Anda di halaman 1dari 2

Persiapan Kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI

1. Persiapan Kemerdekaan oleh BPUPKI


Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai untuk menindaklanjuti janji Koiso. Pembentukan
BPUPKI diumumkan oleh Letnan Jenderal Kumakichi Harada pada 1 Maret 1945. BPUPKI dibentuk untuk
mempelajari dan menyelidiki segala hal penting yang berkaitan dengan pembentukan negara Indonesia
yang merdeka. BPUPKI diketuai Radjiman Wediodiningrat. Sementara itu, R.P. Soeroso dan Ichibangase
(tokoh Jepang) sebagai wakil ketua.
Dalam upaya mencapai tujuannya BPUPKI mengadakan
beberapa kali persidangan. Sidang pertama BPUPKI berlangsung
pada 29 Mei–1 Juni 1945. Dalam pidato pembukaan, ketua BPUPKI
Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan kepada seluruh
anggota mengenai dasar negara Indonesia. Permintaan Radjiman
Wediodiningrat dipenuhi oleh tiga anggota BPUPKI untuk
membahas dasar negara Indonesia, yaitu Muhammad Yamin,
Soepomo, dan Soekarno. Tokoh pertama yang menyampaikan
rancangan dasar negara adalah Muhammad Yamin. Rancangan
dasar negara Indonesia menurut Muhammad Yamin yaitu Peri
Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan,
dan Kesejahteraan Rakyat.
Pada 31 Mei 1945 giliran Soepomo menyampaikan
pandangannya mengenai dasar negara Indonesia. Rancangan dasar
negara menurut Soepomo yaitu Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat Gambar Radjiman Wediodiningrat, ketua BPUPKI
dan Demokrasi, Musyawarah, dan Keadilan Sosial. Pada kesempatan Sumber: Nur Asiah, Seri Ensiklopedia Ilmu
Pengetahuan Sosial: Pahlawan Nasional
terakhir, Soekarno mengajukan gagasannya mengenai dasar negara Indonesia, Jakarta, Mediantara Semesta, 2009
Indonesia. Pada kesempatan tersebut Soekarno berpidato dengan
judul ”Lahirnya Pancasila”. Soekarno kemudian merumuskan lima
prinsip dasar negara Indonesia dengan nama ”Pancasila” terdiri atas Nasionalisme (Kebangsaan
Indonesia); Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan Sosial;
serta Ketuhanan yang berkebudayaan (Ketuhanan Yang Maha Esa).
Setelah sidang pertama, Radjiman Wediodiningrat menyatakan BPUPKI memasuki masa reses.
Selanjutnya, BPUPKI membentuk panitia kecil yang bertugas membahas ketiga rancangan dasar negara
yang disampaikan Muh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Panitia kecil tersebut kemudian membentuk
Panitia Sembilan yang beranggotakan Soekarno, Moh. Hatta, Muh. Yamin, Ahmad Soebardjo, A.A. Maramis,
Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso.
Tugas Panitia Sembilan selesai pada 22 Juni 1945, setelah rumusan dasar negara berhasil disepakati.
Rumusan dasar negara yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan oleh Muhammad Yamin disebut ”Piagam
Jakarta” atau ”Jakarta Charter”. Rancangan itu diterima secara bulat dan sepakat untuk dimatangkan
dalam sidang kedua BPUPKI pada 10 Juli 1945. Sidang kedua BPUPKI berakhir pada 16 Juli 1945. Dalam
penutupan sidang tersebut, Radjiman Wediodiningrat kemudian memastikan seluruh anggota BPUPKI
menyetujui seluruh hasil sidang BPUPKI.
2. Persiapan Kemerdekaan oleh PPKI
BPUPKI berhasil menyusun rancangan dasar negara dan undang-undang dasar negara dalam waktu
singkat. Kondisi tersebut tidak sesuai perkiraan pemerintah Jepang. Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI
dibubarkan oleh Jepang. BPUPKI dibubarkan oleh pemerintah Jepang karena dianggap terlalu cepat
mewujudkan kehendak Indonesia untuk merdeka. Setelah dibubarkan, tugas-tugas BPUPKI untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dilanjutkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai.
Jepang membentuk PPKI bersamaan dengan pembubaran BPUPKI, yaitu pada 7 Agustus 1945. PPKI
dibentuk dengan tugas melanjutkan pekerjaan BPUPKI untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
berkaitan pelaksanaan kemerdekaan atau pemindahan kekuasaan dari Jepang kepada Indonesia. Selain
itu, PPKI bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang mencakup masalah ketatanegaraan dan
pemerintah setelah Indonesia merdeka.

Sumber:
 Taufik Abdullah dan A.B. lapian (ed.). 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 6: Perang dan Revolusi. Jakarta: Ichtiar
Baru van Hoeve.
 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (ed.). 2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI: Zaman
Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai