DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020
i
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kata sempurna, baik dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata
maupun dari segi bahasa. Oleh karena itu, kami mengharapkan kepada semua
pihak untuk memberikan sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para
pembaca yang sifatnya membangun yang akan kami terima dengan senang hati
demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Bab I. Pendahuluan........................................................................................ 1
1.3. Tujuan............................................................................................ 4
1.4. Manfaat.......................................................................................... 5
3.4 Epidemiologi...................................................................................12
2.5 Etiologi............................................................................................13
2.6 Patofisologi.....................................................................................13
2.8 Konflikasi........................................................................................15
iii
2.15 Defenisi Ventilator........................................................................26
3.6 ASKEP............................................................................................54
4.1 Kesimpulan..................................................................................... 66
4.2 Saran............................................................................................... 66
DaftarPustaka................................................................................................. 68
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif
danpada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah
suatukeadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel padasuatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap
berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Glomerulonefritis dalam beberapa
bentuknya merupakan penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal
kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang agresif dan
disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit ginjal tahap akhir yang
diterima pasien, diabetes melitus dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama
gagal ginjal kronik.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan
hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien
yang lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal
yang masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal. Prevalensi gagal
ginjal kronis menurut united state renal data system (USRDS) bedasarkan survei
dari perhimpunan nefrologi indonesia ( PENEltahFRI) menyebutkan bahwa
indonesia merupakan negara dengan prevalensi gagal ginjal kronik yang cukup
tinggi yaitu sekitar 30,7 juta penduduk.menurut pt askes ada sekitar 14,3 juta
orang indonesia gagal ginjal tahap akhir saat ini mengjalani pengobatan yaitu
dengan prevalensi 433 perjumlah penduduk jumlah ini akan meningkat hingga
melebihi 200 juta pada tahun 2025.
Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh
hampir semua bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus
mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi, agar
1
dapat beradaptasi terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk
profesi keperawatan, khususnya area keperawatan kritis di ruang perawatan
intensif (intensif care unit/ICU).
Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien-pasien
yang memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan hidup
mereka, diantaranya mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump, dll.
Dengan adanya keadaan tersebut maka tenaga kesehatan terutama perawat yang
ada di ruang perawatan kritis, seharusnya menguasai dan mampu menggunakan
teknologi yang sesuai dengan mesin-mesin tersebut, karena perawat yang akan
selalu ada di sisi pasien selama 24 jam.Pemanfaatan teknologi di area perawatan
kritis terjadi dengan dua proses yaitu transfer dan transform teknologi dari
teknologi medis menjadi teknologi keperawatan. Tranfer teknologi adalah
pengalihan teknologi yang mengacu pada tugas, peran atau penggunaan peralatan
yang sebelumnya dilakukan oleh satu kelompok profesional kepada kelompok
yang lain. Sedangkan transform (perubahan) teknologi mengacu pada penggunaan
teknologi medis menjadi bagian dari teknologi keperawatan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan yang diberikan dan hasil yang akan dicapai oleh pasien.
Ventilasi mekanik yang lebih dikenal dengat ventilator merupakan teknologi
medis yang ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian ditransform oleh
keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan. Perawat pemula yang
pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih kurang akan menganggap
ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya bisa melakukan
monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Sedangkan pada perawat yang
sudah berpengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai
bagian dari keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada
pasien di ruang kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi keperawatan.
Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk
mengontrol pekerjaannya (Alasad, 2002). Hal tersebut tentu saja akan menghemat
tenaga, dan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah untuk dikerjakan serta
diatur. Misalnya perawat yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai
mesin ventilasi mekanik, hal tersebut akan membantu perawat menghemat
2
tenaganya dalam mengawasi pernafasan pasien, karena tugasnya mengawasi
secara langsung keadaan pasien sudah dilakukan oleh mesin ventilasi. Bahkan
apabila ada keterbatasan tenaga perawat, maka 1 orang perawat dapat mengawasi
dua atau lebih pasien yang juga sama-sama menggunakan mesin ventilasi
mekanik. Jelaslah bahwa penguasaan teknologi menjadi suatu kebutuhan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
3
22. Bagaimana mode jenis ventilasi mekanik?
23. Macam-macam ventilator ?
24. Bagian-bagian ventilator?
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan
pertimbangan lanjut khususnya dalam bidang ilmu kesehatan.
1.4.2 Bagi Peneliti
Mengetahui gambaran gagal ginjal kronik dan tentang alat ventilator.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke 11 dan iga kanan setinggi iga ke 12.bats
bawah ginjal kiri setinggi vetrtebra lumbalis ke 3.setiap ginjal memiliki panjang
11-25 cm,lebar 5-7 cm,tebal 2,5 cm.berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram
dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk seperti kacang.sisi dalam
6
nya menghadap ke vetebrae thorakalis,sisi larnya cembung.diatas setiap ginjal
terdapat kalenjar suprarenal.
Setiap ginjal dilengkapi kapsul tpis dari jaringan fibrus yang dapat
membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus.didalamnya terdapat
struktur ginjal,warna nya ungu hasilkan 180l fitltttttttttua dan terdiri atas bagian
korteks di sebelah luar dan medulla dibagian dalam.bagian medulla terdiri 15-16
massa bebentuk piramid yang disebut piramid ginjal yang mengandung tubullus
colligentes dan mempunyai apex yang disebut papila renalis yang menonjol
kealam calyx minor.pemanjangan tubulus dari pyramidal renalis kedalam cortex
renalis disebut radii medullares.lobus renalis adalah bagian parenkim yang berisi
pyramid disertai cortex disekitarnya.di dalam sinus renalis terdapat pelvis renalis
yang akan terbagi menjadi 2-3 buah calices renalis majores.tiap calyx major
terbagi lagi 7-14 buah calices minores
7
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar menjalankan sistem regulatorik dan
eksretorik yaitu :
1) Filtrasi glomerulus
Terjadinya filtrasi plasma bebas potein menembus kapiler glomerulus
kedalam kapsul bowman melali tiga lapisan yang membentuk membran
glomerulus ,lapisan gelatinosa asesuler yang dikenal sebagai membaran
basal dan lapisan dalam kapsul bowman,protein plasma hampir tidak dapat
difitrasi dan ≤ 1 % molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk
kekapsul bowman. GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik
osmotik koloid yang melintasi membran glomerulus.dalam keadaan
normal,sekitar 20% plasma masuk ke glomerulus difitrasi dengan filtrasi
8
10 mmhg dan menghasilkan 180L filtrat glomerulus setiap hari untuk GFR
rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 L filtrasi perhari dengan GFR
115 ml/menit untuk wanita.
2) Reabsorbsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat-zat dari bagian dalam tubulus
(lumen tubulus) ke kailer peritubulus agar dapat diangkat ke sistem vena
kemudian kejantung ntuk kembali diedarkan . berikut ini merupakan zat-
zatyang direabsopsi diginjal.
Reabsobsi glukosa (ditubulus proksimal),reabsopsinatrium (67% ditubulus
proksimal , 25% dilengkung henle dan 8% ditubulus distal dan tubulus
pengumpul ),Reabsobsi air(80% ditubulus dan lengkung henie kemudian
20% ditubulus distal dan duktus pengumpul ),reabsobsi uea (diglomerulus
kemudian sebagian dikapiler peritubulus),reabsobsi fosfat dan kalsium
(40% ditubulus konturtus proksimal , 50% dilengkung henie pars
assendol)
3) Rekresi tubulus
Proses pemindahan selektif zat-zat darah kapiler peritubulus kealam lemen
tubulus . proses sekresi terpenting adalah sekresi H+ , K+ ,dan ion ion
organik . disepanjang tubulus , ion H akan disekresi ke dalam cairan
tubulus sehinga dapat dicapai keseimbangan asam basa.asam urat dan K di
sekresi kedalam tubulus distal , sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi
akan disekresi ion K tersebut di atur oleh hormon antidiuretik , kemudian
hasil dari proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin.
2.2 Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan ganguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Ini
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus,
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol,
9
obstruksi traktus urinarius, lesi herediter, infeksi medikasi, atau agens toksik.
Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis
mencakup timah, kadmium, merkuri, dan kromium. Dialisis atau transplantasi
ginjal kadang-kadang diperlukan untuk ke langsungan hidup pasien (Brunner &
Suddarth 2002)
Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah
peningkatan nitrogen urea darah atau Blood Urea Nitrogen (BUN) dan ditegakkan
bila konsentrasi ureum plasma meningkat (Wilkinson, 2007). Gagal ginjal kronik
adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan
kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m² (Chonchol, 2005).
10
ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang persisten dan ireversibel yang
bersifat progresif dan lambat dimana ginjal tidak dapat mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah-sampah nitrogen lainya).
1
Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2
Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
11
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcorft-Gault sebagai berikut: LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat
badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)
Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mnt/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29
5 Gagal ginjal < 15 atau
dialisis
Tabel 2.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan
2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit
glomerular(penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit
pembuluh
darah besar,
hipertensi,mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis
12
kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal
polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunanobat
( siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent
(glomerular)
Transplant glomerulopathy
2.4 Epidemiologi
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi gagal ginjal kronik yang cukup
tinggi yaitu sekitar 30,7 juta penduduk.menurut pt askes ada sekitar 14,3 juta orang
indonesia gagal ginjal tahap akhir saat ini mengjalani pengobatan yaitu dengan
prevalensi 433 perjumlah penduduk jumlah ini akan meningkat hingga melebihi
200 juta pada tahun 2025
2.5 Etiologi
13
e) Gangguan kongenital dan hederiter: penyakit ginjal polikistik hederiter,
asidosis sistemik progresif.
f) Penyakit metabolik: diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g) Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik, nefropati timah.
h) Nefropati obstruktif karena obstruksi saluran kemih karena batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal, hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinarian dan uretra.
2.6 Patofisologi
14
CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak
mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi
akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekresi fosfat dan asam
organik lain juga dapat terjadi.
Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi
eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh
ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah jika
produksi eritropoietin menurun maka mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak napas.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) tanda dan gejala penyakit ginjal kronik
didapat antara lain :
15
a) Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sekrum), edema
periorbital, pembesaran vena leher.
b) Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner : krekles, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernafasan
kussmaul.
d) Gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulit,
anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
GI.
e) Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f) Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, faktor tulang.
g) Reproduktif: amenore, atrofi testikuler.
2.8 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Brunner & Suddarth (2002)
yaitu
a) Hssiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
b) Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
rennin-angiostensin-aldosteron
d) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
e) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
2.9 Penatalaksanaan Medis
16
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut
Brunner & Suddarth (2002) yaitu :
17
2.10 Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, nyeri dada.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
nadi lemah halus, pucat, kuning, kecenderungan perdarahan
3. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuri, diare, konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah, coklat) digouria
menjadi anuri.
4. Integritas ego
Gejala : Faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung.
5. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan dengan cepat, penurunan berat badan
(mal nutrisi), anoreksia, mual muntah, nyeri ulu hati.
Tanda : Asites, perubahan turgor kulit.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, kesemutan dan
kelemahan.
Tanda : Ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanan memori, rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, nyeri dada.
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
8. Pernafasan
18
Gejala : Napas pendek, batuk dengan atau tanpa sputum
Tanda : Dispnea, peningkatan frekuensi, batuk
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Tanda : Pruritus, demam, fraktur tulang.
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido aminorea, infertilitas.
11. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien CKD untuk mengetahui
penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (2002), sebagai berikut:
a) Urine : Volume kurang dari 40 ml / 24 jam ( oliguria ), warna keruh,
berat jenis kurang dari 1.015, osmolalitas kurang dari 350 m.osn/kg,
klirens kreatinin agak menurun kurang 10 ml / menit, natrium lebih dari
40 mEq/L, proteinuria.
b) Darah : BUN/kreatinin meningkat lebih dari 10 mg/dl, Ht menurun, Hb
kurang dari 7 – 8 gr/dl, SDM waktu hidup menurun, AGD (pH
menurun dan terjadi asidosis metabolic (kurang dari 7.2), natrium
serum rendah, kalium meningkat 6,5 mEq atau lebih besar,
magnesium/fosfat meningkat, kalsium menurun, protein khususnya
albumin menurun.
c) Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 nOsm/kg, sering sama dengan
urine.
d) KUB Foto : Menunjukkan ukuran finjal/ureter/kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu).
e) Elektrokardiografi (ECG) : Untuk melihat kemungkinan hipertropi
ventrikel kiri, tanda – tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia dan hipokalsemia).
f) Ultrasonografi (USG) : Menilai bentuk dan besar ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan paremkim ginjal, ureter proximal, kandung kemih
19
serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor
yang reversibel, juga menilai apakah proses sudah lanjut.
g) Foto polos abdomen : Sebaiknya tampa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain.
h) Pielografi Intravena (PIV) : Pada PIV, untuk CKD tak bermanfaat lagi
olah karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras, saat ini sudah
jarang dilakukan.
i) Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada
obstruksi yang reversibel.
j) Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda – tanda bendungan paru
akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan
efusi perikardial.
k) Pemerikasaan Kardiologi tulang : Mencari osteoditrofi (terutama tulang
atau jari) dan klasifikasi metastatik.
20
2.12 Perencanaan Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil : Mempertahankan curah jantung dengan bukti
tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer
kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Perencanaan :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan
Kriteria hasil : Tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Perencanaan :
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
21
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
Perencanaan :
22
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia
23
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit
1. Independen
Tindakan yang dilaksanakan oleh perawat secara profesional, tanpa
petunjuk instruksi dari tenaga kesehatan lain untuk melakukan
tindakan keperawatan mandiri berdasarkan pendidikan dan
pengalaman.
2. Interpenden
Tindakan keperawatn yang memerlukan kerjasama atau kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain.
24
3. Dependen
Tindakan perawat untuk melaksanakan tugas pelimpahan dari tenaga
kesehatan lain.
2.14 Evaluasi Keperawatan
25
ventilasi mekanis dan perawatan yang dibutuhkan dari pasien, juga komunikasi
terbuka diantara tim perawatan kesehatan tentang tujuan terapi, rencana
penyapihan (weaning), dan toleransi pasien terhadap perubahan dalam pengesetan
ventilator.
26
selama epidemik polio pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh pasien-pasien
yang selamat dari penyakit polio dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua alat
portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk menciptakan bilik
tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena masalah-masalah dengan
ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis ventilator ini hanya digunakan
dengan hati-hati pada pasien tertentu.
b) Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di
bawah, dan dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama
inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif. Pada ventilator jenis ini diperlukan
intubasi endotrakea atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan di
lingkungan rumah sakit dan meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien
dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator
hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan
ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan
dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah
suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan
kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa,
ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek
di ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin
IPPB.
2. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah
waktu yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh
kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar ventilator
27
mempunyai frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi
waktu-pensiklus murni jarang digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini
digunakan pada neonatus dan bayi.
3. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang
paling banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume udara
yang akan dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume
preset ini telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi
secara pasif. Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh
ventilator secara relatif konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten,
adekuat meski tekanan jalan nafas beragam.
28
5. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal
(biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil
pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh
dokter.
8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator
karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan
manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.
29
Pertimbangkan
intubasi/ventilasi
2. terencana.
Kapasitas Vital. <10-20 ml/kg(cadangan Lihat tanda gagal
3. pernafasan buruk). nafas.
Tekanan inspirasi. <20 cm H2O atau Siapkan dukungan
4. cenderung menurun. ventilator.
Gas darah Arteri.
Ph <7,25 Evaluasi
dikombinasi
dengan
peningkatan
PaCO2.
PaCO2 <50mm/Hg Evaluasi
dikombinasi
dengan penurunan
pH.
<50 mmHg dengan Evaluasi
PaO2 terapi O2 dikombinasi
dengan pH dan
5. PaCO2.
6. ≥ 300 mmHg
≥ 25-30 Beri O2 100%
Gradien pirau A-a Penurunan atau tidak ada Siapkan dukungan
7. bunyi nafas. ventilator.
Auskultasi dada Monitor disritmia.
8. Nadi lebih dari 120,
disritmia Evaluasi hal
Irama dan diatas dan
9. frekuwensi jantung Kelelahan berat, lakukan tindakan
30
Aktivitas penurunan tolenransi tepat.
10. aktivitas Monitor aktivitas
kejang hipoksik.
Status mental Kacau mental, delirium, Siapkan dukungan
samnolen. ventilator.
Observasi fisik Penggunaan otot asesori,
kelelahan, kerja
pernafasan berat.
31
c. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal Pnemonia Pseudomonas
sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu kemungkinan potensial
dari alat terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat
tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri
sinus atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus
dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan.
Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan
insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset
dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman
kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.
3. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat
disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator
terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang,
tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang
endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis
menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA menentukan
efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada
nilai GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
4. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada,
menciptakan tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan
ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat
32
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area
pleural, menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit.
Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan
terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang
sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan
trakeal. Kemungkinan paling menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi
yang menimbulkan henti jantung tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang
untuk dekompresi dada dengan jarum, intervensi keperawatannya adalah
memindahkan pasien dari sumber tekanan positif dan memberi ventilasi dengan
resusitator manual, memberikan pasien pernafasan cepat.
33
A) Pengkajian
Perawat mempunyai peran penting dalam mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji pasien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut:
a. Tanda-tanda vital.
b. Bukti adanya Hipoksia (Gelisah, Ansietas, Takikardia, Peningkatan Frekuensi
Pernapasan, Sianosis).
c. Frekuensi dan Pola Pernapasan.
d. Bunyi Napas.
e. Status Neurologis.
f. Volume Tidal, Ventilasi Satu Menit, Kapasitas Vital Kuat.
g. Kebutuhan Penghisapan.
h. Upaya Ventilasi Spontan Pasien.
i. Status Nutrisi.
j. Status Psikologis.
Pengkajian fungsi jantung. Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi
sebagai akibat ventilator tekanan positif. Tekanan intratorak positif selama
inspirasi menekan jantung dan pembuluh darah besar, dengan demikian
mengurangi arus balik vena dan curah jantung. Hal ini biasanya diperbaiki selama
ekshalasi ketika tekanan positif mati. Tekanan positif yang berlebihan dapat
menyebabkan pneumotoraks spontan akibat trauma pada alveoli. Kondisi ini dapat
dengan cepat berkembang menjadi pneumotoraks tension, yang lebih jauh lagi
mengganggu arus balik vena, curah jantung, dan tekanan darah.
Untuk mengevaluasi fungsi jantung, perawat pertama-tama harus
memperhatikan tanda-tanda dan gejala-gejala hipoksemia dan hipoksia (gelisah,
gugup, kelam pikir, takikardia, takipnea, pernapasan labored, pucat yang
berkembang menjadi sianosis, berkeringat, hipertensi transien, dan penurunan
haluaran urin). Jika terpasang kateter arteri pulmonal, curah jantung, indeks
jantung, dan nilai-nilai hemodinamik lainnya dapat ditentukan.
Pengkajian peralatan. Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa
ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan
tepat. Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian
34
pengesetan pada ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini
merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat bertanggung
jawab terhadap pasien dan karenanya harus mengevaluasi bagaimana ventilator
mempengaruhi status pasien secara keseluruhan. Dalam memantau ventilator,
perawat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Jenis ventilator (volume bersiklus, tekanan bersiklus, tekanan negatif).
2. Cara pengendalian (kontrol, bantu/kontrol, intermitent mandatory,
ventilation).
3. Pengesetan volume tidal dan frekuensi.
4. Pengesetan F1O2 (fraksi oksigen yang diinspirasi).
5. Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.
6. Pengesetan sigh (biasanya 1,5x dari volume tidal dan berkisar dari 1-
3/jam) jika memungkinkan.
7. Adanya air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau terlipatnya selang.
8. Humidifikasi (humidifier dengan air).
9. Alarm (fungsi yang sesuai).
10. PEEP (tekanan akhir ekspiratori positif) atau tingkat dukungan tekanan,
jika memungkinkan
B) Diagnosa keperawatan
35
6. Koping individu tidak efektif dan ketidak berdayaan yang berhungan dengan
ketergantunagn pada ventilator
C) Intervensi Keperawatan
Meningkatkan pertukaran gas. Tujuan menyeluruh ventilasi mekanis
adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas dengan mempertahankan ventilasi
alveolar dan pengiriman oksigen. Perubahan pertukaran gas dapat dikarenakan
penyakit yang mendasari atau faktor-faktor mekanis yang berhubungan dengan
penyesuaian dari mesin dengan pasien. Tim perawatan kesehatan, termasuk
perawat, dokter, dan ahli trapi pernapasan, secara kontinu mengkaji pasien
terhadap pertukaran gas yang adekuat, tanda dan gejal hipoksia, dan respon
terhadap tindakan.
Intervensi keperawatan dengan pasien ventilator mekanis tidak berbeda
secara unik dengan pasien gangguan paru lainnya namun kebutuhan akan
pengamatan keperawatan dan penegakan hubungan perawat-pasien yang
terapeutik adalh sangat penting. Konstilasi intervensi yang digunakan oleh
perawat ditentukan oleh proses penyakit yang mendasari dan respon pasien.
Sebagai contoh pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan
faktor yang sangat beragam: tingakat kesadaran yang berubah, atelektasis,
kelebihan cairan, nyeri insisi, atau penyakit primer seperti pnemonia.
Sebagai akibat, intervensi keperawatan untuk meningkatkan pertukaran gas
yang optimal termaksud pemberian medikasi nyeri secara bijaksana untuk
menghilangkan nyeri tetapi bukan untuk secara signifikan menurunan dorongan
pernapasan, dan seringnya perubahan posisi untuk menghilangkan efek
pernapasan terhadap inmobilitas.
Perawat juga memantau keseimbangan cairan yang adekuat dengan
mengkaji adanya edema perifer. Menghitung pasukan dan haluaran urin, Dan
memantau berat badan harian. Perawat memberikan medikasi untuk mengontrol
penyakit primer dan memantau potensial efek samping obat yang diberikan.
Pengisapan steril jalan napas bawah disertai dengan fisio trapi dada (perkusi,
fibrasi) adalah stategi lain untuk membersihkan jalan napas dari kelebihan sekresi.
36
Dua intervensi keperawatan umum yang terutama penting untuk pasien yang
mendapat ventilasi secara mekanis adalah auskultasi paru dan interpretasi gas
darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang mengetahui perubahan
dalam temuan pengkajian fisik atau kecendrungan siknifikan dalam gas darah
yang menandakan terjinya masalah siknifikan (pnemotorak, perubahan letak
selang, embolisme pulmonal)
Penatalaksanaan jalan nafas. Ventilasi tekanan positif kontinu
meningkatkan pembentukan sekresi apapun kondisi pasien yang mendasari,
perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi dengan auskultasi paru sedikitnya
setiap 2/4 jam. Tindakan untuk membersihkan jalan nafas dari sekresi termasuk
pengisapan. Fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan peningkatan
mobilitas secepat mungkin.
Mekanisme sigh pada ventilator mungkin dapat disesuaikan untuk
memberikan sedikitkan 1/3 sigh/jam pada 1,5 kali volume tidal jika pasien
menggunakan ventilator bantu kontrol. Karena resiko hiperventilitas dan trauma
pada jaringan paru akibat kelebihan tekanan ventilator (baro trauma,
pneumothorax). Jika pasien menggunakan mode ventilasi madatori intermitent
(IMV). Ventilasi mandatori bekerja sebagai sigh karena ventilasi ini mempunyai
volume lebih besar dibanding pernafasan spontan pasien
Sigh priodik mencegah atelektasis dan retensi sekresi lanjut. Humidifikasi
dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi
sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator, baik intravena atau
inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus sehingga
sekresi dapat dengan mudah dikeluarkan.
Mencegah trauma dan infeksi. Penatalaksanaan jalan nafas harus
mencakup pemeliharaan selang endotrakeal atau trakeostomi. Selang ventilator
diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya sedikit kemungkinan tertarik
penyimpangan selang dalam trakea. Hal ini mengurangi trauma pada trakea.
Tekanan manset harus dipantau setiap 8 jam untuuk mempertahankan dibawah 25
cm H2O. Adanya kebocoran cuff dievaluasi pada waktu yang sama
37
Perawat trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam dan lebih sering jika
diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering dilakukan
karena rongga oral merupakan sumber utama kontaminasi paru-paru pasien yang
diintubasi dan pasien lemah. Adanya selang nasogastrik dan penggunaan antasida
pada pasien dengan ventilasi mekanis juga telah mempredisposisikan pasien pada
pneumonia nosokomial akibat aspirasi subklinis. Pasien juga harus diposisikan
dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk
mengurangi aspirasi isi lambung.
Peningkatan tingkat mobilitas optimal. Mobilitas pasien terbatas karena
dihubungkan dengan ventilator. Pasien yang kondisinya menjadi stabil harus
dibantu untuk turun dari tempat tidur dan kekursi segera saat memungkinkan.
Mobilitas dan aktivitas otot sangat bermanfaat karena menstimulasi pernafasan
dengan memperbaiki semangat mental. Jika pasien tidak mampu untuk turun dari
tempat tidur, maka latihan rentang gerak pasif dan aktif dilakukan setiap 8 jam
untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan stasis vena.
Meningkatkan komunikasi optimal. Metode komunikasi alternatif harus
dikembangkan untuk pasien dengan ventilator. Perawat mengkaji komunikasi
pasien bila keterbatasan pasien diketahui, perawat memberikan beberapa
pendekatan komunikasi; membaca gerak bibir, kertas dan pinsil, papan
komunikasi; bahasa gerak tubuh, penggunaan ‘’berbicara’’ dapat disarankan pada
dokter untuk memungkinkan pasien bicara sementara iya dengan ventilator pasien
harus dibantu untuk menemukanmetoda komunikasi yang paling cocok. Beberapa
metoda dapat membuat frustasi baik bagi pasien maupun bagi perawat. Dan
metode ini hal diidentifikasi dan diminimalkan.
Meningkatkan kemampuan koping. Ketergantungan pada ventilator
sangat menakutkan baik bagi pasien maupun keluarga. Dengan memberika
dorongan pada mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan ventilator,
kondisi pasien, lingkungan, akan sangat bermanfaat. Memberikan penjelasan
semua prosedur setiap kali dilakukan untuk membantu mengurangi ansietas, untuk
memulihkan rasa kontrol pasien didorong untuk ikut serta dalam pembuatan
keputusan tentang perawatan, jadwal, dan tindakan bila memungkinkan. Pasien
38
mungkin menjadi menarik diri selama ventilasi mekanis, trauma jika
berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan tentang kemajuannya
pada pasien bila memungkinkan. Tekhnik penurunan stres (pijat punggung,
tindakan relaksasi) membantu mlepaskan ketegangan dan memampukan pasien
untuk menghadapi ansietas dan ketakutan tentang kondisi dan ketergantungan
pada ventilator
D) Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan:
1. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri
pulmonal, dan tanda-tanda vital adekuat.
2. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
3. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan
jumlah sel darah putih.
4. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
5. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat
komunikasi lainnya.
6. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
39
1. Pasien Dengan Gagal Nafas. Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas,
henti nafas (apnu) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan
pemberian oksigen merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien
telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum
terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan
ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa
kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot
pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
2. Insufisiensi jantung. Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik
memiliki kelainan pernafasan primer. Pada pasien dengan syok
kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem
pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen)
dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk
mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung
juga berkurang.
3. Disfungsi neurologis. Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko
mengalami apnoe berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu
ventilasi mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan
tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi. Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan
anestesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko
terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah
bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik.
40
AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru
secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan
pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru).
Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak
terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi
volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli
bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya volutrauma.
Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah
ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi
41
dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan
pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas lapang paru
(atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi
atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu
dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi :
ekspirasi ) 1 : 2.
Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV). Pada mode ini pasien menerima
volume dan frekuensi pernafasan sesuai dengan yang di set pada ventilator.
Diantara pernafasan pemberian ventilator tersebut pasien bebas bernafas.
42
Misalkan respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6 detik ventilator akan
memberikan bantuan nafas, diantara 6 detik tersebut pasien bebas bernafas tetapi
tanpa bantuan ventilator. Kadang ventilator memberikan bantuan saat pasien
sedang bernafas mandiri, sehingga terjadi benturan antara kerja ventilator dan
pernafasan mandiri pasien. Hal ini tidak akan terjadi pada Mode Synchronous
Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV) yang sama dengan mode IMV hanya
saja ventilator tidak memberikan bantuan ketika pasien sedang bernafas mandiri.
Sehingga benturan terhindarkan, Mode Pressure Support atau mode spontan.
Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Inisiasi nafas sepenuhya
oleh pasien, ventilator hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume
yang di set di mesin dengan memberikan tekanan udara positif.
43
2.24 Bagian – bagian Ventilator
1) Udara Tekan(Air Compress) dan Oksigen Sebagai sumber gas dari
ventilator, bisa menggunakkan Tabung dan Kompressor Medis ataupun
Gas Medis pada Wall Outlet. Dengan standart tekanan 2-10 bar.
2) Humidifier (sebagai pelembab udara yang masuk ke pasien)
3) Circuit Patient (Neonatus/Pediatric dan Adult).
4) Test Slang (Bag untuk coba sebelum ke pasien).
5) Nebulizer (Optional untuk pasien tertentu).
44
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Nefrostomi
2. Mode Simv Ps
3. Peak Pressure
4. Retreksi Interkostal
5. PEEP
6. Noradrenalin
7. Syringe Pump
8. Midazolam
9. Lasik
10. Meronem
Jawab :
1. Nefrostomi adalah prosedur medis yang perlu dilakukan jika urine tidak
bisa mengalir dengan baik menuju kandung kemih seperti seharusnya.
Prosedur nefrostomi menggunakan kateter sebagai alat bantu dengan
metode x-ray dan scan
2. Pentilator, membantu memberikan nafas control secara spontan pada
pasien
45
3. Tekanan maksimum yang dicapai pada jalan nafas pasien selama
berlangsungnya ventilasi mekanik. Durasi peak pressure menetukan
bentuk gelombang tekanan positif. Bisa saja respiratory cycle dan
besarnya peak pressure sama tapi durasi peak pressure beda. Beberapa
ventilator bentuk gelonmbang tekanan positif bisa diatur. Ada bentuk
segitiga ,dome dan trapezium. Ini penting untuk pengembangan atelectase
baik dipilih bentuk trapezium, sementara bentuk segi tiga dipakai untuk
kondisi hipovolemik
4. Retraksi intercostal adalah penarikan otot sela iga ketika penderita
berusaha keras untuk bernafas meningkatnya pemakaian otot-otot leher
dan dada sebagai usaha untuk bernafaS.
5. Peep adalah tekanan yang mendukung paru pada akhir ekspirasi. Tekanan
ini sangat penting pada bayi yang mengalami atelektasis. Peep yang
optimal mencegah kolaps alveolar dan tidak menyebabkan overdistensi.
Peep meningkatkan functional residual capacity (frc) sehingga
memperbaiki ratio ventilasi perfusi.
6. Noradrenalin (na), juga disebut norepinefrin (ne) adalah kimia
organik dalam kelompok katekolamin yang di
dalam otak dan tubuh berfungsi sebagai hormon dan neurotransmitter.
Nama "noradrenalin," berasal dari bahasa latin yang berarti "di/bersama
ginjal," lebih umum digunakan di britania raya; sementara amerika serikat,
lebih menyukai penggunaan norepinefrin, yang mana berasal dari bahasa
yunani, juga memiliki makna yang sama. Norepinefrin termasuk salah satu
nama generik yang diberikan untuk obat. Terlepas dari nama yang
digunakan untuk substansi itu sendiri, bagian-bagian tubuh yang
menghasilkan, atau yang dipengaruhi olehnya disebut
sebagai noradrenergic.
7. Syringe pump adalah salah satu jenis peralatan medis (alat kesehatan)
yang digunakan untuk mengatur proses penyuntikan masuknya cairan obat
ke dalam tubuh pasien dengan kuantitas dan waktu tertentu. Jadi syringe
46
pump ini digunakan bersamaan dengan alat lain yaitu syringe disposable
atau yang sering disebut dengan istilah spuit.
8. Midazolam adalah obat golongan benzodiazepine yang diberikan sebelum
operasi, untuk mengatasi rasa cemas, membuat pikiran dan tubuh menjadi
rileks, serta menimbulkan rasa kantuk dan tidak sadarkan diri. Obat ini
bekerja dengan cara memperlambat kerja otak dan sistem saraf.
9. Lasik adalah suatu metode pembedahan pada mata untuk memperbaiki
penglihatan bagi penderita rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme.
Lasik merupakan singkatan dari laser in-situ keratomileusis yang
menggunakan sinar laser untuk memperbaiki bentuk kornea mata sehingga
cahaya yang melewati kornea dapat ditangkap sempurna oleh retina,
dengan demikian penglihatan menjadi lebih baik, jelas, dan tajam.
10. Meronem merupakan obat yang mengandung meropenem. Meropenem
merupakan antibiotik beta-laktam yang bekerja dengan cara menghambat
sintesa dinding sel bakteri, sehingga bakteri tidak dapat berkembang dan
terjadinya lisis. Meronem digunakan untuk mengobati penyakit infeksi
bakteri, seperti: infeksi paru (pneumonia), infeksi saluran kemih (isk),
infeksi rahim. Selain itu, obat ini dapat digunakan pada pasien yang
memiliki indikasi cytic fibrolisis (kelainan genetik yang menyebabkan
paru-paru memproduksi lendir menjadi lengket)
11. Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura, yaitu rongga di
antara lapisan pleura yang membungkus paru-paru dengan lapisan pleura yang
menempel pada dinding dalam rongga dada. Kondisi ini umumnya merupakan
komplikasi dari penyakit lain. Pada kondisi normal, terdapat sekitar 10 ml
cairan di rongga pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk membantu
melancarkan pergerakan paru ketika bernapas. Namun, pada efusi pleura,
jumlah cairan tersebut berlebihan dan menumpuk. Hal ini bisa
mengakibatkan gangguan pernapasan.
12. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif
yang dapatmempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu
yang lama. ( brunner dan suddart, 1996)
47
3.2 Step II (IDENTIFIKASIH MASALAH)
1. Apakah Ada Hub Penyakit Masalalu Pasien Dgn Penyakit Pasien
Saat Ini?
2. Apa Yang Menyebab Kan Edema Pada Ekstremitas Atas Dan
Bawah Yang Di Alami Pd Pasien?
3. Apakah Nyeri Pada Saat Bak Dan Bak Panas Keruh Merupakan
Efek Samping Dari Hemodialisa Atau Penyakit Ginjal Ny? Apa
Saja Efek Samping Dari Hemodialisa?
4. Bagaimana Mengatasi Nyesi Pada Saat Nyeri Bak Pada Klien?
5. Jelaskan Intervensi Yang Tepat Untuk Mengatasi Edema Pada
Ekstremitas Pada Klien?
6. Apa Saja Maslah Keperawatan Pada Kasus Di Atas?
7. Apa Penyebab Pasien Mengalami Penurunan Kesadaran Sesak Dan
Batuk Pada Saat Di Lakukan Hemodialisa?
8. Apa Saja Hal2 Yang Perlu Di Perhatikan Sebelum Pasien
Melakukan Hemodialisa?
9. Apa Indikasi Di Beri Nya Terapi Noradrenalin?
48
4. memperbanyak minum airputih,rutin olahraga hindari monum berkafein
dan soda. + sri : mengonsumsi antibiotic, mminum obat anti nyeri, sesuai
anjuran dokter, dan konpres air hanagt pda nyeri.
5. LO
6. Intoleransi aktivitas, pola nafas tidak efektif dan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
7. karena efeksamping dari hemodialisa itu sendiri, maka pasien mngalami
penurunan kesadran, sesak, batuk, karan setiap efek nya berbeda beda, dan
perlu dilakukan pemantauan kembali pada pasien ny. bisa juga di
sebebkan oleh pepmberian terapi obat midazolam, yang mana membuat
pikiran menjadi rilex .
8. pasien tahu terlebih dahuli mengenai hemodialisa, melkukan hemodialisa,
frekuensi dan persiapan perawatan cuci darah, prosedur cuci darah, pra
prosedur cuci darah.
9. hipotesi dan syok, sebagai obat tambahan untuk henti jantung.
49
3.4 STEP IV (MIND MAPPING)
50
3.5 STEP V (LEARNING OBJEKTIF)
Jawaban :
2. intervensi yang tepat untuk mengatasi edema pada ekstremitas pada klien
:
a. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi.
Untuk tindakan yang pertama dilakukan observasi vitalsign. Dan
menurut Mubarok, Lilis & Joko, 2015 (2015) tindakan ini
dilakukan untuk memantau peningkatan tekanan darah karena
jumlah cairan berlebihan dan produksi hormon vasoaktif. Hal ini
dapat meningkatkan resiko hipertensi dan menderita penyakit gagal
jantung kongesif.
51
b. Berikutnya tindakan keperawatan yang kedua yaitu memonitor
input dan output pasien. Memonitor input dan output cairan dapat
dilakukan dengan menghitung kebutuhan cairan pasien. Kebutuhan
cairan dapat dihitung dengan menggunakan cara perhitungan
balance cairan. Untuk menghitung IWL (Insensible Water Loss)
dengan rumus(15 x berat badan). Rumus balance cairan adalah
(intake-output). Input cairan antara lain air (makan dan minum),
cairan infus, injeksi, air metabolisme (hitung AM 5 x berat badan).
Sedangkan output cairan meliputi feses, urin, muntah, dan
perdarahan (Ambarwati, 2014).
52
kandungan vitamin C dan memiliki rasa manis. Buah jambu biji
merah memiliki kandungan vitamin C tertinggi, buah jambu biji
merah tergolong kedalam buah yang memiliki kandungan vitami C
terbanyak dari pada buah-buahan yang lainnya. Kandungan
vitamin C dapat menambah aliran saliva yang dapat mencegah
terjadinya kehausan. Selain dari buah jambu biji merah bisa juga
dengan mengkonsumsi nanas, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh mengonsumsi nanas terhadap laju aliran
saliva(Lewapadang, 2015).
e. Tindakan kelima yang dilakukan yaitu berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat. Menurut penelitian Merzah & Suhad (2013)
faktorfaktor pengobatan fokus pada penggunaan inhibitor sistem
reninangiotensic, asetilsalisilat asam, statin dan pengobatan anti-
oksidan untuk mencegah aksi inflamasi sitokin yang memiliki
kemampuan untuk mengaktifkan mekanisme peradangan. Dalam
pemberian obat spironolactone dan injeksi furosemid diberikan tiap
24 jam ini termasuk dalam terapi diuretik, yang berguna untuk
meningkatkan aliran urin guna mencegah keadaan oliguria, untuk
menurunkan kelebihan beban cairan, dan furosemid terbukti
bermanfaat untuk mencegah sumbatan di tubulus (Morton, 2014).
53
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
1. PENGKAJIAN
NIM :
IDENTITAS
Nama/Inisial : Tn. D No.RM :
Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/ Bangsa :
Umur : 54 tahun Status Perkawinan :
Agama : Penanggung jawab :
Pendidikan : Hubungan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat : Alamat :
RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat Kesehatan Sekarang :
Tampak selang nefrostomi kiri dan kanan. Pada saat dilakukan HD pasien mengalami
penurunan kesadaran, sesak, dan batuk. Klien terpasang alat bantu nafas ventilator
dan NGT. Hasil pemeriksaan foto thorax menunjukkan terdapat infiltrat, pneumonia
susp efusi pleura pada paru kiri.
54
sejak 2 tahun yang lalu dan pasien disarankan untuk operasi, namun pasien
menolak. Pasien memiliki penyakit hipertensi sejak 5 tahun lalu namun tidak pernah
dikontrol.
BREATHING
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten
Nafas : Spontan Tidak Spontan
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing Tidak Ada
Muntahan Darah Oedema
Gerakan dinding dada: Simetris Asimetris
RR : 10x/mnt
Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal
Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur
Jenis : Dispnoe Kusmaul Cyene Stoke Lain… …
Sesak Nafas : Ada Tidak Ada
Pernafasan Cuping hidung Ada Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas : Ada Tidak Ada
Deviasi Trakea : Ada Tidak Ada
Pernafasan : Pernafasan Dada Pernafasan Perut
Batuk : Ya Tidak ada
Sputum: Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume: ... … Bau: … …
Tidak
Emfisema S/C : Ada Tidak Ada
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada
Vesikuler Stidor Wheezing Ronchi
Alat bantu nafas: OTT ETT Trakeostomi
Ventilator, Keterangan: mode SIMV PS dengan
55
FiO2 80%, Peep 5, Peak pressure dalam rentang 13-18, tidal volume
dalam rentang 315-500, SaO2 dalam rentamg 97- 100%.
Oksigenasi : ... ... lt/mnt Nasal kanul Simpel mask Non RBT mask
RBT Mask Tidak ada
Penggunaan selang dada : Ada Tidak Ada
Drainase :
Trakeostomi : Ada Tidak Ada
Kondisi trakeostomi:
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
BLOOD
Nadi : Teraba Tidak teraba N: 112x/mnt
Irama Jantung :
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Pucat : Ya Tidak
Sianosis : Ya Tidak
CRT : < 2 detik > 2 detik
Akral : Hangat Dingin S: ... ...C
Pendarahan : Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc Tidak
Turgor : Elastis Lambat
Diaphoresis: Ya Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar
JVP:
CVP: terpasang dengan tekanan 12.5 cmH20
Suara jantung:
IVFD : Ya Tidak, Jenis cairan: … …
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
BRAIN
Kesadaran: Composmentis Delirium Somnolen Apatis Koma
56
GCS : Eye ... Verbal ... Motorik ...
Pupil : Isokor Unisokor Pinpoint Midriasis
Refleks Cahaya: Ada Tidak Ada
Refleks Muntah: Ada Tidak Ada
Refleks fisiologis: Patela (+/-) Lain-lain … …
Refleks patologis : Babinzky (+/-) Kernig (+/-) Lain-lain ... ...
Refleks pada bayi: Refleks Rooting (+/-) Refleks Moro (+/-)
(Khusus PICU/NICU) Refleks Sucking (+/-)
Bicara : Lancar Cepat Lambat
Tidur malam : … … jam Tidur siang : … … jam
Ansietas : Ada Tidak ada
Nyeri : Ada Tidak ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
BLADDER
Nyeri pinggang: Ada Tidak
BAK : Lancar Inkontinensia Anuri
Nyeri BAK : Ada Tidak ada
Frekuensi BAK : … … Warna: keruh Darah : Ada Tidak ada
Kateter : Ada Tidak ada, Urine output: ... ...
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
BOWEL
Keluhan : Mual Muntah Sulit menelan
TB : ... ...cm BB : ... ...kg
Nafsu makan : Baik Menurun
Makan : Frekuensi ... ...x/hr Jumlah : ... ... porsi
Minum : Frekuensi ... ... gls /hr Jumlah : ... ... cc/hr
NGT: terpasang
Abdomen : Distensi Supel ........
57
Bising usus:
BAB : Teratur Tidak
Frekuensi BAB : ... ...x/hr Konsistensi: ... ... .. Warna: ... ... darah (+/-)/lendir(+/-)
Stoma:
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
(Muskuloskletal & Integumen)
4; Tergantung total
Berpakaian :0 1 2 3 4
Mobilisasi di tempat tidur :0 1 2 3 4
Berpindah :0 1 2 3 4
Ambulasi :0 1 2 3 4
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
Leher :
Dada : Perkusi redup, sura nafas vesikuler, ronkhi basah
(crackles) pada bagian kiri bawah. Foto thorax menunjukkan terdapat infiltrat,
pneumonia susp efusi pleura pada paru kiri.
Abdomen dan Pinggang :
Pelvis dan Perineum :
Ekstremitas :. Terdapat edema pada ekstremitas atas dan bawah
+/+ dengan grade 3
Masalah Keperawatan:
PsikoSosialKultural
Citra diri / body image
Identitas
Peran
Ideal diri / harapan
Harga diri
Sosial /interaksi
Spiritual
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan AGD : pH : 7,44, PaO2 : 80, HCO3 : 21, PCO2 : 30.
Pemeriksaan foto thorax terdapat infiltrat, pneumonia susp efusi pleura pada
paru kiri.
Terapi
Terapi yang didapatkan NorAdrenalin : 0,3 mg/kgbb/jam, lasik : 20 mg/jam,
59
paracetamol : 4 x 1 gt. Meronem : 3 x 1 gr, dan midazolam : 3 mg/jam yang
diberikan melalui syringe pump.
2. ANALISA DATA
60
PCO2 : 30.
- Perkusi redup, suara nafas
vesikuler, ronkhi basah
(crackles) pada bagian kiri
bawah.
- Akral terlihat pucat
- Hasil pemeriksaan foto
thorax menunjukkan
terdapat infiltrat,
pneumonia susp efusi
pleura pada paru kiri.
2. DS :- Gangguan Kelebihan Volume
Mekanisme Cairan
DO : Regulasi
- Klien tampak terpasang
selang nefrostomi kiri
- Terdapat edema pada
ekstremitas atas dan
bawah + / + dengan
grade 3.
- Hasil pemeriksaan foto
thorax menunjukkan
terdapat infiltrat,
pneumonia susp efusi
pleura pada paru kiri.
- Klien terpasang CVP
dengan tekanan 12.5
cmH20
- MAP dalam rentang 55-
61
110 mmHg,
- TTV
TD : 150/100 mmHg
RR : 10 x/m
ND : 112 x/m
3. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
62
6. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
7. Berikan
bronkadilator bila
perlu
8. Berikan pelembab
udara
9. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
10. Monitor respirasi
dan status O2
11. Monitor suara
nafas seperti
dengkur
12. Monitor pola nafas
: bradipnea,
takipnea,
hiperpentilasi.
13. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
14. Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya.
2. Kelebihan Tujuan : 2x24 jam masalah 1. Pertahankan
volume cairan teratasi catatan intake
berhubungan KH : output yang akurat
dengan 1. Terbebas dari edema, 2. Pasang urin kateter
gangguan efusi. jika diperlukan
mekanisme 2. Bunyi nafas bersih, 3. Monitor hasil Hb
regulasi tidak ada apneu yang sesuai dengan
3. Memelihara tekanan retensi cairan
vena sentral, tekanan (BUN, Hmt,
kapiler paru, dan vital Osmolalitas urin)
sign dalam batas 4. Monitor status
normal hemodinamik
4. Menjelaskan termasuk CVp,
indikator kelebihan MAP, PAP, dan
63
cairan PCWP
5. Monitor vital sign
6. Monitor indikasi
retensi/kelebihan
cairan ( crales, cvp,
edema, asites).
7. Kaji lokasi dan
luas edema
8. Monitor masukan
makanan / cairan
dan hitung intake
ouput
9. Kolaborasi dengan
dokter jika tanda
cairan berlebihan
muncul memburuk
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ginjal merupakan bagian systerma urinarius yang terletak irongga
retroperitoneum pada belakang dinding abdomen.ginjal mempunyai facies
anterior dan facies posterior margo medialis dan margo lateralis.pada
mergo medialis terdapat hilus renalis.
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar menjalankan sistem
regulatorik dan eksretorik yaitu : 1) Filtrasi glomerulus, 2) Reabsorbsi
tubulus, 3) Rekresi tubulus.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan
ganguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
64
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth 2002).
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas
dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut: LFG
(ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma
(mg/dl).
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi gagal ginjal kronik
yang cukup tinggi yaitu sekitar 30,7 juta penduduk.menurut pt askes ada
sekitar 14,3 juta orang indonesia gagal ginjal tahap akhir saat ini
mengjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 perjumlah penduduk
jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025.
4.2 Saran
65
DAFTAR PUSAKA
66
6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative
Anemias in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1.
McGraw-Hill Companies : 2005;586-92
67