OLEH:
Nurmeti
032020077
DOSEN PEMBIMBING :
TAHUN AKADEMIK
2020/2021
A. Pengertian
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolism tubuh.
Pebuangan dapat melalui urin ataupun bowel. (Tarwoto, Wartonah, 2006).
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolism
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
(Tarwoto, Wartonah, 2006).
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang
air besar. (A. Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Uliyah, 2015).
1) Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolism
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Proses defekasi terbagi menjadi dua macam reflex yaitu:
a. Reflex defekasi intrinsic Reflex ini berawal dari fases yang masuk ke
rectum ehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan
rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltic.
Setelah fases sampai anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi,
maka terjadilah defekasi.
b. Reflex defekasi parasimpatis Fases yang masuk ke rectum akan
merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal. Dari
jaras spinal kemudian di kembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan
rektumyang menyebabkan intensifnya peristaltic, relaksasi sfingter
internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan fases juga di pengaruhi oleh
kontraksi otot abdomen, tekanan diaragma, dan kontraksi ototelevator.
Defekasi di permudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas
yang di hasikan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam.
Jenis gas yang terbanyak adalah CO², metana, H²S, O² dan nitrogen.
Fases terdiri atas 75% air dan 2,5% materi padat. Fases normal berwarna
kuning kecoklatan karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya
lembek namun bebentuk.
2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu
mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan
yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu
makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa
dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan
sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan
gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Dengan
menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan dengan cepat melalui
usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan berikut
mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa).
1) Buah-buahan mentah (apel,jeruk)
2) Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)
3) Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)
4) Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)
5) Gandum utuh (sereal, roti)
Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan
normalnya pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan rendah
serat mengurangi frekuensi defekasi, feses bulk,dan kesulitan defekasi.
Makanan yang menghasilkan gas, seperti bawang, kembang kol, dan
buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang dihasilkan membuat
dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas kolon. Beberapa
makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga dapat
menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer
(diare), flatus, perut kram, sensasi panas pada anus saat feses keluar.
Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu,
sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini
disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat
sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh
enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat mengakibatkan
diare, distensi gas, dan kram.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang
menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter
feses, tubuh mengabsorpsi cairan dari chymus dan menyebabkan feses
menjadi keras dan sulit dikeluarkan adanya gerak peristaltic yang
meningkat, waktu untuk mengabsorpsi berkurang menyebabkan feses
encer dan lunak. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya
bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat
pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6-8
gelas (1500 – 2000 ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang hangat
dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi
susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa
individu dan menyebabkan konstipasi.
4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi
menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu
penyakit dianjurkan untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi
normal. Upaya mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan
selama proses defekasi, merupakan hal yang penting. Melemahnya otot-
otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu untuk
meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter
eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang
berlangsung dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang
merusak transmisi saraf.
5. Faktor Psikologis
Cemas akut/kronik, marah, takut, depresi dan emosional dapat
meningkatkan motilitas isi usus atau sekresi mucus sehingga
menimbulkan diare. Begitu pula hospitalisasi, perubahan pekerjaan,
gangguan personal/hubungan keluarga dapat menyebabkan stress akut.
Sedangkan stress kronik dapat menurunkan aktivitas isi usus sehingga
menurunkan frekuensi defekasi.
6. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus.
Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar
mandi mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman
bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan
mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu harus mencari
waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex gastrokolik
adalah reflex yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi
setelah sarapan.
9. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri.
Namun, pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula
rectum, bedah abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa
tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien
seringkali mensupresi keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari
rasa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalah
umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.
10. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus,
tekanan diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan
fectus mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum
yang muncul pada trimester terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat
menyebabkan terbentukannya hemoroid yang permanen.
12. Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif
dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Walaupun
sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunakan
dengan benar , laktasif dan katartik mempertahankan pola eliminasi
normal dengan aman. Namun, penggunaan katartik dalam jangka waktu
lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi
kurang responsive terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif .
penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif umum,
menurunkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat
mempengaruhi kemajuan kerja obat lain dengan mengubah waktu
transit(missal waktu obat berada di saluran GI).
Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan
peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping
yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan
gerakan peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi. Obat-
obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (robinul),
menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI.
Walupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni
hiperaktivitas usus, agens antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi,
banyak antibiotik menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri
normal didalam saluran GI. Apabila diare dan kram abdomen yang terkait
dengan diare semakin parah, obat-obatan yang diberikan kepada klien
mungkin perlu diubah.
2. Impaksi Feses
Impaksi feses adalah akumulasi atau pengumpulan feses keras dan
mengendap di dalam rectum merupakan akibat dari konstipasi yang tidak
diatasi dapat menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan atau
konstipasi yang terus-menerus.
Tanda impaksi feses yang jelas adalah ketidakmampuan untuk
mengeluarkan feses beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang
untuk defekasi. Impaksi ditandai oleh perasaan nyata pada rectal, abdomen
penuh atau kembung, malaise, kurang nafsu makan, anoreksia, nausea,
vomiting, keluar feses diare secara mendadak atau kontinu.
3. Diare
Diare adalah peningkatan frekuensi defekasi dan peningkatan jumlah
feses dengan konsistensi cair dan tidak berlemak. Diare adalah gejala
gangguan yang memengaruhi proses pencernaan, absorpsi dan sekresi di
dalam saluran GI. Meningkatnya pergerakan GI sehingga aliran feses
terlalu cepat keluar melalui GI bawah (usus halus dan kolon) sehingga
absorpsi air sedikit. Iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan
sekresi lendir. Akibatnya feses tinggi air dan mengandung elektrolit
sehingga klien tidap dapat mengontrol keinginan defekasi.
Diare ditandai warna feses menjadi coklat terang sampai kuning atau
hijau, kram perut dan dorongan kuat untuk defekasi, nausea (dengan atau
tanpa vomiting), rasa nyeri, panas pada anus (akibat pengeluaran feses
diare yang berulang memaparkan kulit perineum dan bokong pada materi
usus yang mengiritasi).
Kehilangan cairan kolon yang berlebihan dapat menyebabkan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa yang serius,
terutama pada bayi dan lansia rentan terhadap komplikasi terkait.
Penyebab Diare :
1) MO spesifik atau toksin (infeksi usus akibat streptokokus atau
stafilokokus enteritis) → inflamasi mukosa usus, peningkatan sekresi
lendir di kolon.
2) Perubahan gaya hidup seperti stress emosional (ansietas) →
peningkatan rangsangan saraf parasimpatis, peningkatan motilitas
usus, menurunkan waktu transit feses di usus dan meningkatkan
sekresi mucus
3) Alergi makanan → pengurangan pencernaan elemen makanan
4) Obat-obatan (zat besi mengiritasi mukosa usus, antibiotika spectrum
luas memungkinkan pertumbuhan flora normal yang berlebihan juga
menyebabkan inflamasi dan iritasi mukosa, antacid dalam
magnesium menurunkan asam lambung)
5) Laksatif jangka pendek atau berlebihan → peningkatan motilitas
usus
6) Intoleransi makanan (makanan berminyak, kopi, alcohol, makanan
pedas) peningkatan motilitas usus, peningkatan sekresi lendir di
kolon
7) Selang pemberian makan → hiperosmolalitas beberapa larutan
enteral dapat menyebabkan diare karena cairan hiperosmolar
menarik cairan ke dalam saluran GI.
8) Penyakit kolon (colitis, penyakit Chron) → inflamasi dan ulserasi
dinding usus, berkurangnya absorpsi cairan, meningkatnya motilitas
usus
9) Gastrektomi → hilangnya fungsi reservoir lambung, absorpsi yang
tidak tepat karena makanan dipindahkan ke duodenum terlalu cepat
10) Reseksi kolon → berkurangnya ukuran kolon, berkurangnya jumlah
permukaan untuk absorpsi.
4. Inkontinensia Feses
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya
feses dan gas dari anus atau defekasi yang tidak didasadari. Kondisi ini
seringkali berhubungan dengan neurologis, mental atau perubahan
emosional. Kondisi fisik seperti injuri korteks serebral, injuri tulang
belakang, kerusakan saraf rectum dan sfingter anus, orang dengan fecal
impaksi.
5. Flatulen
Saat gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding usus meregang
dan berdistensi (flatulen). Flatulen adalah penyebab umum abdomen
menjadi penuh, terasa nyeri dank ram. Flatus adalah akumulasi gas di
dalam traktus GI. Dalam kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui
mulut (bersendawa) atau melalui anus (flatus). Namun jika ada penurunan
motilitas usus akibat penggunaan opiate, agens anestesi umum, bedah
abdomen atau imobilisasi, flatulen dapat menyebabkan distensi abdomen
dan menimbulkan nyeri yang sangat menusuk.
Ada 3 sumber penyebab flatulen yaitu menelan udara, aksi bakteri di
usus besar dan difusi dari darah. Menelan udara dapat terjadi akibat
kecemasan, makan dan minum terlalu cepat, penggunaan sedotan minum
yang salah, mencerna terlalu banyak minuman yang mengan bikarbonat,
mengunyah permen karet, menghisap permen dan merokok. Sedangkan
produksi udara oleh bakteri di usus besar dikeluarkan melalui anus. Kira-
kira 7-10 liter gas diproduksi setiap hari tetapi hanya 0,6 liter yang
dikeluarkan (flatus). Sering flatus dapat diakibatkan oleh iritasi usus yang
menyebabkan peningkatan pergerakan kolon. Makanan mengandung
tinggi gas seperti kol, bawang merah dan buncis.
6. Distention
Distention adalah akumulasi dari flatus yang berlebihan atau isi usus
yang padat, yang menyebabkan distensi abdomen. Keluhan klien adalah
perut penuh, tidak nyaman mengeluarkan flatus dan feses serta gelisah.
Penyebab distensi abdomen adalah abstruksi pencernaan (seperti
ileus paralitik, infeksi abdomen dan tumor abdomen), bedrest atau
aktivitas terbatas, operasi dengan GA, manipulasi usus saat pembedahan
(24-72 jam post operasi), konstipasi dan impaksi fekal.
7. Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di
lapisan rectum. Ada 2 jenis hemoroid yaitu hemoroid internal dan
hemoroid eksternal. Hemoroid internal memiliki membrane mukosa di
lapisan luarnya. Sedangkan hemoroid eksternal terlihat jelas sebagai
penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, dan akan terjadi
perubahan warna menjadi keunguan. Penyebabnya adalah peningkatan
tekanan vena akibat mengedan saat defekasi, selama masa kehamilan, pada
gagal jantung kongestif dan penyakit hati kronik.
2. Diare
Mayor (mungkin ada, satu atau lebih)
a. Fesef lunak dan/atau cair
b. Peningkatan frekuensi defekasi (lebih dari rtiga kali sehari)
Minor (mungkin ada)
a. Urgensi
b. Kram atau nyeri abdomen
c. Frekuensi bising usus mningkat
d. Keenceran atau volume feses meningkat
C. Pathway
Bakteri, virus,
parasit
Masuk dalam
saluran cerna
Berkembang biak
di usus
Reaksi pertahanan
dari bakteri E.coli
Pertahanan tubuh
menurun
Gangguan
eliminasi fekal
D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada masalah eliminasi alvi adalah:
a. Anuskopi
b. Proktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan laboratorium feses
E. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan
Kurangnya asupan
2. Menolong BAB dengan menggunakan pispot
3. Memberikan huknah rendah
4. Memberikan huknah rendah dengan cara memasukan cairan hangat ke
dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula recti melalui anus.
5. Memberikan huknah tinggi
Memberikan huknah tinggi dengan cara memasukan cairan hangat ke dalam
kolon desendens dengan menggunakan kanula usus melalui anus.
6. Memberikan gliserin
Memberikan gliserin dengan cara memasukan cairan gliserin ke dalam
poros usus menggunakan spuit gliserin
7. Mengeluarkan feses dengan jari
Mengeluarkan feses dengan jari dengan cara memasukan jari ke dalam
rectum pasien, deigunakan untuk mengambil atau menghancurkan massa
feses sekaligus mengeluarkannya.
F. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat keperawatan
a. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
b. Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
c. Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
d. Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
e. Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
f. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g. Kegiatan yang spesifik.
h. Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau
bagaimana menerima.
i. Pembedahan/penyakit menetap.
2. Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang
kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eleminasi. Ada beberapa
pemeriksaan fisik pada seorang klien yaitu :
a. Mulut: inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien.
b. Abdomen: perawat menginspeksi keempat kuadaran abdomen untuk
melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit..
c. Rektum: perawat menginspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya
lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid.
3. Karakteristik feses
a. Warna yang normal: kuning (bayi), cokelat (dewasa)
b. Bau yang normal: menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
c. Konsistensi yang normal: lunak, berbentuk
d. Frekuensi yang normal:
1) Bayi 4-6 kali sehari ( jika mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari
( jika mengonsumsi susu botol )
2) Orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
e. Jumlah yang normal: 150 gr per hari ( orang dewasa)
f. Bentuk yang normal: menyerupai diameter rektum
g. Unsur-unsur yang normal: makanan tidak dicerna, bakteri mati, lemak,
pigmen empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis seperti :
tumor, perdarahan dan infeksi.
b. Tes Guaiak : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung jumlah
darah mikroskopik di dalam feses.
Batasan karakteristik
1) Nyeri abdomen 14) Keletihan umum
2) Nyeri tekan abdomen dengan 15) Feses keras dan berbentuk
teraba resistensi otot. 16) Sakit kepala
3) Nyeri tekan abdomen tanpa 17) Bising usus hiperaktif
teraba resistensi otot. 18) Bising usus hipoaktif
4) Anoreksia 19) Peningkatan tekanan abdomen
5) Penampilan tidak khas pada 20) Tidak dapat makan
lansia (misal, perubahan pada 21) Mual
status mental, inkontinensia 22) Rembesan feses cair
urinarius, jatuh yang tidak ada 23) Nyeri pada saat defekasi
penyebabnya, peningkatan suhu 24) Masa abdomen yang dapat
tubuh diraba
6) Borborigmi 25) Masa rektal yang dapat diraba
7) Darah merah pada feses 26) Adanya feses lunak, seperti
8) Perubahan pada pola defekasi pasta di dalam rektum
9) Penurunan frekuensi 27) Perkusi abdomen pekak
10) Penurunan volume feses 28) Sering flatus
11) Distensi abdomen 29) Mengejan pada saat defekasi
12) Rasa rektal penuh 30) Tidak dapat mengeluarkan feses
13) Rasa tekanan rektal 31) Muntah
Psikologis
1) Depresi
2) Stres emosi
3) Konfusi mental
Farmakologis
1) Antasida mengandung aluminium 10) Garam besi
2) Antikolinergik 11) Penyalahgunaan laksatif
3) Antikonvulsan 12) Agens antiinflamasi
4) Antidepresan 13) Nonsteroid
5) Agens antilipemik 14) Opiat
6) Garam bismuth 15) Penotiazid
7) Kalsium karbonat 16) Sedatif
8) Penyekat saluran kalsium 17) Simpatomimetik
9) Diuretik
Mekanis
1) Ketidakseimbangan elektrolit. 9) Abses rektal
2) Hemoroid 10) Fisura anal rektal
3) Penyakit Hirschsprung. 11) Striktur anal rektal
4) Gangguan neurologis 12) Prolaps rektal
5) Obesitas 13) Ulkus rektal
6) Obstruksi pasca bedah 14) Rektokel
7) Kehamilan 15) Tumor
8) Pembesaran prostat
Fisiologis
1) Perubahan pola makan 5) Ketidakadekutan gigi geligi
2) Perubahan makanan 6) Ketidakadekuatan higiene oral
3) Penurunan motilitas traktus 7) Asupan serat tidak cukup
gastrointestinal 8) Asupan cairan tidak cukup
4) Dehidrasi 9) Kebiasaan makan buruk
2. Diare
Definisi: Pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk
Batasan karakteristik
1) Nyeri abdomen
2) Sedikitnya tiga kali defekasi perhari
3) Kram
4) Bising usus hiperaktif
5) Ada dorongan
Situasional
1) Efek samping obat 5) Radiasi
2) Penyalahgunaan alkohol 6) Toksin
3) Kontaminan 7) Melakukan perjalanan
4) Penyalahgunaan laksatif 8) Selang makan
Fisiologis
1) Proses infeksi 4) Malabsorpsi
2) Inflamasi 5) Parasit
3) Iritasi
3. Inkontinensia defekasi
Definisi
Perubahan pada kebiasaan defekasi normal yang dikarakteristikkan dengan
pasase feses involunter.
Batasan karakteristik
1) Rembesan konstan feses lunak
2) Bau fekal
3) Warna fekal di tempat tidur
4) Warna vekal pada pakaian
5) Ketidakmampuan menunda defekasi
6) Ketidakmampuan untuk mengenali dorongan defekasi
7) Tidak perhatian terhadap dorongan defekasi
8) Mengenali fekal penuh tetapi tetapi menyatakan tidak mampu
mengeluarkan feses padat
9) Kulit perianal kemerahan
10) Menyatakan sendiri ketidakmampuan mengenali kepenuhan rektal
11) Dorongan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi
13. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Potter, Patricia A., Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.