Peraturan Perundangan
Peraturan Perundangan
DAFTAR ISI
ii
TUJUAN MATA PELAJARAN
Setelah mengikuti mata pelajaran ini peserta mampu memahami adanya peraturan
perundangan K3 sebagai landasan kerja untuk keselamatan kerja ,kesehatan kerja dan
lingkungan kerja sehingga terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja
iii
2. PERATURAN PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3)
2.1. PENDAHULUAN
Setiap orang akan merasa sangat berbahagia apabila mengetahui dirinya sehat, baik
secara fisik maupun mental serta mampu bekerja dengan segenap kemampuannya.
Bekerja adalah untuk mengembangkan perilaku kehidupan di masyarakat sesuai
dengan keterampilan yang dimiliki dengan bersemangat untuk berproduksi.
Produksi adalah satu jenis pekerjaan dimana bahan diolah dengan mesin atau
peralatan lainnya membuat sesuatu yang baru dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Proses produksi seperti itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan agar dalam
berproduksi selalu dicapai kondisi kerja yang aman selamat dan sehat.
Ditempat kerja bagi semua pekerja keselamatan dan kesehatan harus menjadi
prioritas utama. Dari sudut pandang pekerja keselamatan dan kesehatan kerja berarti
wajib mematuhi segala prosedur kerja yang telah ditetapkan. Hal tersebut seringkali
diabaikan karena lalai, ketidak pedulian atau kurang memahami prosedur kerja yang
ditetapkan.
Dalam pada itu bagi pengusaha, K3 harus diartikan wajib menunjukkan dan
menjelaskan kepada setiap pekerja tentang :
- kondisi dan bahaya yang dapat timbul ditempat kerja
- menyediakan pengamanan dan pelindung diri dengan alat-alat ditempat kerja,
dan alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
- memberitahukan cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Karena itu K3 adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang
lain ditempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta agar setiap sumber
produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
1
Dan bahwa, pemerintah membina perlindaungan kerja yang mencakup norma
keselamatan kerja, norma kesehatan kerja dan higiene perusahaan, norma kerja
serta memberi ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan
kerja (pasal 10)
● Undang-undang tentang Keselamatan Kerja (Undang-undang No. 1 th.
1970) yang merupakan penjabaran dari UU No. 14 th 1969, khususnya pasal 9
dan 10.
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur lingkup K3 disemua tempat kerja,
syarat keselamatan kerja, pengawasan K3, kewajiban dan hak tenaga kerja,
kewajiban pengurus dan tentang kecelakaan serta perlu adanya pembinaan K3
dan pembentukan Panitia Pembina K3 (P2K3).
2
Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja
● Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja
● Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan
● Memenuhi dan mentaati syarat keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang
diwajibkan
● Meminta pengurus melaksanakan semua syarat K3 yang diwajibkan
● Mengatur keberatan bekerja dimana syarat K3 dan alat perlindungan yang wajib
digunakan diragukan kemampuannya.
3
serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap dari Peraturan
Pemerintah ini.
3) Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja
terhadap Radiasi, terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal. Peraturan ini mewajibkan
setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk mengawasi
ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi periu ditunjuk ahli
proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang.
4) Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja
pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dan 31 Bab
dan 58 pasal mengatur tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja pada
pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi, wewenang dan tanggung
jawab menteri pertambangan, dan dalam pelaksanaan pengawasan
menyerahkan kepada Dirjen dengan hak substitusi sedang tugas dan pekerjaan
pengawasan tersebut dilaksanakan oleh kepala inspeksi dan pelaksana inspeksi
tambang.
4
dan kewajiban pegawai pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli
keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat karena
jabatannya. Kesengajaan membuka rahasia ini diancam hukuman sesuai
ketentuan Undang-undang Pengawasan Perburuhan.
5
menjadi golongan A, B, C dan D. Sedang alat pemadam api ringan dibagi
menjadi jenis cairan, jenis busa, jenis tepung kering dan jenis gas.
Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat
dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan.
Dalam peraturan menteri ini juga diatur tatacara pemeriksaan dan pemeliharaan
alat pemadam api ringan.
12) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1983 tentang Instalasi
Alarm Kebakaran Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87 pasal, mengatur
6
perencanaan, pemasangan, penneliharaan dan pengujian instalasi alarm
kebakaran otomatik di tempat kerja. Diatur ruangan dan bagiannya yang
memerlukan detektor kebakaran. Instalasi harus dipelihara dan diuji secara
berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatavcaranya dalam
peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain
sistem deteksi panas, asap dan api.
13) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1985 tentang Keselamatan
dan Kesehatan kera Pemakaian Asbes, terdiri atas sepuluh bab dan 25 pasal,
melarang pemakaian asbes biru dan cara penggunaan asbes dengan
menyemprotkan. Selain itu diatur kewajiban pengurus untuk menyediakan alat
pelindung diri, penerangan pekerja, melaporkan proses dan jenis asbes yang
digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes, analisa debu
asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara pencegahannya.
Kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri, memakai dan
melepas alat pelidung diri di tempat yang ditentukan, dan melaporkan kerusakan
alat pelindung diri, alat kerja dan/atau ventilasi.
Selain itu diatur kebersihan lingkungan kerja, dan pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja.
14) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1985 tentang Pesawat
Tenaga dan Produksi, terdiri atas dua belas bab dan 147 pasal, mengatur
ketentuan umum teknis keselamatan kerja pada pesawat tenaga dan pesawat
produksi, ketentuan mengenai alat periindungan, pengujian bagi bejana tekan
sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan perlengkapan transmisi
mekanik, keselamatan mesin, perkakas, dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan,
pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.
15) Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1985 tentang Pesawat angkat dan
Angkut, terdiri atas dua belas bab dan 146 pasal, mengatur perencanaan,
pembuatan, pemasangan, peredaran, pemakaian, perubahan dan atau
perbaikan teknis serta pemeliharaan pesawat angkat dan angkut. Syarat
keselamatan mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat
dan angkut, harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban
maksimum yang diijinkan harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan
dibaca dengan jelas. Setiap pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani
melebihi beban maksimum yang diijinkan. Peraturan ini mengatur syarat-syarat
teknis berbagai pesawat angkat dan angkut, termasuk komponen-komponennya.
Demikian pula pesawat angkutan di atas landasan. dan diatas permukaan, alat
angkutan jalan riil, pengesahan, pemeriksaan dan pengujian.
7
16) Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
nomor Kep 174/Men/86 - nomor 104/KPTS/86 tentang Keselamatan dan
Kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi, terdiri atas delapan pasal,
menyatakan berlaku pedoman pelaksanaan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja pada tempat kegiatan konstruksi bangunan sebagai pedoman pelaksanaan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01/Men/1980. Menteri tenaga kerja dapat
menunjuk ahli keselamatan kerja bidang konstruksi di lingkungan Departemen
Pekerjaan umum,atas usul Menteri Pekerjaan Umum.
17) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan
pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja
atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai
risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
membentuk P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur
pekerja. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan.
Selain mengatur tugas dan fungsi P2K3, juga mengatur tentang tatacara
penunjukan ahli K3.
18) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1988 tentang Kualifikas dan
Syarat-syarat Operator Pesawat Uap, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal.
Kualifikasi operator pesawat uap terdiri dari operator, kelas I dan operator kelas
II. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur,
kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai
kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah
dan kualifikasi operator untuk kete! uap serta kurikulum operator sesuai
kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
19) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1988 tentang Berlakunya
Standard Nasional Indonesia (SNI) No: SNI-225-1987 Mengenai Peraturan
Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja, terdiri atas
sepuluh pasal, memberlakukan PUIL 1987 di tempat kerja. Pengurus wajib
menyesuaikan instalasi listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan
ketentuan SNI 225-1987.
20) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan
Syarat-syarat Operator Keran Angkat, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal.
Kualifikasi operator terdiri dari operator kelas I, Operator kelas II dan operator
kelas III. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur,
kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai
kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya, dan
8
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah
dan kualifikasi operator untuk masing-masing keran dicantumkan dalam lampiran
peraturan ini.
21) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1989 tentang Pengawasan
Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal, mengatur
persyaratan istalasi penyalur petir tentang kemampuan perlindungan, ketahanan
teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan dan sertifikat atau
hasil pengujian bagian-bagian instalasi. Memuat persyaratan teknis untuk
penerima, penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang
mempunyai antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap.
Selain itu diatur juga pemeriksaan dan pengujian, pengesahan dan ketentuan
pidana.
22) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1992 tentang Tata cara
Penunjukan Kewajiban dari Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
terdiri dari lima bab dan 15 pasal, mengatur persyaratan untuk dapat ditunjuk
menjadi ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan
pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan berdasarkan
permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi yang perlu
dilampirkan.. Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan
peraturan perundang-undangan K3 dan melaporkan pelaksanaan tugasnya
kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan keterangan yang didapat
karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk
memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat
keselamatan dan kesehatan kerja.
23) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1995 tentang Perusahaan
Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari tujuh bab 21 pasal,
mengatur jenis perusahaan jasa K3, serta bidang kegiatannya. Peraturan ini juga
mengatur persyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk dapat menjadi
perusahaan jasa K3.
24) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1998 tentang Tatacara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal,
mengatur kewajiban pengurus atau pengusaha melaporkan kecelakaan, tatacara
pelaporan dan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas
ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II
laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III bentuk
laporan pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk
laporan pemeriksaan dan pengkajian peristiwa kebakaran/peledakan/bahaya
pembuangan limbah.
9
25) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1998 tentang
Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata kerja Dokter Penasehat, terdiri atas
tujuh bab dan 15 pasal, mengatur tugas dan fungsi dokter penasehat,
pengangkatan dan pemberhentian, tatacara pemberian pertimbangan medis,
serta pelaporan dan pembinaan.
26) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang,
terdiri dari enam bab 34 pasal, mengatur kapasitas angkut dan jumlah orang
yang dapat diangkut, persyartan teknis keselamatan bagian-bagian lift dan
pemasangannya, mesin dan kamar mesin, tali baja dan tromol, ruang luncur dan
lekuk dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja pembuatan,
pemasangan, perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan, pengujian dan
pengawasannya.
10
(lebih lanjut tentang P2K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04
tahun 1987 tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja)
2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis
dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja terdiri atas enam pasal, mengatur
mengenai tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat: kerja. Lampiran I
adalah bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga
Kerja, sedang Lampiran II adalah laporan medik penyakit akibat kerja yang
merupakan rahasia medik. Keputusan Menteri ini merupakan pedoman
pelaksanaan dari Undang-undang No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan
berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti dengan
Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena
kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga
kerja, yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan
tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang penyakit dalam, bidang penyakit
Pam, bidang penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi
dan bidang penyakit kulit.
4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika Di Tempat kerja terdiri dari 12 pasal, menetapkan nilai
ambang batas untuk iklim kerja, kebisingan, getaran, frekuensi radio/gelombang
mikro, dan radiasi sinar ultra ungu. Keputusan Menteri ini juga menetapkan batas
waktu pemajanan untuk faktor-faktor fisik yang melampaui NAB.
11
perorangan, keluarga dan lingkungan. Dalam UU tersebut di atur 15 upaya
kesehatan, dan salah satunya adalah upaya kesehatan kerja.
Khusus tentang Kesehatan Kerja diatur dalam UU No. 23 th 1992, pada pasal 23
yang mengamanatkan bahwa :
- Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal
- Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit
akibat kerja dan syarat kesehatan
- Disetiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
b. Manajemen K3.
Untuk menjamin agar semua ketentuan dan pelaksanaan K3 di perusahaan
dapat terselenggara dengan baik sehingga terhindar terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pengusaha perlu menyelenggarakan manajemen K3
sejalan dengan penyelenggaraan manajemen lainnya di perusahaan.
Agar dapat tercapai hasil yang optimal dan memberikan keseragaman dalam
melaksanakan manajemen K3, pemerintah telah menerbitkan suatu sistem yang
disusun secara komprehensif yaitu Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012.M
Sistem Manajemen K3 ini meliputi 5 kewajiban perusahaan dalam melaksanakan
manajemen K3. sebagai berikut:
- Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan
SMK3
- Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3
- Menerapkan kebijakan K3 secara efektif.
- Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3, serta melakukan
tindakan perbaikan dan pencegahan.
- Menjamin secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara
berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja K3.
12
- Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan K3
- Perencanaan K3 yang terkoordinasi
- Melakukan penilaian kinerja K3 dan tindak lanjut pelaksanaan peningkatan
K3.
Dari 5 ketentuan manajemen K3 tersebut, diukur efektivitas penerapannya
melalui audit yang terbagi dalam 12 elemen dan 166 kriteria untuk perusahaan
besar, 122 kriteria untuk perusahaan sedang, dan 64 kriteria untuk perusahaan
kecil.
13