Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI FOTO

BENTUK LAHAN FLUVIAL

Disusun Oleh:
Afif Sulestianson
21100116120018

LABORATORIUM PALEONTOLOGI,
GEOLOGI FOTO, DAN GEOOPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
MARET 2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto,acara bentuk lahan


Fluvial disusun oleh: Afif Sulestinson ini telah disahkan pada:
hari :
tanggal :
pukul :
sebagai laporan praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto

Semarang, Maret 2017


Asisten Acara Praktikan

Ulfah Rahmadani Afif Sulestianson


NIM:2110115130080 NIM:21100116120018

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….……2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………3
DAFTARGAMBAR…………………………………………………………………5
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………....6
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………7
1.1 Maksud……………………………………………………………………7
1.2 Tujuan…………………………………………………………….....…….7
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan………………………………………..…7
BAB II GEOLOGI REGIONAL……………………………………………………8
2.1 Geomorfologi Regional……………………………………………….…..8
2.2 Stratigrafi Regional……………….…………………………………….....9
2.3 Struktur Geologi Regional……………………………………………….11
BAB III METODOLOGI…………………………………….…………..………...12
3.1 Alat dan Bahan…………………………………….………..…………...12
3.2 Diagram Alir………………………………….……..…………………...12
BAB IV PERHITUNGAN MORFOMETRI……………………………………...15
4.1 Satuan Kontur Rapat……………………………………………………..15
4.2 Satuan Kontur renggang……………………………………….………...16
4.3 Satuan Fluvial……………………………………………………………18
BAB V PEMBAHASAN……………………………………….………….……….20
5.1 Satuan Bentuk lahan struktural…………………………….……….…....20
5.2 Satuan Fluvial……………………………………….…………………...24
5.3 Satuan Denudasional…..…………………………………………….…..26
5.4 Profil Sayatan…………………………………………………………….26
5.5 Morfogenesa……………………………………………………………..27

3
BAB VI PENUTUP…………………………………………………………..……..28
6.1 Kesimpulan…………………………………………………………..…..28
6.2 Saran……………………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA……………………...…………………………………….…29
LAMPIRAN………………………………………………………………………...30

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Morfologi Lipatan dan Triangular facet………………………………22

5
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur rapat pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………………………………………..16
Tabel 4.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi
Van Zuidam, 1983………………..……………………………………….17
Tabel 4.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………………………….…………….19
Tabel 5.1 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur rapat pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………….…………………………….21
Tabel 5.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi
Van Zuidam, 1983……………………..………………………………….23
Tabel 5.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………………………….…………….25

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Maksud
 Melakukan delineasi bentuk lahan pada peta topografi
 Melakukan delinasi sungai dan jalan pada peta topografi
 Melakukan perhitungan morfometri pada peta topografi
 Membuat sayatan geologi pada peta topografi

1.2. Tujuan
 Dapat Membedakan satuan bentuk lahan pada peta topografi
 Dapat Membedakan jalan dan sungai pada peta topografi
 Dapat mengklasifikasikan kelerengan

1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Hari / tanggal : Rabu, 22 Maret 2017
waktu : Pukul 15.30 - 18.00 WIB
tempat : Ruang 302 Gedung Pertamina Sukowati, Teknik
Geologi ,Universitas Diponegoro

7
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
 
2.1 Geomorfologi Regional
Geomorfologi Kabupaten Pemalang dapat dikelompokkan menjadi dua
satuan, yaitu morfologi dataran rendah, perbukitan landai.
a.Satuan Morfologi Dataran
Satuan morfologi ini penyebarannya menempati daerah di bagian selatan
Cekungan Air Tanah Pemalang. Ketinggiannya berkisar antara 0 – 40 m aml,
dengan kemiringan lereng 0o - 5o yang melandai ke arah Utara. Sungai-
sungainya sudah mengalami erosi lateral yang intensif sehingga sudah melebar.
Tataguna lahan berupa perkampungan penduduk, perkantoran, dan pesawahan.
Dari segi hidrogeologi, daerah dataran ini dapat ditafsirkan sebagai
daerah akumulasi air tanah potensial, terutama akumulasi air tanah bebas
mengingat aliran beberapa sungai besar ini telah berlangsung lambat dan
memasok air tanah dangkal di daerah sekitarnya (sungai influen), di samping itu
keberadaan sebagian saluran irigasi yang dasar salurannya tidak kedap air
tentu saja akan menambah pasokan tersebut.
b.Satuan Morfologi Perbukitan Landai
Satuan perbukitan landai mempunyai kelerengan 0 – 15 o dengan
ketinggian 50 – 150 m dpl. Satuan ini meliputi daerah perbukitan di Kecamatan
Pemalang. Sungai-sungainya memperlihatkan pola dendritik-subparalel, dengan
aliran sungainya bersifat permanen (parenial), yaitu airnya mengalir sepanjang
tahun, sebagian sungai-sungainya membentuk meander yang menunjukkan erosi
sungai bekerja ke arah lateral. Tataguna lahan berupa perkampungan penduduk,
perkantoran, dan pesawahan.

