Anda di halaman 1dari 7

 

 

 

Membiarkan anak bebas


berekspresi dalam
menggambar
Inilah yang kami terapkan pada anak kami, yaitu tidak menghambat kebebasan dia berekspresi
dalam menggambar atau mewarna. Menurut kami, menggambar atau mewarna adalah salah satu
karya seni manusia, dan seni adalah hasil cipta rasa karsa manusia. Seni manusia bersifat
individual dan unik, jika sering diatur dan diinstruksi, itu bukan seni manusia melainkan seni dari
robot. Jadi, tidak ada bedanya dengan robot yang bisa melakukan itu semua sesuai perintah dan
instruksi.

Di usia anak, menurut kami, pemahaman masih abstrak dan belum bisa menerima pengetahuan
secara langsung dari apa yang sudah diketahui usia dewasa, karena usia mereka belum matang,
masih bermain main yang ada disekitarnya, suka mencoret coret, dan berproses secara alami.
Pada umumnya metode dan sistem menggambar atau mewarnai yang ditetapkan di sekolah atau
institusi lain adalah bahwa gambar anak harus rapi, mewarna tidak boleh keluar garis, ada
gradasi, dan berbagai aturan lainnya. Menurut kami, dengan menerapkan metode konvensional
 

 

seperti ini, seperti menghilangkan keotentikan atau orisinalitas anak. Ketika ada anak TK
mewarna gajah pink, guru melarang dan harus mengganti warna tertentu, atau mewarna daun
harus hijau, menggambar harus meniru apa yang guru gambarkan, jadi terkesan kaku dan tidak
membebaskan anak berimajinasi. Dahulu, guru menggambar dua gunung dan ditengah ada
matahari, kemudian di depannya ada sawah, burung-burung, dll. Padahal, gunung bisa saja satu,
atau ada bukit di sebelahnya, tapi karena guru yang menggambar seperti itu, anak meniru persis,
artinya tidak menggambar bebas yang akhirnya menjadi pengikut saja kurang imajinasi, dan
sekedar copy paste. Kelas menggambar atau mewarna sangat kurang dikenalkan melihat objek
nyata secara langsung, seperti diajak keluar melihat pemandangan alam sekitar seperti gunung,
sawah, laut, pohon, hewan, dll. Sehingga, pembelajaran menjadi tidak kontekstual.

Apa yang terjadi sekarang adalah pemerkosaan kreativitas anak. Kreativitas anak jarang atau
bahkan tidak dihargai jikalau gambarnya tidak lurus, coret-coret, tetapi dipaksa dan dinilai
bahwa gambar seperti itu jelek, tidak sesuai standard, harus mencontoh gambar orang dewasa,
mengikuti instruksi apa yang guru gambar, yang tampaknya sulit bagi anak. Gambar dan warna
yang rapi, tidak keluar garis, terlihat bagus sesuai perintah, akan menjadi juara menggambar dan
mewarna. Orang tua biasanya akan merasa bangga bila anaknya juara menggambar atau
mewarna rapi dan bagus. Anak bisa menjadi juara karena mengikuti standard, instruksi guru,
atau les tapi bukan dari imajinasi mereka sendiri.

Sangat disayangkan penilaian menggambar atau mewarna dengan model seperti ini hanya
berpatokan menggambar atau mewarna rapi. Seharusnya penilaian seni anak didatangkan dari
seniman asli yang berpengalaman, bukan guru kesenian sekolah yang mengikuti standard.
Mungkin saja hasil karya anak beberapa tahun ke depan akan tampak sama semua tidak ada yang
unik karena bukan dari imajinasinya sendiri. Lihatlah seniman dunia seperti Pablo Picasso,
apakah dia mengikuti standard? Tentu imajinasinya sendiri.

 

 

Setiap anak adalah individu unik, seharusnya dikenali dan dikembangkan keunikannya, yang
terjadi malah menghilangkan keunikan anak karena memenuhi dan mengikuti standard yang
tidak sesuai dengan individu anak. Manusia itu tidak bisa dibuat mengikuti standard atau ideal,
karena manusia punya jiwa, bukan benda yang bisa distandardisasi. Seperti Einstein bilang

"Saya percaya standarddisasi mobil, tetapi saya tidak percaya standardisasi manusia"

Bisa dibayangkan kemampuan manusia dinilai berdasarkan standard, bukan bagaimana


mengembangkan kemampuan individu. Lupa mengembangkan potensi anak karena mengikuti
standard supaya terlihat pandai dan bagus yang sebenarnya semu. Contoh, anak pintar biasanya
identik jago matematika, karena anak tidak pandai matematika, dipaksa belajar dan diberi
tambahan les matematika untuk memenuhi standard padahal anak tidak mampu, tetapi anak
punya kelebihan di bidang lain yang tidak dikenali dan dikembangkan, atau anak sudah
mempunyai bakat menggambar tetapi bakat menggambar anak lama lama terkikis karena
mengikuti gambar standard yang ada, bukan mengembangkan bakat menggambarnya sendiri,
memang gambar akan terlihat bagus dan rapi, tapi itu seni yang tidak alamiah dari anak.

Jadi sebenarnya tujuannya apa memenuhi standard yang tidak sesuai dengan keunikan anak?
Sedangkan anak mempunyai kelebihan dibidang lain salah satunya seperti seni menggambar

 

 

yang tidak dikembangkan, tetapi di sebuah sistem sekolah atau lembaga, anak di atur cara
menggambar dan meniru padahal anak punya imajinasi sendiri, metode seperti ini diulang terus
hingga dewasa, sehingga anak menjadi penurut sebuah sistem, dan menjadi tidak kreatif lagi.

Anak perempuan kami hobi menggambar, terutama menggambar komik, kami mendorong dia
untuk menggambar apa yang dia suka, dan memfasilitasi dia sesuai kemampuan kami. Kami
memperkenalkan dan menstimulus dia dengan datang ke toko buku, perpustakaan, museum,
alam, media tv dan internet sesuai dengan minat dan usianya. Jadi, dia terinspirasi apa yang
dilihat, sehingga dia punya imajinasi sendiri apa yang mau digambar.

Kami tidak pernah meminta apalagi menyuruh dia harus menggambar apa, jadi kami berikan
kebebasan dia dalam menggambar. Sempat kami tergiur iseng mengikutkan dia les menggambar
dan mewarna, tidak berlangsung lama dia mulai tidak tertarik dan cepat bosan karena
kegiatannya duduk lama mencontoh apa yang guru gambar, dan menurut apa yang guru katakan,
jadi ditentukan oleh gurunya mulai dari pewarnaan dan modelnya. Memang gambar terlihat rapi,
tetapi bukan dari hasil orisinalitas seni anak tetapi hasil perintah guru, yaitu sekali lagi jadi robot.
Jadi kami pikir untuk berhenti saja karena dia sudah tidak tertarik. Ikut les menggambar atau
mewarna boleh saja, asalkan mendorong potensi keunikan anak bukan malah menghilangkannya.

Memberitahu anak mewarna tidak boleh keluar garis bukan hal yang salah, tetapi sebaiknya tidak
dijadikan standard baik tidaknya menggambar mewarna anak. Demikian mewarna keluar garis
dan tidak rapi bukan hal yang membahayakan bagi anak, kan? Bukan kah malah berbahaya jika
banyak perintah dan paksaan dalam jiwa anak? Dimana mereka bisa bebas menyalurkan ekspresi
mereka?
 

 

Mengapa tidak membiarkan anak bebas mengekspresikan apa yang dia suka? tanpa harus
memaksa dan menghakimi hasil seni anak yang tidak sesuai standard. Itulah seni. Bukan berarti
membenarkan jika anak salah memahami konsep seni menggambar hanya menuntun dan
mengarahkan bukan memaksa dan mengikuti apa yang diinginkan standard atau sistem. Misal
anak masih saja coret coret biarkan saja, namanya juga imajinasi. Kami yakin anak akan tahu
sendiri saat usianya sudah matang, jadi tidak perlu dipaksa.

Oleh karena itu, mengenali dan mengembangkan potensi keunikan anak lebih penting daripada
mengikuti standard, jadi hargailah keunikan anak, sehingga anak merasa bangga dengan dengan
karyanya sendiri tanpa terintimidasi dari instruksi orang dewasa. Biarkan anak mengembangkan
imajinasi dan kreativitasnya sehingga anak merasa percaya diri dengan hasil karyanya. Ini adalah
kebebasan berekspresi dalam seni menggambar dan mewarnai. Kalau anak tidak diberikan ruang
kebebasan berekspresi, dia akan sulit dalam menunjukkan kemampuannya atau mungkin merasa
tertekan karena serba diatur.

 

 

Namanya anak bisanya berantakan, tidk bisa diam, memangbkdang bikin sebal karena itu
memang dunia mereka. Memang menghdapi anak tidak mudah, kadang harus msuk dalam dunia
mereka.

Anda mungkin juga menyukai