Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahun dan teknologi (IPTEK), semakin tinggi pula
aktivitas kegiatan ekonomi manusia, di antaranya dengan semakin pesatnya perkembangan
sektor industri dan sistem transportasi. Sebagai konsekuensi logis, maka semakin dampaknya
akan meningkatkan pula zat-zat polutan yang dikeluarkan kegiatan industri maupun
transportasi tersebut. Keberadaan zat-zat polutan di udara ini tentu akan berpengaruh
terhadap proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara. Beberapa contoh efek negatif
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi isu-isu global antara lain efek
rumah kaca, pemanasan global, polusi, sampah, dan hujan asam.

Istilah hujan asam pertama kali digunakan Robert Angus Smith pada tahun 1972. Ia
menguraikan tentang keadaan di Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara
Inggris. Hujan asam ini pada dasarnya merupakan bagian dari peristiwa terjadinya deposisi
asam. Ia mengatakan bahwa bahan pencemar di udara yang bercampur dengan air hujan
bersenyawa menjadi asam dan menyebabkan kerusakan bangunan dan monumen bersejarah.
Pada dasarnya, air hujan normal memang sudah asam dengan kadar keasaman antara pH 5,6-
5,0. Keasaman ini dihasilkan ketika karbondioksida dan materi asam alami lainnya terurai
dalam uap air yang bercampur di udara.

Masalah itu masih terjadi hingga kini dan kita tahu bahwa banyak gas polutan yang
menyebabkan pencemaran udara. Ini termasuk sulfur dioksida yang umumnya dihasilkan
oleh pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara, dan nitrogen oksida dari
kendaraan bermotor serta bahan bakar fosil yang digunakan oleh industri. Kedua unsur
tersebut bersenyawa di atmosfer dengan air, oksigen, dan oksidan dari senyawa-senyawa
asam lainnya. Persenyawaan ini membentuk semacam lapisan gabungan antara asam sulfur
dan asam nitrat. Cahaya matahari mempercepat laju reaksi proses itu. Hujan asam
menyebabkan peningkatan kadar asam di tanah, danau-danau, sungai serta menyebabkan
kematian pohon. Selain itu asam juga merusak material gedung, patung-patung dan
peninggalan sejarah.

Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam terhadap kehidupan
manusia dan lingkungan, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana hujan
asam terbentuk, dampak hujan asam terhadap manusia dan lingkungan, serta usaha yang
dapat kita lakukan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya hujan asam.

1.2         Rumusan Masalah

Ada beberapa rumusan yang ingin dibahas dalam makalah yang akan membahas tentang
hujan asam, antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan hujan asam?


2. Bagaimanakah proses terbentuknya hujan asam?
3. Bagaimanakah dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh hujan asam terhadap
kehidupan manusia dan lingkungan?
4. Upaya apasajakah yang dapat ditempuh untuk mengurangi dan menegah terjadinya
hujan asam?

1.3         Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan
beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hujan asam.


2. Untukmengetahui proses terbentuknya hujan asam.
3. Untuk mengetahui dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh hujan asam terhadap
kehidupan manusia dan lingkungan.
4. Untuk mengetahui upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi dan menegah
terjadinya hujan asam.

1.4         Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah memberikan kita pengentahuan
dan wawasan mengenai apa yang dimaksud dengan hujan asam, mengetahui tentang proses
terjadinya hujan asam, dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam terhadap kehidupan
manusia dan lingkungan, dan usaha yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dan mencegah
dampak buruk yang ditimbulkan oleh hujan asam. Pengetahuan ini diharapkan  semoga
mampu meningkatkan kesadaran kita untuk menjaga lingkungan serta mengubah pola hidup
untuk mendukung pelestarian lingkungan hidup.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1         Definisi Hujan Asam

Fenomena hujan asam mulai dikenal sejak akhir abad 17, hal ini diketahui dari buku karya
Robert Boyle pada tahun 1960 dengan judul “A General History of the Air“. Buku tersebut
menggambarkan fenomena hujan asam sebagai “nitrous or salino-sulforus spiris“.
Selanjutnya revolusi industri di Eropa yang dimulai sekitar awal abad ke 18 memaksa
penggunaan bahan bakar batubara dan minyak sebagai sember utama energi untuk mesin-
mesin. Sebagai akibatnya, tingkat emisi precursor (faktor penyebab) dari hujan asam yakni
gas-gas SO2, NOx dan HCl meningkat. Padahal biasanya precussor ini hanya berasal dari gas-
gas gunung berapi dan kebakaran hutan.

Istilah hujan asam pertama kali digunakan oleh Robert Angus Smith pada tahun 1872 pada
saat menguraikan keadaan di Manchester, sebuah daerah industri di Inggris bagian utara.
Smith menjelaskan fenomena hujan asam pada bukunya yang berjudul “Air and Rain: The
Beginnings of Chemical Technology“.

Hujan asam adalah hujan yang bersifat asam daripada hujan biasa (Hunter BT, 2004 dalam
Rahardiman, Arya. 2009). Deposit asam dari atmosfer dapat bersifat abash (dari hujan, salju,
atau hujan es) atau kering (dari pertukaran turbulen dan pengaruh gravitasi yang tidak
berkaitan dengan hujan). Hujan asam dikenal pertama kali pada tahun 1950, yaitu pada saat
hujan asam tersebut memberikan dampak negative berupa air yang bersifat asam di danau
Skandinavia dan Kanada (Mukono, 2000 dalam Rahardiman, Arya. 2009).

Istilah keasaman berarti bertambahnya ion hydrogen ke dalam suatu lingkungan. Suatu
lingkungan akan bersifat asam jika kemasukan ion hydrogen yang bersal dari asam sulfat
(H2SO4) dan atau asam nitrat (HNO3). Satu reaksi penting dalam oksidasi sulfur dioksida
adalah antara sulfur dioksida yang terlarut dan hydrogen peroksida.

Masalah hujan asam dalam skala yang cukup besar pertama terjadi pada tahun 1960-an ketika
sebuah danau di Skandinavia meningkat keasamannya hingga mengakibatkan berkurangnya
populasi ikan. Hal tersebut juga terjadi di Amerika Utara, pada masa itu pula banyak hutan-
hutan di bagian Eropa dan Amerika yang rusak. Sejak saat itulah dimulai berbagai usaha
penaggulangannya, baik melalui bidang ilmu pengetahuan, teknis maupun politik.

Hujan yang normal seharusnya adalah hujan yang tidak membawa zat pencemar dan dengan
pH 5,6. Air hujan memang sedikit asam karena H2O yang ada pada air hujan bereaksi dengan
CO2 di udara. Reaksi tersebut menghasilkan asam lemah H2CO3 dan terlarut di air hujan.
Apabila air hujan tercemar dengan asam-asam kuat, maka pH-nya akan turun dibawah 5,6
maka akan terjadi hujan asam.

Hujan asam sebenarnya dapat mencegah global warming, gas buang seperti SO2 penyebab
hujan asam mampu memantulkan sinar matahari keluar atmosfer bumi sehingga dapat
mencegah kenaikan temperatur bumi. Akan tetapi, efek samping dari hujan asam
menghasilkan kerusakan lingkungan yang lebih parah dibandingkan global warming.
Sebenarnya “hujan asam” merupakan istilah yang kurang tepat untuk menggambarkan
jatuhnya asam-asam dari atmosfer ke permukaan bumi. Istilah yang lebih tepat seharusnya
adalah deposisi asam, karena pengendapan asam dari atmosfir ke permukaan bumi tidak
hanya melalui air hujan tetapi juga melalui kabut, embun, salju, aerosol bahkan pengendapan
langsung. Istilah deposisi asam lebih bermakna luas dari hujan asam.

(Sumber: Ophardt, C.O., (2003)).

Karena hujan asam terlihat, dan rasanya seperti air bersih, pengukuran pH diambil untuk
menentukan keasaman yang dimilikinya. Menurut US Environmental Protection Agency, air
murni memiliki pH 7,0, dan hujan normal memiliki pH sekitar 5.6 (Howard, Rhonda, 2010).
Nilai 7,0 dianggap netral, Nilai yang lebih tinggi dari 7,0 semakin alkali atau dasar, Nilai
lebih rendah dari 7,0 semakin asam. ilustrasi di atas juga menggambarkan pH dari beberapa
zat umum

Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah
peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat
terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap
pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin
yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari
sumber pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam
udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan
yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara
yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi.
Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber
pencemaran.
Beberapa penyebab hujan asam diantaranya :

1. Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan
nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi
sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya
dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami.

Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF,
peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1%
sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut
beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu
selanjutnya berubah menjadi asam sulfat.

Oksida nitrogen, atau NOx, dan sulfur dioksida, atau SO2, adalah dua sumber utama hujan
asam. Sulfur dioksida, yang merupakan gas tidak berwarna, dilepaskan sebagai produk oleh-
ketika bahan bakar fosil yang mengandung belerang yang terbakar.

Gas ini dihasilkan karena berbagai proses industri, seperti pengolahan minyak mentah, pabrik
utilitas, dan besi dan pabrik baja. berarti alam dan bencana juga dapat mengakibatkan
belerang dioksida yang dilepaskan ke atmosfer, seperti vegetasi membusuk, plankton,
semprot laut, dan gunung berapi, yang semuanya memancarkan sekitar 10% belerang
dioksida. Secara keseluruhan, pembakaran industri bertanggung jawab atas 69,4% emisi
sulfur dioksida ke atmosfer, dan transportasi kendaraan bertanggung jawab atas sekitar 3,7%
(Anonim , 2009).

1. NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang
mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam
tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik
sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin
tinggi pula produksi oksida tersebut.
2. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide
atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mengering bersama debu atau
partikel lainnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Atmospheric Deposition Program di
Amerika, menunjukkan bahwa pada Tahun 2004 terjadi hujan asam yang diperkirakan
disebabkan oleh pembangkit listrik di New Jersey atau Michigan.

Adapun Gambar 1 tentang hujan asam yang terjadi di kawasan tersebut adalah sebagai
berikut:

Gambar 1. Hujan Asam yang disebabkan oleh pembangkit listrik di New Jersey atau
Michigan.

(Sumber: National Atmospheric Deposition Program dalam Likens, Gene (2010) )

2.2         Proses Terbentuknya Hujan Asam

Deposisi asam terjadi apabila asam sulfat, asam nitrat, atau asam klorida yang ada do
atmosfer baik sebagai gas maupun cair terdeposisikan ke tanah, sungai, danau, hutan, lahan
pertanian, atau bangunan melalui tetes hujan, kabut, embun, salju, atau butiran-butiran cairan
(aerosol), ataupun jatuh bersama angin.

Asam-asam tersebut berasal dari prekursor hujan asam dari kegiatan manusia
(anthropogenic) seperti emisi pembakaran batubara dan minyak bumi, serta emisi dari
kendaraan bermotor. Kegiatan alam seperti letusan gunung berapi juga dapat menjadi salah
satu penyebab deposisi asam. Reaksi pembentukan asam di atmosfer dari prekursor hujan
asamnya melalui reaksi katalitis dan photokimia. Reaksi-reaksi yang terjadi cukup banyak
dan kompleks, namun dapat dituliskan secara sederhana seperti dibawah ini.

1. 1.      Pembentukan Asam Sulfat (H2SO4)

Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil dan oksigen melalui reaksi photokatalitik di
atmosfer, akan membentuk asamnya.

SO2 + OH → HSO3

HSO3 + O2 → HO2 + SO3

SO3 + H2O →  H2SO4

Selanjutnya apabila diudara terdapat Nitrogen monoksida (NO) maka radikan hidroperoksil
(HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi kembali seperti:

NO + HO2 → NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO diudara, maka
reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak SO2, maka akan
semakin banyak pula asam sulfat yang terbentuk.

1. 2.      Pembentukan Asam Nitrat (HNO3)

Pada siang hari, terjadi reaksi photokatalitik antara gas Nitrogen dioksida dengan radikal
hidroksil.

NO2 + OH → HNO3

Sedangkan pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan ozon

NO2 + O3 → NO3 + O2

NO2 + NO3 → N2O5

N2O5 + H2O →  HNO3

Didaerah peternakan dan pertanian akan concong menghasilkan asam pada tanahnya
mengingat kotoran hewan banyak mengandung NH3 dan tanah pertanian mengandung urea.
Amoniak di tanah semula akan menetralkan asam, namun garam-garam ammonia yang
terbentuk akan teroksidasi menjadi asam nitrat dan asam sulfat. Disisi lain amoniak yang
menguap ke udara dengan uap air akan membentuk ammonia hingga memungkinkan
penetralan asam yang ada di udara.

HNO3 sangat asam dan larut dengan baik sekali. Selain itu juga merupakan asam keras dan
reaktif terhadap benda-benda lain yang menyebabkan korosif. Oleh sebab itu, presipitasinya
akan merusak tanaman terutama daun (Manahan, 1994 dalam Rahmawaty, 2002).

1. 3.      Pembentukan Asam Chlorida (HCl)

Asam klorida biasanya terbentuk di lapisan stratosfer, dimana reaksinya melibatkan


Chloroflorocarbon (CFC) dan radikal oksigen O*

CFC + hv(UV) → Cl* + produk

CFC + O* → ClO + produk

O* + ClO → Cl* + O2

Cl + CH4 → HCl + CH3

Reaksi diatas merupakan bagian dari rangkaian reaksi yang menyebabkan deplesi lapisan
ozon di stratosfer. Perbandingan ketiga asam tersebut dalam hujan asam biasanya berkisar
antara 62 persen oleh Asam Sulfat, 32 persen Asam Nitrat dan 6 persen Asam Chlorida.

Pulau Jawa memiliki tingkat emisi penyebab hujan asam tertinggi di Indonesia, terutama
disebabkan oleh sebagian besar kegiatan perekonomian yang terpusat di pulau ini. Pada tahun
1989, tingkat precursor SOx di Indonesia mencapat 157.000 ton per tahun, sedangkan NOx
mencapai 175.000 ton per tahun. Kota Surabaya pada tahun 2000 tercatat mengemisikan 0,26
ton SO2 dan 66,4 ton NOx ke udara dari berbagai sumber pencemar (Musfil A.S., (2008)
dalam Sumahamijaya, I., (2009)).

Mekanisme proses terbentuknya hujan asam, dapat diamati pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2. Mekanisme Terbentuknya Hujan Asam

(Sumber: PhysicalGeography.net dalam Likens, Gene, 2010)

Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses
biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas
manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik
pengolahan pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat
terbawa angin hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan
terdeposit ke tanah.
Hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di Republik Rakyat
Cina, Eropa Barat, Rusia dan daerah-daerah di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit
tenaga listrik di Amerika Serikat bagian Barat telah merusak hutan-hutan di New York dan
New England. Pembangkit tenaga listrik ini umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan
bakarnya.

Bukti terjadinya peningkatan hujan asam diperoleh dari analisa es kutub. Terlihat turunnya
kadar pH sejak dimulainya revolusi industri dari Ph 6 menjadi 4,5 atau 4. Informasi lain
diperoleh dari organisme yang dikenal sebagai diatom yang menghuni kolam-kolam. Setelah
bertahun-tahun, organisme-organisme yang mati akan mengendap dalam lapisan-lapisan
sedimen di dasar kolam. Pertumbuhan diatom akan meningkat pada pH tertentu, sehingga
jumlah diatom yang ditemukan di dasar kolam akan memperlihatkan perubahan pH secara
tahunan bila kita melihat ke masing-masing lapisan tersebut.

Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke
atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara,
merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di area industri
terkadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka). Penggunaan cerobong asap yang
tinggi untuk mengurangi polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena
emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki
jangkauan lebih luas. Sering sekali, hujan asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi
sumbernya, di mana daerah pegunungan cenderung memperoleh lebih banyak karena
tingginya curah hujan di sini.

2.3         Dampak Hujan Asam Terhadap Kehidupan Manusia dan Lingkungan

Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan
dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam memiliki dampak tidak hanya pada
lingkungan biotik, namun juga pada lingkungan abiotik, antara lain :
a)      Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya spesies yang bertahan.
Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan berkurangnya populasi ikan di
danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6
atau lebih tinggi akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam air akan
menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari telurnya. Asam juga
mengikat logam beracun seperi alumunium di danau. Alumunium akan menyebabkan
beberapa ikan mengeluarkan lendir berlebihan di sekitar insangnya sehingga ikan sulit
bernafas. Pertumbuhan Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga dihambat
oleh tingginya kadar pH.

Gambar mengenai dampak hujan asam terhadap penurunan kualitas air danau atau air
permukaan, dapat dicermati pada gambar berikut:

Gambar 3. Dampak Hujan Asam Terhadap Penurunan Kualitas Air Danau

(Sumber: PhysicalGeography.net dalam Likens, Gene, 2010)

b)      Tanah

Efek tidak langsung dari hujan asam adalah efek terhadap tanah. Gejala ini menyebabkan
terjadinya pencucian mineral  seperti Ca, Mg, dan Potassium, yang merupakan yamg
merupakan mineral utama bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mineral tersebut
digantikan oleh logam berat seperti Al, yang justru menghambat pertumbuhan akar dan
menghambat penyerapan air. Tanaman kemudian mulai mati, karena kekurangan air. Adanya
pelapukan dalam batang menandakan terjadinya kerusakan sistem transportasi air pada
tanaman. Dr. Ulrich dari Universitas Gottingen (Jerman) menyimpulkan bahwa hujan asam
menghambat beberapa pohon spruce dan beech mencapai umur lebih dari 30 – 40 tahun
(Nandika, Dodi.,2004).

c)      Tumbuhan

Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara. Lapisan lilin pada daun
rusak sehingga nutrisi menghilang sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin,
jamur dan serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit nutrisi yang
bisa diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.

Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut
sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat
kimia beracun seperti aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila
nutrisi ini dimakan oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun
berguguran, selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati.

d)     Kesehatan Manusia


Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun belum ada yang nyata
berhubungan langsung dengan pencemaran udara khususnya oleh senyawa NOx dan SO2.
Kesulitan yang dihadapi dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan
seseorang, termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya
balita, orang berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap
pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang sehat.

Akan tetapi, kuat dugaan bahwa ion-ion beracun yang terlepas akibat hujan asam menjadi
ancaman yang besar bagi manusia. Tembaga di air berdampak pada timbulnya wabah diare
pada anak dan air tercemar alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer. Walaupun
hujan asam ditemukan di tahun 1852, baru pada tahun 1970-an para ilmuwan mulai
mengadakan banyak melakukan penelitian mengenai fenomena ini. Kesadaran masyarakat
akan hujan asam di Amerika Serikat meningkat di tahun 1990-an setelah di New York Times
memuat laporan dari Hubbard Brook Experimental Forest in New Hampshire tentang
banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam.

e)      Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu
kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat
terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat
merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan
yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.

Lebih lanjut, Harjanto, N.T., (2008) mengungkapkan beberapa dampak dari deposisi asam ini
sangat luas yakni terhadap makhluk hidup, vegetasi dan struktur bangunan seperti pada Tabel
1 dibawah ini :

Tabel 1. Dampak Deposisi Asam

Dampak terhadap Keterangan


Makhluk Hidup 1. Punahnya beberapa jenis ikan
2. Mengganggu siklus makanan
3. Mengganggu pemanfaatan air untuk air
minum, perikanan, pertanian

4. Menimbulkan masalah pada kesehatan,


pernafasan dan iritasi kulit
Vegetasi 1. Perubahan keseimbangan nutrisi dalam
tanah
2. Mengganggu pertumbuhan tanaman
3. Merusak tanaman

4. Menyuburkan pertumbuhan jamur madu


yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman (menjadi layu)
Stuktur Bangunan 1. Melarutkan Kalsium Karbonat pada beton,
Dampak terhadap Keterangan
lantai marmer
2. Melarutkan tembaga dan baja
3. Mempercepat korosi pada pipa saluran air

4. Mengikis bangunan candi dan patung

2.4         Upaya-Upaya Untuk Mengurangi dan Mencegah Dampak Dari Hujan Asam

Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang
mengandung sedikit zat pencemaran, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya
pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.

a)      Menggunakan Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah

Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Penggunaan gas asalm akan mengurangi
emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan.
Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang atau bahan bakar alternatif
yang ramah lingkungan, misalnya metanol, etanol dan hidrogen.

b)      Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran

Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah
dikembangkan. Salah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Selain
itu, bisa juga dilakukan dengan penggunaan Scrubbers. Alat ini mampu mengurangi emisi
sulfur okida hingga 80-95 % (Ophardt, C.O., 2003).

c)      Pengendalian Setelah Pembakaran

Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang
sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD). Cara lain ialah dengan
menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat
dipergunakan sebagi pupuk.

d)     Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)

Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu
harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah
yang dihasilkan dapat dikurangi.
e)      Untuk mengurangi dampak buruk yang muncul dari hujan asam terhadap tanah ataupun
danau dapat dilakukan dengan menambahkan zat kapur kedalam tanah atau kedalam danau.
Penambahan kapur kedalam tanah maupun danau dapat menetralkan sifat asam.

f)       Melakukan Reboisasi atau penanaman kembali. Keberhasilan program reboisasi dan
rehabilitasi lahan akan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan
terutama dalam aspek:

1. Fungsi hidrologi
2. Fungsi perlindungan tanah
3. Stabilitas iklim mikro
4. Penghasil O2, dan penyerap gas-gas pencemar udara
5. Potensi sumberdaya pulih yang dapat dipanen
6. Pelestarian sumberdaya plasma nutfah
7. Perkembangbiakan ternak dan satwa liar
8. Pengembangan kepariwisataan dan rekreasi
9. Menciptakan kesempatan kerja
10. Penyediaan fasilitas pendidikan dan penelitian.

Pada tahun 1970 Amerika mulai mengontrol emisi SO2 dan NOx dengan peraturan
pemerintah. Peraturan ini menentukan standar polutan dari kendaraan bermotor dan industri.
Pada tahun 1990 kongres menyetujui amandemen untuk lebih memperketat kontrol emisi
yang menyebabkan hujan asam. Amandemen tersebut tercatat mempu mengurangi
pengeluaran SO2 dari 23,5 juta ton menjadi sekitar 16 juta ton. US juga merencanakan untuk
mengurangi emisi NOx hingga 5 juta ton pada tahun 2010.

BAB III

PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
1. Hujan asam didefinisikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6.
Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida di
udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah.
2. Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan
bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur
dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan
air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh
bersama air hujan. Secara sedehana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:
Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2)
dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran.
3. Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam antara lain Kelebihan
zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya species yang bertahan, hujan
asam yang larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut
sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh, korosi dan
menyebabkan terganggunya kesehatan manusia.
4. Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang
mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terbentuknya zat pencemar saar
terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan
energi serta penambahan zat kapur.

3.2.       Saran

Agar pemerintah dan masyarakat baik dari kalangan industri maupun umum, untuk  bekerja
sama dalam menjalankan peraturan yang berkaitan dengan upaya penurunan polusi udara
agar dapat terlaksana dan diterapkan dengan baik dan seksama. Dengan penurunan polusi
udara, diharapkan akan mampu mencegah terjadinya hujan asam yang membawa akibat
buruk tidak hanya erhadap lingkungan namun terhadap kelangsungan hidup manusia.

Anda mungkin juga menyukai