Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KONSEP MEDIK

A. Definisi
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan
baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan
letaknya didalam rongga dada. Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh
lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor
mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk
simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan
sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah
dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995). Menurut Brooker,
2001 pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau
jinak (benign).
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain
adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik.
Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell
Lung Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa,
adenokarsinoma, karsinoma sel besar) (Sylvia & Price, 2006).
B. Etiologi
Etiologi yang pasti dari tumor paru belum diketahui, namun diperkirakan
inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan factor utama,
tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan
keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis. Bahan inhalasi
karsinogen yang banyak disorot adalah rokok yang memegang peranan
penting, yaitu 85% dari seruh kasus (Price dan Wilson, 1996 dalam
Muttaqin, 2008).
1. Pengaruh Rokok
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat
karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen
(C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah
dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan zat  yang bersifat
karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan
epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.
Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok
yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang
berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa
terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke
jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun
pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan
mempengaruhi otak dan system saraf. Efek jangka panjang penggunaan
nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan,
sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin
tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar, mengandung zat kimia
sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami
pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel
di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat system pernapasan
terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.
2. Pengaruh paparan industry
Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti :
a) Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos
dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
b) Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
c) Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
3. Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam
kanker paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme.Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya
gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah
gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau
penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya
gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme
sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death) Pcrubahan tampilan
gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah
menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun
seluler menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff & mukty, 2002).

4. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A
yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
5. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi
tumor paru melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu
dari karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan
parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9%
dari kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186
karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut
dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden
tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di
Indonesia (Alsagaff&mukty, 2002).
C. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan
resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya
zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan
sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur
kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah
struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya
diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama meingguan
sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar
(tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel
kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar
dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka (Sylvia & Price, 2006).
D. Pathway

Kurang nafsu makan

Defisit Nutrisa
By Andi _nur_rahmad91 on Jul 21,2017
E. Gejala klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk
lama dan infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan
batuk lama 2 minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala
lain dyspnea, hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada
keadaan yang sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri
tulang, stagnasi (vena cava superior syndroma).
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu (Mansjoer, 2007).
a. Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan
purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Napas pendek-pendek dan suara parau
c. Batuk berdarah dan berdahak/Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
d. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu makan dan berat badan

F. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)


Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau
pneumonitis, namun berjarak lebih dari 2 cm dari
karina, serta belum ada efusi pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau
sudah dekat karina dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau
kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada dan
CT scanning.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang
diperlukan juga untuk menilai doubling time-ny*. Dilaporkan bahwa,
kebanyakan kanker paru mempunyai doubling time antara 37-465 hari.
Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumoraya benigna.Tanda-tanda
tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid dan
adanya kalsifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih
akurat menunjang kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto
dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan
penunjang radiologis lain yang kadang-kadang diperlukan juga adalah
bronkografi, fluoroskopi, superior vena cavografi, ventilation/perfusion
scanning, ultrasound sonography. 
Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif dari pada
pemeriksaan foto dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul
dengan diameter minimal 3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan
sebesar itu mencapai 25-60%.  Bila fasilitas ini memungkinkan,
pemeriksaan CT Scan bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua setelah
foto dada biasa. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak
rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor
yang menginvasi kedalam vertebra, medula spinal, mediastinum, di
samping biayanya juga cukup mahal.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT
Scan torak. Saat ini sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih
akurat yakni Positron Emission Tomography (PET) yang dapat
membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia
dalam metabolisme zat-zat seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat
Cootoh zat yang dipakai: methionine 11C dari F-18 Jluorodeoxyglucose
(FD6).
Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran
kecil tersebut kurang diresolusi oleh PET Scanner. Sensitivitas dan
spesifisitas cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90% spesifik.
Beberapa positif palsu untuk tanda mahgnan ditemukan juga pada lesi
inflamasi dan infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun
begitu dari beberapa studi diketahui pemeriksaan PET mempunyai nilai
akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.
2. Bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda
metastasis ke tulang. Insiden tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLQ
ke tulang dilaporkan sebesar 15%.
3. Tes laboratorium
a. Pengumpulan sputum untuk sitologi, bronkoskopi dengan biopsi,
hapusan dan perkutaneus biopsy
Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila
pasien ada keluhan seperti batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu
memberikan hasil positif karena ia tergantung dari:
1) Letak tumor terhadap bronkus, Jenis tumor, Teknik mengeluarkan
sputum, Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-
5 hari berturut-turut, Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus
segar).
2) Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang
baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada
karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan
sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker
paru, dan saat ini sedang dikembangkan diagnosis dini
pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb
dengan antibodi 624H untuk antigen SCLC (small cell lung
cancer) dan antibodi 703 D. untuk antigen NSCLC (non small cell
lung cancer). Laporan dari National Cancer Institute USA tehnik
ini memberikan hasil 91% sensitif dan 88% spesifik.
3) Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat
dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening
servikal, supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada
bronkoskopi.
4) Mediastinoskopi

H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik,
namun hanya < 25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya
( 5% dari semua kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat
mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada
pneumonektomi.
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat
tumor secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini
biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru
yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru
jenis SCLS.
Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya
pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar
radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup
penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik. Prinsip pembedahan
adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB
intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi. Segmentektomi
atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk
lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan
bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil
dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologis anatonis (PDPI,
2003).
a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi
bisa diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis
bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
d. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
f. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru
karsinoma sel kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan
sebagai terapi paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah
mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh
perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK
sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal
maupun bersama modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan.
Indikasi pemberian kemoterapai pada kanker paru ialah:
a. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau
dengan gejala.
b. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB dan IV), jika  memenuhi syarat dikombinasi
dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating
kemoradioterapi.
c. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
d. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA
dan beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan.
Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus


menjalani pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut (Yusuf et al,. 2005)
a. Diagnosis hispatologis telah dipastikan
Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh
karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan.
b. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama:
1) Leukosit > 4.000/mm3
2) Trombosit > 100.000/mm3
3) Hemoglobin> 10 g%.
Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian
obat. Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai di
atas itu lebih rendah maka beberapa obat masih dapat diberikan
dengan penyesuaian dosis
c. Sebaiknya faal hati dalam batas normal.
d. Faal ginjal dalam batas normal (creatini clearence lebih dari 70
ml/menit)
 
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pemeriksaan Fisik :
a) Inspeksi
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh,
warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal
dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh :
mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan
(sianosis), dan lain-lain.
b) Palpasi
Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk
mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor, bentuk,
kelembaban, vibrasi, ukuran.
Prinsip selama palpasi :
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
2) Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
3) Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
4) Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan
lain-lain.
d) Perkusi
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan
konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai
alat untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
1) Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
2) Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di
daerah paru-paru pada pneumonia.
3) Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi
daerah jantung, perkusi daerah hepar.
4) Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih
berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma
kronik.
e) Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang
disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi
jantung, suara nafas, dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
1) Rales:
Suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran
halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang,
kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
2) Ronchi:
Nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk.
Misalnya pada edema paru.
3) Wheezing:
Bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
4) Pleura Friction Rub ;
Bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada
kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
2. Aktivitas/ istirahat.
Gejala:
Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea
karena aktivitas.
Tanda:
Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
3. Sirkulasi.
Gejala:
JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial
(menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.
4. Integritas ego.
Gejala:
Perasaan takut. Takut hasil pembedahan,Menolak kondisi yang berat/
potensi keganasan.
Tanda:
Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
5. Eliminasi.
Gejala:
Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
6. Makanan/ cairan.
Gejala:
Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda:
Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema
wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
7. Nyeri/ kenyamanan.
Gejala:
Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada
tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.
8. Pernafasan.
Gejala:
Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industri,
Serak, paralysis pita suara, Riwayat merokok
Tanda:
Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil
(menunjukkan konsolidasi). Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi
(gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea
( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
9. Keamanan.
Tanda:
Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
10. Seksualitas.
Tanda:
Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar).
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
11. Penyuluhan.
Faktor resiko keluarga, kanker (khususnya paru), tuberculosis,
Kegagalan untuk membaik.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang berlebih
2) Nyeri akut b.d agen cedera
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
4) Intoleran aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
C. Rencana/Intevensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC:
efektifan bersihan jalan 1. respiratory status: ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
nafas b.d produksi 2. respiratory status: airway patency 2. Berikan O2....l/menit, metode.....
sputum yang berlebih 3. aspiration control 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan vantilasi
1x24 jam pasien menunjukkan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
keefektifan
Nyeri akut b.d agen NOC : jalan nafas dengan kriteria 6. Keluarkan
NIC sekret dengan batuk atau suction
: PAIN MANAGEMENT
injury (fisik) hasil:
1. Pain Level, 7. 1.Auskultasi
Lakukansuara nafas. Catat
pengkajian nyeriadanya
secara suara tambahan termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
komprehensif
1. mendemonstrasikan
2. pain control, batuk efektif dan 8. Berikan bronkodilator
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
suara nafas level
3. comfort yang bersih, tidak ada 9. 2.Monitor status
Observasi dinamik
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
sianosis dan dyspneu
Setelah dilakukan tindakan 10.3.Berikan
Bantupelembab
pasien danudara kassauntuk
keluarga basahmencari
NaCl lembab
dan menemukan dukungan
2. menunjukkan jalan nafas
keperawatan selama yang
1 x 24 paten
jam nyeri 11.4.Atur intakelingkungan
Kontrol untuk ciranyang
mengoptimalkan keseimbangan
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
3. saturasi O2 dalamdengan
dapat berkurang, batas normal
kriteria hasil: 12. Monitor respirasu dan status O2
dan kebisingan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 13.5.Pertahankan hidrasi
Kurangi faktor yang adekuat
presipitasi nyeri untuk mengencerkan sekret
2. penyebab nyeri, mampu 14.6.Jelaskan pada
Kaji tipe danpasien
sumberdannyeri
keluarga
untuktentang penggunaan
menentukan peralata: suction, o2, inhalasi
intervensi
menggunakan tehnik 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
nonfarmakologi untuk mengurangi hangat/ dingin
nyeri, mencari bantuan) 8. Tingkatkan istirahat
3. Tanda vital dalam rentang normal 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri
4. Tidak mengalami gangguan tidur Kolaborasi :
1. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri bila perlu
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
Ketidak NOC: NIC: NUTRITION MANAGEMENT
seimbangan nutrisi 1. Nutritional status: adequacy of nutrient 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori yang di butuhkan
kurang dari kebutuhan 2. Nutrional status: food and fluaid intake pasien
tubuh 3. Weight control 2. Monitor adanya penurunan berat badan
b.d faktor biologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
selama 3x24 jam nutrisi kuran teratasi 4. Monitor mual dan muntah
dengan kriteria hasil: 5. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
1. Albumin serum 6. Monitor intake nutrisi
2. Albumin serum 7. Atur posisi semi fowler atau fowler selama makan
3. Hematokrit 8. Anjurkan banyak minum
4. Hemoglobin 9. Pertahankan terapi iv line
5. Total iron binding capasity 10. Beri makan sedikit tapi sering
6. Jumlah limfosit 11. Kolaborasi pemberian antiemetik: Ranitidin
7. Tidak terjadi penurunan berat badan
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
Intoleran aktivitas b.d NOC: NIC:
ketidaksimbangan 1. Self care: ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
antara suplai dan 2. Toleransi aktivitas 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
kebutuhan oksigen 3. Konservasi energi 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
selama 3x24 jam. Pasien bertoleransi 5. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil: 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 7. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
tanpa disertai peningkatan tekanan 8. Bantu untuk memiih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik
darah, nadi, dan RR 9. Bantu kien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam aktivitas
2. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari 10. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
secara mandiri
3. Keseimbangan aktivitas dengan istirahat
Pathway

WEB OF CAUNTION (WOC)


DAFTAR PUSTAKA

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa
dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati
S, volume 1, EGC, Jakarta
Carpenito, Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai