Analisis Tataniaga

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

Analisis tataniaga

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri peternakan ayam ras mengalami guncangan yang sangat hebat pada awal masa
krisis (tahun 1997-1998). Namun, sejak tahun 1999 industri peternakan ayam ras perlahan-
lahan mulai bangkit kembali. Akan tetapi, masih terjadi fluktuasi dalam jumlah
permintaannya, yang disebabkan oleh: 1) masih kurang stabilnya harga Sapronak (sarana
produksi ternak), dan 2) harga ayam pedaging ”finisher” sangat berfluktuasi sehingga
peternak banyak yang jatuh bangun.

Ayam ras pedaging memiliki kontribusi 68,1 persen terhadap total produksi daging nasional
yang besarnya 1.203 ribu ton. Fakta ini merefleksikan tingginya tingkat partisipasi
pengusahaan oleh peternak. Secara kuantitatif dilaporkan Yusdja et al. (2004) bahwa
terdapat sekitar 75.000 peternak komersial skala kecil yang berperan dan menguasai sekitar
65 persen dari produksi unggas nasional. Di sisi lain Sitorus et al. (2001) menekankan bahwa
petani (termasuk peternak) harus menjadi perhatian utama dalam proses pembangunan
agribisnis berbasis komunitas dan mempertimbangkan mereka sebagai subyek pelaku
agribisnis yang aktif dan inovatif, berkedudukan setara dengan pelaku agribisnis lainnya.
Dengan demikian, dilakukanlah peninjauan dan analisis tataniaga pada penjualan daging
ayam ras di Pasar Anyar, Bogor.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengatahui alur pemasaran, margin
tataniaga, farmer’s share serta keefisiensian tataniaga pada penjualan daging ayam ras di
pasar Anyar, Bogor.

METODE

Materi

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kendaraan, alat tulis, laptop,
printer, dan kuisioner.

Prosedur
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mendatangi langsung pedagang
ayam ras pedaging (broiler) di pasar Anyar, Bogor. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20
Desember 2009 pukul 08.00, kemudian dilakukan wawancara serta pengisian kuisioner
kepada salah satu pedagang sebagai narasumber. Data yang didapat kemudian diolah dan
diidentifikasi fungsi serta margin dari setiap lembaga tataniaga.

PEMBAHASAN

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan
dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam
memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak
tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging
ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah
dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa
dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak
peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.

Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging

Saluran Tataniaga

Berdasarkan pengamatan terhadap rantai tataniaga yang terjadi pada daerah penelitian,
maka didapatkan bentuk saluran tataniaga seperti terlihat pada gambar di bawah ini,

Peternak à pengumpul à pemotong à pengecer à konsumen

Rantai tataniaga ayam  dimulai dari lokasi peternak dan berakhir di konsumen. Pedagang
pengumpul datang ke lokasi peternakan untuk mengambil ayam.

Deskripsi Pelaku Tataniaga

Pelaku-pelaku tataniaga yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang pemotong, dan
pengecer. Antara pengumpul dengan pemotong dan pengecer terjadi suatu ikatan hubungan
kekeluargaan atau sedaerah asal. Volume pengambilan ayam oleh pedagang pengumpul,
bervariasi tergantung pada besarnya permintaan. Pada penelitian ini rata-rata pengambilan
ayam oleh pengumpul, bervariasi antara 550 – 2000 ekor/hari. Lokasi pemotongan adalah
semacam perkampungan dimana semua warga yang ada umumnya berprofesi sebagai
pengumpul, pemotong dan pengecer. Lokasi ini umumnya tidak jauh dari lokasi pemasaran
yaitu Pondok Rumput (Kota Bogor), dengan lokasi pemasaran umumnya adalah pasar Anyar
dan pasar Ramayana. Volume pemotongan ayam oleh masing-masing pemotong juga
bervariasi tergantung dari kemampuan. Ada pemotong dengan rata-rata pemotongan 25
ekor/hari dan ada juga yang mencapai 200 ekor/hari. Pengecer dalam penelitian ini sudah
menempati kios-kios pada masing-masing pasar. Namun ada juga yang masih
memanfaatkan kaki lima sebagai tempat pemasaran, terutama untuk pengecer yang  volume
dagangannya kecil (kurang lebih 25 ekor/ hari).

Pelaksanaan Fungsi-Fungsi Tataniaga

Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan penjualan. Sistem jual belli yang terjadi di
tiap tingkat lembaga tataniaga yang ada berbeda-beda. Pengumpul dapat langsung
mengambil ayam dari peternak sesuai dengan permintaan. Pengumpul kemudian
mendistribusikan ayam kepada pemotong-pemotong di lokasi tempat pemotongan. Dengan
demikian pasar di tingkat pengumpul adalah lokasi pemotongan ayam. Pembayaran
dilakukan kemudian oleh pemotong setelah produk dipasarkan pada hari itu. Selanjutnya
ayam tersebut didistribusikan kepada pedagang pemotong. Dari sini ayam kemudian diproses
(dipotong, dibersihkan dari bulu dan jeroan) untuk selanjutnya dijual kepada konsumen
dalam bentuk daging ayam utuh. potongan atau dijual kepada pengecer murni dalam bentuk
daging ayam utuh.

Fungsi Fisik

Fungsi fisik bertujuan mengadakan barang secara fisik sehingga memperlancar jalannya
fungsi pertukaran. Fungsi ini meliputi subfungsi pengangkutan, penyimpanan, standarisasi,
dan grading. Subfungsi pengangkutan yang dilakukan pengumpul adalah mengangkut ayam
hidup dari lokasi peternakan ke lokasi pemotongan. Kendaraan yang digunakan adalah mobil
dengan bak terbuka yang mampu mengangkut 20-30 keranjang sekaligus dengan setiap
keranjang berisi 20-30 ekor ayam. Subfungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pemotong
dan pengecer adalah membawa daging ayam dari lokasi pemotongan ke pasar.

Fungsi penyimpanan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah penyimpanan terhadap
daging ayam yang tidak habis terjual pada hari itu. Fungsi penyimpanan yang dilakukan
bertujuan untuk mempertahankan kesegaran daging ayam agar dapat dijual keesokkan
harinya. Penyimpanan dilakukan dengan metode sederhana yaitu menyimpan daging ayam
tersebut dalam wadah (kotak kayu atau ember yang diisi dengan es). Harga jual dari daging
ayam ini biasanya lebih rendah Rp 500 sampai Rp 1.000 dari daging ayam segar. Pedagang
berusaha menghindari fungsi penyimpanan ini dengan cara berusaha untuk menjual habis
dagangannya pada hari itu walaupun harus menurunkan harga jualnya.

Bentuk penjualan eceran berbeda-beda untuk masing-masing pasar. Ada yang menjual
dalam bentuk utuh atau dalam bentuk potongan besar atau sesuai dengan keinginan
konsumen. Standarisasi yang sudah dilakukan adalah standar atas bobot hidup ayam.
Permintaan bobot ayam oleh pengumpul biasanya berkisar antara 1,2 sampai 1,8 kg bobot
hidup, dengan permintaan pada umumnya antara 1,2 sampai 1,3 kg bobot hidup.

Fungsi Fasilitas

Fungsi fasilitas menurut Kohls dan Downey (1972) terdiri dari subfungsi penanggungan resiko
pembiayaan dan informasi pasar. Resiko yang ditanggung oleh pengumpul adalah resiko
kematian ayam selama perjalanan, karena situasi dan kondisi jalan yang ramai serta suhu
yang panas sehingga membuat ayam menjadi stress dan mati. Resiko lainnya adalah biaya
pungutan liar pada waktu  pengangkutan ayam, karena pelanggaran atas kelebihan muatan.
Resiko yang ditanggung oleh pemotong dan pengecer adalah penurunan mutu daging ayam
akibat penanganan dan penyimpanan yang kurang baik sehingga harga jual menjadi rendah.

Subfungsi pembiayaan memungkinkan terlaksanakannya tataniaga ayam ras pedaging ini.


Biaya tataniaga akan ditanggung oleh masing-masing lembaga tataniaga. Pembahasan lebih
lanjut akan dibicarakan pada analisis biaya dan marjin tataniaga. Subfungsi informasi pasar
yang dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang ada lebih banyak bersumber dari
jalur informasi tidak formal, seperti dari teman seprofesi. Namun ada juga beberapa
pedagang yang memanfaatkan lembaga seperti PINSAR (Pusat Informasi Pasar) sebagai
sumber informasi harga maupun pemasaran ayam.

Analisis Biaya dan Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga adalah selisih harga jual dengan harga beli. Sedangkan pengertian marjin
yang lebih luas adalah cerminan dari aktivitas-aktivitas bisnis yang dilakukan dalam sistem
tataniaga tersebut. Marjin tataniaga pada pemasaran ayam ras pedaging adalah sebagai
berikut.

Tabel 1. Biaya, Marjin Tananiaga pada Masing-Masing Pedagang

Lembaga Tataniaga
Uraian (Rp)
Peternak Pengumpul Pemotong Pengecer Konsumen
Harga beli
4000 13.500 14.500 17.500 22.000
(Rp/kg)
Biaya (Rp/kg) ? ? ? 1.000 -
Harga jual
13.500 14.500 17.500 22.000 -
(Rp/kg)
Keuntungan
? ? ? 3.500 -
(Rp/kg)
Marjin (Rp/kg) 9.000 1.000 3.000 4.500 -

Marjin pada kasus ini jika dihitung secara keseluruhan yaitu Rp8.500,00. Margin pada tingkat
pengumpul sebesar Rp1.000,00. Umumnya, biaya-biaya terbesar yang dikeluarkan oleh
pedagang pengumpul pada saat penelitian ini adalah biaya pengangkutan dan tenaga kerja.
Biaya pengangkutan yang dimaksud adalah biaya untuk bahan bakar. Sedangkan biaya
tenaga kerja adalah biaya untuk supir dan penangkap ayam.  Sedangkan biaya yang
dikeluarkan di tingkat pengecer meliputi biaya pengangkutan yaitu sebesar Rp20.000,00/hari
sehingga didapatkan biaya pengangkutan Rp100,00/kg. Biaya penyimpanan sebesar
Rp15.000,00/hari sehingga didapatkan biaya penyimpanan Rp75,00/kg. Biaya pengemasan
(plastik pembungkus) yaitu Rp200,00/ kg. Biaya sewa tempat sebesar Rp7.000,00/hari
sehingga biayanya menjadi Rp35,00/kg, biaya upah tenaga kerja yaitu Rp20.000,00/hari
atau Rp100,00/kg dan biaya lain-lainnya sebesar Rp440,00. Biaya lain-lain ini termasuk
untuk membayar uang keamanan, kebersihan, dan operasional.

Besarnya marjin keuntungan yang diperoleh, disebabkan karena besarnya marjin yang
diperoleh sementara biaya tataniaga yang dikeluarkan relatif kecil. Besarnya margin
tataniaga ini karena selisih yang besar dari total penerimaan (penjualan daging ayam, hati,
ampela, dan usus) dengan nilai total pengeluaran (pembelian ayam dari pengumpul).
Sedangkan besarnya Farmer’s share yang didapat yaitu sebesar  (13.500/22.000) x 100% =
61,3%.

Efisiensi Sistem Tataniaga

Efisiensi suatu sistem tataniaga dapat dicirikan dengan suatu keadaan, dimana hasil-hasil
dari produsen dapat disampaikan dengan biaya semurah-murahnya, serta mampu
mengadakan pembagian yang adil dalam keseluruhan harga yang dibayarkan oleh konsumen
akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan tataniaga tersebut.
Efisiensi juga dapat dilihat dari besarnya biaya tataniaga per satuan produk untuk setiap
tingkat lembaga tataniaga.

Margin tataniaga yang diperoleh, umumnya relatif cukup besar dibandingkan biaya tataniaga
yang dikeluarkan. Hal ini tentunya akan menghasilkan margin keuntungan yang besar pula.
Jika dilihat dari rincian biaya tataniaga di tingkat pengecer, dapat dikatakan sudah cukup
efisien karena pengecer dapat menekan biaya tataniaga untuk mendapatkan keuntungan
yang maksimal.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa saluran tataniaga pada pemasaran ayam ras pedaging di Pasar Anyar meliputi
beberapa lembaga, yaitu peternak, pengumpul, pemotong, pengecer, dan konsumen.
Besarnya jumlah margin tataniaga yaitu sebesar Rp8.500,00 dan farmer’s share sebesar
61,3%. Efisiensi tataniaga pada pemasaran produk ini sudah cukup baik.

About these ads

Anda mungkin juga menyukai