Janji ini tidak saja mengikat para pihak, tetapi juga akan dapat dimajukan
terhadap penyewa oleh pemegang Hak Tanggungan.
b. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk
mengubah bentuk atau tata susunan objek Hak Tanggungan, kecuali dengan
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan. Dengan
janji ini berarti pemberi Hak Tanggungan tidak dapat dengan bebas untuk
mengubah bentuk maupun tata susunan dari benda yang ditunjuk sebagai
objek Hak Tanggungan, kecuali mengenai hal itu telah mendapat persetujuan
secara tertulis sebelumnya dari pemegang Hak Tanggungan.
c. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan
untuk mengelola Hak Tanggungan itu berdasarkan penetapan Ketua
Pengadilan Negari yang daerah hukumnya meliputi objek Hak Tanggungan
apabila debitur sungguh-sungguh cidera janji. Dalam hal ini dapat
diperjanjikan bahwa apabila debitur ternyata tidak memenuhi kewajibannya
untuk melunasi utangnya, pemegang Hak Tanggungan berwenang untuk
mengelola objek Hak Tanggungan itu untuk memperoleh pelunasan
piutangnya berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri.
d. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan
untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan jika hal itu diperlukan untuk
pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau
dibatalkannya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak
dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang. Janji yang memberikan
kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan sesuatu
demi menyelamatkan objek Hak Tanggungan apabila diperlukan ini dimaksud
untuk melindungi kepentingan pemegang Hak Tanggungan agar objek Hak
Tanggungan itu masih ada pada saat pelaksanaan eksekusi atau untuk
menjamin bahwa hak atau tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan itu
tidak hapus atau dicabut.
e. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera
janji. Dalam hal ini dapat diperjanjikan dengan tegas bahwa apabila ternyata
di kemudian hari debitur cidera janji yaitu jika uang pokok tidak dilunasi
semestinya, atau jika bunga yang tertuang tidak dibayar, ia secara mutlak akan
dikuasakan untuk menjual benda yang menjadi objek Hak Tanggungan
dimuka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok maupun bunga, serta
biaya-biaya yang dikeluarkan dari pendapatan penjualan itu. Pemegang Hak
Tanggungan yang mencantumkan janji ini di dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan memiliki parate154 eksekusi.
f. Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan, pertama bahwa objek
Hak Tanggungan tersebut tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan. Ini
154 Parate eksekusi adalah menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi
haknya tanpa perantaran hakim. Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hlm. 65
tidak diketahui oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak
ketiga.
Sedangkan berakhirnya Hak Tanggungan tertuang dalam ketentuan Pasal 18
ayat (1) UUHT, yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan berakhir atau hapus
karena beberapa hal sebagai berikut :
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan
Hapusnya utang itu mengakibatkan Hak Tanggungan sebagai hak accessoir
menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya Hak Tanggungan tersebut adalah
untuk menjamin pelunasan dari utang debitur yang menjadi perjanjian
pokoknya. Dengan demikian, hapusnya utang tersebut juga mengakibatkan
hapusnya Hak Tanggungan.
b. Dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan.
Apabila debitor atas persetujuan kreditor pemegang Hak Tanggungan menjual
objek Hak Tanggungan untuk melunasi utangnya, maka hasil penjualan
tersebut akan diserahkan kepada kreditor yang bersangkutan dan sisanya
dikembalikan kepada debitor. Untuk menghapuskan beban Hak Tanggungan,
pemegang Hak Tanggungan memberikan pernyataan tertulis mengenai
dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut kepada pemberi Hak Tanggungan
(debitor). Dan pernyataan tertulis tersebut dapat digunakan oleh Kantor
Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah dan
sertipikat hak tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan yang bersangkutan
(Pasal 22 UUHT).
dibebani Hak Tanggungan tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai akibat
tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang
berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya
meliputi keberadaan dari bidang tanah tertentu yang dijaminkan.
Dengan demikian, berarti setiap pemberian Hak Tanggungan harus
memerhatikan dengan cermat hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya hak
atas tanah yang dibebankan dengan Hak Tanggungan tersebut. Oleh karena,
setiap hal yang menyebabkan hapusnya hak atas tanah tersebut demi hukum
juga akan menghapuskan Hak Tanggungan yang dibebankan diatasnya,
meskipun bidang tanah dimana hak atas tanahnya tersebut hapus masih tetap
ada, dan selanjutnya telah diberikan pula hak atas tanah yang baru atau yang
sama jenisnya. Dalam hal yang demikian, maka kecuali kepemilikan hak atas
tanah telah berganti, maka perlu dibuatkan lagi perjanjian pemberian Hak
Tanggungan yang baru, agar hak kreditor untuk memperoleh pelunasan
mendahulu secara tidak pari passu dan tidak prorata dapat dipertahankan.
Hak atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut
dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 UUPA atau peraturan perundang-undangan
lainnya. Dalam hal Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang
dijadikan objek Hak Tanggungan berakhir jangka waktu berlakunya dan diperpanjang
berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut,
Hak Tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan.
Jadi, untuk dapat dilaksanakannya pemberian kredit itu, harus ada suatu
persetujuan atau perjanjian antara Bank sebagai kreditor dengan nasabah penerima
kredit sebagai debitor yang dinamakan perjanjian kredit. Dalam memberikan kredit
kepada masyarakat, Bank harus merasa yakin bahwa dana yang dipinjamkan kepada
masyarakat itu akan dapat dikembalikan tepat pada waktunya berserta bunganya dan
dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama oleh Bank dan nasabah yang
bersangkutan di dalam perjanjian kredit.
Untuk mengetahui kemampuan dan kemauan nasabah mengembalikan
pinjaman dengan tepat waktu, di dalam permohonan kredit, bank perlu mengkaji
permohonan kredit, yaitu sebagai berikut :156