8
Dari segi hidrogeologi, daerah dataran ini dapat ditafsirkan sebagai
daerah isian air tanah sehingga air tanah yang ada pada daerah ini akan mengalir
menuju daerah dengan topografi yang lebih rendah.
2.2 Stratigrafi Regional
Daerah Pemalang ini secara fisiografi terletak pada perbukitan bergelombang
kuat yang merupakan bagian dari Antiklinorium Bogor – Kendeng. Berdasarkan
Peta Geologi Lembar Majenang yang disusun oleh Kastowo dan N. Suwarna
(1996), stratigrafi daerah tersebut dan sekitarnya terdiri dari beberapa satuan ,
yaitu :
a.Formasi Pemali
Terdiri atas serpih, lempung, batupasir kuarsa, napal dan batugamping
dengan kandungan fosil Spirolypeus sp, sehingga menafsirkan umur Formasi
Pemali ini adalah Miosen bawah. Sedangkan Formasi Pemali bagian atas yang
mengandung fosil Cyclolypeus annusatus MARTIN, Lepidocycylina sp dan
Miogypsina sp. Ditafsirkan berumur Miosen Tengah dan bagian atas dari
Miosen bawah. Ketebalan dari lapisan ini minimum 500-1200 meter untuk
bagian timur dari Jalur Bogor.
b. Formasi Rambatan
Terletak selaras diatas Formasi Pemali. Di lembar Majenang, Formasi
Rambatan bagian bawah berupa batupasir gampingan, berwarna abu-abu muda
jingga kebiruan, konglomerat dengan sisipan napal dan serpih. Bagian atasnya
terdiri dari napal abu-abu tua, lempung serpihan dan batu pasir gampingan.
Ketebalan formasi ini mencapai 300 meter. Berdasarkan kandungan fosil
foraminifera, maka umur Formasi Rambatan ini adalah Miosen Tengah (Marks,
1961).
c.Formasi Halang
Tersusun oleh endapan turbidit yang terdiri dari perselingan batupasir,
batulempung, napal, dan tuff dengan sisipan breksi. Struktur penciri endapan
tubidit ini adalah adanya lapisan bersusun, convolute, load cast, flute cast,

9
kepingan batulempung dan material vulkanik. Formasi ini mempunyai umur
Miosen – Pliosen.

d. Formasi Kumbang
Menutup Formasi Halang secara tidak selaras (Kastowo,1975).
Litologinya terdiri atas breksi gunung api andesit, pejal dan tidak berlapis,
termasuk aliran lava, tufa berwarna abu-abu dan batupasir tufaan, konglomerat
bersisipan lapisan megnetit. Breksi terpropilitisasi terdapat didaerah yang
sempit. Ketebalan formasi ini seluruhnya mencapai 2000 meter. Berdasarkan
kedudukan stratigrafinya, umur formasi kumbang adalah Pliosen Bawah
(Hetzel, 1935 dan kastowo, 1975). Sedangkan Van Bemmelen, 1949)
menyebutkan bahwa umur Formasi ini adalah Miosen atas.
e. Formasi Tapak
Terletak selaras di atas Formasi Kumbang. Bagian bawah terdiri atas batu
pasir kasar kehijauan, ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi batupasir
kehijauan dengan sisipan napal pasiran berwarna abu-abu sampai kekuning-
kuningan, batu gamping terletak di bagian atas. Ketebalan maksimum Formasi
ini sampai 500 meter. Umur Formasi tapak adalah Pliosen tengah bagian bawah
(Hetzel,1935 dan kastowo,1975). Dan diendapkan pada lingkungan laut neritik.
f. Formasi kalibiuk (Tpb)
Bagian bawah berupa batulempung dan napal biru fosilan, bagian tengah
mengandung lensa – lensa batupasir hijau dengan moluska yang melimpah,
sedangkan di bagian atas terlihat banyak sisipan tipis batupasir. Lingkungan
pengendapan diduga pasang surut. Umur formasi ini Pliosen Awal sampai awal
Pliosen Akhir dengan ketebalan mencapai 2.500 m.
g. Formasi kaligalah (Tpg)
Bagian atas formasi ini terdiri dari batupasir kasar dan konglomerat yang
mengandung moluska air tawar dan mamalia, sert batulempung dan napal yang
makin berkurang kea rah atas. Bagian bawah tersusun oleh batulempung hitam,

10
napal hijau, batupasir bersusun andesit dan konglomerat. Lingkungan
pengendapan diperkirakan daratan sampai laut dangkal dengan ketebalan
mencapai 350 m serta berumur pliosen Akhir. Formasi ini menumpang selaras
di atas Formasi Kalibiuk dan tertindih selaras Formasi mengger.
h. Formasi Mengger (Qpm)
Formasi ini tersusun atas tuf kelabu muda, batupasir tufan, sisipan
konglomerat, serta lapisan tipis pasir magnetit. Lingkungan pengendapan darat
dengan ketebalan kurang lebih 150 m. formasi ini berumur Pliosen dengan
kedudukan menindih selaras di atas Formasi Kaligalah dan ditindih selaras oleh
Formasi Gintung.
i. Endapan Aluvial (Qa)
Berupa kerikil, pasir, dan lempung yang berwarna kelabu. Terendapkan
sepanjang dataran banjir sungai - sungai besar, dengan tebal kurang dari 5 m.

2.3 Struktur Geologi Regional


Struktur geologi di daerah Pemalang dan sekitarnya cukup kompleks yang
dijumpai berupa sesar, lipatan, kelurusan yang melibatkan batuan berumur Oligo
– Miosen hingga Holosen. Sesar yang dijumpai umumnya berarah barat laut –
tenggara hingga barat – timur berupa sesar naik, dan sesar turun yang berarah
timur laut – barat daya. Sedangkan struktur sinklin dijumpai dengan sumbu
berarah barat laut – tenggara. Kekar umumnya dijumpai dan berkembang baik
pada batuan berumur Tersier dan Plistosen.
Struktur geologi yang dijumpai di sekitar ketanggugan berupa sesar naik
yang berarah barat- timur pada berbukit di selatan Ketanggungan. Kekar
umumnya dijumpai dan berkembang baik pada batuan berumur Pliestosen.
Sedangkan pada endapan alluvial belum dijumpai adanya struktur geologi

11
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


 Peta Topografi ● Kalkulator
 Kertas Kalkir A3 ● Penggaris
 Kertas HVS ● Pensil Warna
 Selotip ● AlatTulis
 Milimeter Block A3

3.2 Diagram Alir


3.2.1 Pembuatan deliniasi satuan geomorfologi

Mulai

Menempelkan kertas kalkir dengan selotip pada peta,dan


diberi garis tepi

Mendelinasi satuan geomorfologi struktural dengan warna


Ungu,denudasional dengan warna coklat,dan fluvial dengan
warna hijau

Selesai

12
3.2.2 Pembuatan deliniasi pola pengaliran dan jalan

Mulai

Menempelkan kertas kalkir dengan selotip pada peta,dan


diberi garis tepi

Mendelinasi sungai tua dengan warna biru tua,sungai muda


dengan warna biru muda,dan jalan dengan warna merah

Selesai

3.2.3 Perhitungan Morfometri

Mulai

Mengambil 5 sayatan untuk tiap-tiap kontur rapat


,renggang,dan fluvial dengan ukuran 5 kontur

Melakukan perhitungan morfometri dengan menghitung nilai


IK, ∆h, d, intensitas lereng, dan beda ketinggian. Lalu
dicocokkan dengan Klasifikasi Van Zuidam

Selesai

13
3.2.4 Pembuatan sayatan peta topografi

Mulai

Melakukan penyayatan pada peta topografi dengan panjang


sayatan minimal 25 cm

Menempelkan HVS pada sayatan dan menandai koturnya

Memindahkan kontur yang sudah ditandai ke kertas


millimeter block

Selesai

14
BAB IV
PERHITUNGAN MORFOMETRI

Rumus Umum : Keterangan :


1 IK = Interval Kontur
IK = x skala peta
2000
∆h = perbedaan tinggi
∆h = IK x banyak kontur yang dilewati
d = panjang kontur sebenarnya
d= panjang sayatan x skala
% = persen lereng
∆h
Persen kelerengan= x 100%
d
∑ persen lereng
Rata-rata kelerengan =
∑ sayatan

4.1 Kontur rapat


 Nilai d :
d1 = panjang sayatan x skala = 0,5 x 25.000 = 12.500 cm = 125 m
d2 = panjang sayatan x skala = 0,6 x 25.000 = 15.000 cm = 150 m
d3 = panjang sayatan x skala = 0,7 x 25.000 = 17.500 cm = 175 m
d4 = panjang sayatan x skala = 0,6 x 25.000 = 15.000 cm = 150 m
d5 = panjang sayatan x skala = 0,7 x 25.000 = 17.500 cm = 175 m
 Persen lereng :
∆h 62,5
%1 = x 100% = x 100% = 50%
d 125
∆h 62,5
%2 = x 100% = x 100% = 41,6%
d 150
∆h 62,5
%3 = x 100% = x 100% = 35,7%
d 175
∆h 62,5
%4 = x 100% = x 100% = 41,6%
d 150
∆h 62,5
%5 = x 100% = x 100% = 35,7%
d 175

15
50 %+ 41,6 %+35,7 % + 41,6 %+35,7 %
 Rata-rata kelerengan = = 40,9%
5
Dikarenakan nilai rata-rata kelerengan sebesar 40,9% maka daerah ini
tergolong Berbukit terjal (Van Zuidam, 1983)

 Beda ketinggian = Top Hill – Low Hill = 770 – 510 m = 260 m


Dikarenakan nilai dari beda ketinggian sebesar 260m maka daerah ini
tergolong Berbukit terjal (Van Zuidam, 1983)
Tabel 4.1 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur rapat pada Klasifikasi Van Zuidam, 1983
SATUAN RELIEF SUDUT LERENG (%) BEDA TINGGI (m)
Datar / Hampir datar 0–2 <5
Bergelombang / miring 3–7 5 – 50
landau
Bergelombang / miring 8 – 13 50 – 75
Berbukit bergelombang / 14 – 20 75 – 200
miring
Berbukit tersayat tajam / 21 – 55 200 – 500
terjal
Pegunungan tersayat 56 – 140 500 – 1.000
tajam / sangat tajam
Pegunungan / sangat curam >140 > 1.000

4.2 Kontur renggang


 Nilai d :
d1 = panjang sayatan x skala = 2,7 x 25.000 = 67500 cm = 675 m
d2 = panjang sayatan x skala = 2,9 x 25.000 = 72500 cm = 725 m
d3 = panjang sayatan x skala = 2,9 x 25.000 = 72500 cm = 725 m
d4 = panjang sayatan x skala = 2,9 x 25.000 = 72500 cm = 725 m
d5 = panjang sayatan x skala = 2,8 x 25.000 = 70000 cm = 700 m

 Persen lereng :

16
∆h 62,5
%1 = x 100% = x 100% = 9,25%
d 675
∆h 62,5
%2 = x 100% = x 100% = 8,6 %
d 725
∆h 62,5
%3 = x 100% = x 100% = 8,6 %
d 725
∆h 62,5
%4 = x 100% = x 100% = 8,6 %
d 725
∆h 62,5
%5 = x 100% = x 100% = 8,9 %
d 700
9,25 %+ 8,6 %+8,6 %+8,6 % +8,9 %
 Rata-rata kelerengan : = 8,79%
5
Dikarenakan nilai rata-rata kelerengan sebesar 11,26% maka daerah ini
tergolong Bergelombang miring (Van Zuidam, 1983)
 Beda ketinggian = Top Hill – Low Hill =395,5m – 237,5 m =158 m
Dikarenakan nilai beda ketinggian sebesar 175m maka daerah ini tergolong
Bukit Bergelombang (Van Zuidam, 1983)
Tabel 4.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)

SATUAN RELIEF SUDUT LERENG (%) BEDA TINGGI (m)


Datar / Hampir datar 0–2 <5
Bergelombang / miring 3–7 5 – 50
landa1
Bergelombang / miring 8 – 13 50 – 75
Berbukit bergelombang / 14 – 20 75 – 200
miring
Berbukit tersayat tajam / 21 – 55 200 - 500
terjal
Pegunungan tersayat tajam 56 – 140 500 – 1.000
/ sangat tajam
Pegunungan / sangat >140 > 1.000
curam
4.3 Satuan Fluvial
 Nilai d :

17
d1 = panjang sayatan x skala = 0,3 x 25.000 = 7500 cm = 75 m
d2 = panjang sayatan x skala = 0,5 x 25.000 = 12500 cm = 125 m
d3 = panjang sayatan x skala = 0,5 x 25.000 = 12500 cm = 125 m
d4 = panjang sayatan x skala = 0,6 x 25.000 = 15000 cm = 150 m
d5 = panjang sayatan x skala = 0,5 x 25.000 = 12500 cm = 125 m
Persen lereng :
∆h 12,5
%1 = x 100% = x 100% = 16,6%
d 75
∆h 12,5
%2 = x 100% = x 100% = 10%
d 125
∆h 12,5
%3 = x 100% = x 100% = 10%
d 125
∆h 12,5
%4 = x 100% = x 100% = 8,3%
d 150
∆h 12,5
%5 = x 100% = x 100% = 10%
d 125
16,6 %+10 % +10 %+ 8,3 %+10 %
Rata-rata kelerengan : = 10,1%
5
Dikarenakan nilai rata-rata kelerengan sebesar 10,1% maka daerah ini tergolong
Bergelombang miring (Van Zuidam, 1983)

18
Tabel 4.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)

SATUAN RELIEF SUDUT LERENG (%)


Datar / Hampir datar 0–2
Bergelombang / miring 3–7
landai
Bergelombang / miring 8 – 13
Berbukit bergelombang / 14 – 20
miring
Berbukit tersayat tajam / 21 – 55
terjal
Pegunungan tersayat tajam / 56 – 140
sangat tajam
Pegunungan / sangat curam >140

BAB V
PEMBAHASAN

19
Praktikum Geomorfologi, acara Bentuk lahan Fluvial telah dilakukan dilakukan
pada hari Rabu, 22 Maret 2017 pada pukul 15.30-18.00 WIB di ruang 302 Teknik
Geologi Universitas Diponegoro. Pada praktikum kali ini dilakukan delinasi peta
topografi daerah Randudongkal,Pemalang berdasarkan Bentuk lahannya dimana
warna ungu untuk bentuk lahan struktural, hijau untuk bentuk lahan fluvial,dan warna
coklat untuk bentuk lahan denudasional ,dan juga dilakukan delineasi sungai dan
jalan ,warna biru untuk sungai dan warna merah untuk jalan,dan juga dilakukan
pembuatan sayatan geologi, alat dan bahan yang digunakan antara lain kertas kalkir,
alat tulis,kertas HVS, kertas millimeter block, pensil warna, dan selotip.Praktikum
kali ini bertujuan untuk membedakan bentuk lahan serta jalan dan sungai.
5.1 Satuan Bentuk Lahan Struktural
5.1.1 Satuan Kontur Rapat
Satuan kontur rapat pada peta topografi daerah Randudongkal ini
didelinasi menggunakan pensil ungu,kontur rapat ini bercirikan jarak antar
kontur yang sangat rapat sehingga diinterpretasikan bahwa daerah tersebut
memiliki lereng yang curam dan terjadi pengaruh tenaga endogen yang cukup
kuat,daerah yang mempunyai kontur rapat antara lain G.Wadasgumantung,
dan lain-lain., G Wisnu,Mentek, Djangkung, Igir Sibenda, Igir Krikil,G
Serut,dan lain-lain
Pada satuan kontur rapat ini dilakukan perhitungan morfometri,dimana
diambil 5 sampel.Nilai interval dari kontur ini adalah 12,5 meter dan nilai ∆h
pada kontur ini adalah 62,5 meter,masing-masing panjang sayatan dari sampel
yang diambil adalah 0,5cm, 0,6cm, 0,7cm, 0,6cm, 0,7cm.Sehingga didapat
nilai d dari masing masing sampel adalah 125m, 150m, 175m, 150m, 175
meter.Sehingga dapat dihitung intensitas kelerengannya masing-masing
adalah 50%, 41,6%, 35,7%, 41,6%, 35,7%.sehingga rata2 persen lerengnya
adalah 40,9% seingga kontur rapat ini dalam kelas Berbukit terjal(Van
Zuidam,1983) dan jika dihitung beda tinggi dari kelima sampel ini didapat
titik tertinggi(Top hill) yaitu 770 meter dan titik terendah (Down Hill) yaitu

20
510 meter,Sehingga beda ketinggian dari sampel ini adalah 260 sehingga
dapat digolongkan dalam kelas Berbukit terjal(Van Zuidam ,1983.
Tabel 5.1 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur rapat pada Klasifikasi Van Zuidam, 1983
SATUAN RELIEF SUDUT LERENG (%) BEDA TINGGI (m)
Datar / Hampir datar 0–2 <5
Bergelombang / miring 3–7 5 – 50
landau
Bergelombang / miring 8 – 13 50 – 75
Berbukit bergelombang / 14 – 20 75 – 200
miring
Berbukit tersayat tajam / 21 – 55 200 – 500
terjal
Pegunungan tersayat 56 – 140 500 – 1.000
tajam / sangat tajam
Pegunungan / sangat curam >140 > 1.000

Diinterpretasikan bahwa pada kontur rapat ini mengindekasikan


adanya kecuraman lereng dan bertambahnya ketinggian yang terbentuk oleh
gaya tektonik dari dalam bumi yang menyebabkan terbentuknya struktur,dan
juga dapatdiinterpretaskan pada kontur rapat ini terdapat Hard Rock yang
lebih resisten dari batuan lainnya sehingga pengaruh denudasinya kecil,pola
pengaliran pada kontur rapat ini adalah Paralel, pola aliran parallel sendiri
adalah pola pola aliran yang arah alirannya menuju satu arah Dikarenakan
kecuraman lereng nya yang seragam sehingga menghasilkan Pola pengaliran
paralalel tersebut
Sedangkan indikasi struktur yang ada pada peta topografi
randudongkal ini adalah diinterpretasikan pada daerah Wadasgumantung
terdapat sebuah lipatan dikarenakan terdapatnya nya kenaikan lereng yang
curam dan kemudian pada ketinggian tertentu kembali turun dengan curam
yang merupakan hasil dari gaya tektonik yang menghasilkan bentuk lipatan
tersebut,dan kemudian pada lereng dari lipatan tersebut juga diinterpretasikan

21
terjadi sesar dikarenakan adanya kenampakan triangular facet yang bisa
diinterpretasikan adanya sesar

Gambar 5.1 Morfologi lipatan dan triangular facet


Tata guna lahan pada daerah struktural rapat ini adalah sebagai
Perkebunan warga, sedangkan potensi positifnya yaitu sebagai kebun warga
dikarenakan pengairan air yang baik,sedangkan potensi negatifnya dapat
terjadi longsor yang menyebabkan kerugian
5.1.2 Satuan Kontur Renggang
Satuan kontur renggang peta totpografi daerah Randudongkal ini
didelinasi menggunakan pensil warna Ungu,kontur renggang ini bercirikan
jarak antar kontur yang renggang sehingga diinterpretasikan bahwa daerah
tersebut memiliki lereng yang landai dan mengalami tenaga endogen yang
kecil dan juga oleh factor eksogen seperti erosi,daerah yang mempunyai
struktural renggang antara lain Genitri,Simaling, Sikasur, Bandjaranjar,
Geger Nagarunting, Sumurkidang, dan lain-lain
Pada satuan kontur renggang ini dilakukan perhitungan morfometri
,dimana diambil 5 sampel.Nilai interval dari kontur ini adalah 12,5meter dan
nilai ∆h pada kontur ini adalah 62,5 meter,masing-masing panjang sayatan
dari sampel yang diambil adalah 2,7m, 2,9cm, 2,9cm, 2,9cm, 2,8cm.Sehingga
didapat nilai d dari masing masing sampel adalah 675m, 725m, 725m, 725m,
700m .Sehingga dapat dihitung intensitas kelerengannya masing-masing

22
adalah 9,25%, 8,6%, 8,6%, 8,6%, 8,9%.sehingga rata2 persen lerengnya
adalah 8,79% sehingga kontur rapat ini dalam kelas Bergelombang miring
(Van Zuidam,1983) dan jika dihitung beda tinggi dari kelima sampel ini
didapat titik tertinggi(Top hill) yaitu 395,5 meter dan titik terendah (Down
Hill) yaitu 237,5meter,Sehingga beda ketinggian dari sampel ini adalah 158
meter sehingga dapat digolongkan dalam kelas Bukit bergelombang
Miring(Van Zuidam ,1983)
Tabel 5.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)

SATUAN RELIEF SUDUT LERENG (%) BEDA TINGGI (m)


Datar / Hampir datar 0–2 <5
Bergelombang / miring 3–7 5 – 50
landa1
Bergelombang / miring 8 – 13 50 – 75
Berbukit bergelombang / 14 – 20 75 – 200
miring
Berbukit tersayat tajam / 21 – 55 200 - 500
terjal
Pegunungan tersayat 56 – 140 500 – 1.000
tajam / sangat tajam
Pegunungan / sangat curam >140 > 1.000

.Pada kontur renggang ini dicirikan dengan jarak antar kontur yang saling
berjauhan yang merupakan bentuk dari suatu daratan yang landau yang
diperkirakan terbentuk karna pengaruh dari tenaga endogen yang lemah dari
kontur rapat,bisa juga diinterpretasikan dikarenakan litologi yang kurang resisten
sehingga terjadnya factor eksogen seperti erosi,pola pengaliran pada satuan
kontur renggang ini adalah pola dendritic yang dicirikan dengan pola aliran yang
seperti ranting pohon yang terbentuk karena resisten batuannya yang seragam
Tata guna lahan pada daerah struktural renggang ini adalah sebagai
Perumahan warga sedangkan potensi positifnya yaitu sebagai pemukiman warga
dan juga dapat digunakan pembangunan jalan dikarenakan kelerengannya yang

23
landai,sedangkan potensi negatifnya dapat terjadi banjir karena pada saat debit
air naik maka air akan meluap sehingga terjadi banjir
5.2 Delinasi Fluvial
Delinasi fluvial pada peta topografi daerah Randudongkal ini
didelineasi menggunakan pensil warna hijau muda daerah delineasi ini meliputi
daerah aliran sungai,kali dan sekitarnya dikarenakan adanya aliran air
diperukaan yang menyebabakan bentuk lahan fluvial tersebut.
Pada satuan Fluvial ini dilakukan perhitungan morfometri ,dimana diambil
5 sampel.Nilai interval dari kontur ini adalah 12,5meter dan nilai ∆h pada kontur
ini adalah 12,5 meter,masing-masing panjang sayatan dari sampel yang diambil
adalah 0,3m, 0,5cm, 0,5cm, 0,6cm, 0,5cm.Sehingga didapat nilai d dari masing
masing sampel adalah 75m, 125m, 125m, 150m, 125m .Sehingga dapat dihitung
intensitas kelerengannya masing-masing adalah 16,6%, 10%, 10%, 8,3%,
10%.sehingga rata2 persen lerengnya adalah 10,1% sehingga satuan fluvial ini
berada dalam kelas Bergelombang miring (Van Zuidam,1983) dan jika

Tabel 5.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)

SATUAN RELIEF SUDUT LERENG (%)


Datar / Hampir datar 0–2
Bergelombang / miring 3–7
landai
Bergelombang / miring 8 – 13
Berbukit bergelombang / 14 – 20
miring
Berbukit tersayat tajam / 21 – 55
terjal
Pegunungan tersayat tajam / 56 – 140
sangat tajam

24
Pegunungan / sangat curam >140

Bentuk lahan fluvial dari peta topografi randudongkal ini diakibatkan


adanya aliran air di permukaan bumi yang mengalir melewati batuan yang
kurang resisten sehingga mudah tergerus oleh air yang kemudian membentuk
suatu pola pengaliran dendritic yang dicirikan dengan polaya yang seperti
ranting pohon yang disebabkan oleh keresistenan batuan yang sama
Pada peta topografi Randudngkal ini juga diinterpretasikan terdapat dua
macam sungai dibedakan menurut stadianya,yang pertama itu stadia muda yang
berada di kontur rapat dikarenakan kecuraman lerengnya yang dicirikan dengan
lebar sungainya yang sempit,diinterpretasikan pada sungai ini terjadi erosi secara
vertical,dan juga terdapat stadia sungai dewasa yang berada di kontur renggang
yang dicirikan dengan lebar sungainya yang cukup lebar dan mulai
ditemukannya bar deposit seperti chanel bar,diinterpretasikan pada sungai
dengan stadia ini terjadinya erosi secara lateral yang mengakibatkan bentuk
sungainya yang lebar,dan mulai terjadinya pengendapan
Potensi positf dari bentuk lahan fluvial ini adalah bisa dijadikan sebagai
sumber air dan irigasi oleh warga,sedangkan potensi negatifnya bisa terjadi
banjir yang disebabkan kenaikan debit air yang dapat merugikan warga.
5.3 Delinasi Denudasional
Pada peta toografi daerah Randudongkal ini terdapat bentuk lahan
denudasional yang diwarnai dengan warna coklat,yang meliputi daerah rendahan
seperti Gegenagarunting, Karangmontjol, Banjarandjal, dan lain-lain bentuk
lahan denudasi ini disebabkan oleh adanya factor eksogen seperti iklim,dan
curah hujan yang menyebabkan erosi yang intensif pada daerah tersebut
Bentuk lahan denudasi sendiri dicirikan oleh kelerengan suatu daerah
yang sangat landau bahkan hampir datar yang disebabkan oleh erosi intensif dan
pelapukan ,dan juga bisa dilihat dari konturnya yang tidak teratur yang
disebabkan oleh erosi dan pelapukan

25
Potensi positif dari bentuk lahan ini adalah dapat dijadikan pemukiman warga
dikarenakan kelerengannya yang landau,sedangkan dampak negatifnya dapat
terjadi banjir dan longsor yang dikarenakan erosi dan pelapukan yang intensif
5.4 Profil Penampang
Sayatan dibuat di peta topografi daerah Randudongkal,Pemalang ini
Dimana daerah yang dilalui oleh sayatan meliputi Katam, Karangmontjol,
Kedunglandji,dan Mentek.Dimana panjang sayatan yang dibuat sepanjang 26,6
cm dengan titik A berawal di daerah Katam dengan ketinggian 242,5 mdpl dan
berakhir di daerah Mentek dengan ketinggian 302,5mdpl.
Pada profil sayatan, nampak bahwa daerah yang disayat Terdapat
kenampakan berupa dataran yang kemudian berakhir pada sebuah bukit, dimana
daerah Katam yang kemudian turun hingga Kedunglandji pada ketinggian
192,5mdpl yang disana terdapat Kali Tjomal dan kemudian naik hinggaa daerah
Mentek pada ketinggian 302,5 mdpl

5.5 Morfogenesa
Pada daerah Randudongkal ini diinterpretasikan pertama kali terbentuk
oleh adanya subduksi dari lempeng yang kemudian adanya tenaga endogen yang
menghasilkan struktur dan kemudian struktur tersebut mempunyai zona lemah
yang kemudian tererosi yang kemudian menghasilkan kelerengan yang
berbeda,dan kemudian dikarenakan curah hujan yang tinggi dan iklim kemudain
terbentuk aliran air permukaan yang kemudian mengerosi batuan dengan resisten
lemah yang kemudian membentuk suatu bentuk lahan fluvial,dikarenakan ada
bentuk lahan fluvial yang mengerosi sehingga terbentuk bentuk lahan
Denudasional yang disebabkan erosi dan pelapukan dari air maupun factor
eksogen

26
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
 Pada peta topografi Randudongkal,Pemalang yang berkontur rapat persen
lerengnya didapati senilai 40,9% yang termasuk dalam kelas Berbukit
terjal(van zuidam 1983)dan dari beda ketingginnya yaitu 260 m yang
termasuk dalam kelas Berbukit terjal(Van Zuidam 1983)
 Pada peta topografi Randudongkal,Pemalang yang berkontur renggang
persen lerengnya didapati senilai 8,79% yang termasuk dalam kelas
BergelombangMiring (Van zuidam 1983)dan dari beda ketingginnya yaitu
158 m yang termasuk dalam kelas Bukit bergelombang Miring (Van Zuidam
1983)

27
 Satuan Fluvial yang ada pada daerah Randudongkal,Pemalang ini terdapat
dua stadia yaitu Stadia Muda dan Stadia Dewasa,sedangkan morfologi yang
bisa ditemui di peta topografi adalah Meander dan Channel bar
6.2. Saran
 Masyarakat Randudongkal Diharapkan lebih berhati-hati terhadap bencana
alam seperti longsor dikarenakan kelerengannya yang cukup curam
 Masyarakat randu dongkal juga harus berhati-hati terhadap bencana banjir
pada daerah yang datar

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/176258850/BATANG-n-Pemalang

28
LAMPIRAN

29
30

Anda mungkin juga menyukai