Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA MATA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
AHMAD MAULANA
ELLA CENDRIKA
RISNAWATI
TINA LESTARI
M. SYARIF HIDAYATULLAH
M. RIZKI FAZRI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN 2018/2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA MATA

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/ Deskripsi Penyakit
Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa)
baik oleh zat kimia maupun oleh benda keras dan tajam (Anas, 2010).

Osteomalasia adalah penyakit rakhitis pada orang dewasa dan


sebagaimana penyakit rakhitis, kelainan ini berkaitan dengan gangguan
kalsium pada matriks tulang (gangguan mineralisasi) (Muttaqin Arief,
2008).

1.2 Etiologi
Trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
a. Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda
yang relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras misalnya
terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol
tidak dengan alat, ketapel.
b. Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau
benda asing yang masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel
kayu berkecepatan tinggi, percikan proses pengelasan, dan peluru.
c. Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang bersifat asam
dan alkali yang masuk ke mata.
d. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium
(asam sulfat, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam
kromat, asam hidroflorida).
e. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan
pembersih lantai, kapur, lem perekat.
1.3 Tanda Gejala
Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1.3.1 Trauma Tumpul
a. Rongga Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan
7 ruas tulang yang membentuk dinding orbita (lakrimal,
ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan
zigomatikus.Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka
akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf),
perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola
mata.
b. Palpebra: Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea.
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan
pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit
yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva
tarsal. Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi
keratitis. Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka
akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat
menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan
sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata
(lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c. Konjungtiva: Konjungtiva merupakan membran yang
menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
Goblet. Musin berfungsi membasahi bola mata terutama
kornea. Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva
(perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang
dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d. Kornea: Kornea (Latin cornum - seperti tanduk) adalah
selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi
oleh banyak saraf. Edema kornea, penglihatan kabur,
kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai
tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata
berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul
akibat trauma pada kornea.
e. Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea.
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang
diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang
masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat
masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu
pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior
ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis
mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat
perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis
yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris
terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika
trauma mengenai iris.
f. Lensa: Lensa merupakan badan yang bening. Secara
fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal
atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan
karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di
tempatnya. Secara patologik jika lensa terkena trauma akan
terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).
g. Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
h. Retina: Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening,
terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik.
Letaknya antara badan kaca dan koroid. Letaknya antara
badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada
ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan
sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning)
kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk
tajam penglihatan.Ditengah makula lutea terdapat bercak
mengkilat yang merupakan reflek fovea. Secara patologik
jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina,
ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan
penurunan tekanan bola mata.
i. Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga
menimbulkan kebutaan

1.3.2 Trauma Tajam


a. Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital),
perubahan posisi bola mata.
b. Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator
apoeurosis).
c. Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
d. Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan
subkonjungtiva.
e. Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan
uvea (iris, badan silier dan koroid yang berwarna gelap).
f. Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi
kornea yan g disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris,
penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.
g. Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera,
perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
1.3.3 Trauma Kimia
a. Asam: Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi
protein epitel kornea.
b. Basa/Alkali: Kebutaan, penggumpalan sel kornea atau
keratosis, edema kornea, ulkus kornea, tekanan intra ocular
akan meninggi, hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan
pada badan siliar.

1.4 Patofisiologi
Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik,
semua ini menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya
trauma mata. Trauma mata yang diakibatkan oleh cedera mekanik pada
jaringan bola mata akan menimbulkan suatu atau berbagai akibat klasik
seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan berupa
penglihatan kabur, perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan
bentuk mata berubah.

Trauma yang diakibatkan oleh cidera non mekanik pada bola mata akan
menimbulkan berbagai akibat seperti : erosi epitel kornea, kekeruhan
kornea. Bila pada cidera radiasi juga terjadi efek kumulasi. Bila radiasi
berkurang maka lesi terimis yang ditimbulkan sinar red (irivisible rays)
dapat berupa kekeruhan kornea, atratosi iris, katarak.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan
ketajaman penglihatan menggunakankartu Snellen dan indikator
pengukur ketajaman penglihatan lain seperti cahaya dan gerak
anggota tubuh.
b. Pemeriksaan CT-Scan dan USG B-scan : digunakan untuk
mengetahui posisi benda asing.
c. Electroretinography (ERG): untuk mengetahui ada tidaknya
degenerasi pada retina.
d. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
e. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada
benda asing.

