Disusun Oleh:
Afif Sulestianson
21100116120018
LABORATORIUM PALEONTOLOGI,
GEOLOGI FOTO, DAN GEOOPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
MARET 2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….……2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………3
DAFTARGAMBAR…………………………………………………………………5
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………....6
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………7
1.1 Maksud……………………………………………………………………7
1.2 Tujuan…………………………………………………………….....…….7
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan………………………………………..…7
BAB II GEOLOGI REGIONAL……………………………………………………8
2.1 Geomorfologi Regional……………………………………………….…..8
2.2 Stratigrafi Regional……………….…………………………………….....9
2.3 Struktur Geologi Regional……………………………………………….11
BAB III METODOLOGI…………………………………….…………..………...12
3.1 Alat dan Bahan…………………………………….………..…………...12
3.2 Diagram Alir………………………………….……..…………………...12
BAB IV PERHITUNGAN MORFOMETRI……………………………………...15
4.1 Satuan Kontur Rapat……………………………………………………..15
4.2 Satuan Kontur renggang……………………………………….………...16
4.3 Satuan Fluvial……………………………………………………………18
BAB V PEMBAHASAN……………………………………….………….……….20
5.1 Satuan Bentuk lahan struktural…………………………….……….…....20
5.2 Satuan Fluvial……………………………………….…………………...24
5.3 Satuan Denudasional…..…………………………………………….…..26
5.4 Profil Sayatan…………………………………………………………….26
5.5 Morfogenesa……………………………………………………………..27
3
BAB VI PENUTUP…………………………………………………………..……..28
6.1 Kesimpulan…………………………………………………………..…..28
6.2 Saran……………………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA……………………...…………………………………….…29
LAMPIRAN………………………………………………………………………...30
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur rapat pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………………………………………..16
Tabel 4.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi
Van Zuidam, 1983………………..……………………………………….17
Tabel 4.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………………………….…………….19
Tabel 5.1 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur rapat pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………….…………………………….21
Tabel 5.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi
Van Zuidam, 1983……………………..………………………………….23
Tabel 5.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van
Zuidam, 1983……………………………………………….…………….25
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Melakukan delineasi bentuk lahan pada peta topografi
Melakukan delinasi sungai dan jalan pada peta topografi
Melakukan perhitungan morfometri pada peta topografi
Membuat sayatan geologi pada peta topografi
1.2. Tujuan
Dapat Membedakan satuan bentuk lahan pada peta topografi
Dapat Membedakan jalan dan sungai pada peta topografi
Dapat mengklasifikasikan kelerengan
7
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Geomorfologi Regional
Geomorfologi Kabupaten Pemalang dapat dikelompokkan menjadi dua
satuan, yaitu morfologi dataran rendah, perbukitan landai.
a.Satuan Morfologi Dataran
Satuan morfologi ini penyebarannya menempati daerah di bagian selatan
Cekungan Air Tanah Pemalang. Ketinggiannya berkisar antara 0 – 40 m aml,
dengan kemiringan lereng 0o - 5o yang melandai ke arah Utara. Sungai-
sungainya sudah mengalami erosi lateral yang intensif sehingga sudah melebar.
Tataguna lahan berupa perkampungan penduduk, perkantoran, dan pesawahan.
Dari segi hidrogeologi, daerah dataran ini dapat ditafsirkan sebagai
daerah akumulasi air tanah potensial, terutama akumulasi air tanah bebas
mengingat aliran beberapa sungai besar ini telah berlangsung lambat dan
memasok air tanah dangkal di daerah sekitarnya (sungai influen), di samping itu
keberadaan sebagian saluran irigasi yang dasar salurannya tidak kedap air
tentu saja akan menambah pasokan tersebut.
b.Satuan Morfologi Perbukitan Landai
Satuan perbukitan landai mempunyai kelerengan 0 – 15 o dengan
ketinggian 50 – 150 m dpl. Satuan ini meliputi daerah perbukitan di Kecamatan
Pemalang. Sungai-sungainya memperlihatkan pola dendritik-subparalel, dengan
aliran sungainya bersifat permanen (parenial), yaitu airnya mengalir sepanjang
tahun, sebagian sungai-sungainya membentuk meander yang menunjukkan erosi
sungai bekerja ke arah lateral. Tataguna lahan berupa perkampungan penduduk,
perkantoran, dan pesawahan.
8
Dari segi hidrogeologi, daerah dataran ini dapat ditafsirkan sebagai
daerah isian air tanah sehingga air tanah yang ada pada daerah ini akan mengalir
menuju daerah dengan topografi yang lebih rendah.
2.2 Stratigrafi Regional
Daerah Pemalang ini secara fisiografi terletak pada perbukitan bergelombang
kuat yang merupakan bagian dari Antiklinorium Bogor – Kendeng. Berdasarkan
Peta Geologi Lembar Majenang yang disusun oleh Kastowo dan N. Suwarna
(1996), stratigrafi daerah tersebut dan sekitarnya terdiri dari beberapa satuan ,
yaitu :
a.Formasi Pemali
Terdiri atas serpih, lempung, batupasir kuarsa, napal dan batugamping
dengan kandungan fosil Spirolypeus sp, sehingga menafsirkan umur Formasi
Pemali ini adalah Miosen bawah. Sedangkan Formasi Pemali bagian atas yang
mengandung fosil Cyclolypeus annusatus MARTIN, Lepidocycylina sp dan
Miogypsina sp. Ditafsirkan berumur Miosen Tengah dan bagian atas dari
Miosen bawah. Ketebalan dari lapisan ini minimum 500-1200 meter untuk
bagian timur dari Jalur Bogor.
b. Formasi Rambatan
Terletak selaras diatas Formasi Pemali. Di lembar Majenang, Formasi
Rambatan bagian bawah berupa batupasir gampingan, berwarna abu-abu muda
jingga kebiruan, konglomerat dengan sisipan napal dan serpih. Bagian atasnya
terdiri dari napal abu-abu tua, lempung serpihan dan batu pasir gampingan.
Ketebalan formasi ini mencapai 300 meter. Berdasarkan kandungan fosil
foraminifera, maka umur Formasi Rambatan ini adalah Miosen Tengah (Marks,
1961).
c.Formasi Halang
Tersusun oleh endapan turbidit yang terdiri dari perselingan batupasir,
batulempung, napal, dan tuff dengan sisipan breksi. Struktur penciri endapan
tubidit ini adalah adanya lapisan bersusun, convolute, load cast, flute cast,
9
kepingan batulempung dan material vulkanik. Formasi ini mempunyai umur
Miosen – Pliosen.
d. Formasi Kumbang
Menutup Formasi Halang secara tidak selaras (Kastowo,1975).
Litologinya terdiri atas breksi gunung api andesit, pejal dan tidak berlapis,
termasuk aliran lava, tufa berwarna abu-abu dan batupasir tufaan, konglomerat
bersisipan lapisan megnetit. Breksi terpropilitisasi terdapat didaerah yang
sempit. Ketebalan formasi ini seluruhnya mencapai 2000 meter. Berdasarkan
kedudukan stratigrafinya, umur formasi kumbang adalah Pliosen Bawah
(Hetzel, 1935 dan kastowo, 1975). Sedangkan Van Bemmelen, 1949)
menyebutkan bahwa umur Formasi ini adalah Miosen atas.
e. Formasi Tapak
Terletak selaras di atas Formasi Kumbang. Bagian bawah terdiri atas batu
pasir kasar kehijauan, ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi batupasir
kehijauan dengan sisipan napal pasiran berwarna abu-abu sampai kekuning-
kuningan, batu gamping terletak di bagian atas. Ketebalan maksimum Formasi
ini sampai 500 meter. Umur Formasi tapak adalah Pliosen tengah bagian bawah
(Hetzel,1935 dan kastowo,1975). Dan diendapkan pada lingkungan laut neritik.
f. Formasi kalibiuk (Tpb)
Bagian bawah berupa batulempung dan napal biru fosilan, bagian tengah
mengandung lensa – lensa batupasir hijau dengan moluska yang melimpah,
sedangkan di bagian atas terlihat banyak sisipan tipis batupasir. Lingkungan
pengendapan diduga pasang surut. Umur formasi ini Pliosen Awal sampai awal
Pliosen Akhir dengan ketebalan mencapai 2.500 m.
g. Formasi kaligalah (Tpg)
Bagian atas formasi ini terdiri dari batupasir kasar dan konglomerat yang
mengandung moluska air tawar dan mamalia, sert batulempung dan napal yang
makin berkurang kea rah atas. Bagian bawah tersusun oleh batulempung hitam,
10
napal hijau, batupasir bersusun andesit dan konglomerat. Lingkungan
pengendapan diperkirakan daratan sampai laut dangkal dengan ketebalan
mencapai 350 m serta berumur pliosen Akhir. Formasi ini menumpang selaras
di atas Formasi Kalibiuk dan tertindih selaras Formasi mengger.
h. Formasi Mengger (Qpm)
Formasi ini tersusun atas tuf kelabu muda, batupasir tufan, sisipan
konglomerat, serta lapisan tipis pasir magnetit. Lingkungan pengendapan darat
dengan ketebalan kurang lebih 150 m. formasi ini berumur Pliosen dengan
kedudukan menindih selaras di atas Formasi Kaligalah dan ditindih selaras oleh
Formasi Gintung.
i. Endapan Aluvial (Qa)
Berupa kerikil, pasir, dan lempung yang berwarna kelabu. Terendapkan
sepanjang dataran banjir sungai - sungai besar, dengan tebal kurang dari 5 m.
11
BAB III
METODOLOGI
Mulai
Selesai
12
3.2.2 Pembuatan deliniasi pola pengaliran dan jalan
Mulai
Selesai
Mulai
Selesai
13
3.2.4 Pembuatan sayatan peta topografi
Mulai
Selesai
14
BAB IV
PERHITUNGAN MORFOMETRI
15
50 %+ 41,6 %+35,7 % + 41,6 %+35,7 %
Rata-rata kelerengan = = 40,9%
5
Dikarenakan nilai rata-rata kelerengan sebesar 40,9% maka daerah ini
tergolong Berbukit terjal (Van Zuidam, 1983)
Persen lereng :
16
∆h 62,5
%1 = x 100% = x 100% = 9,25%
d 675
∆h 62,5
%2 = x 100% = x 100% = 8,6 %
d 725
∆h 62,5
%3 = x 100% = x 100% = 8,6 %
d 725
∆h 62,5
%4 = x 100% = x 100% = 8,6 %
d 725
∆h 62,5
%5 = x 100% = x 100% = 8,9 %
d 700
9,25 %+ 8,6 %+8,6 %+8,6 % +8,9 %
Rata-rata kelerengan : = 8,79%
5
Dikarenakan nilai rata-rata kelerengan sebesar 11,26% maka daerah ini
tergolong Bergelombang miring (Van Zuidam, 1983)
Beda ketinggian = Top Hill – Low Hill =395,5m – 237,5 m =158 m
Dikarenakan nilai beda ketinggian sebesar 175m maka daerah ini tergolong
Bukit Bergelombang (Van Zuidam, 1983)
Tabel 4.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)
17
d1 = panjang sayatan x skala = 0,3 x 25.000 = 7500 cm = 75 m
d2 = panjang sayatan x skala = 0,5 x 25.000 = 12500 cm = 125 m
d3 = panjang sayatan x skala = 0,5 x 25.000 = 12500 cm = 125 m
d4 = panjang sayatan x skala = 0,6 x 25.000 = 15000 cm = 150 m
d5 = panjang sayatan x skala = 0,5 x 25.000 = 12500 cm = 125 m
Persen lereng :
∆h 12,5
%1 = x 100% = x 100% = 16,6%
d 75
∆h 12,5
%2 = x 100% = x 100% = 10%
d 125
∆h 12,5
%3 = x 100% = x 100% = 10%
d 125
∆h 12,5
%4 = x 100% = x 100% = 8,3%
d 150
∆h 12,5
%5 = x 100% = x 100% = 10%
d 125
16,6 %+10 % +10 %+ 8,3 %+10 %
Rata-rata kelerengan : = 10,1%
5
Dikarenakan nilai rata-rata kelerengan sebesar 10,1% maka daerah ini tergolong
Bergelombang miring (Van Zuidam, 1983)
18
Tabel 4.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)
BAB V
PEMBAHASAN
19
Praktikum Geomorfologi, acara Bentuk lahan Fluvial telah dilakukan dilakukan
pada hari Rabu, 22 Maret 2017 pada pukul 15.30-18.00 WIB di ruang 302 Teknik
Geologi Universitas Diponegoro. Pada praktikum kali ini dilakukan delinasi peta
topografi daerah Randudongkal,Pemalang berdasarkan Bentuk lahannya dimana
warna ungu untuk bentuk lahan struktural, hijau untuk bentuk lahan fluvial,dan warna
coklat untuk bentuk lahan denudasional ,dan juga dilakukan delineasi sungai dan
jalan ,warna biru untuk sungai dan warna merah untuk jalan,dan juga dilakukan
pembuatan sayatan geologi, alat dan bahan yang digunakan antara lain kertas kalkir,
alat tulis,kertas HVS, kertas millimeter block, pensil warna, dan selotip.Praktikum
kali ini bertujuan untuk membedakan bentuk lahan serta jalan dan sungai.
5.1 Satuan Bentuk Lahan Struktural
5.1.1 Satuan Kontur Rapat
Satuan kontur rapat pada peta topografi daerah Randudongkal ini
didelinasi menggunakan pensil ungu,kontur rapat ini bercirikan jarak antar
kontur yang sangat rapat sehingga diinterpretasikan bahwa daerah tersebut
memiliki lereng yang curam dan terjadi pengaruh tenaga endogen yang cukup
kuat,daerah yang mempunyai kontur rapat antara lain G.Wadasgumantung,
dan lain-lain., G Wisnu,Mentek, Djangkung, Igir Sibenda, Igir Krikil,G
Serut,dan lain-lain
Pada satuan kontur rapat ini dilakukan perhitungan morfometri,dimana
diambil 5 sampel.Nilai interval dari kontur ini adalah 12,5 meter dan nilai ∆h
pada kontur ini adalah 62,5 meter,masing-masing panjang sayatan dari sampel
yang diambil adalah 0,5cm, 0,6cm, 0,7cm, 0,6cm, 0,7cm.Sehingga didapat
nilai d dari masing masing sampel adalah 125m, 150m, 175m, 150m, 175
meter.Sehingga dapat dihitung intensitas kelerengannya masing-masing
adalah 50%, 41,6%, 35,7%, 41,6%, 35,7%.sehingga rata2 persen lerengnya
adalah 40,9% seingga kontur rapat ini dalam kelas Berbukit terjal(Van
Zuidam,1983) dan jika dihitung beda tinggi dari kelima sampel ini didapat
titik tertinggi(Top hill) yaitu 770 meter dan titik terendah (Down Hill) yaitu
20
510 meter,Sehingga beda ketinggian dari sampel ini adalah 260 sehingga
dapat digolongkan dalam kelas Berbukit terjal(Van Zuidam ,1983.
Tabel 5.1 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur rapat pada Klasifikasi Van Zuidam, 1983
SATUAN RELIEF SUDUT LERENG (%) BEDA TINGGI (m)
Datar / Hampir datar 0–2 <5
Bergelombang / miring 3–7 5 – 50
landau
Bergelombang / miring 8 – 13 50 – 75
Berbukit bergelombang / 14 – 20 75 – 200
miring
Berbukit tersayat tajam / 21 – 55 200 – 500
terjal
Pegunungan tersayat 56 – 140 500 – 1.000
tajam / sangat tajam
Pegunungan / sangat curam >140 > 1.000
21
terjadi sesar dikarenakan adanya kenampakan triangular facet yang bisa
diinterpretasikan adanya sesar
22
adalah 9,25%, 8,6%, 8,6%, 8,6%, 8,9%.sehingga rata2 persen lerengnya
adalah 8,79% sehingga kontur rapat ini dalam kelas Bergelombang miring
(Van Zuidam,1983) dan jika dihitung beda tinggi dari kelima sampel ini
didapat titik tertinggi(Top hill) yaitu 395,5 meter dan titik terendah (Down
Hill) yaitu 237,5meter,Sehingga beda ketinggian dari sampel ini adalah 158
meter sehingga dapat digolongkan dalam kelas Bukit bergelombang
Miring(Van Zuidam ,1983)
Tabel 5.2 Hasil plotting perhitungan morfometri kontur renggang pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)
.Pada kontur renggang ini dicirikan dengan jarak antar kontur yang saling
berjauhan yang merupakan bentuk dari suatu daratan yang landau yang
diperkirakan terbentuk karna pengaruh dari tenaga endogen yang lemah dari
kontur rapat,bisa juga diinterpretasikan dikarenakan litologi yang kurang resisten
sehingga terjadnya factor eksogen seperti erosi,pola pengaliran pada satuan
kontur renggang ini adalah pola dendritic yang dicirikan dengan pola aliran yang
seperti ranting pohon yang terbentuk karena resisten batuannya yang seragam
Tata guna lahan pada daerah struktural renggang ini adalah sebagai
Perumahan warga sedangkan potensi positifnya yaitu sebagai pemukiman warga
dan juga dapat digunakan pembangunan jalan dikarenakan kelerengannya yang
23
landai,sedangkan potensi negatifnya dapat terjadi banjir karena pada saat debit
air naik maka air akan meluap sehingga terjadi banjir
5.2 Delinasi Fluvial
Delinasi fluvial pada peta topografi daerah Randudongkal ini
didelineasi menggunakan pensil warna hijau muda daerah delineasi ini meliputi
daerah aliran sungai,kali dan sekitarnya dikarenakan adanya aliran air
diperukaan yang menyebabakan bentuk lahan fluvial tersebut.
Pada satuan Fluvial ini dilakukan perhitungan morfometri ,dimana diambil
5 sampel.Nilai interval dari kontur ini adalah 12,5meter dan nilai ∆h pada kontur
ini adalah 12,5 meter,masing-masing panjang sayatan dari sampel yang diambil
adalah 0,3m, 0,5cm, 0,5cm, 0,6cm, 0,5cm.Sehingga didapat nilai d dari masing
masing sampel adalah 75m, 125m, 125m, 150m, 125m .Sehingga dapat dihitung
intensitas kelerengannya masing-masing adalah 16,6%, 10%, 10%, 8,3%,
10%.sehingga rata2 persen lerengnya adalah 10,1% sehingga satuan fluvial ini
berada dalam kelas Bergelombang miring (Van Zuidam,1983) dan jika
Tabel 5.3 Hasil plotting perhitungan morfometri satuan fluvial pada Klasifikasi Van Zuidam (1983)
24
Pegunungan / sangat curam >140
25
Potensi positif dari bentuk lahan ini adalah dapat dijadikan pemukiman warga
dikarenakan kelerengannya yang landau,sedangkan dampak negatifnya dapat
terjadi banjir dan longsor yang dikarenakan erosi dan pelapukan yang intensif
5.4 Profil Penampang
Sayatan dibuat di peta topografi daerah Randudongkal,Pemalang ini
Dimana daerah yang dilalui oleh sayatan meliputi Katam, Karangmontjol,
Kedunglandji,dan Mentek.Dimana panjang sayatan yang dibuat sepanjang 26,6
cm dengan titik A berawal di daerah Katam dengan ketinggian 242,5 mdpl dan
berakhir di daerah Mentek dengan ketinggian 302,5mdpl.
Pada profil sayatan, nampak bahwa daerah yang disayat Terdapat
kenampakan berupa dataran yang kemudian berakhir pada sebuah bukit, dimana
daerah Katam yang kemudian turun hingga Kedunglandji pada ketinggian
192,5mdpl yang disana terdapat Kali Tjomal dan kemudian naik hinggaa daerah
Mentek pada ketinggian 302,5 mdpl
5.5 Morfogenesa
Pada daerah Randudongkal ini diinterpretasikan pertama kali terbentuk
oleh adanya subduksi dari lempeng yang kemudian adanya tenaga endogen yang
menghasilkan struktur dan kemudian struktur tersebut mempunyai zona lemah
yang kemudian tererosi yang kemudian menghasilkan kelerengan yang
berbeda,dan kemudian dikarenakan curah hujan yang tinggi dan iklim kemudain
terbentuk aliran air permukaan yang kemudian mengerosi batuan dengan resisten
lemah yang kemudian membentuk suatu bentuk lahan fluvial,dikarenakan ada
bentuk lahan fluvial yang mengerosi sehingga terbentuk bentuk lahan
Denudasional yang disebabkan erosi dan pelapukan dari air maupun factor
eksogen
26
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Pada peta topografi Randudongkal,Pemalang yang berkontur rapat persen
lerengnya didapati senilai 40,9% yang termasuk dalam kelas Berbukit
terjal(van zuidam 1983)dan dari beda ketingginnya yaitu 260 m yang
termasuk dalam kelas Berbukit terjal(Van Zuidam 1983)
Pada peta topografi Randudongkal,Pemalang yang berkontur renggang
persen lerengnya didapati senilai 8,79% yang termasuk dalam kelas
BergelombangMiring (Van zuidam 1983)dan dari beda ketingginnya yaitu
158 m yang termasuk dalam kelas Bukit bergelombang Miring (Van Zuidam
1983)
27
Satuan Fluvial yang ada pada daerah Randudongkal,Pemalang ini terdapat
dua stadia yaitu Stadia Muda dan Stadia Dewasa,sedangkan morfologi yang
bisa ditemui di peta topografi adalah Meander dan Channel bar
6.2. Saran
Masyarakat Randudongkal Diharapkan lebih berhati-hati terhadap bencana
alam seperti longsor dikarenakan kelerengannya yang cukup curam
Masyarakat randu dongkal juga harus berhati-hati terhadap bencana banjir
pada daerah yang datar
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/176258850/BATANG-n-Pemalang
28
LAMPIRAN
29
30