Disusun Oleh :
D. KOMPLIKASI
1. Glaucoma
2. Uveitis
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
E. PATOFISIOLOGI
2ensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kan$ing baju: mempunyai kekuatan refraksi yang besar. 2ensa mengandung tiga komponen
anatomis. Lada ;ona sentral terdapat nu$leus, di perifer ada kortek, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nu$leus mengalami perubahan )arna menjadi $oklat kekuningan. Di
sekitar opesitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nu$leus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna
nampak seperti kristal salju pada jendela.
Lerubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Lerubahan pada
serabut halus multiple @;unula# yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Lerubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya $ahaya ke retina. &alah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam
lensa. Lroses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
<eori lain mengatakan bah)a suatu en;im mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. (umlah en;im akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral namun mempunyai ke$epatan yang berbeda. Dapat disebabkan
oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya mempunyai
konsek)ensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang se$ara
kronik dan = matang> ketika seseorang memasuki dekade
ketuju. Katarak dapat bersifat $ongenital dan harus diidentifikasi a)al, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanent. /aktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
ultra+iolet *, obat-obatan, al$ohol, merokok, diabetes, dan asupan +itamin antitoksin yang
kurang dala jangka )aktu yang lama.
F. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-
buahan yang banyak mengandung vit. C ,vit. B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untu k
mengurangi pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik mengg unakan
kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak.
Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi
pengambilan kapsul anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap si
sa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan k apsula
posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ek
strasi ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan len sa
melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekwensi tinggi untuk
memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel yang kecil yang kemudian
di aspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinus. b. Ekstraksi
katarak intrakapsuler
-5%
TURUN HARGA
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan lensa di
angkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis. Ketika
cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe.
Lensa kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat ini pembedahan intrakap suler sudah
jarang dilakukan.
Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa kristalina bertanggung j awab
terhadap sepertiga kekuatan fokus mata. Koreksi optikal yang dapat dilakukan d iantaranya:
1. Kaca Mata Apikal
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran 25 % -
30 % menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kes ulitan
dalam memahami relasi spasial, membuat benda-
benda nampak jauh lebih dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung. memerlu kan
waktu penyesuaian yang lama sampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan,
memperkirakan jarak, dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
2. Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa ini memberikan re
habilitasi visual yang hampir sempurna bagi mereka yang mampu menguasai cara me
masang, melepaskan, dan merawat lensa kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensa kontak
menjadi sulit, karena kebanyakan lansia mengalami kemunduran ketrampilan,
sehingga pasien memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan len sa.
3. Implan Lensa Intraokuler ( IOL )
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata. Ma mpu
menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal, karena IOL mampu
menghilangkan efek optikal lensa apakia. Sekitar 95 % IOL di pasang di kamera post erior,
sisanya di kamera anterior. Lensa kamera anterior di pasang pada pasien yang m enjalani
ekstrasi intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa sengaja sel ama prosedur
ekstrakapsuler.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Perkerjaan:
e. Tanggal masuk:
f. Status:
2. Riwayat kesehatan
Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
Sesak
Udema
Nyeri dada
Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya
yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya
seperti:
Darah tinggi
Diabetes
Penyakit jantung
Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang
sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
Riwayat asma
Diabetes
Stroke
Gastritis
Alergi
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Kesadaran:
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
a. Detak jantung ………..
b. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.
b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan keluhan
nyeri dada.
c. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai
dengan edema.
d. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan
nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan berat badan.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan ketakutan,
gelisah dan perilaku takut.
C. INTERVENSI
1. Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.
Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.
Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.
Intervensi:
Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala nyeri 0
(tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual dan diaporesis.
Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat karena randsang
simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.
Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas pengurangan
nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu danri pemberian sampai
penghilangan nyeri.
Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.
Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.
Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)
2. Intervensi untuk diagnosa gangguan keseimbangan elektrolit.
Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan TD dalam
batas normal.
Kriteria hasil:
Tidak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen
Paru bersih dan berat badan stabil.
Intervensi:
Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
Catat DVJ, adanya edema dependen.
Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbangan
cairan.
Timbang berat badan tiap hari.
Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
Berikan diet natrium rendah/minuman.
Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline): spironolakton dengan
hidronolakton (Aldactone).
Pantau kalium sesuai indikasi.
3. Intervensi dari perubahan pola nutrisi:
Tujuan: Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien.
Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu 1 minggu.
Intervensi:
Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energy; kondisi
kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.
Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.
Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk pemeriksaan
keseimbangan nitrogen.
Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control infuse sesuai
kebutuhan. Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran. Jangan meningkatkan
kecepatan untuk “mencapai”.
Ketahui kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.
Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik relaksasi.
4. Intervensi dari intoleransi aktivitas:
Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat.
Intervensi:
Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk merentang
aktivitas dan yang diprogramkan.
Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD menurun,
ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.
Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang paru setiap dua
jam terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan gagal jantung.
Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan amplitude,
yang merupakan sinyal gagal jantung.
Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.
Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien dalam
mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-barang milik pribadi dalam
jangkauan, member situasi yang tenang, dan batasi pengunjung untuk memastikan periode
istirahat tanpa gangguan.
Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.
Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan oleh
toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang tipe dan jumlah
latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila kondisi pasien membaik
Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur toleransi latihan.
Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan aktivitas yang
sesuai.
5. Intervensi untuk diagnosa ansietas:
Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.
Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
Intervensi:
Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan
dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
Mempertahankan kepercayaan.
Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan bila
pasien menunjukkan perilaku merusak.
Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi.
Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di
harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara nyata.
Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.
Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi
pertanyaan dan masalah.
Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan tipe
kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.
Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian.
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana pengobatan.
dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien
E. EVALUASI
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Pola nafas pasien teratur
c. Cairan dalam tubuh pasien dalam keadaan normal
d. Nutrisi pasien terpenuhi
e. Aktifitas pasien meningkat (normal)
f. Ansietas berkurang atau hilang
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.Jakarta:EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
(http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI
%29+pada+Laki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, (diakses 24
Oktober 2012)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), (diakses 24
Oktober 2012)
I Putu Juniartha Semara Putra