1.6 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya
trauma dan jenis yang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi pada kasus
trauma basa antara lain
a. Simblefaron (perlengkapan antara konjungtiva bulbi dan
kunjungtiva palpebra)
b. Kornea keruh, edema neovaskuler
c. Katarak traumatic merupakn katrak yang muncul sebagai akibat
cedera padamata yang dapat merupakan perforasi ataupun tupul
yang terlihat sesdah beberapa hari ataupun beberapa tahun katarak
traumatic ini dapat muncul akut, sub akut, ataupun gejala sisa
trauma mata, trauma basa pada permukaan mata sering
menyebabkan katarka, selain menyebabkan kerusakan kornea
kunjungtiva dan iris komponen basa yang masuk mengenai kadar
glukosa atau askorbal hal ini dapat terjadi karena zat asam namun
trauma asma sukar masu ke bagian dalam mata di bandingkan basa
maka jarang
d. Phtisis bulbi

Komplikasi hifema trauma tumpul pada mata


a. Glokoma sekunder di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh
darah pada struktur kamrea okuli anterior
b. Imhibisi kornea yaitu masuknya darah yang teruria ke dalalm
lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi warna kuning
tengguli dan leisus sangat menurun.
c. Penanganan : tindakan pembedahan yaitu karasoplastik
1.7 Penatalaksanaan
Pada kasus trauma mata penatalaksanaan terapi tidak ditentukan, tapi
dilaksanakan berdasarkan kondisi trauma yang dialami pasien dan juga
berdasarkan berat ringannya gejala yang dialami.

Namun, berikut ini adalah beberapa penanganan yang mungkin dapat


digunakan sebagai pada kasus trauma mata akibat trauma mekanik,
antara lain :
1.7.1 Penatalaksanaan sebelum tiba di RS, antara lain:
a. Mata tidak boleh dibebat dengan tekanandan diberikan
perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yangberlebihan dan
penekanan bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkantanpa pemeriksaan
lanjutan.
d. Sebaiknya pasien di puasakan untukmengantisipasi tindakan
operasi.

1.7.2 Penatalaksanaan di RS, antara lain:


a. Pemberian antibiotik spektrum luas
b. Pemberian obat sedasi, antiemetik, dananalgetik sesuai
indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea,konjungtiva atau
intraokuler.
e. Tindakan pembedahan /penjahitan sesuaidengan kausa dan
jenis cedera.
f. Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan
irigasi mekanis atau vitrektomi.
1.8 Pathway

1.9 Evidence Based Practice


Judul :
Hubungan antara faktor trauma tumpul pada mata dengan katarak pada
petani.
Peneliti : Lusianawaty Tana

Analisis Jurnal
a. Latar belakang
Pembahasan dalam latar belakang pada artikel penelitian ini,
peneliti menjelaskan secara umum dari kejadian katarak dan
kemudian dijabarkan dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian katarak dan salah satunya yaitu trauma
tumpul pada mata. Dalam hal ini dijelaskan bahwa banyak hal yang
dapat menyebabkan trauma pada mata terutama trauma tumpul,
kemudian peneliti melakukan perumusan lebih dalam dan
menemukan sebuah rumusan masalah apakah trauma tumpul pada
mata dapat menyebabkan kejadian katarak. Trauma mata dapat
menimbulkan keluhan nyeri dan dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan. Dampak trauma mata dapat menimbulkan kerugian
yang sangat besar akibat hilangnya penglihatan, hilangnya waktu
kerja, dan kerugian dalam hal besarnya biaya yang dikeluarkan.
Selain dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan, trauma
mata dapatj uga merupakan faktor yang berhubungan dengan
terjadinya katarak. Berbagai benda di bidang pertanian dapat
mengakibatkan trauma mata yang tidakdiharapkan, baik oleh orang
yang bekerja dibidang pertanian tersebut maupun oleh orangyang
sedang berada di sekitarnya.

Trauma mata di bidang pertanian dilaporkan lebih sering terjadi


pada saat memperbaiki peralatan pertanian dibandingkan pada saat
mengoperasikan peralatan tersebut. Selain itu, peralatan sederhana
yang digunakan secara manual dapat pula mengakibatkan trauma
mata berat. Benda yang dapat mengakibatkan trauma mata antara
lain adalah partikel batu, tanah, bahanpertanian atau obyek asing
lainnya yang berasaldari peralatan pertanian. Kebanyakan
penyebab trauma mata berasal dari partikel kecil atau obyek yang
mencolok atau menggores mata. Partikel/ obyek tersebut dapat
berasal dari peralatan pertanian, hembusan angin atau terjatuh dari
arah atas kepala pekerja. Obyek seperti paku, staples, potongan
kayu atau logam, dapat menembus masuk ke dalam bola mata dan
mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen. Selain obyek
yang berukuran kecil, obyek yang berukuran besar bisa juga
mengenai mata atau wajah, seperti pekerja bergerak ke arah sesuatu
obyek yang dalam keadaan diam, mengakibatkan trauma tumpul
yang kuat pada bola mata ataurongga mata.
b. Metode Penelitian
1) Desain penelitian : Disain penelitian belah lintang, pada petani
dan keluarganya yang berusia 30 tahun ke atas, berasal dari
desa Desa Warnakerta, Warnasari, Warnajaya, dan
Karangligardi Kecamatan Teluk Jambe Barat Kabupaten
Karawang.
2) Tempat penelitian : Desa Warnakerta, Warnasari, Warnajaya,
dan Karangligar di Kecamatan Teluk Jambe Barat Kabupaten
Karawang.
3) Populasi Penelitian :Petani dan keluarganya yang berusia 30
tahun ke atas, berasal dari desa Desa Warnakerta, Warnasari,
Warnajaya, dan Karangligar di Kecamatan Teluk Jambe Barat
Kabupaten Karawang.
4) Sampel penelitian :Subyek penelitian dipilih secara
purposivedengan kriteria inklusi berusia minimal 30 tahun,
bersedia ikut penelitian dengan menandatangani informed
consent. Kriteria eksklusi adalah menderita penyakit berat,
demensia, buta karena cacat, tidak mempunyai kedua bola
mata dan sudah operasi katarak/ lensa mata pada kedua mata.
Sampel penelitian dipilih berdasarkan 4000 nama petani dan
keluarganya yang diperoleh dariKantor Kepala desa. Dari 4000
nama tersebut, dipilih secara acak sebanyak 1400 orang.
5) Instrumen penelitian : Data dikumpulkan dengan cara
wawancara dan pemeriksaan. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang
karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan pendidikan),
riwayat trauma mata dan jenis penyebabnya. Pemeriksaan mata
dilakukan oleh dokter spesialis mata dengan menggunakan
ophthalmoscope (tanpa midriatika).
6) Analsisi Uji yang digunakan : Analisis dilakukan secara
univariat dan bivariat dengan uji statistik chi square dengan
tingkat kemaknaan ditentukan sebesar 0,05 dan confidence
interval ditentukan 95%.

c. Hasil dan Kesimpulan


1) Hubungan antara karakteristik individu dan trauma tumpul
pada mata.
Hubungan bivariat antara karakteristik individu dan trauma
tumpul pada mata. Pada tabel artikel disajikan, di antara
beberapa faktor karakteristik individu yang di analisis (umur,
jenis kelamin dan pendidikan) terhadap trauma tumpul mata
akibat terpukul/terbentur benda asing pada mata, didapatkan
hanya jenis kelamin yang berhubungan bermakna yaitu dengan
p value 0,0001 < α 0.05, sedangkan umur p value 0,08 dan
tingkat pendidikan p value 0,8 yang berati tidak berhubungan
secara bermakna. Riwayat trauma tumpul akibat terpukul/
terbentur benda asing pada mata lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Ini dikarenakan laki-laki merupakan
tulang punggung keluarga, serta kerap melakukan kegiatan
atau pekerjaan yang lebih berat dibandingkan perempuan.
2) Hubungan antara trauma tumpul akibat terpukul/terbentur pada
mata dengan katarak. Pada tabel artikel, terlihat walaupun
persentase responden dengan katarak yang pernah mengalami
trauma tumpul akibat terpukul/ terbentur benda lebih tinggi
dibandingkan persentase katarak pada responden yang tidak
pernah mengalami trauma akibat terpukul/terbentur pada mata,
namun tidak berhubungan secara bermakna berdasarkan uji
statistik dibuktikan dengan nilai p value 0,07 > α 0,05.
Walaupun tidak ada hubungan yang bermakna namun tarauma
tumpul baik akibat terpukul atau semacamnya dapat
menyebabkan bahaya bagi mata, dan tentunya dapat merusak
saraf-saraf yang ada dimata yang dapat mengganggu
pengeliahatan.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua- duanya.
Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
(kapitaselekta. jilid satu. 2004). Kemudian menurut Mansjoer
(2008), faktor risiko terjadinya katarak bermacam - macam,
yaitu sebagai berikut:
1) Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil).
Dengan bertambahnya usia lensa akan mengalami proses
menua, di mana dalam keadaan ini akan menjadi katarak.
2) Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus
di masa pertumbuhan janin
3) Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses
degenerasi yang timbul pada lensa.
4) Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa,
indeks refraksi, dan amplitudo akomodatif. Dengan
meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula
kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa
dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka
kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian
glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase
menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap
berada dalam lensa.
5) Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi
stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar
antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok
menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3
hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan
terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok
juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein.
6) Konsumsi alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena
berbagai penyakit mata, termasuk katarak. Dalam banyak
penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak.
Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan
secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi
penyerapan nutrisi penting pada lensa.

1.10 Terapi Komplementer


a. Penanganan Cedera Mata Akibat Bahan Kimia atau Luka Bakar
1) Bilas mata dengan air bersih. Pastikan air yang digunakan untuk
irigasi mata benar-benar bersih atau gunakan tetes air mata
buatan. Lakukan dengan posisi kepala miring dan biarkan air
mengalir ke mata dari arah dalam keluar.
2) Jika menggunakan lensa kontak, lepaskan dan bersihkan dengan
cairan pembersihnya.
3) Segera bawa ke dokter.
b. Penanganan Cedera Mata Akibat Pukulan
1) Kompres dengan air dingin atau es 10-15 menit untuk
membantu mengurangi nyeri dan pembengkakan
2) Hindari menggosok maupun memberi penekanan terhadap mata
3) Jika terjadi gangguan fungsi visual atau nampak cedera
sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter
c. Penanganan Cedera Mata Akibat Benda Tajam/Tumpul
1) Hindari mencuci ataupun memberi penekanan pada mata
2) Apabila nampak benda asing tertancap jangan mencoba untuk
mencabutnya
3) Tutup mata dengan kain bersih,, ikat longgar dengan perban dan
segera bawa ke dokter.

1.11 Kajian Islam


Firman-firman Allah lainnya dalam Alqur’an yang jadi rujukan fatwa:
a. Surat Ali Imran ayat 92
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna),
sebelum kamu mendermakan sesuatu yang kamu cintai. Dan apa
saja yang kamu dermakan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.

b. Surat Al Baqarah ayat 195

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah


kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik.”
c. Surat Al Maidah ayat 2
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.

Tiga Hadist mengenai kesembuhan yang membenarkan donor mata


a. Hadist riwayat Bukhori dan Muslim
“Allah akan selalu menolong hambaNya, sesama hamba itu
menolong sesamanya”
b. Hadist riwayat Imam Muslim
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila penyakit tersebut diberi
obat c. yang tepat, tentu akan sembuh dengan izin Allah zza wa
jalla”

Hadist riwayat H.R Abu Daud, Tarmizi, Nasa’I dan Ibnu Majjah
“Berobatlah hai hamba Allah, karena sesungguhnya Allah SWT
tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan obatnya. Hanya
satupenyakit yang tidak ada obatnya ialah penyakit tua

Tahukan anda kerusakan kornea disebabkan karena penyakit


bawaan, kekurangan vitamin A, kerusakan kornea (infeksi /
trauma) dan komplikasi operasi mata. Jadilah Obat bagi sesama
hamba Nya.
 
Serta Keputusan Mu’tamar Tarjib Muhammadiyah (1980),
‘Transplantasi kornea mata dibenarkan menurut hukum Islam
dengan pertimbangan, bahwa bagi donor yang telah meninggal,
korneanya sudah tidak diperlukan lagi. Padahal jika korneanya
dimanfaatkan oleh seorang tuna netra akan sangat besar
manfaatnya. Meskipun si tuna netra tidak akan meninggal karena
tidak dapat melihat, namun penglihatan merupakan kebutuhan
hidup dan akan makin menyempurnakan fungsi hidup si tuna netra
setelah dapat melihat.

Selain itu, UK Islamic Transplantation juga menyebutkan bahwa


‘Muslim Scholar, akademi yang paling bergengsi sepakat
menyatakan bahwa donasi organ (termasuk kornea) adalah
tindakan pahala dan dalam keadaan tertentu dapat menjadi
kewajiban’.
2. Konsep Asuhan Klien Dengan Gangguan Trauma mata
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Kapan trauma terjadi (waktu kejadian/lamanya trauma)
b. Keadaan mata (respon jaringan pada organ mata)
c. Jenis Trauma yang didapat
d. Besarnya benda yang mengenai mata, kekuatan/kecepatan benda
mengenai mata
e. Memakai alat pelindung wajah seperti helm atau kacamata
f. Pertolongan pertama yang telah dilakukan dilokasi
g. Tajam penglihatan
h. Tekanan Bola Mata

2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus


a. Tanda-tanda Vital (nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan)
b. Pemeriksaan persistem
1) B1(Breath) :disertai gangguan pernapasan jika trauma
menyebar ke mukosa hidung.
2) B2 (Blood) :perdarahan jika trauma melibatkan organ tubuh
lain selain struktur mata.
3) B3 (Brain) :pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya
peningkatan TIO (tekanan intraokular).
4) B4 (Bladder) :kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
5) B5 (Bowel) :idak ditemukan perubahan dalam sistem
gastrointestinal.
6) B6 (Bone) :ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan
adanya kelainan.
c. Pemeriksaan khusus pada mata :
1) Visus (menurun atau tidak ada)
2) Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya
sebagian pergerakan bola mata)
3) Adanya perdarahan, perubahan struktur konjugtiva, warna,
dan memar.
4) Kerusakan tulang orbita, krepitasi tulang orbita.
5) Pelebaran pembuluh darah perikornea.
6) Hifema.
7) Robek kornea
8) Perdarahan dari orbita.
9) Blefarospasme.
10) Pupul tidak beraksi terhadap cahaya, struktur pupil robek.
11) Tes fluoresens positif.
12) Edema kornea.
13) Nekrosis konjugtiva/sklera.
14) Katarak.

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


a. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral
mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea,
vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
b. Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/
massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya
kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
c. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai
normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
d. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur
internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 :  Nyeri akut berdasarkan dengan inflamasi
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International
Association for the study of Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat
dan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.

2.2.2 Batasan karakteristik


a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekwensi jantung
d. Perubahan frekwensi pernapasan
e. Laporan isyarat
f. Diaforesis
g. Perilaku distraksi (mis,berjaIan mondar-mandir mencari orang
lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
h. Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)
i. Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)
j. Sikap melindungi area nyeri
k. Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi nyeri, hambatan
proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
l. Indikasi nyeri yang dapat diamati
m. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
n. Sikap tubuh melindungi
o. Dilatasi pupil
p. Melaporkan nyeri secara verbal
q. Gangguan tidur

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Agen cedera (mis, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Diagnosa 2 : Resiko injuri berdasar dengan peningkatan Tekanan Infra
Okuler (TIO)
2.2.4 Definisi
Dalam injuri cedera sebagai hasil dari interaksi kondisi lingkungan
dengan respon adaptif indifidu dan sumber pertahanan.

2.2.5 Batasan karakteristik


a. Eksternal
1) Biologis (mis, tingkat imunisasi komunitas, mikroorganisme)
2) Zat kimia (mis, racun, polutan, obat, agenens farmasi,
alkohol, nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna)
3) Manusia (mis, agens nosokomial, pola ketegangan, atau
faktor kognitif, afektif, dan psikomotor)
4) Cara pemindahan/transpor
5) Nutrisi (mis, desain, struktur, dan pengaturan komunitas,
bangunan, dan/atau peralatan)
b. Internal
1) Profil darah yang abnormal (mis, leukositosis / leukopenia,
gangguan faktor Koagulasi, trombositopenia, sel sabit,
talasemia, penurunan hemoglobin)
2) Disfungsi biokimia
3) Usia perkembangan (fisiologis, psikososial)
4) Disfungsi efektor
5) Disfungsi imun-autoimun
6) Disfungsi integratif
7) Malnutrisi
8) Fisik (mis, integritas kulit tidak utuh, gangguan mobilitas)
9) Psikologis (orientasi afektif)
10) Disfungsi sensorik
11) Hipoksia jaringan

2.2.6 Faktor yang berhubungan


a. Aktifitas fisik intensitas ringan/rendah (berjalan, latihan tanpa
beban, & berenang)
b. Aktifitas fisik intensitas sedang (permainan, latihan beban, &
jogging)
c. Aktifitas fisik intensitas berat/dilakukan secara terus-menerus
(olahraga professional)

Diagnosa 3 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan


kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh
2.2.7 Definisi
Keadaan dimana seorang individu berisiko terserang oleh agen
patogenik dan oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau
parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber eksogen
dan endogen.

2.2.8 Batasan karakteristik


a. Prosedur Infasif
b. pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
c. Trauma
d. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
e. Ruptur membran amnion
f. Agen farmasi (imunosupresan)
g. Malnutrisi
h. Peningkatan paparan lingkungan pathogen
i. Imonusupresi
j. Ketidakadekuatan imum buatan
k. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
l. Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan peristaltic)
m. Penyakit kronik

2.2.9 Faktor yang berhubungan


a. Berhubungan dengan melemahnya daya tahan tubuh penjamu
b. Gangguan hematologi
c. Gangguan hepatik
d. Gangguan yang diturunkan
e. Perubahan sistem integumen
f. Berhubungan dengan melemahnya sirkulasi
g. Berhubungan dengan tempat masuknya organisme
h. Terapi radiasi
i. Stres
j. Riwayat infeksi
k. Berhubungan dengan masuknya organisme
l. Trauma

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 :  Nyeri akut berdasarkan dengan inflamasi
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri
setelah intervensi.
b. Klien tidak gelisah

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional


Intervensi :
Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan non
farmakologi, seperti berikut :
a. Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah
antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
b. Distraksi
c. Latihan relaksasi
Rasional :
Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi
memungkinkan klien untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.

Intervensi :
Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang
efektif.
Rasional :
Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang
nyerinya dan tindakan penghilangan nyeri

Diagnosa 2 : Resiko injuri berdasar dengan peningkatan Tekanan Infra


Okuler (TIO
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Klien tidak mengalami injury
Kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari cedera
b. Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah
injury/cedera
c. Klien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku
personal
d. Mampu memodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
f. Mampu mengenali perubahan status kesehatan

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional


Intervensi
a. Risk Kontrol
b. Immune status
c. Safety Behavior
Rasional :
a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
d. Memasang side rail tempat tidur
e. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
f. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
g. Membatasi pengunjung
h. Memberikan penerangan yang cukup
i. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
j. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
k. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
l. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
m. Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri
yang efektif.

Diagnosa 3 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan


kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
2.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
Tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil :
a. Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
b. Nilai Labotratorium : SDP normal, kultur negatif.

2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional


Intervensi :
1. Tingkatkan penyembuhan luka :
1) Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan
asupan cairan yang adekuat.
2) Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai
diberitahukan untuk dilepas.
Rasional : Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan
kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan
luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan
penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
2. Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata :
1) Cuci tangan sebelum memulai.
2) Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
3) Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan
alat penetes.

4) Ajarkan tehnik ini kepada klien dan anggota keluarganya.


Rasional : Tehnik aseptik meminimalkan masuknya
mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi.
3. Kaji tanda dan gejala infeksi
1) Kemerahan, edema pada kelopak mata.
2) Injeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol).
3) Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
4) Materi purulen pada bilik anterior (antara kornea dan iris).
5) Peningkatan suhu.
6) Nilai laboratorium abnormal (misal : peningkatan SDP, hasil
kultur ).
Rasional : Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang
cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi.
4. Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat
mencurigakan.
Rasional : Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan
kemungkinan memulai penanganan farmakologi.
5. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan
steroid.
Rasional : Mengurangi reaksi radang, dengan steroid dan
menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Seorang laki-laki berusia 45 tahun masuk rumah sakit ruang mata dengan keluhan
selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa nyeri pada
kedua matanya, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk dan menyebar sampai
kekening dengan skala nyeri 6. Pasien juga mengatakan pandangannya kabur atau
tidak jelas pada jarak tertentu dan pasien mengatakan cemas terhadap
penyakityang dideritanya. Kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien mengatakan
pernah mengalami benturan pada mata yang disebabkan pukulan bola tenis yang
cukup kencang. Kemudian istri pasien memberikan obat tetes mata tetapi tidak
ada efeknya juga, sehingga istri pasien memutuskan untuk membawanya kerumah
sakit. Di dapatkan hasil pemeriksaan TD : 120/70 MMhG N: 85x/menit RR :
24x/menit S  : 37,5ºC

Pengkajian
a.      Identitas
1.      Pasien / Klien
          Nama : Tn.M
       Umur : 45 tahun
          Jenis kelamin : laki-laki
          TB :-
          BB :-
          Alamat :
         Status perkawinan : kawin
          Agama :-
          Suku  :-
          Pendidikan                : -
          Pekerjaan  :
2.      Penanggung jawab

         Nama : Ny.M
         Umur :-
         Jenis kelamin : Perempuan
         Alamat :-
         Status perkawinan : kawin
         Agama :-
         Suku :-
         Pendidikan :-
         Pekerjaan :-
         Hub. dengan klien : istri

b.      Riwayat Penyakit

1.      Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)


Pasien datang dengan keluhan Nyeri pada kedua matanya yang dirasakan seperti
ditusuk dan menyebar sampai ke kening.

2.      Riwayat Kesehatan sekarang


Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri pada
kedua matanya, Kemudian istri klien memberi obat tetes mata tetapi tidak ada
efeknya juga. Sehingga istri klien memutuskan untuk membawa klien kerumah
sakit.

3.      Riwayat penyakit dahulu


Kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien mengatakan pernah mengalami benturan
pada matanya yang disebabkan pukulan bola tenis yang cukup kencang.

4.      Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga tidak memiliki penyakit seperti yang di alami klien.
c.       Pengkajian Fungsional

1.      Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan :-

2.      Pola nutrisi dan metabolik :-

3.      Pola eliminasi :-

4.      Pola istirahat dan tidur :-

5.      Pola aktivitas latihan


 Kemampuan perawatan diri :-
 Makan/minum :-
 Mandi :-
 Toileting :-
 Berpakaian :--
 Mobilitas ditempat tidur :-
 Berpindah :-
 ROM :-

6.      Persepsi sensorik / perceptual


Klien mengatakan penglihatannya berkurang karena nyeri pada kedua
mata

7.      Konsep diri :-

8.      Seksual-reproduksi :-

9.      Hubungan dan peran :-

10.  Koping dan stress :-


11.  Nilai dan keyakinan :-

d.      Pemeriksaan Fisik (Head to toe)


Bentuk kepala :-
Rambut :-
Mata :-
Hidung :-
Mulut :-
Leher :-
Dada  :-
Abdomen :-
Ekstremitas :-
Anus :-
Tanda-tanda Vital : TD : 120/70 MMhG
                                   N : 80x/MENIT
                                   RR : 24x/MENIT
                                   S : 37,5ºC

e.       Data Penunjang Lain

1.      Kartu snellen :-
2.      Luas lapang pandang :-
3.      Pengukuran tekanan IOL dengan tonography :-
4.      Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop :-

f.       Program Terapi
1.      Terapi farmakologi :-
2.      Terapi invasive :-
Data subjektif
 Klien mengatakan nyeri pada kedua matanya, seperti ditusuk dan
menyebar sampai ke kening dengan skala nyeri 6.
 Klien mengatakan pandangannya kabur/tidak jelas pada jarak tertentu.
 Klien mengatakan cemas terhadap penyakitnya.
 Klien pernah mengatakan pernah mengalami benturan pada mata.

Data Objektif
TD : 120/70 mmHg
N : 80x/MENIT
RR : 24x/MENIT
S : 37,5ºC

Analisa Data

Data Etiologi Problem


S  : Klien imflamasi pada Nyeri akut
mengatakan kornea atau
matanya peningkatan tekanan
      sakit intraokular.
O:
TD: 120/70 mmHg
N : 80x/MENIT
RR: 24x/MENIT
S : 37,5ºC

P : akibat benturan
Q : seperti ditusuk
R : nyeri menyebar
kekening
S : skala nyeri 6
S : klien gangguan Gangguan
mengatakan penerimaan sensori / Sensori
pandangannya status organ indera. Perseptual
kabur atau Lingkungan secara
      tidak jelas pada terapetik dibatasi.
      jarak tertentu

O:
TD : 120/70
mmHg
N :
80x/MENIT
RR :
24x/MENIT
S : 37,5ºC

II.    DIAGNOSA KEPERAWATAN (Sesuai Prioritas)


1.     Nyeri akut b/d dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular.
2.     Gangguan sensori perseptual b/d penurunan visus

III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnose Tujuan Intervensi Rasional


D
X
1 Nyeri akut Nyeri berkurang atau hilang.          Lakukan tindakan
1.       Tindakan
berhubungan Kriteria hasil : Klien akan : penghilangan nyeri penghilangan nyeri
dengan          Melaporkan penurunan nyeri yang non invasif dan yang non invasif dan
imflamasi progresif dan penghilangan nyeri non farmakologi, nonfarmakologi
pada kornea setelah intervensi. seperti berikut memungkinkan klien
atau          Klien tidak gelisah. 1.      Posisi : Tinggikan untuk memperoleh rasa
peningkatan bagian kepala tempat kontrol terhadap nyeri.
tekanan tidur, berubah-ubah
2.       Klien kebanyakan
intraokular. antara berbaring pada mempunyai
punggung dan pada sisi pengetahuan yang
yang tidak sakit. mendalam tentang
nyerinya dan tindakan
2. Distraksi
penghilangan nyeri
3. Latihan
yang efektif.
relaksasi
3.       Untuk beberapa
 Bantu klien klien terapi
dalam farmakologi
mengidentifikasi diperlukan untuk
tindakan memberikan
penghilangan penghilangan nyeri
nyeri yang yang efektif.
efektif. 4.       Tanda ini
menunjukkan
 Berikan
peningkatan tekanan
dukungan
intraokular atau
tindakan
komplikasi lain.
penghilangan
nyeri dengan
analgesik yang
diresepkan.

2 Gangguan Kriteria hasil : Klien akan : 1. Kaji 1. Untuk


presepsi 1. Penglihatan klien ketajaman mengetahui
sensori b.d tidak kabur. penglihatan keadaan umum
penurunan 2. Klien aktif dalam catat apakah antara kedua
visus melakukan salah satu mata, tajam
tindakan yang mata masih penglihatan dan
diberikan perawat dapat lapang
3. Mengurangi melihat. pandang.
bahaya dalam 2. Anjurkan 2. Untuk
lingkungan. pasien untuk mengistirahatka
4. Tajam penglihatan bedrest n mata
5/5 atau 6/6 3. Bantu pasien 3. Meringankan
dalam pemenuhan
melakukan kebutuhan
kegiatan klien sehari-
sehari-hari. hari.
4. Kurangi 4. Mencegah
penggunaan terjadinya
lampu yang pandangan
terang. kabur, dan
iritasi mata.

2.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta :
EGC.

https://doktersehat.com/pandangan-donor-mata-dalam-agama-islam/. (diakses
pada tanggal 24 September 2018)

Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Junadi, Purnawan, (1982), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mansjoer, Arif, dkk, (2008), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media


Aesculapius

Nurarif. A. H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Oka.P.N, (1993), Ilmu Perawatan Mata, Surabaya : Airlangga University Press.

Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik Proses-Proses


Penyakit, Jakarta: EGC.

Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas

Tamsuri, Anas. (2010). Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2.
Jakarta : EGC

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis
Company.

Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Media.

Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta.

Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta

http:///www.rusdi .blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai