Anda di halaman 1dari 45

Judul : Kecemasan Dalam Menghadapi Kesiapan Kerja Pada Mahasiswa Semester Akhir.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan dan Perkembangan jaman dalam kehidupan modern dewasa


ini semakin cepat. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang semakin pesat dan semakin canggih. Kemajuan ini tentu
membantu meringankan tugas- tugas dan pekerjaan manusia di segala
bidang kehidupan. Kemajuan jaman ini akhirnya memberikan banyak
manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Namun, selain kemajuan itu
membantu manusia, dibalik itu manusia juga dihadapkan pada
tantangan untuk mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya yang
semakin kompleks. Kehidupan di era modern yang semakin kompleks
ini menuntut kita untuk memiliki kesiapan dan ketangguhan fisik
maupun psikologis. Kita juga dituntut untuk memiliki ketangguhan
akademis maupun non akademis yang sesuai dengan bidangnya.
Memiliki ketangguhan mental dan kualitas pribadi yang unggul akan
sangat membantu seseorang dalam menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Era globalisasi dewasa ini menjadikan waktu di dunia ini
berjalan dengan cepat dan menuntut kualitas pribadi seseorang
dalam banyak hal. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya
perubahan pada dunia kerja yang mengarah kepada sistem
pengembangan SDM yang bersifat profesional. Situasi ini membuat
kompetisi dan persaingan dalam mencari pekerjaan menjadi
terbuka lebar. Di dalam dunia kerja kita harus mau berkompetisi,
karena pasar kerja dewasa ini

semakin ketat. Dunia kerja membutuhkan kompetensi dari dalam


diri kita seperti pengetahuan, keterampilan dan kesiapan mental.
Perlu kita sadari bahwa persaingan di dunia kerja terjadi dimana-
mana, semua pihak berusaha untuk menjadi yang terbaik. Untuk
menjadi yang terbaik tentulah dibutuhkan sumber daya manusia
yang handal, profesional, berkualitas dan memiliki pengalaman.
Dunia kerja merupakan dunia yang akan segera dimasuki
oleh seorang mahasiswa semester akhir yang telah menyelesaikan
kuliahnya di sebuah perguruan tinggi. Mencari pekerjaan adalah
tugas baru bagi seorang mahasiswa yang telah selesai menempuh
pendidikannya. Mencari pekerjaan boleh dikatakan bukanlah
sesuatu hal yang mudah, disini seseorang membutuhkan usaha dan
strategi yang kuat untuk meraihnya. Kompetensi dan persaingan
yang ketat, membuat masing-masing pribadi berusaha
meningkatkan kualitas pribadinya terutama kualitas pendidikan
yang dimiliki serta kemampuan soft skill yang menunjang jenis
pekerjaan yang diminatinya. Boleh dikatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin luas pula
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.

Kesempatan berkerja ke depan disyaratkan adanya kompetensi


pada masing-masing pribadi pelamar kerja sesuai dengan
bidangnya. Hal ini sangat penting dikarenakan keahlian yang
dimiliki oleh seseorang harus dapat dipertanggungjawabkan di
mata perusahaan atau institusi yang telah menerimanya bekerja.
Seorang pelamar kerja jelas harus profesional dan benar-benar
menguasai bidang yang ditekuninya, disamping itu seiring
berjalannya waktu menuntut juga adanya multi skill dan kualitas
pribadi. Seseorang yang mempunyai kualitas pribadi dan keahlian
yang lebih bagi perusahaan atau institusi hal ini sangat
menguntungkan karena yang bersangkutan mempunyai beberapa
keahlian. Pribadi yang profesional akan dinamis dalam
meningkatkan pengembangan pribadinya, karena tidak ada satupun
aturan yang menghambat seseorang untuk dapat berkarier,
disamping itu menuntut seseorang harus selalu dalam kondisi prima
dan masih dapat dikembangkan untuk menghadapi tantangan
kedepan.
Apabila seorang mahasiswa semester akhir memiliki
kriteria pencari kerja yang baik dan kualitas pribadi yang memadai,
niscaya hal ini akan membuatnya merasa percaya diri untuk
memasuki dunia kerja. Namun, apabila ia tidak memiliki kriteria
pencari kerja yang baik dan kualitas yang memadai, bukan tidak
mungkin ia akan mengalami kecemasan untuk memasuki dunia
kerja karena kualitas yang dimilikinya belum mencukupi.
Kecemasan yang dimilikinya, bukan tidak mungkin disebabkan
oleh dunia kerja yang akan dimasukinya belum dapat menjanjikan
apa-apa bagi dirinya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
kepastian untuk diterima di sebuah perusahaan atau instansi, gaji
yang cukup serta kepastian lama masa kerja. Jangankan pencari
kerja yang tingkat pendidikannya rendah, pelamar yang berstatus
sarjana pun kadang pesimis dalam menghadapi dunia kerja yang
penuh tantangan saat ini.
Kecemasan menghadapi kesiapan kerja adalah perasaan
khawatir yang dialami seseorang ketika memasuki dunia kerja
Biasanya kecemasan ini dialami bagi mereka yang baru saja
menyelesaikan studi pendidikannya atau fresh graduate dan adanya
keinginan untuk mencari pekerjaan sesuai dengan latar belakang
pendidikan yang dimiliki. Fresh graduate adalah masa dimana
seorang mahasiswa lulus kuliah dan bersiap untuk memasuki dunia
kerja (Kusuma, 2010).

Kecemasan dalam memasuki dunia kerja biasanya dialami oleh


seorang fresh graduate, karena dunia kerja adalah dunia yang belum
pernah dimasuki oleh mereka. Kecemasan ini bisa disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain membayangkan kepastian mendapatkan
pekerjaan, cemas menghadapi panggilan wawancara kerja, cemas
karena ketidakjelasan bidang kerja yang diminati/mau diambil serta
cemas memikirkan keharusan untuk segera mendapat pekerjaan tetap,
sementara usia semakin bertambah. (Juliarti, 2007).
Feldman, Olds dan Papalia (2008) menyebutkan jika memilih melanjutkan
pendidikan atau memasuki dunia kerja merupakan masalah yang dialami oleh
mahasiswa setelah menyelesaikan pendidikan tinggi. Mahasiswa yang memilih
memasuki dunia kerja setelah lulus akan dihadapkan pada status baru sebagai pencari
kerja atau pengangguran.
Mahasiswa semester akhir dituntut memiliki kesiapan mental dalam memasuki
dunia kerja. Apabila seorang mahasiswa merasa tidak mampu mempersiapkan diri
dengan baik, ia cenderung akan memiliki kecemasan dalam memasuki dunia kerja.
Kecemasan dalam menghadapi dunia kerja pada mahasiswa semester akhir
dipengaruhi oleh berbagai macam hal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Permasalahan yang telah dijabarkan , dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut
- Bagaimana dinamika kecemasan pada mahasiswa semester akhir dalam
menghadapi kesiapan kerja ?
- Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecemasan dalam kesiapan kerja
pada mahasiswa semester akhir?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan penjelasan mengenai kecemasan
dalam menghadapi dunia kerja pada mahasiswa semester akhir.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan yang


bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa semester
akhir, dimana dengan hasil penelitian ini mahasiswa semester
akhir diharapkan mampu mengembangkan kepercayaan diri dan
potensi mereka ketika menghadapi dunia kerja. Tujuannya
adalah agar mereka lebih mampu mengoptimalkan kemampuan
pribadinya dalam mempersiapkan diri serta meminimalisir
kecemasan dalam menghadapi dunia kerja.
2. Bagi Disiplin Ilmu Psikologi

Setelah mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi


kecemasan pada mahasiswa semester akhir dalam menghadapi
dunia kerja, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
tenaga pengajar psikologi perkembangan dam psikologi klinis
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas kepercayaan
diri pada mahasiswa.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. KECEMASAN
1. Pengertian Kecemasan
Kartono (1992) mendefinisikan kecemasan sebagai semacam kegelisahan,
kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas atau kabur.
Dapat berupa perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan
mengenai masa- masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan
tersebut Begitu juga dengan Hurlock (1996), mengatakan bahwa
kecemasan merupakan suatu kekhawatiran umum mengenai suatu
peristiwa yang tidak jelas atau tentang peristiwa yang akan datang.
Kecemasan adalah kondisi jiwa yang penuh dengan ketakutan dan
kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan
dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh.
Deskripsi umum akan kecemasan yaitu “ perasaan tertekan dan
tidak tenang, serta berpikiran kacau dengan disertai banyak penyesalan”.
Hal ini sangat berpengaruh pada tubuh, hingga tubuh dirasa menggigil,
menimbulkan banyak keringat, jantung berdegup cepat, lambung terasa
mual, tubuh terasa lemas, kemampuan berproduktivitas berkurang,
hingga banyak manusia yang melarikan diri kealam imajinasi sebagai
bentuk terapi sementara.
Lazarus (1976) mengatakan kecemasan merupakan suatu respon dari
pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan
gelisah, khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari
emosi seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak
menyenangkan yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi
tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan
biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia
mengalami kecemasan.
Jadi ,kesimpulannya Kecemasan adalah kondisi jiwa yang penuh dengan
ketakutan dan
kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan
dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh. Hal ini
dapat berpengaruh ke tubuh yang menyebabkan tubuh
mengigil,menimbulkan banyak keringat, jantung berdegup cepat, lambung
terasa mual, tubuh terasa lemas, kemampuan berproduktivitas berkurang,
hingga banyak manusia yang melarikan diri kealam imajinasi sebagai
bentuk terapi sementara.

2. Aspek-aspek Kecemasan
Menurut Daradjat (1990) aspek -aspek kecemasan terbagi menjadi dua
bentuk, yaitu: aDA) fisiologis: bentuk reaksi fisiologis berupa detak
jantung meningkat, pencernaan tidak teratur, keringat berlebihan, ujung-
ujung jari terasa dingin, sering buang air kecil, tidur tidak nyenyak, kepala
pusing, nafsu makan hilang dan sesak nafas; b) psikologis: yang terbagi
menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Aspek kognitif
Termasuk dalam aspek ini adalah tidak mampu memusatkan perhatian
2. Aspek afektif
Termasuk dalam aspek ini antara lain : takut, merasa dirinya akan
ditimpa bahaya.
Aspek-aspek lain menurut Rosenhan dan Seligman (1989) meliputi: a)
somatic, yaitu reaksi tubuh terhadap bahaya; b) kognitif, yaitu respon
terhadap kecemasan dalam pikiran manusia; c) emosi, yaitu perasaan
manusia yang mengakibatkan individu secara teru-menerus khawatir,
merasa takut terhadap bahaya yang mengancam; dan d) perilaku, yaitu
reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap ancaman dengan
menghindar atau menyerang. Dalam penelitian ini, kecemasan dalam
menghadapi masa pembebasan pada narapidana adalah kecemasan yang
belum terwujud, hanya ada rasa khawatir yang berlebihan. Kecemasan
terjadi adanya pemikiran yang mendukung untuk terus-merasa khawatir
sesuai dengan aspek-aspek kecemasan menurut Rosenhan dan Seligman
(1989).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan.

Adler dan Rodman ( dalam Ghufron, 2010) menyatakan


terdapat dua faktor yang menmyebabkan adanya kecemasan, yakni
pengalaman yang negatif pada masa lalu dan pikiran yang tidak
rasional.

1. Pengalaman negatif pada masa lalu

Pengalaman ini merupakan hal yang tidak menyenangkan


pada masa lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi
pada masa mendatang, apabila seseorang menghadapi
situasi atau kejadian yang sama dan juga tidak
menyenangkan, misalnya pernah gagal dalam tes. Hal
tersebut merupakan pengalaman umum yang menimbulkan
kecemasan seseorang dalam menghadapi tes.
2. Pikiran yang tidak rasional

Para psikolog memperdebatkan bahwa kecemasan terjadi


bukan karena suatu kejadian, melainkan kepercayaan atau
keyakinan tentang kejadian itulah yang menjadi penyebab
kecemasan. Ellis (dalam Ghufron & Risnawati,2014)
memberi daftar kepercayaan atau keyakinan kecemasan
sebagai contoh dari pikiran yang tidak rasional yang
disebut buah pikiran yang keliru, yakni kegagalan
katastropik, kesempurnaan, persetujuan, dan generalisasi
yang tidak tepat.
a. Kegagalan katastropik
Kegagalan katastropik, yakni adanya asumsi dari
dalam diri seseorang bahwa akan terjadi sesuatu
yang buruk pada dirinya. Individu mengalami
kecemasan dan perasaan-perasaan ketidakmampuan
serta tidak sanggup mengatasi permasalahan.
b. Kesempurnaan

Setiap orang menginginkan kesempurnaan. individu


ini mengharapkan dirinya berperilaku sempurna dan
tidak cacat. Ukuran kesempurnaan dijadikan target
dan sumber inspirasi bagi setiap orang. Apabila
target ukuran kesempurnaan itu tidak tercapai, orang
tersebut akan mengalami kecemasan.
c. Persetujuan

Persetujuan adanya keyakinan yang salah


didasarkan pada ide bahwa terdapat hal virtual yang
tidak hanya diinginkan, melainkan juga untuk
mencapai persetujuan dari orang lain.
d. Generalisasi tidak tepat

Keadaan ini juga memberi istilah generalisasi yang


berlebihan. Hal ini terjadi pada orang yang
mempunyai sedikit pengalaman.

(Ghufron, 2010) menjelaskan bahwa secara umum faktor-


faktor yang meyebabkan timbulnya kecemasan adalah faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat
religiusitas yang rendah, rasa pesimistis, takut gagal, pengalaman
negatif masa lalu dan pikiran yang tidak rasional. Sedangkan faktor
eksternal adalah seperti kurangnya dukungan sosial.
1
0

B. KESIAPAN KERJA
1. Kesiapan kerja
Pengertian Kesiapan Kerja Kesiapan menurut kamus psikologi adalah
“Tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang
menguntungkan untuk mempraktikkan sesuatu” (Chaplin, 2001). Dikemukakan
juga bahwa “kesiapan meliputi kemampuan untuk menempatkan dirinya jika
akan memulai serangkaian gerakan yang berkaitan dengan kesiapan mental dan
jasmani”. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Slameto (2010) yang
mendefinisikan kesiapan sebagai berikut: Kesiapan adalah keseluruhan kondisi
yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban di dalam cara tertentu
terhadap suatu kecenderungan untuk memberi respon. Kondisi mencakup
setidaktidaknya tiga aspek yaitu: (1) kondisi fisik, mental dan emosional, (2)
kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan, (3) keterampilan, pengetahuan dan
pengertian lain yang telah dipelajari. Menurut Dalyono (2005) “Kesiapan
adalah kemampuan yang cukup baik fisik dan mental. Kesiapan fisik berarti
tenaga yang cukup dan kesehatan yang baik, sementara kesiapan mental,
memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk melakukan suatu kegiatan”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “kerja diartikan sebagai kegiatan
untuk melakukan sesuatu yang dilakukan atau diperbuat dan sesuatu yang
dilakukan untuk mencari nafkah, mata pencaharian. Menurut B. Renita (2006)
kerja dipandang dari sudut sosial merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
upaya untuk mewujudkan kesejahteraan umum, terutama bagi orang-orang
terdekat (keluarga) dan masyarakat, untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan, sedangkan dari sudut rohani/religius, kerja adalah
suatu upaya untuk mengatur dunia sesuai dengan kehendak Sang Pencipta,
dalam hal ini, bekerja merupakan suatu komitmen hidup yang harus
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Menurut Dewa Ketut (1993) “kerja
adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, jabatan-jabatan dan
kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja”. Menurut
Kartini (1991), Kesiapan Kerja adalah kemampuan seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja
guna menghasilkan barang atau jasa. Herminanto Sofyan (1986) juga
berpendapat bahwa “Kesiapan Kerja adalah kemampuan seseorang untuk
1
1
menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu, tanpa mengalami kesulitan dan
hambatan dengan hasil yang baik”, sedangkan menurut Moh. Thayeb (1998),
Kesiapan Kerja adalah daftar perilaku yang bersangkutan dengan
mengidentifikasi, memilih, merencanakan dan melaksanakan tujuantujuan
bekerja yang tersedia bagi individu tertentu sesuai dengan usia
perkembangannya.
Menurut Dewa Ketut (1993) Kesiapan Kerja adalah kemampuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan masyarakat serta
sesuai dengan potensi-potensi siswa dalam berbagai jenis pekerjaan tertentu
yang secara langsung dapat diterapkannya. Kesiapan Kerja seseorang bukan
hanya sekedar pekerjaan apa yang telah dijabatnya, melainkan suatu pekerjaan
atau jabatan yang benar-benar sesuai dan cocok dengan potensi-potensi diri dari
orang-orang yang menjabatnya, sehingga setiap orang yang memegang
pekerjaan yang dijabatnya tersebut akan merasa senang untuk menjabatnya dan
kemudian mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan
prestasinya, mengembangkan potensi dirinya, lingkungannya, serta sarana
prasarana yang diperlukan dalam menunjang pekerjaan yang sedang dijabatnya.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
Kesiapan Kerja adalah keseluruhan kondisi individu yang meliputi kematangan
fisik, mental dan pengalaman serta adanya kemauan dan kemampuan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan atau kegiatan. Kesiapan Kerja meliputi
keinginan dan kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dan
mengusahakan suatu kegiatan tertentu, dalam hal ini bergantung pada tingkat
kematangan, pengalaman masa lalu, keadaan mental dan emosi seseorang.
Sebelum melewati kematangan dan tingkah laku, Kesiapan Kerja tidak dapat
dimiliki walaupun melalui latihan yang intensif dan bermutu.
2.Ciri-ciri Kesiapan kerja
Ciri-ciri seseorang mempunyai kesiapan kerja menurut Sukirin
yang dikutib Herminanto Sofyan (1991) bahwa untuk mencapai
tingkat kesiapan kerja dipengaruhi oleh tiga hal meliputi:
1) Tingkat kematangan
Tingkat menunjukkan pada proses perkembangan atau
pertumbuhan yang sempurna, dalam arti siap digunakan.
Kesiapan dibedakan menjadi kesiapan fisik yang
1
2
berhubungan dengan pertumbuhan fisik dan kesiapan mental
yang berhubungan dengan aspek kejiwaan.
2) Pengalaman
Pengalaman merupakan pengalaman - pengalaman yang
diperoleh berkaitan dengan lingkungan, kesempatan-
kesempatan yang tersedia, dan pengaruh dari luar yang tidak
sengaja. Pengalaman merupakan salah satu faktor penentu
kesiapan karena dapat menciptakan suatu lingkungan yang
dapat dipengaruhi perkembangan kesiapan seseorang.
3) Keadaan mental dan emosi yang serasi
Keadaan mental dan emosi yang serasi meliputi keadaan
kritis, memiliki perimbangan-pertimbangan yang logis,
obyektif, bersikap dewasa dan emosi terkendali, kemauan
untuk bekerja dengan orang lain, mempunyai kemampuan
untuk menerima, kemauan untuk maju serta
mengembangkan keahlian yang dimiliki.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja

Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi


kesiapan mencakup tiga aspek, yaitu: (1) Kondisi fisik, mental
dan emosional, (2) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan, (3)
Keterampilan, pengetahuan dan pengertian lain yang telah
dipelajari. Ketiga aspek tersebut akan mempengaruhi kesiapan
seseorang untuk berbuat sesuatu. Disebutkan pula oleh Slameto
(2010: 115), bahwa “pengalaman-pengalaman mempunyai
pengaruh yang positif terhadap kesiapan”. Menurut Kartini
(1991), faktor-faktor yang mempengaruhi Kesiapan Kerja adalah
faktor-faktor dari dalam diri sendiri (intern) dan faktor-faktor
dari luar diri sendiri (ekstern). Faktor-faktor dari dalam diri
sendiri meliputi, kecerdasan, ketrampilan dan kecakapan, bakat,
kemampuan dan minat, motivasi, kesehatan, kebutuhan
psikologis, kepribadian, cita-cita, dan tujuan dalam bekerja,
sedangkan faktorfaktor dari luar diri sendiri meliputi, lingkungan
keluarga (rumah), lingkungan dunia kerja, rasa aman dalam
1
3
pekerjaannya, kesempatan mendapatkan kemajuan, rekan
sekerja, hubungan dengan pimpinan, dan gaji. Sejalan yang
dikemukakan oleh Herminanto (1986: 6) “faktor yang
mempengaruhi kesiapan mental kerja adalah prestasi belajar,
keadaan ekonomi orang tua, bimbingan sosial, bimbingan karier,
dan pengalaman kerja siswa”. Menurut Dewa Ketut (1993)
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kesiapan Kerja,
diantaranya: 1) Faktor-faktor yang bersumber pada diri individu,
yang meliputi:
a) Kemampuan intelejensi
Setiap orang memiliki kemampuan intelegensi berbeda-
beda, di mana orang yang memiliki taraf intelejensi yang
lebih tinggi akan lebih cepat memecahkan permasalahan
yang sama bila dibandingkan dengan orang yang memiliki
taraf intelejensi yang lebih rendah. Kemampuan intelejensi
yang dimiliki oleh individu memegang peranan penting
sebagai pertimbangan apakah individu tersebut memiliki
kesiapan dalam memasuki suatu pekerjaan.
b) Bakat
Bakat adalah suatu kondisi, suatu kualitas yang dimiliki individu
yang memungkinkan individu tersebut untuk berkembang pada
masa mendatang, sehingga perlu diketahui sedini mungkin
bakat-bakat peserta didik SMK untuk mempersiapkan peserta
didik sesuai dengan bidang kerja dan jabatan atau karir setelah
lulus dari SMK.
c) Minat
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari kombinasi,
perpaduan dan campuaran dari perasaan, harapan, prasangka,
cemas, takut, dan kecenderungan-kecenderungan lain untuk bisa
mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Minat
sangat besar pengaruhnya dalam mencapai kesiapan dan prestasi
dalam suatu pekerjaan serta pemilihan jabatan atau karir.
d) Motivasi
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang
1
4
yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan. Motivasi sangat besar pengaruhnya untuk
mendorong peserta didik dalam memasuki dunia kerja sehingga
menciptakan kesiapan dari dalam dirinya untuk bekerja.
e) Sikap
Sikap adalah suatu kesiapan pada seseorang untuk bertindak
secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif dari dalam
diri individu tentang suatu pekerjaan atau karir akan berpengaruh
terhadap kesiapan individu tersebut untuk melakukan suatu
pekerjaan.
f) Kepribadian
Kepribadian seseorang memiliki peranan penting yang
berpengaruh terhadap penentuan arah pilih jabatan dan kesiapan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
g) Nilai
Nilai-nilai yang dianut oleh individu berpengaruh terhadap
pekerjaan yang dipilihnya dan prestasi dalam pekerjaan sehingga
menimbulkan kesiapan dalam dirinya untuk bekerja.
h) Hobi atau kegemaran
Hobi adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan individu
karena kegiatan tersebut merupakan kegemaranya atau
kesenangannya. Hobi yang dimiliki seseorang akan menentukan
pemilihan pekerjaan sehingga menimbulkan kesiapan dalam
dirinya untuk bekerja.
i) Prestasi
Penguasaan terhadap materi pelajaran dalam pendidikan
yang sedang ditekuninya oleh individu berpengaruh
terhadap kesiapan kerja individu tersebut.

j) Keterampilan Keterampilan adalah kecakapan dalam


melakukan sesuatu. Keterampilan seseorang akan mempengaruhi
kesiapan untuk melakukan suatu pekerjaan.
1
5

k) Penggunaan waktu senggang Kegiatan-kegiatan yang


dilakukan oleh peserta didik di luar jam pelajaran di sekolah
digunakan untuk menujang hobinya atau untuk rekreasi.
l) Aspirasi dan pengetahuan sekolah atau pendidikan sambungan
Aspirasi dengan pendidikan sambungan yang diinginkan yang
berkaitan dengan perwujudan dari cita-citanya.
m) Pengetahuan tentang dunia kerja
Pengetahuan yang sementara ini dimiliki anak, termasuk dunia
kerja, persyaratan, kualifikasi, jabatan struktural, promosi
jabatan, gaji yang diterima, hak dan kewajiban, tempat pekerjaan
itu berada, dan lain-lain.
n) Pengalaman kerja
Pengalaman kerja yang pernah dialami siswa pada waktu duduk
di sekolah atau di luar sekolah yang dapat diperoleh dari Praktik
Kerja Industri.
o) Kemampuan dan keterbatasan fisik dan penampilan lahiriah
Kemampuan fisik misalnya badan kekar, tinggi dan tampan,
badan yang kurus dan pendek, penampilan yang tidak sesuai
etika dan kasar.
p) Masalah dan keterbatasan pribadi
Masalah adalah problema yang timbul dan bertentangan dalam
diri individu, sedangkan keterbatasan pribadi misalnya mau
menang sendiri, tidak dapat mengendalikan diri, dan lain-lain.
C.MASA DEWASA AWAL
1. Pengertian Masa Dewasa Awal
Masa dewasa bila dilihat dari sudut pandang pendidikan berarti
adalah masa dimana dicapainya kemasakan kognitif, afektif dan
psikomotor sebagai hasil ajar latih yang ditunjang kesepian.
Sementara secara biologis dan psikologis, masa dewasa di
artikan sebagai suatu keadaannya bertumbuhnya ukuran-ukuran
tubuh dan mencapai kekuatan maksimal serta siap bereproduksi,
dan dapat memainkan peranannya bersama dengan individu-
individu lain dalam masyarakat. Menurut Kartini Kartono masa
1
6
kedewasaan dimulai setelah berakhirnya masa adolescence,
kedewasaan dapat diartikan sebagai satu pertanggung jawaban
penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas nasib sendiri
dan atas pembentukan diri sendiri. Ciri-ciri kedewasaan adalah:
a. Mulai memahami konstitusi diri sendiri. Timbul semacam
ma’rifat diri dengan mana ia memahami ”being” atau keadaan
sendiri dan batasbatas kemampuannya. Atas pemahaman ini ia
mulai merencanakan suatu pola hidup bagi masa depan. b.
Teratur, dalam pengertian diatur suatu mekanisme regulasi diri,
agar semua fungsi kejiwaan berlangsung secara cermat dan
mengarah pada satu tujuan pasti.
2. Batasan Usia Dewasa Awal
Tidak ada kesepakatan tentang kapan masa remaja ditinggalkan
dan masa dewasa dimasuki. Tetapi beberapa kriteria telah
diajukan terkait dengan tugas-tugas perkembangan usia dewasa
awal. Negara-negara seperti Belanda dan Indonesia menganggap
usia 21 tahun sebagai batas kedewasaan. Hal itu dikarenakan
usia ini adalah usia seseorang mendapatkan hak-haknya sebagai
warga negara.Masa dewasa awal dimulai sejak berakhirnya masa
remaja. Erickson membatasi masa dewasa adalah usia 20 tahun
ke atas. Sedangkan Havighurst mengungkapkan masa dewasa
dimulai pada usia 18 tahun sampai seterusnya. Tapi Buhler
menyatakan bahwa masa dewasa dimulai pada usia 24 tahun.
Hurlock menyampaikan bahwa masa dewasa dini dimulai pada
umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-
perubahan fisik dan psikologis yang menyertai kemampuan
berkurangnya kemampuan reproduktif. Diane menyatakan
bahwa penentuan batasan usia sering kali berbeda-beda karena
adanya perbedaan lingkungan masyarakat dan perbedaan waktu.
Tetapi kebanyakan penelitian membagi masa dewasa menjadi 3
tahap, yaitu dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun, dewasa
pertengahan usia 40 sampai 65 tahun, dan dewasa lanjut adalah
usia 65 tahun ke atas. Dari berbagai pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa masa dewasa adalah merupakan periode
1
7
terpanjang dalam kehidupan manusia. Yaitu antara usia 18 tahun
sampai seterusnya. Sedangkan masa dewasa awal yaitu antara
usia 18 tahun sampai 40 tahun. Selain itu, masa dewasa tidak
hanya ditentukan oleh usia saja, tetapi yang lebih utama adalah
kemampuan dan kematangan kondisi psikologis dan mental
seseorang dalam menentukan sikap dan pilihan hidupnya tanpa
harus mengabaikan tuntuntan disekelilingnya.

3.Ciri-Ciri Masa Dewasa Awal


Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda
diharapkan memainkan peran baru, seperti peran menjadi orang tua dan
pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap, keinginankeinginan dan
nilai baru sesuai dengan tugas-tugas barunya. Penyesuaian diri ini menjadikan
periode ini suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang.
Periode ini menjadi sulit karena sebagai orang dewasa mereka diharapkan
dapat menyesuaikan diri secara mandiri, sementara selama masa kanak-kanak
mereka memiliki orang tua, guru dan teman yang banyak membantu dalam
menyesuaikan diri.22 Berikut ini adalah ciri-ciri masa dewasa awal menurut
Hurlock
a. Masa dewasa dini sebagai “masa pengaturan”
Masa dewasa dapat disebut juga sebagai masa pengaturan atau
settle down. Yaitu usia dimana individu mulai memainkan
perannya sebagai orang dewasa. Pada usia ini seseorang akan
mulai meniti karier
dan juga membina rumah tangga, sekali seseorang menemukan
pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan
mengembangkan pola-pola perilaku sikap dan nilai-nilai yang
cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya.
b. Masa usia dini sebagai “usia reproduktif”
Apabila seseorang telah memasuki hidup berumah tangga dalam
akhir masa remaja, maka ia seharusnya mempersiapkan diri
mengambil perannya sebagai orang dewasa, khususnya dalam hal
1
8
melahirkan dan mengasuh anak, karena kemungkinan seluruh
masa dewasa din merupakan masa reproduksi.
c. Masa dewasa dini sebagai “masa bermasalah”
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang
harus dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi
utamanya berbeda dari masalah-masalah yang sudah di alami
sebelumnya. Masalah yang dihadapi biasanya berhubungan
dengan penyesuaian diri dalam berbagai aspek utama kehidupan
orang dewasa, masalah ini biasanya disebabkan oleh faktor-faktor
yang berhubungan dengan intern individu sendiri, lingkungan
sosial termasuk orang tua, serta kesempatan kerja dan lapangan
kerja yang tersedia.
d. Masa dewasa dini sebagai “masa ketegangan emosional”
Ketegangan emosional yang terjadi pada masa dewasa awal bisa
disebabkan karena seseorang mencoba untuk memahami
lingkungan baru yang mereka masuki, sehingga akan sedikit
kebingungan dan mengalami keresahan emosional. Umumnya
berhubungan dengan masalah-masalah seperti karir, perkawinan,
dan keuangan.
e. Masa dewasa dini sebagai “masa keterasingan sosial”

Masa dewasa akan membawa seseorang ke dalam pola


kehidupan sebagai orang dewasa, yaitu karir, perkawinan dan
rumah tangga, seiring dengan merenggangnya hubungan dengan
teman masa remaja dan berkurangnya keterlibatan dalam kegiatan
kelompok di rumah. Bagi seseorang yang semenjak kanak-kanak
dan remaja terbiasa tergantung pada persahabatan dalam
kelompok mereka merasa kesepian sewaktu tugas-tugas mereka
dalam rumah tangga maupun pekerjaan, memisahkan mereka dari
kelompoknya.

f. Masa dewasa dini sebagai “masa komitmen”


Pada saat menjadi dewasa seseorang akan mengalami
perubahan tanggung jawab dari seorang individu mengalami
perubahan tanggung jawab dari seorang individu yang sepenuhnya
1
9
tergantung pada orang tua menjadi orang dewasa mandiri. Maka
mereka menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab
baru dan membuat komitmen-komitmen baru.
g. Masa dewasa dini sering merupakan “masa ketergantungan”
Hal ini disebabkan karena meskipun telah resmi mencapai
status dewasa yang memberikan kebebasan untuk mandiri, akan
tetapi banyak orang muda yang masih tergantung pada orang lain
selama jangka waktu yang berbeda-beda, misalnya pada orang tua,
lembaga pendidikan ataupun pemerintahan yang memberikan
beasiswa atau pinjaman untuk biaya pendidikan.
h. Masa dewasa dini sebagai “masa perubahan nilai”
Penyebabnya adalah karena banyaknya nilai masa kanak-
kanak dan remaja yang berubah karena pengalaman dan hubungan
sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda usia, serta
karena nilai-nilai tersebut kini dilihat dari kacamata orang dewasa.
i. Masa dewasa dini sebagai “masa penyesuaian diri dengan cara
hidup baru” Diantara berbagai penyesuaian diri yang harus
dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling
umum adalah penyesuaian diri dari pada pola peran seks atas
dasar persamaan derajat yang menggantikan pembedaan pola
peran seks tradisional, serta pola-pola baru di tempat pekerjaan
khususnya pada unit-unit kerja yang besar dan impersonal di
bidang bisnis dan industri.
j. Masa dewasa dini sebagai “masa kreatif”
Bentuk kreatifitas yang nampak sesudah seseorang dewasa
akan tergantung pada minat dan kemampuan individual,
kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan
yang memberikan kepuasan yang sebesar-besarnya.
2
0
D.KECEMASAN DITINJAU DARI SIGMUND FREUD

Mahasiswa semester akhir adalah mahasiswa yang telah menjalani akhir masa
perkuliahan selama tujuh semester. Usia rata-rata para mahasiswa ini adalah 20 tahun keatas.
Usia ini termasuk dalam kategori usia dewasa awal. Sehingga tugas-tugas perkembangan
yang melekat pada diri mereka adalah tugas perkembangan masa dewasa awal ,seperti
menghadapi dunia kerja.

Meningkatnya jumlah pengangguran dengan lulusan perguruan tinggi pada tiap


tahunnya dikarenakan lulusan tersebut dinilai kurang memiliki pengalaman dalam dunia
kerja, nilai yang tidak memenuhi standar perusahaan dan tidak cukupnya kompetensi yang
dimiliki oleh sarjana (Rosliani & Ariati, 2016). Rasa cemas dalam menghadapi dunia kerja
karena kurang yakin dengan kompetensi yang dimiliki menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya rasa takut, khawatir, dan cemas pada mahasiswa tingkat akhir terhadap
kemungkinan mereka mendapatkan pekerjaan (Saidah, 2013).

Kecemasan juga dapat timbul dan dirasakan saat individu dihadapkan pada realita dan
tanggung jawab yang lebih besar dalam hidupnya. Seperti dengan bertambahnya usia, maka
individu mencapai pada proses pencarian kerja, memikirkan dan menata peluang karir dan
bersaing dengan para pencari kerja lainnya. Hal tersebut tidak sedikit menimbulkan perasaan
bingung dan cemas yang kurang menyenangkan sehingga menyertai perubahan baik secara
fisik dan perilaku. Individu menunjukkan perubahan seperti melakukan perilaku menghindar
dengan bermain game, berpergian, atau mencari kesibukan lainnya (Nugroho, 2010).

Teori kecemasan berdasarkan psikoanalisis klasik menurut Sigmund freud, Didasari


oleh suatu pemikiran berani yang mengungkapkan analogi dari kesamaan respon tubuh
selama serangan kecemasan dengan yang terlihat saat berhubungan seksual (palpitasi, nafas
berat). Teori ini dikemukakan sekitar tahun 1894 sebagai penyambung dari teori koitus
interuptus yang sebelumnya telah dikemukakan.1 Sebelumnya pada tahun 1890, Freud
melalui observasi klinisnya mengatakan bahwa kecemasan adalah hasil dari “libido yang
mengendap”. Freud ingin mengatakan bahwa peningkatan fisiologis dari tekanan seksual
mengarah kepada peningkatan libido yang merupakan representasi mental dari peristiwa
fisiologis tersebut. Pelepasan yang normal dari tekanan seksual ini menurut pandangan Freud
adalah melalui hubungan seksual. Sedangkan banyak praktek seksual yang menurut Freud
tidak normal seperti koitus interuptus dan abstinensi, yang akhirnya menahan pelepasan
tekanan itu dan berakhir pada neurosis sebenarnya (actual neurosis). Beberapa kondisi
peningkatan kecemasan yang berhubungan dengan penahanan pelepasan libido termasuk
neurasthenia, hipokondriasis dan kecemasan neurosis.
2
1

Kecemasan Menurut Freud Freud di bagi menjadi tiga, yaitu:


a. Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or Objective Anxiety) Suatu kecemasan
yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang mengancam di dunia
nyata. Kecemasan seperti ini misalnya ketakutan terhadap kebakaran, angin tornado,
gempa bumi, atau binatang buas. Kecemasan ini menuntun kita untuk berperilaku
bagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutan yang bersumber pada realitas
ini menjadi ekstrim. Seseorang dapat menjadi sangat takut untuk keluar rumah karena
takut terjadi kecelakaan pada dirinya atau takut menyalakan korek api karena takut
terjadi kebakaran.
b. Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety) Kecemasan ini mempunyai dasar pada
masa kecil, pada konflik antara pemuasan instingtual dan realitas. Pada masa kecil,
terkadang beberapa kali seorang anak mengalami hukuman dari orang tua akibat
pemenuhan kebutuhan id yang implusif Terutama sekali yang berhubungan dengan
pemenuhan insting seksual atau agresif. Anak biasanya dihukum karena secara
berlebihan mengekspresikan impuls seksual atau agresifnya itu. Kecemasan atau
ketakutan untuk itu berkembang karena adanya harapan untuk memuaskan impuls Id
tertentu. Kecemasan neurotik yang muncul adalah ketakutan akan terkena hukuman
karena memperlihatkan perilaku impulsif yang didominasi oleh Id. Hal yang perlu
diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan terhadap insting
tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi bila insting tersebut
dipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id dan Ego yang kita ketahui
mempunyai dasar dalam realitas.
c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety) Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik
antara Id dan superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu
sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual yang
berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu maka ia
akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan menemukan
dirinya sebagai “conscience stricken”. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana
berkembangnya superego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat dan puritan
akan mengalami konfllik yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi
toleransi moral yang lebih longgar. Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral
2
2
juga mempunyai dasar dalam kehidupan nyata. Anak-anak akan dihukum bila
melanggar aturan yang ditetapkan orang tua mereka. Orang dewasa juga akan
mendapatkan hukuman jika melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu dan
perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa yang
menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri. Freud mengatakan
bahwa superego dapat memberikan balasan yang setimpal karena pelanggaran
terhadap aturan moral.
Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan
Kecemasan berfungsi sebagai tanda adanya bahaya yang akan terjadi, suatu ancaman
terhadap ego yang harus dihindari atau dilawan. Dalam hal ini ego harus mengurangi
konflik antara kemauan Id dan Superego. Konflik ini akan selalu ada dalam
kehidupan manusia karena menurut Freud, insting akan selalu mencari pemuasan
sedangkan lingkungan sosial dan moral membatasi pemuasan tersebut. Sehingga
menurut Freud suatu pertahanan akan selalu beroperasi secara luas dalam segi
kehidupan manusia. Layaknya semua perilaku dimotivasi oleh insting, begitu juga
semua perilaku mempunyai pertahanan secara alami, dalam hal untuk melawan
kecemasan.
Freud membuat postulat tentang beberapa mekanisme pertahanan namun mencatat
bahwa jarang sekali individu menggunakan hanya satu pertahanan saja. Biasanya
individu akan menggunakan beberapa mekanisme pertahanan pada satu saat yang
bersamaan. Ada dua karakteristik penting dari mekanisme pertahanan. Pertama adalah
bahwa mereka merupakan bentuk penolakan atau gangguan terhadap realitas. Kedua
adalah bahwa mekanisme pertahanan berlangsung tanpa disadari. Kita sebenarnya
berbohong pada diri kita sendiri namun tidak menyadari telah berlaku demikian.
Tentu saja jika kita mengetahui bahwa kita berbohong maka mekanisme pertahanan
tidak akan efektif. Jika mekanisme pertahanan bekerja dengan baik, pertahanan akan
menjaga segala ancaman tetap berada di luar kesadaran kita. Sebagai hasilnya kita
tidak mengetahui kebenaran tentang diri kita sendiri. Kita telah terpecah oleh
gambaran keinginan, ketakutan, kepemilikan dan segala macam lainnya.3,6,7
Beberapa mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melawan kecemasan antara
lain adalah:
a. Represi
Dalam terminologi Freud, represi adalah pelepasan tanpa sengaja sesuatu dari
kesadaran (conscious). Pada dasarnya merupakan upaya penolakan secara tidak
2
3
sadar terhadap sesuatu yang membuat tidak nyaman atau menyakitkan. Konsep
tentang represi merupakan dasar dari sistem kepribadian Freud dan berhubungan
dengan semua perilaku neurosis.
b. Reaksi Formasi
Reaksi formasi adalah bagaimana mengubah suatu impuls yang mengancam dan
tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma sosial diubah menjadi suatu bentuk
yang lebih dapat diterima. Misalnya seorang yang mempunyai impuls seksual
yang tinggi menjadi seorang yang dengan gigih menentang pornografi. Lain lagi
misalnya seseorang yang mempunyai impuls agresif dalam dirinya berubah
menjadi orang yang ramah dan sangat bersahabat. Hal ini bukan berarti bahwa
semua orang yang menentang, misalnya peredaran film porno adalah seorang
yang mencoba menutupi impuls seksualnya yang tinggi. Perbedaan antara
perilaku yang diperbuat merupakan benar-benar dengan yang merupakan reaksi
formasi adalah intensitas dan keekstrimannya.
c. Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap suatu
impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai bukan miliknya
melainkan milik orang lain. Misalnya seseorang berkata “Aku tidak benci dia,
dialah yang benci padaku”. Pada proyeksi impuls itu masih dapat bermanifestasi
namun dengan cara yang lebih dapat diterima oleh individu tersebut.
d. Regresi
Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa
periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari frustasi
dan kecemasan yang saat ini dihadapi. Regresi biasanya berhubungan dengan
kembalinya individu ke suatu tahap perkembangan psikoseksual. Individu
kembali ke masa dia merasa lebih aman dari hidupnya dan dimanifestasikan oleh
perilakunya di saat itu, seperti kekanak-kanakan dan perilaku dependen.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan pemahaman
kembali perilaku kita untuk membuatnya menjadi lebih rasional dan dapat
diterima oleh kita. Kita berusaha memaafkan atau mempertimbangkan suatu
pemikiran atau tindakan yang mengancam kita dengan meyakinkan diri kita
sendiri bahwa ada alasan yang rasional dibalik pikiran dan tindakan itu. Misalnya
seorang yang dipecat dari pekerjaan mengatakan bahwa pekerjaannya itu
2
4
memang tidak terlalu bagus untuknya. Jika anda sedang bermain tenis dan kalah
maka anda akan menyalahkan raket dengan cara membantingnya atau
melemparnya daripada anda menyalahkan diri anda sendiri telah bermain buruk.
Itulah yang dinamakan rasionalisasi. Hal ini dilakukan karena dengan
menyalahkan objek atau orang lain akan sedikit mengurangi ancaman pada
individu itu.
f. Pemindahan
Suatu mekanisme pertahanan dengan cara memindahkan impuls terhadap objek
lain karena objek yang dapat memuaskan Id tidak tersedia. Misalnya seorang
anak yang kesal dan marah dengan orang tuanya, karena perasaan takut
berhadapan dengan orang tua maka rasa kesal dan marahnya itu ditimpakan
kepada adiknya yang kecil. Pada mekanisme ini objek pengganti adalah suatu
objek yang menurut individu bukanlah merupakan suatu ancaman.
g. Sublimasi
Berbeda dengan displacement yang mengganti objek untuk memuaskan Id,
sublimasi melibatkan perubahan atau penggantian dari impuls Id itu sendiri.
Energi instingtual dialihkan ke bentuk ekspresi lain, yang secara sosial bukan
hanya diterima namun dipuji. Misalnya energi seksual diubah menjadi perilaku
kreatif yang artistik.
h. Isolasi
Isolasi adalah cara kita untuk menghindari perasaan yang tidak dapat diterima
dengan cara melepaskan mereka dari peristiwa yang seharusnya mereka terikat,
merepresikannya dan bereaksi terhadap peristiwa tersebut tanpa emosi. Hal ini
sering terjadi pada psikoterapi. Pasien berkeinginan untuk mengatakan kepada
terapis tentang perasaannya namun tidak ingin berkonfrontasi dengan perasaan
yang dilibatkan itu. Pasien kemudian akan pasan yang tenang walau sebenarnya
ada keinginan untuk mengeksplorasi lebih jauh.
i. Undoing
Dalam undoing, individu akan melakukan perilaku atau pikiran ritual dalam
upaya untuk mencegah impuls yang tidak dapat diterima. Misalnya pada pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif, melakukan cuci tangan berulang kali demi
melepaskan pikiran-pikiran seksual yang mengganggu.
j. Intelektualisasi
2
5
Sering bersamaan dengan isolasi; individu mendapatkan jarak yang lebih jauh
dari emosinya dan menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak
dari individu itu sendiri

Dari penjabaran teori Sigmund Freud, Kecemasan merupakan suatu tanda


peringatan bahaya dari luar yang mengancam ego. Individu akan berusaha
mengurangi atau menghilangkan bahaya yang mengancam tersebut dengan berbagai
cara mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tidak selalu bekerja sendiri,
terkadang beberapa mekanisme pertahanan akan bekerja sama dalam menghadapi
kecemasan. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ini adalah agar individu lepas
dari tekanan sehingga dapat tetap menjalani kehidupannya dengan lebih baik.

E. DINAMIKA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI KESIAPAN KERJA PADA


MAHASISWA SEMESTER AKHIR.

Kecemasan timbul karena keadaan dimana individu merasa terancam oleh salah satu
hal yang dianggapnya menakutkan dan menyakitkan yang berasal dari luar maupun dari
dalam (disini individu mengalami kecemasan menghadapi dunia kerja) sehingga
menimbulkan kekhawatiran, kegelisahan yang menganggu ketenangan dan kesehatan yang
terkadang menimbulkan kekacauan fisik.
Berkaitan pula dengan salah satu aspek yang mempengaruhi kecemasan
yaitu aspek kognitif dimana aspek ini menjelaskan bahwa kecemasan dititik
beratkan pada proses persepsi atau tingkah laku yang mungkin menganggu
pertimbangan atau perkiraan seseorang tentang bahaya yang dia hadapi.
Seseorang mungkin juga berlebihan dalam mempertimbangkan alam atau
kenyataan dari ancaman atau ketidakmampuan dirinya untuk mengatasi
ancaman dengan cara yang efektif, Sebelum memulai bekerja seseorang belajar
mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan belajar di sekolah hingga sampai di
perguruan tinggi. Sebelum bekerja seseorang harus mempersiapkan diri terlebih
dahulu karena ia harus memiliki dasar ilmu dan pengetahuan yang akan
diterapkannya ketika ia bekerja nantinya dan mungkin kecemasan akan muncul
karena adanya persepsi tentang sesuatu hal yang baru, yang membuat mereka
khawatir dan banyak membuat banyak pertimbangan pada individu.Lalu, ada
aspek afektif yang merasa individu akan ditimpa sesuatu yang membuat mereka
2
6
khawatir dan bahaya ,seorang yang ingin memulai bekerja akan merasa
khawatir apakah dirinya akan dapat diterima atau tidak.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Yang Digunakan

Penelitian yang berjudul Kecemasan dalam menghadapi kesiapan kerja pada


mahasiswa semester akhir merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode
studi kasus. Menurut Cresswell (1998) metode studi kasus adalah suatu model yang
menekankan pada eksplorasi dari suatu “sistem yang terbatas” (bounded system) pada
satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data
secara mendalam yang melibatkan beberapa sumber informasi yang kaya akan
konteks. Studi kasus adalah suatu model penelitian kualitatif yang terperinci tentang
individu atau suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu tertentu. Salah satu ciri
khas dari studi kasus adalah adanya “sistem yang berbatas” (bounded system). Hal
yang dimaksud dengan sistem yang berbatas adalah adanya batasan dalam hal waktu
dan tempat serta batasan dalam hal kasus yang diangkat (dapat berupa program,
kejadian, aktivitas, atau subjek penelitian). Peneliti menggunakan studi kasus intrinsik
(intrinsic case study) untuk memahami secara lebih baik dan mendalam tentang suatu
kasus tertentu. Studi atas kasus dilakukan karena alasan peneliti ingin mengetahui
secara intrinsik suatu fenomena, keteraturan, dan kekhususan kasus. Bukan untuk
alasan eksternal lainnya seperti membuktikan suatu teori sebelumnya yang sudah ada.
Alasan peneliti menggunakan studi kasus adalah, peneliti ingin mengetahui
lebih lanjut tentang kecemasan dalam menghadapi kesiapan kerja pada mahasiswa
semster akhir .Dengan menggunakan studi kasus peneliti dapat menyimpulkan hasil
penelitian dan menjadikannya suatu informasi baru. (Teori Creswell, dalam buku
Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial).
2
7

B. Subjek Penelitian
Penelitian ini berfokus pada mahasiswa/mahasiswi semester akhir, dari
subjek penelitian ini meliputi:
 Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
 Usia : 18-22 tahun
 Pendidikan : Mahasiswa/mahasiswi

Didalam pencarian subjek peneliti menggunakan teknik purposive


sampling.Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample
pertama. purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random
sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

purposive sampling lebih tepat digunakan oleh para peneliti apabila


memang sebuah penelitian memerlukan kriteria khusus agar sampel yang
diambil nantinya sesuai dengan tujuan penelitian dapat memecahkan
permasalahan penelitian serta dapat memberikan nilai yang lebih representatif.
Sehingga teknik yang diambil dapat memenuhi tujuan sebenarnya dilakukannya
penelitian.
2
8

C. Metode Pengumpulan Data


Di dalam mengumpulkan data penelitian, peneliti menggunakan dua
metode yaitu observasi dan wawancara.

1. Observasi
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan psikologis. Definisi lain dari
observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku
dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung (Ngalim, Purwanto, 1985).
Metode observasi yang digunakan peneliti adalah observasi
tertutup, dimana observasi ini beroperasi tanpa diketahui oleh
observee. Tempat untuk melakukan observasi tertutup ini adalah
lingkup Universitas Katholik Soegijapranata. Selain itu
pengumpulan data ini didukung oleh observasi terstruktur. Alasan
pemilihan ini peneliti ingin mengetahui kegiatan observee dalam
susunan tersistematik. Subjek yang di observasi adalah mahasiswa
semester akhir fakultas di Universitas Katholik Soegijapranata.
Peneliti mengobservasi mahasiswa semester akhir yang akan
menghadapi dunia kerja dengan indikator yang dijadikan acuan
sebagai observasi peneliti adalah aspek-aspek dari kecemasan seperti
kognitif dan afektif serta melihat suasana lingkungan sekitar subjek
seperti bentuk pertemanan yang dijalin oleh subjek dan apa yang
dilakukan subjek pada waktu luang. Teknik pencatatan yang
dilakukan oleh peneliti menggunakan event sampling. Didalam
teknik ini peneliti akan mencatat perilaku-perilaku yang muncul
selama observasi berdasarkan catatan yang telah disusun sebagai
pedoman dari observasi. Adapun pedoman observasi sebagaimana
terlampir.
2
9

2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(Interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Maksud mengadakan wawancara,seperti ditegaskan oleh Lincoln dan
Guba (1985:266), antara lain : mengkonstruksi mengenai orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan,
kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-
kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu;
memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan
untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi,
mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain,
baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan
memverifikasi, menngubah dan memperluas konstruksi yang
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan wawancara tertutup,
dimana peneliti menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan mahasiswa
semester akhir yang akan memasuki dunia kerja dari daftar pertanyaan yang
telah disusun sebelumnya. Peneliti juga menggunakan wawancara terbuka,
dimana subjek mengetahui maksud dari wawancara tersebut dan menanyakan
pertanyaan yang terlintas dan belum tersusun dalam wawancara terstruktur.
Subjek yang diwawancarai adalah mahasiswa dari setiap fakultas di Universitas
Katholik Soegijapranata.
D. Uji Keabsahan Data
Dari setiap penelitian perlu adanya uji keabsahan data untuk memastikan
validitas dan reliabilitas dari penelitian tersebut. Uji validitas dan reliabilitas
perlu dilakukan dengan tepat dan benar serta secara lebih berhati-hati, jika
tidak ancaman terhadap pengotoran hasil penelitian akan terjadi. Kirk dan
Miller (1986:21) mengemukakan bahwa tidak ada satu pun eksperimen yang
dapat dikontrol secara tepat dan tidak ada instrumen pengukuran yang dapat di
3
0

kalibrasi secara akurat. Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan


pada mahasiswa semester akhir yang akan menghadapi dunia kerja
menggunakan derajat kepercayaan yaitu triangulasi sebagai uji keabsahan data.
Teknik triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan empat
macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Namun peneliti
menggunakan satu dari empat metode tersebut yaitu, sumber.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton 1987:331). Hal itu dapat dicapai
dengan jalan :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
Disini peneliti melakukan pengamatan/observasi tertutup dan terstruktur
serta melakukan wawancara terbuka dan terstruktur.
Dari kedua metode tersebut peneliti mendapatkan data yang hasilnya akan
dibandingkan satu sama lain
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi
3. membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu
4. membandingkan keadaan dan perspektif seseoranng dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang. Disini peneliti mencari informasi yang
berkaitan dengan subjek tersebut terkait dengan mahasiswa semester akhir
dalam menghadapi dunia kerja. Jika pandangan orang satu dengan lainnya
sama, ini berarti memenuhi kriteria
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
3
1

E. Metode Analisis Data


Analisis data kualitatif menurut Bognan & Biklen (1982) sebagaimana
dikutip Moleong (2007:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Miles & Huberman ada
empat tahapan yang harus dilakukan, antara lainnya:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan sepanjang penelitian, sebelum
penelitian, saat penelitian dan di akhir penelitian.
Pengumpulan data oleh peneliti dilakukan dengan cara observasi
tertutup dan terstruktur serta wawancara terbuka dan terstruktur yang
nantinya hasil tersebut akan di olah menjadi sebuah data baru.
Selama penelitian, peneliti juga membangun rapport kepada subjek,
membuat catatan lapangan dan mencari data jenuh. Pengumpulan
data ini, tidak memiliki waktu yang spesifik untuk mendapatkan
datanya, melainkan sepanjang penelitian dilakukan, sebanyak itu
pula data yang diperoleh.

2. Reduksi Data
Setelah melakukan pengumpulan data, peneliti melakukan reduksi
data. Di dalam reduksi data peneliti menggabungkan seluruh data
yang diperoleh menjadi susunan data berbentuk script yang akan
dianalisis. Hasil dari wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti akan diubah sesuai dengan formatnnya. Hasil wawancara
akan diubah menjadi verbatim wawancara, sedangkan hasil observasi
akan diubah menjadi lampiran hasil observasi.
3. Display Data
Display data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah
seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang
3
2

jelas ke dalam suatu matriks kategorisasi sesuai tema-tema yang


sudah dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan memecah tema
tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkret dan sederhana yang
disebut subtema yang diakhiri dengan memberikan kode (coding)
dari subtema tersebut sesuai dengan verbatim wawancara yang telah
dilakukan. Adapun urutan dari display data adalah:
a. Kategori Tema
Kategori tema merupakan proses pengelompokkan tema-tema
yang telah disusun dalam tabel akumulasi tema wawancara ke
dalam suatu matriks kategorisasi.
b. Subkategori Tema
Fungsi dari subkategori tema adalah membagi tema-tema yang
telah tersusun tersebut ke dalam subtema.
c. Proses Pengodean
Proses pengodean adalah proses pengodean denga memasukkan
atau mencantumkan pernyataan subjek dan/atau informan ke
dalam matriks kategorisasi serta memberikan kode pada setiap
pernyataan-pernyataan tersebut.

4. Kesimpulan/verifikasi
Kesimpulan ini berisi uraian dari seluruh subkategorisasi tema yang
tercantum pada tabel kategorisasi dan pengodean yang sudah
terselesaikan disertai dengan quote verbatim wawancaranya.
3
3

BAB IV

LAPORAN PENELITIAN

A. Orientasi Kancah Penelitian


Penelitian ini mengambil daerah yang dituju sebagai pembatasan yaitu hanya di
daerah kota Semarang, Jawa Tengah. Kemudian untuk pelaksanaan wawancara
dan observasi dari subjek berada di sekitar lingkungan Kampus Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang. Alamat lebih rincinya yaitu di Jl. Pawiyatan
Luhur IV No. 1, Bendan Dhuwur, Tinjomoyo, Banyumanik, Kota Semarang, Jawa
Tengah 50235. Sebab ketiga subjek merupakan mahasiswa dari Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Pengambilan data yaitu dengan
wawancara dan observasi berada di area kampus dan di tempat makan di luar area
kampus.

B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian


1. Persiapan Penelitian
a. Survey
Sebelum memutuskan untuk memilih tema, peneliti sempat mengalami
kebingungan untuk memilih. Kemudian peneliti akhirnya tertarik untuk meneliti
mahasiswa akhir yang akan menghadapi dunia kerja,karena menurut (CNN
indonesia,2019) menjelaskan bahwa pada Bulan Februari 2019, jumlah
pengangguran berkurang sebanyak 50 ribu orang dari 6,87 juta orang pada
Februari 2018 menjadi 6,82 juta orang. Kemudian sempat bertanya-tanya dengan
mahasiswa akhir yang merasakan cemas karena akan banyak pesaing-pesaing
dalam menghadapi dunia kerja dan dari berbagai bidang mereka masing-masing.
Dari beberapa cerita teman ini peneliti memutuskan untuk mengambil tema
tentang kecemasan dalam menghadapi kesiapan kerja pada mahasiswa akhir
khususnya mahasiswa Fakultas Psikologi. Peneliti mencari 5 orang subjek yang
memungkinkan untuk dijadikan subjek.
3
4
b. Lembar Kesediaan
Pada penelitian kualitatif ini, peneliti meminta kesediaan untuk dijadikan sebagai
subjek dalam penelitian ini. Kemudian peneliti memberi Informed Consent di
akhir setelah seluruh rangkaian wawancara dan observasi telah selesai. Ketiga
lembar Informed Consent dilampirkan pada lampiran penelitian.

c. Perlengkapan Penelitian
Ketika peneliti melakukan pengumpulan data dengan wawancara, peneliti
menggunakan peralatan di antaranya adalah handphone untuk merekam
percakapan, kemudian kertas pedoman wawancara yang sudah disiapkan
sebelumnya oleh peneliti. Kemudian juga ada kertas dan bolpoin yang digunakan
untuk mencatat hasil observasi yang ditemui oleh peneliti selama melakukan
wawancara dengan subjek.

2. Pelaksanaan Penelitian
a. Deskripsi Proses
Pada subjek 1, peneliti mendapatkan informasi mahasiswa akhir yang kebetulan
juga dekat dengan peneliti. Kemudian subjek pernah bercerita kepada teman
peneliti ini dan akhirnya peneliti mengetahuinya. Kebetulan juga peneliti
mengenal subjek 1 ini sebab pernah berdinamika dalam kepanitiaan yang sama.
Maka lebih mudah dalam proses building rapport dengan subjek 1. Kemudian
akhirnya peneliti menghubungi subjek dan menjelaskan tujuan dari peneliti dan
subjek 1 menyetujuinya. Maka dijadwalkanlah untuk bertemu di sebuah tempat
makan di dekat kampus Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Sebab saat
itu subjek sedang dalam kondisi lapar dan karena jadwal peneliti juga
memungkinkan maka bertemulah di tempat makan. Kemudian mengobrol dengan
nyaman karena sudah sangat kenal satu sama lain. Kemudian pertemuan kedua
dan terakhir dilaksanakan bersamaan dengan pemberian Informed Consent pada
subjek.
Kemudian untuk subjek 2, peneliti juga sudah mengenal sebelumnya karena
rumah peneliti dengan subjek yang berdekatan dan pernah dua kali pualng kuliah
bersama.subjek orangnya sedikit pendiam jika tak ada yang mengajak berbicara
duluan.Kemudian peneliti langsung kerumahnya dan menjadwalkan pertemuan.
3
5
Lalu, saat pertemuan kedua dan dilaksanakan sebuat wawancara yang
bersamaannya dengan pemberian Informed Consent pada subjek .
Subjek 3 merupakan teman satu komunitas dari peneliti yang memang sudah sejak
setahun yang lalu kenal. Pada waktu itu peneliti pertama kali berkenalan dengan
subjek di suatu cafe,subjek merupakan teman dari salah satu teman peneliti. Dari
situlah peneliti mulai dekat dan sering sharing berbagai hal dengan subjek. Dan
dari beberapa sharing tersebut ada clue yang mengarahkan peneliti untuk
mengetahui bahwa subjek sedang melakukan skripsi sebagai tugas mahasiswa
akhir yang terlihat cemas dan terlihat ia bingug setelah lulus ia mau kemana.
Maka dalam hal membangun kepercayaan dari subjek tidak menjadi hal yang
sulit. Pada waktu itu subjek sedang berada di Semarang setelah baru saja pulang
dari kota asalnya untuk mengurus skripsi. Maka subjek dan peneliti memutuskan
untuk bertemu di area dalam kampus yaitu di kantin gedung Thomas Aquinas.
b. Jadwal Penelitian

Subjek ke- Hari, tanggal Waktu


1 Selasa, 19 November 2019 13.15 – 14.30
Kamis, 21 November 2019 13.00 – 13.15
2 Senin , 25 November 2019 17.40 – 18.00
Selasa , 26 November 2019 17.30 – 17.40
3 Sabtu , 30 November 2019 15.30 – 16.15
Selasa, 3 desember 2019 12.00 – 12.10

C.Hasil Penelitian

Subjek 1

a. Identitas
Nama/Inisial : K
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Semester :7

b. Hasil observasi dan wawancara


3
6
Berdasarkan observasi ketika subjek diwawancarai oleh peneliti, pada waktu
itu subjek mengenakan celana jeans panjang kemudian kaos santai dan jaket. Karena
subjek baru mengerjakan tugas lapangan di daerah Sambiroto. Kemudian pembawaan
subjek tenang, menjawab pertanyaan juga dengan tenang dan jelas. Tidak ada yang
ditutupi dari gesture ketika menjawab pertanyaan peneliti.
Kemudian dari hasil wawancara ada banyak hal yang didapat terkait aspek-
aspek dan faktor-faktor dari kecemasan dalam menghadapi kesiapan kerja sebagai
mahasiswa akhir.Namun memang terkadang suara subjek kurang jelas karena ketika
wawancara subjek sambil makan nasi lamongan.
Kalau dari faktor-faktor dan aspek kecemasan, subjek pernah mengalami
pengalaman yang membuat ia cemas jika ingin melamar kerja atau memasuki dunia
kerja. Subjek pernah tidak diterima pekerjaan saat itulah banyak timbul-timbul aspek-
aspek kecemasan secara fisiologis dan psikologis dan mengungkap beberapa faktor
kecemasan.
2. Subjek 2
a. Identitas
Nama/Inisial : D
Usia: 21 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Semester : 7
b. Hasil observasi dan wawancara

Observasi dengan subjek 2 dilakukan setelah subjek 2 abis bimbingan skripsi


di kampus. Subjek modis dengan gaya berpakaiannya yang memang feminim. Gaya
rambutnya digelung dengan menggunakan jedai membuat rambutnya ketika tidak di gelung
bisa berombak rapi. Kemudian terlihat pula bahwa rambutnya sering di catok karena sering
bergonta-ganti model rambut, terkadang lurus kadang agak berombak. Menggunakan rok
terusan dan membawa tas serta lembaran-lembaran kertas. Memang dari pengamatan peneliti
selama mengenal subjek 2 ia tampak feminin dan terlihat rajin.

Dari hasil wawancara terlihat terlihat ada kecemasan pada subjek 2 ini, subjek 2 ini
merupakan harapan keluarga sehingga banyak persiapan-persiapan atau target dari subjek
dalam menghadapi kesiapan kerja.subjek2 takut ia target nya tidak tercapai sehingga itu yang
membuatnya cemas apalagi banyak pesaing-pesaing diluar sana yang memiliki banyak
pengalaman yang membuatnya terkadang takut tidak mampu melakukannya.Setelah ayah
3
7
subjek meninggal subjek menjadi harapan keluarga. Ia memiliki dua adek dan ibu yang
berkerja sebagai PNS( Pegawai Negeri sipil). Subjek 2 selalu membantu meringkan pekerjaan
ibu seperti mengantar jemput adeknya sekolah dan ingin sekali lulus karena ingin kerja agar
bisa membahagiakan keluarga.

Subjek 3

a. Identitas
Nama : B
Usia : 23 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Semester : 9
b. Hasil observasi dan wawancara
Observasi dari subjek 3 dilakukan ketika peneliti sedang mewawancarai
subjek 3. Pada waktu itu subjek mengenakan kaos dan celana jeans panjang. Subjek 3
ini memang cukup cuek dengan penampilan sehari-hari sebab peneliti memperhatikan
bahwa subjek ketika di kampus pun sering mengenakan kaos dan hanya ditutup oleh
jaket saja. Kemudian subjek terlihat percaya diri dalam menjawab, ada ketegasan
ketika berbicara dan berjalan. Kemudian juga subjek tenang dalam berperilaku.
Berbicara dengan nada yang teratur, tidak terlalu cepat dan pelan.
Sedangkan dari wawancara data yang peneliti dapatkan berkaitan dengan
penyebab, dampak atau efek yang ditimbulkan serta perilaku yang menyertai dan juga
proses bagaimana subjek bisa bangkit.
Dari hasil wawancara subjek3, subjek 3 pernah mendaptkan pengalaman yang
buruk ia pernah cuti 1 tahun untuk mengikuti tes AKPOL tetapi ia tidak beruntung
sehingga ia harus tetap melanjutkan studi di UNIKA SOEGIJAPRANATA. Awal nya
ia masih tidak yakin dengan pilihannya untuk kuliah di jurusan Psikologi lalu lama
kelamaan dia mengikuti dengan baik dan memiliki keinginan kerja disebuah
instansi.awalnya ia cemas karena semakin lama semakin sulit untuk mendapatkan
kerja lalu ia akan sangat kecewa jika ia tidak bisa berkerja sesuai dengan target yang
ia mau, dari pengalaman sebelumnya dia pernah kecewa pada dirinya karena tidak
bisa diterima di AKPOL.

BAB V
3
8
PEMBAHASAN
A. Analisa dan pembahasan subjek 1
a. intensitas tema
Subjek 1

Koding Intensitas
AF1 ++
AF2 ++
AF3 ++
AP1 +
AP2 +++
F1 ++
F2 ++

Keterangan :
Detak jantung meningkat : AF1
Pencernaan tidak teratur : AF2
Tidur tidak nyenyak : AF3
Aspek kognitif : AP1
Aspek Afektif: AP2
Pengalaman negatif: F1
Pikiran tidak rasional : F2
b. matriks interkorelasi
subjek 1

(AF) (AP) (F)


AF1 AF2 AF3 AP1 AP2 F1 F2
A AF1 ++ + ++ ++ ++
F

AF2 ++ ++ ++ ++

AF3 ++ ++ + ++ ++

A AP1 + ++ + +
P
AP2 ++ ++ ++ ++ ++ ++

F F1 ++ ++ ++ + ++ ++
3
9
F2 ++ ++ + ++ ++

c. pembahasan
menurut daradjat (1990) aspek-aspek kecemasan terbagi menjadi dua
bentuk yaitu fisologis yang terdiri dari detak jantuk meningkat,
pencernaan tidak teratur , tidur tidak nyenyak .lalu, pada aspek
psikologis yaitu ada aspek kognitif dan aspek afektif
Dalam hasil penelitian subjek 1 mengalami kecemasan dalam
mengahadapi kecemasan kerja bisa dilihat dari intensitas subjek yaitu
pada subjek 1 1x tidak mampu memusatkan perhatian (aspek kognitif)
pada aspek psikologis lalu 2x pada aspek aspek-aspek kecemasam
dalam bentuk fisiologis dan faktor-faktor kecemasan. Dan yang
tertinggi adalah aspek psikologis dibagian aspek afektif yang mencapai
4x

d. skema

-detak jantung
meningkat

Aspek -pencernaan tidak


fisiologis teratur

-tidur tidak
4
0

Aspek
kecemasan

Kecemasan dalam
menghadapi kesiapan
Aspek
kerja pda amahasiswa
psikologis
akhir

-aspek
Faktor-fakor kognitif
kecemasan
-aspek afektif

-pengalaman negatif
pada masa lalu

-pikiran tidak rasional

subjek 2
a. intensitas tema

Koding Intensitas
AF1 ++
AF2 -
4
1
AF3 +++
AP1 -
AP2 ++
F1 +
F2 ++

b. matriks interkorelasi

AF AP F
AF1 AF2 AF3 AP1 AP2 F1 F2
AF AF1 ++ ++ + ++

AF2
AF3 ++ ++ ++ ++

AP AP1
AP2 + ++
F F1 +
F2

c. pembahasan
d. menurut daradjat (1990) aspek-aspek kecemasan terbagi menjadi
dua bentuk yaitu fisologis yang terdiri dari detak jantuk meningkat,
pencernaan tidak teratur , tidur tidak nyenyak .lalu, pada aspek
psikologis yaitu ada aspek kognitif dan aspek afektif
Dalam hasil penelitian subjek 2 mengalami kecemasan dalam
mengahadapi kesiapan kerja bisa dilihat dari intensitas subjek yaitu
pada subjek 2 1x pada faktor kecemasan yaitu pengalaman negatif ,
2x pada aspek fisiologis yang merupakan detak jantung
meningkat,lalu pada psikologi aspek afektif dan faktor-faktor
kecemasan yang pikiran tidak rasional dan 4x pada tidur yang tidak
nyenyak didalam bagian aspek fisiologis.

e. skema

Aspek
fisiologis
-detak jantung
Aspek
meningkat
kecemasan
-tidur tidak
Kecemasan dalam nyenyak
menghadapi kesiapan
kerja pda amahasiswa
akhir
4
2
f.
g.
h. Aspek
i. psikologis

j.

-aspek
Faktor-fakor
afektif
kecemasan

-pengalaman negatif
pada masa lalu

-pikiran tidak rasional

subjek 3
a. intensitas tema

Koding Intensitas
AF1 ++
AF2 +
AF3 -
AP1 +
AP2 +++
F1 +
F2 +

b. matriks interkorelasi

c. AF AP F
AF1 AF2 AF3 AP1 AP2 F1 F2
AF AF1 + + +

AF2 + + +
+
AF3 + + + ++
4
3

AP AP1
AP2 + ++
F F1 +
F2

c.pembahasan
menurut daradjat (1990) aspek-aspek kecemasan terbagi menjadi dua
bentuk yaitu fisologis yang terdiri dari detak jantuk meningkat,
pencernaan tidak teratur , tidur tidak nyenyak .lalu, pada aspek
psikologis yaitu ada aspek kognitif dan aspek afektif
Dalam hasil penelitian subjek 3 mengalami kecemasan dalam
menghadapi kesiapan kerja terlihat dari intensitas yaitu 3x pada aspek
fisiologis ,detak jantung meningkat, lalu 2x pada pada pencernaan tidak
teratur,aspek kognitif dan faktor-faktor kecemasan, yang terakhir 4x

d. Skema

detak
Aspek
Aspek jantung
fisiologis
kecemasan meningkat

perncernaan
Kecemasan dalam tidak teratur
menghadapi kesiapan e.
kerja pda amahasiswa Aspek
akhir f. psikologis

-aspek
kognitif

-aspek afektif
Faktor-fakor
kecemasan

-pengalaman negatif
pada masa lalu

-pikiran tidak rasional


4
4

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara dan observasi pada subjek
didapatkan kesimpulan bahwa kecemasan

1. Kecemasan merupakan bentuk reaksi fisiologis dan psikologis


2. Kecemasan terjadi karena beberapa pengalaman negatif pada masa lalu mereka
3. Kecemasan terjadi saat pikiran tidak rasional seperti saat ekspektasi tidak sesuai
harapan.
4. Kecemasan saat individu merasa tidak bisa memecahkan masalah mereka.

B. Kelemahan Penelitian
4
5
Kelemahan dari penelitian ini di antaranya adalah faktor penyebab yang dipilih peneliti
terlalu kompleks sehingga cukup membingungkan dan menyulitkan untuk dianalisis dan
digambarkan dalam 3 subjek secara bersamaan.

C. Saran

Saran bagi peneliti selanjutnya mungkin faktor penyebab depresi bisa dikerucutkan lagi
sehingga bisa menjadi lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai