Anda di halaman 1dari 16

i

DAFTAR ISI

2. PERATURAN PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) ..........1


2.1. PENDAHULUAN......................................................................................................1
2.2. UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA NO. 1/1970 ......................................1
2.3. PERATURAN PEMERINTAH ..................................................................................3
2.4. PERATURAN MENTERI ..........................................................................................4
2.5. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA ............................................................ 10
2.6. DASAR HUKUM K2 (KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN) ........................... 13

ii
TUJUAN MATA PELAJARAN

Setelah mengikuti mata pelajaran ini peserta mampu memahami adanya peraturan
perundangan K3 sebagai landasan kerja untuk keselamatan kerja ,kesehatan kerja dan
lingkungan kerja sehingga terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja

iii
2. PERATURAN PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3)

2.1. PENDAHULUAN
Setiap orang akan merasa sangat berbahagia apabila mengetahui dirinya sehat, baik
secara fisik maupun mental serta mampu bekerja dengan segenap kemampuannya.
Bekerja adalah untuk mengembangkan perilaku kehidupan di masyarakat sesuai
dengan keterampilan yang dimiliki dengan bersemangat untuk berproduksi.
Produksi adalah satu jenis pekerjaan dimana bahan diolah dengan mesin atau
peralatan lainnya membuat sesuatu yang baru dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Proses produksi seperti itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan agar dalam
berproduksi selalu dicapai kondisi kerja yang aman selamat dan sehat.
Ditempat kerja bagi semua pekerja keselamatan dan kesehatan harus menjadi
prioritas utama. Dari sudut pandang pekerja keselamatan dan kesehatan kerja berarti
wajib mematuhi segala prosedur kerja yang telah ditetapkan. Hal tersebut seringkali
diabaikan karena lalai, ketidak pedulian atau kurang memahami prosedur kerja yang
ditetapkan.
Dalam pada itu bagi pengusaha, K3 harus diartikan wajib menunjukkan dan
menjelaskan kepada setiap pekerja tentang :
- kondisi dan bahaya yang dapat timbul ditempat kerja
- menyediakan pengamanan dan pelindung diri dengan alat-alat ditempat kerja,
dan alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
- memberitahukan cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Karena itu K3 adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang
lain ditempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta agar setiap sumber
produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.

2.2. UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA NO. 1/1970


Agar semua pihak mematuhi K3 telah diterbitkan peraturan perundang-undangan
dibidang K3, yaitu :
● Undang-undang tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (UU No.
14 th. 1969), yang mengamanatkan bahwa setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan,
pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan manfaat manusia
dan moral agama (pasal 9).

1
Dan bahwa, pemerintah membina perlindaungan kerja yang mencakup norma
keselamatan kerja, norma kesehatan kerja dan higiene perusahaan, norma kerja
serta memberi ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan
kerja (pasal 10)
● Undang-undang tentang Keselamatan Kerja (Undang-undang No. 1 th.
1970) yang merupakan penjabaran dari UU No. 14 th 1969, khususnya pasal 9
dan 10.
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur lingkup K3 disemua tempat kerja,
syarat keselamatan kerja, pengawasan K3, kewajiban dan hak tenaga kerja,
kewajiban pengurus dan tentang kecelakaan serta perlu adanya pembinaan K3
dan pembentukan Panitia Pembina K3 (P2K3).

Syarat Keselamatan Kerja, Pasal 3 UU No. 1 th. 1970 :


a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyeiarnatkan diri dari pada waktu kebakaran
ataut kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat perlindungan bagi pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebarluasnya suhu kelembaban,
debu, kotoran, asap, gas hembusan.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun
psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerapan yang sesuai dan cukup
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. Menyelenggarakan penyelenggaraan yang cukup
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerja
n. Mengamankan dan pemperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mencegah terkena aliran listrik
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya.

2
Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja
● Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja
● Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan
● Memenuhi dan mentaati syarat keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang
diwajibkan
● Meminta pengurus melaksanakan semua syarat K3 yang diwajibkan
● Mengatur keberatan bekerja dimana syarat K3 dan alat perlindungan yang wajib
digunakan diragukan kemampuannya.

Kewajiban Pengusaha (Pengurus)


● Secara tertulis menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan
ditempat kerja
● Memasang gambar-gambar keselamatan kerja
● Menyediakan alat pelindung diri secara cuma-cuma yang diwajibkan

2.3. PERATURAN PEMERINTAH


1) Peraturan Pemerintah R.I nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Peraturan ini melarang
pestisida yang tidak terdaftar/tidak memperoleh ijin dari Menteri Pertanian. Ijin
yang diberikan dapat berupa ijin tetap, ijin sementara atau ijin percobaan. Ijin
sementara dan ijin percobaan berlaku selama satu tahun dan ijin tetap lima
tahun. Ijin diberikan apabila pestisida efektif dan cukup aman dipakai dan
memenuhi syarat-syarat teknis lain serta digunakan sesuai petunjuk yang
tercantum dalam label. Ijin dapat ditinjau atau dicabut apabila ditemukan
pengaruh samping yang tidak diinginkan.
2) Peraturan Pemerintah R.I nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan, mengatur pengaturan
keselamatan kerja di bidang pertambangan dilakukan oleh Menteri
Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Menteri
Pertambangan melakukan pengawasan keselamatan kerja berpedoman
kepadan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 serta Peraturan pelaksanaannya.
Pengangkatan pejabat pegawasan keselamatan kerja setelah mendengar
pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Pejabat tersebut mengadakan kerjasama
dengan pejabat pengawasan keselamatan kerja dari departemen Tenaga Kerja
baik di Pusat dan di Daerah. Juga diatur pelaporan pelaksanaan pengawasan

3
serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap dari Peraturan
Pemerintah ini.
3) Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja
terhadap Radiasi, terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal. Peraturan ini mewajibkan
setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk mengawasi
ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi periu ditunjuk ahli
proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang.
4) Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja
pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dan 31 Bab
dan 58 pasal mengatur tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja pada
pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi, wewenang dan tanggung
jawab menteri pertambangan, dan dalam pelaksanaan pengawasan
menyerahkan kepada Dirjen dengan hak substitusi sedang tugas dan pekerjaan
pengawasan tersebut dilaksanakan oleh kepala inspeksi dan pelaksana inspeksi
tambang.

2.4. PERATURAN MENTERI


1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-
01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes bagi Dokter Perusahaan.
Peraturan Menteri ini terdiri dari tujuh pasal, yang mewajibkan perusahaan untuk
me.ngirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapat latihan dalam
bidang higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksana
latihan adalah Lembaga Nasional Hiperkes.

2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-


01/Men/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Penebangan
dan Pengangkutan Kayu, terdiiri atas tujuh Bab dan 17 pasal, mengatur tentang
norma keselamatan da kesehatan pada berbagai pekerjaan dalam penebangan
dan pengangkutan kayu, mulai dari penjelajahan hutan, penebangan kayu,
penyeretan dengan traktor (yarding), pemuatan kayu dengan loader,
pengangkutan kayu dengan truk, pengangkutan kayu dengan lori, pemuatan
kayu kekapal. Juga diatur sikap kerja yang aman dalam mengangkat barang,
tersedianya peralatan dan obat-obatan untuk P3K dan penerangan yang cukup
apabila bekerja pada malam hari.

3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-


03/Men/1978 tentang Persyaratan penunjukan dan wewenang serta kewajiban
Pegawai pengawas keselamatan kerja dan ahli keselamatan kerja, terdiri atas
tujuh pasai. Peraturan menteri ini mengatur persyaratan untuk ditunjuk sebagai
pengawas keselamatan kerja dan sebagai ahli keselamatan kerja, kewenangan

4
dan kewajiban pegawai pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli
keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat karena
jabatannya. Kesengajaan membuka rahasia ini diancam hukuman sesuai
ketentuan Undang-undang Pengawasan Perburuhan.

4) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1979


tentang kewajiban latihan Hygiene Perusahaan kesehatan dan keselamatan
Kerja bagi Paramedis Perusahaan, terdiri atas delapan pasal. Peraturan menteri
ini mengatur setiap perusahaan yang mempekerjakan para medis diwajibkan
mengirimkan setiap tenaga para medis untuk mendapat latihan bidang higiene
perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Penyelenggara latihan adalah
Pusat dan Balai Higiene Perusahaan, Keselamatan dan kesehatan kerja.

5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1980


tentang Keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi bangunan, terdiri atas
19 Bab dan 106 pasal. Peraturan menteri ini mengatur pada setiap pekerjaan
konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan kecelakaan dan sakit .akibat
kerja pada tenaga kerja. Waktu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu
unit organisasi keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap kecelakaan dan
kejadian berbahaya harus dilaporkan.
Selanjutnya peraturan Menteri ini mengatur persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja antara lain tempat kerja dan alat kerja, perancah, tangga, alat
angkat, kabel baja, tambang, rantai, dan peralatan bantu, mesin-mesin, peralatan
konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan
memancang, pekerjaan beton, pembongkaran, periengkapan penyelamatan dan
pelindung diri dan ketentuan hukuman.

6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 02/Men/1980


tentang Pemeriksaan Kesehatan Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan
kerja, terdiri atas sebelas pasal. Semua perusahaan yang termasuk dalam ruang
lingkup Undang-undang Keselamatan kerja harus mengadakan pemeriksaan
kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan berkala. Pemeriksaan
kesehatan khusus dilakukan terhadap tenaga kerja/golongan tenaga kerja
tertentu. Direktur Jenderal dapat menunjuk Badan sebagai penyelenggara
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 04/Men/1980


tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan,
terdiri atas enam bab dan 27 pasal. Dalam peraturan ini kebakaran digolongkan

5
menjadi golongan A, B, C dan D. Sedang alat pemadam api ringan dibagi
menjadi jenis cairan, jenis busa, jenis tepung kering dan jenis gas.
Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat
dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan.
Dalam peraturan menteri ini juga diatur tatacara pemeriksaan dan pemeliharaan
alat pemadam api ringan.

8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1981


tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja terdiri atas 9 pasal, mengatur
kewajiban pengurus dan Badan yang menyelenggarakan pemeriksaan
kesehatan untuk melaporkan penyakit akibat kerja yang ditemukan dalam
pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Laporan
disampaikan dalam dua kali 24 jam setelah penyakit akibat kerja didiagnosa.
Dilampirkan daftar penyakit, akibat kerja yang harus dilaporkan.

9) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1982


tentang Bejana Tekan, terdiri atas sepuluh bab dan 48 pasal. Peraturan menteri
ini mencabut peraturan khusus FF dan peraturan khusus DD. Mengatur bejana
tekan selain pesawat uap, termasuk botol-botol baja, bejana transport, pesawat
pendingin, bejana penyimpanan gas yang dikempa menjadi cair teriarut atau
terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara pengisian,
pengangkutan, pembuatan dan pemakaian, dan pemasangan, perbaikan dan
perubahan teknis.

10) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 02/Men/1982


tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36 pasal.
Menurut peraturan ini, juru las digolongkan menjadi juru las kelas I, kelas II, dan
kelas III. Juru las dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan
hasil memuaskan, dan mempunyai sertifikat juru las. Pengujian juru las terdiri
dari ujian teori dan ujian praktek. Ujian praktek harus dapat menunjukkan
keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini.

11) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 03/Men/1982


tentang Pelayanan Kesehatan Kerja, terdiri atas 12 pasal, mengatur hak setiap
tenaga kerja untuk mendapat pelayanan kesehatan kerja. Pengurus wajib
memberikan pelayanan kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja meliputi
pemeriksaan kesehatan, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan konsultasi
serta pembinaan tenaga kerja. Juga diatur bebarapa cara penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja.

12) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1983 tentang Instalasi
Alarm Kebakaran Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87 pasal, mengatur

6
perencanaan, pemasangan, penneliharaan dan pengujian instalasi alarm
kebakaran otomatik di tempat kerja. Diatur ruangan dan bagiannya yang
memerlukan detektor kebakaran. Instalasi harus dipelihara dan diuji secara
berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatavcaranya dalam
peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain
sistem deteksi panas, asap dan api.

13) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1985 tentang Keselamatan
dan Kesehatan kera Pemakaian Asbes, terdiri atas sepuluh bab dan 25 pasal,
melarang pemakaian asbes biru dan cara penggunaan asbes dengan
menyemprotkan. Selain itu diatur kewajiban pengurus untuk menyediakan alat
pelindung diri, penerangan pekerja, melaporkan proses dan jenis asbes yang
digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes, analisa debu
asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara pencegahannya.
Kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri, memakai dan
melepas alat pelidung diri di tempat yang ditentukan, dan melaporkan kerusakan
alat pelindung diri, alat kerja dan/atau ventilasi.
Selain itu diatur kebersihan lingkungan kerja, dan pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja.

14) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1985 tentang Pesawat
Tenaga dan Produksi, terdiri atas dua belas bab dan 147 pasal, mengatur
ketentuan umum teknis keselamatan kerja pada pesawat tenaga dan pesawat
produksi, ketentuan mengenai alat periindungan, pengujian bagi bejana tekan
sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan perlengkapan transmisi
mekanik, keselamatan mesin, perkakas, dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan,
pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.

15) Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1985 tentang Pesawat angkat dan
Angkut, terdiri atas dua belas bab dan 146 pasal, mengatur perencanaan,
pembuatan, pemasangan, peredaran, pemakaian, perubahan dan atau
perbaikan teknis serta pemeliharaan pesawat angkat dan angkut. Syarat
keselamatan mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat
dan angkut, harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban
maksimum yang diijinkan harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan
dibaca dengan jelas. Setiap pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani
melebihi beban maksimum yang diijinkan. Peraturan ini mengatur syarat-syarat
teknis berbagai pesawat angkat dan angkut, termasuk komponen-komponennya.
Demikian pula pesawat angkutan di atas landasan. dan diatas permukaan, alat
angkutan jalan riil, pengesahan, pemeriksaan dan pengujian.

7
16) Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
nomor Kep 174/Men/86 - nomor 104/KPTS/86 tentang Keselamatan dan
Kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi, terdiri atas delapan pasal,
menyatakan berlaku pedoman pelaksanaan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja pada tempat kegiatan konstruksi bangunan sebagai pedoman pelaksanaan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01/Men/1980. Menteri tenaga kerja dapat
menunjuk ahli keselamatan kerja bidang konstruksi di lingkungan Departemen
Pekerjaan umum,atas usul Menteri Pekerjaan Umum.

17) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan
pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja
atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai
risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
membentuk P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur
pekerja. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan.
Selain mengatur tugas dan fungsi P2K3, juga mengatur tentang tatacara
penunjukan ahli K3.

18) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1988 tentang Kualifikas dan
Syarat-syarat Operator Pesawat Uap, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal.
Kualifikasi operator pesawat uap terdiri dari operator, kelas I dan operator kelas
II. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur,
kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai
kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah
dan kualifikasi operator untuk kete! uap serta kurikulum operator sesuai
kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.

19) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1988 tentang Berlakunya
Standard Nasional Indonesia (SNI) No: SNI-225-1987 Mengenai Peraturan
Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja, terdiri atas
sepuluh pasal, memberlakukan PUIL 1987 di tempat kerja. Pengurus wajib
menyesuaikan instalasi listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan
ketentuan SNI 225-1987.

20) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan
Syarat-syarat Operator Keran Angkat, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal.
Kualifikasi operator terdiri dari operator kelas I, Operator kelas II dan operator
kelas III. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur,
kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai
kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya, dan

8
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah
dan kualifikasi operator untuk masing-masing keran dicantumkan dalam lampiran
peraturan ini.

21) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1989 tentang Pengawasan
Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal, mengatur
persyaratan istalasi penyalur petir tentang kemampuan perlindungan, ketahanan
teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan dan sertifikat atau
hasil pengujian bagian-bagian instalasi. Memuat persyaratan teknis untuk
penerima, penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang
mempunyai antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap.
Selain itu diatur juga pemeriksaan dan pengujian, pengesahan dan ketentuan
pidana.

22) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1992 tentang Tata cara
Penunjukan Kewajiban dari Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
terdiri dari lima bab dan 15 pasal, mengatur persyaratan untuk dapat ditunjuk
menjadi ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan
pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan berdasarkan
permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi yang perlu
dilampirkan.. Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan
peraturan perundang-undangan K3 dan melaporkan pelaksanaan tugasnya
kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan keterangan yang didapat
karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk
memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat
keselamatan dan kesehatan kerja.

23) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1995 tentang Perusahaan
Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari tujuh bab 21 pasal,
mengatur jenis perusahaan jasa K3, serta bidang kegiatannya. Peraturan ini juga
mengatur persyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk dapat menjadi
perusahaan jasa K3.

24) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1998 tentang Tatacara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal,
mengatur kewajiban pengurus atau pengusaha melaporkan kecelakaan, tatacara
pelaporan dan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas
ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II
laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III bentuk
laporan pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk
laporan pemeriksaan dan pengkajian peristiwa kebakaran/peledakan/bahaya
pembuangan limbah.

9
25) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1998 tentang
Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata kerja Dokter Penasehat, terdiri atas
tujuh bab dan 15 pasal, mengatur tugas dan fungsi dokter penasehat,
pengangkatan dan pemberhentian, tatacara pemberian pertimbangan medis,
serta pelaporan dan pembinaan.

26) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang,
terdiri dari enam bab 34 pasal, mengatur kapasitas angkut dan jumlah orang
yang dapat diangkut, persyartan teknis keselamatan bagian-bagian lift dan
pemasangannya, mesin dan kamar mesin, tali baja dan tromol, ruang luncur dan
lekuk dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja pembuatan,
pemasangan, perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan, pengujian dan
pengawasannya.

2.5. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA

1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 155/Men/1984 yang merupakar.


penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 125/Men/1982 tentang
Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3. Keputusan
Menteri ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang keselamatan kerja
pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut:
- Tugas pokok memberi saran dan pertimbangan kepada
pengusaha/menyusun tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah-
masalah K3.
- Fungsi : menghimpun dan mengolah segala data/ atau permasalahan
keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja yang bersangkutan serta
membantu pengusaha/ manajemen mengadakan serta meningkatkan
penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian K3
- Keanggotaan : P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi pekerja dan
pengusaha/ manajemen.
Organisasi P2K3 terdiri dan sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan Anggota.
Ketua P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3 dibantu oleh
wakil ketua. Sekretaris P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas
sekretariat dan melaksanakan keputusan P2K3.
Ketua P2K3 seyogyanya adalah top manajemen disuatu tempat kerja atau
sekurang-kurangnya manajemen yang terdekat dengan pimpinan puncak,
sedang Sekretaris P2K3 adalah tenaga profesional K3 yaitu manajer K3 atau ahli
K3.

10
(lebih lanjut tentang P2K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04
tahun 1987 tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja)

2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis
dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja terdiri atas enam pasal, mengatur
mengenai tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat: kerja. Lampiran I
adalah bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga
Kerja, sedang Lampiran II adalah laporan medik penyakit akibat kerja yang
merupakan rahasia medik. Keputusan Menteri ini merupakan pedoman
pelaksanaan dari Undang-undang No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan
berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti dengan
Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena
kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga
kerja, yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan
tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang penyakit dalam, bidang penyakit
Pam, bidang penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi
dan bidang penyakit kulit.

3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 187 Tahun 1999 tentang


Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab
dan 27 pasal, mengatur kewajiban pengusaha mengendalikan bahan kimia
berbahaya untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dengan
menyediakan lembar data keselamatan bahan dan label dan menunjuk petugas
dan ahli K3 kimia. Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai
ambang batas kuantitas bahan kimia, serta penunjukan petugas dan ahli K3
kimia.

4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika Di Tempat kerja terdiri dari 12 pasal, menetapkan nilai
ambang batas untuk iklim kerja, kebisingan, getaran, frekuensi radio/gelombang
mikro, dan radiasi sinar ultra ungu. Keputusan Menteri ini juga menetapkan batas
waktu pemajanan untuk faktor-faktor fisik yang melampaui NAB.

Kesehatan Kerja Dan Manajemen K3


a. Undang-undang Kesehatan Kerja.
Kesehatan kerja, selain yang ditetapkan dalam UU No. 23 th. 1992 diatur pula
dalam Undang-undang Kesehatan. (UU 23 Th. 1992)
Undang-undang Kesehatan mengamanatkan bahwa setiap orang berhak
memperoleh derajad kesehatan yang optimal dan setiap orang berkewajiban
untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan meningkatkan derajat kesehatan

11
perorangan, keluarga dan lingkungan. Dalam UU tersebut di atur 15 upaya
kesehatan, dan salah satunya adalah upaya kesehatan kerja.
Khusus tentang Kesehatan Kerja diatur dalam UU No. 23 th 1992, pada pasal 23
yang mengamanatkan bahwa :
- Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal
- Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit
akibat kerja dan syarat kesehatan
- Disetiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
b. Manajemen K3.
Untuk menjamin agar semua ketentuan dan pelaksanaan K3 di perusahaan
dapat terselenggara dengan baik sehingga terhindar terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pengusaha perlu menyelenggarakan manajemen K3
sejalan dengan penyelenggaraan manajemen lainnya di perusahaan.
Agar dapat tercapai hasil yang optimal dan memberikan keseragaman dalam
melaksanakan manajemen K3, pemerintah telah menerbitkan suatu sistem yang
disusun secara komprehensif yaitu Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012.M
Sistem Manajemen K3 ini meliputi 5 kewajiban perusahaan dalam melaksanakan
manajemen K3. sebagai berikut:
- Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan
SMK3
- Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3
- Menerapkan kebijakan K3 secara efektif.
- Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3, serta melakukan
tindakan perbaikan dan pencegahan.
- Menjamin secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara
berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja K3.

Komitmen pimpinan puncak dan manajemen perusahaan disemua tingkatan


merupakan faktor penentuan keberhasilan penerapan SMK3.
Komitmen dan kebijakan tersebut diwujudkan dalarn bentuk :
- Menempatkan organisasi K3 dalam posisi yang dapat turut menentukan
keputusan perusahaan
- Menyediakan anggaran tenaga kerja yang berkualitas dan sarana lainnya
yang diperlukan dibidang K3.

12
- Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan K3
- Perencanaan K3 yang terkoordinasi
- Melakukan penilaian kinerja K3 dan tindak lanjut pelaksanaan peningkatan
K3.
Dari 5 ketentuan manajemen K3 tersebut, diukur efektivitas penerapannya
melalui audit yang terbagi dalam 12 elemen dan 166 kriteria untuk perusahaan
besar, 122 kriteria untuk perusahaan sedang, dan 64 kriteria untuk perusahaan
kecil.

2.6. DASAR HUKUM K2 (KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN)


● UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan
● PP No 14/2012 tentang kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik
● PP No 62/2012 tentang usaha jasa penunjang tenaga listrik
● Per Men ESDM 05/2014 tentang tata cara akreditasi dan sertifikasi
ketenagalistrikan
● Per Men ESDM No. 46/ 217 tentang standarisasi kompetensi tenaga teknik
ketenagalistrikan
● Peraturan Direksi No.250.K/DIR/2016 tentang Pedoman Keselamatan Kerja
● Peraturan Direksi No.251.K/DIR/2016 tentang Pedoman Keselamatan Instalasi
● Peraturan Direksi No.252.K/DIR/2016 tentang Pedoman Keselamatan Umum
● Peraturan lainnya yang terkait

13

Anda mungkin juga menyukai