harus dapat memberikan
pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada
anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah
dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
 Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan
hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana
hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal
dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan
lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan
kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
 Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman
sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain
dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima
(mutuality). 
 Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
 Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan
hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan
adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang
lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih
dimiliki harus dapat dipertahankan.

c. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:
1. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
menimbulkan isolasi sosial.
2. Stressor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin
mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah
laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang
dapat merubah stuktur sel-sel otak.
3. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus
skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu,
lingkungan maupun biologis.
4. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia
disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang
berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik
sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2018) strategi koping digunakan
pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:

a. Tingkah laku curiga: proyeksi


b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.

d. Tanda dan Gejala


Menurut Purba, dkk. (2018) tanda dan gejala isolasi sosial
yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh
orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan
orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

III. a. Pohon Masalah

Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri Core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Sumber: (Keliat,
2016)
b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan:
a. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi…
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

2. Data yang perlu dikaji


a. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
▪ Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata
▪ Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus
yang nyata
▪ Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
▪ Klien merasa makan sesuatu
▪ Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
▪ Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan
didengar
▪ Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Data Objektif:
▪ Klien berbicara dan tertawa sendiri
▪ Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
▪ Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
▪ Disorientasi

b. Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:
▪ Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
▪ Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
▪ K–P
▪ K – P – P lain
▪ K – P – P lain – K lain
▪ K – Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
▪ Salam, perkenalan diri
▪ Jelaskan tujuan
▪ Buat kontrak
▪ Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
▪ Perilaku menarik diri
▪ Penyebab perilaku menarik diri
▪ Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
▪ Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2013 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika

Stuart dan Sundeen . 2015 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC


.
Keliat Budi Ana. 2017. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta
:EGC

Anna Budi Keliat, SKp. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial


Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anonim. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/

Nita Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi
(API). Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai