Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kecukupan ASI


1. Definisi
Air susu ibu (ASI) adalah suatu lemak dalam larutan protein, laktose, dan
garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu
(Maryunani, 2012).
2. Proses produksi ASI
Sebagian besar ahli kesehatan berpendapat bahwa keberhasilan
menyusui tidaklah semata-mata tergantung pada faktor ibu dan bayi.
Keberhasilan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan, terutama dukungan dari
suami. Sesungguhnya, pemberian ASI dapat mempengaruhi aspek kejiwaan
dan batiniah ibu, bayi,dan suami.
ASI diproduksi dalam alveoli, bagian awal saluran kecil air susu. Jaringan
disekeliling saluran-saluran air susu dan alveoli tediri dari jaringan lemak dan
jaringan pengikat yang turut menentukan ukuran payudara. Selama masa
kehamilan, payudara membesar dua sampai tiga kali ukuran normal. Saat itu,
saluran-saluran air susu beserta alveoli dipersiapkan untuk masa laktasi.
Setelah melahirkan, laktsi dikontrol oleh dua macam refleks. Pertama,
refleks produksi air susu (milk production reflex). Bila bayi menghisap puting
payudara, maka akan diproduksi suatu hormon yang disebut prolaktin
(prolactin), yang mengatur sel-sel dalam alveoli agar memproduksi air susu.
Air susu tersebut dikumpulkan dalam saluran-saluran air susu. Kedua, refleks
mengeluarkan (let down reflex). Isapan bayi juga merangsang produksi
hormon lain yang dinamakan okstitosin (ocytosim), yang membuat sel-sel
otot disekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju puting
payudara.
Secara fisiologis, payudar bisa menampung air susu. Susu diproduksi
pada akhir ranting, dan mengalir menuju cabang-cabang besar, lalu bergerak
ke saluran di dalam puting lantaran adanya daya hisap (suckling reflex).
Selama mengisap, bayi menggigit daerah areola, yaitu bagian di sekeliling
puting. Bila sel-sel myoepitthelial di dalam dinding alveoli berkontraksi, alveoli
seolah-olah terpencet dan mengeluarkan susu ke dalam ranting yang
mengalir ke cabang-cabang yang lebih besar, yang secara perlahan bertemu
di dalam areola dan membentuk sinus lactiterous.
3. Faktor yang mempengaruhi produksi ASI
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi ASI, antara lain
adalah :
1. Struktur mulut dan rahang bayi yang kurang baik.
2. Teknik pelekatan yang salah ketika menyusui
3. Kelainan endokrin ibu
4. Jaringan payudara hipoplastik
5. Kelainan metabolisme atau pencernaan bayi sehingga tidak dapat
mencerna ASI.
6. Gizi ibu kurang.
7. Usia kehamilan ketika melahirkan.
8. Paritas (riwayat ibu pernah melahirkan).
9. Ibu yang pengguna narkoba, merokok dan minum alkohol.

Sedangkan faktor yang dapat menghambat produksi ASI antara lain


adalah :
1. Adanya feed back inhibitor (bila saluran ASI penuh, maka mengirim
impuls untuk mengurangi produksi) dapat diatasi dengan cara
memberikan ASI ekslusif dan tanpa jadwal (on demand).
2. Penyapihan, merupakan penghentian penyusuan sebelum waktunya.
3. Kelahiran prematur.
4. Penyakit kelainan kongenital yang dapat mempengaruhi dalam refleks
mengisap.
5. Berat badan bayi ketika lahir < 2500 gram.
6. Penyakit yang diderita oleh ibu.
7. Kecemasan, kelelahan, dan stress/rasa sakit, adanya stress akan
menghambat atau inhibisi pengeluaran ASI. (Astutik, 2014 & Yancey et
al., 2012)

4. Jenis-jenis ASI
1. Kolostrum
Kolostrum adalah cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mamae yang mengandung tissue debris dan reducal material, yang
terdapat dalam alveoli dan ductus dari kelenjar mamae sebelum dan
sesudah melahrkan anak. Kolostrum disekresi oleh kelenjar mamae pada
hari pertama hingga ketiga atau keempat sejak masa laktasi (Anton
Baskoro : 10).
Menurut Anton Baskoro, beberapa ciri penting yang menyertai
produksi kolostrum adalah sebagai berikut :
a. Komposisi kolostrum mengalami perubahan secara berangsur-angsur
setelah bayi lahir.
b. Kolostrum adalah cairan kental berwarna kekuningan, dan lebih
kuning ketimbang ASI mature.
c. Kolostrum bertindak sebagai laktasif yang berfungsi membersihan
dan meapisi mekonium usus bayi yang baru lahir, serta
mempersiapkan saluran percernaan bayi untuk menerima makanan
seanjutnya.
d. Kolostrum lebih banyak mengandung protein (sekitar 10% protein)
dibandingkan ASI mature (kira-kira 1% protein). Lain halnya dengan
ASI mature yang mengandung protein berupa kasein, yang mudah
dicerna dan diserap oleh usus bayi.
e. Pada kolostrum terdapat beberapa protein, yakni imunoglobulin A
(IgA), laktoferin, dan sel-sel darah putih. Semuanya itu sangat penting
untuk pertahanan tubuh bayi terhadap serangan penyakit (infeksi).
f. Total energi (lemak dan laktosa) berjumlah sekitar 58 kalori/100 ml
kolostrum.
g. Kolostrum lebih banyak mengandung vitamin A, mineral natrium (Na),
dan seng (Zn).
h. Lemak dalam kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan
lecithin dibandingkan ASI mature.
i. Pada kolostrum terdapat tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein
dalam usus bayi menjadi kurang sempurna, yang menyebabkan
peningkatan kadar antibodi pada bayi.
j. Volume kolostrum sekitsr 150-300 ml/24 jam
2. Foremilk
Air susu yang keluar pertama kali disebut susu awal (foremilk). Air
susu ini hanya mengandung sekitar 1-2% lemak dan terlihat encer, serta
tersimpan dalam saluran penyimpanan. Air susu tersebut sangat banyak
dan membantu menghilangkan rasa haus pada bayi.
3. Hindmilk
Hindmilk keluar setelah foremilk habis, yakni saat menyusui
hampir selesai. Hindmilk sangat kaya, kental, dan penuh lemak
bervitamin, sebagaimana hidangan utama seletah hidangan pembuka. Air
susu ini memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi.
5. Komposisi ASI
Air susu ibu (ASI) merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, vitamin, dan mineral yang berfungsi sebagai makanan nagi bayi.
Oleh karena itu,  ASI dalam jumlah cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi selama 6 bulan pertama setelah kelahiran. sebenarnya,  banyak hal
yang menyebabkan Ibu enggan menyusui bayinya.  di antaranya ialah Ibu
kurang memahami tentang keutamaan ASI dibandingkan makanan pengganti
ASI yang sering dikenal dengan PASI (Pengganti Air Susu Ibu).
Perbandingan komposisi antara ASI dan PASI ditunjukkan oleh tabel berikut :
Tabel Perbandingan Komposisi ASI dan PASI untuk setian 100 ml

Komponen ASI PASI


Energi (kkal) 70 67
Air (g) 89,7 90,2
Protein (g) 0,9 3,4
Rasio kasein 1 : 1,5 1 : 0,2
Lemak (g) 4,2 3,9
Laktosa (g) 7,4 4,8
Vitamin A (Retinol) dengan satuan (ug) 60 31
Beta karoten (ug) 0 19
Vitamin D : larut dalam lemak dengan satuan (ug) 0,01 0,03
Larut dalam air (ug) 0,80 0,15
Vitamin C (mg) 3,8 1,5
Tiamin (vitamin B1) dengan satuan (mg) 0,02 0,04
Riboflavin (vitain B2) dengan satuan (mg) 0,03 0,20
Niasin (mg) 0,62 0,89
Vitamin B12 (ug) 0,01 0,31
Asam Folant (ug) 5,2 5,2
Kalsium (Ca) dengan satuan (mg) 35 124
Besi (Fe) dengan satuan (mg) 0,08 0,05
Tembaga (Cu) dengan satuan (ug) 39 21
Seng (Zn) dengan satuan (ug) 295 361
Komposisi zat gizi dalam ASI adalah sebagai berikut :
1) Karbohidrat
Karbohidrat utama adalah gula susu khusus laktosa, disakarida. ASI
mengandung sekitar 7 gram laktosa per 100 ml yang lebih banyak
dibandingkan dengan susu lainnya dan termasuk sumber energi yang
penting. Jenis karbohidrat lain yang ada dalam ASI adalah oligosakarida atau
rantai gula yang memberikan perlindungan terhadap infeksi.
2) Protein
Protein yang terdapat di dalam ASI berbeda secara kualitas dan kuantitas
dibandingkan dengan kandungan protein yang terdapat dalam susu formula
dan mengandung keseimbangan asam amino yang membuatnya jauh lebih
sesuai untuk bayi. Konsentrasi protein yang terdapat di dalam ASI adalah 0,9
gram per 100 ml ASI dan lebih rendah dibandingkan kandungan protein
dalam susu formula.
Protein yang terkandung dalam susu formula jauh lebih tinggi sehingga
efeknya adaah dapat membebani ginjal bayi yang belum matang dengan sisa
produk nitrogen. ASI mengandung lebih sedikit casein protein dan casein
dalam ASI memiliki strukur molekul yang berbeda. Hal ini membentuk dadih
yang lebih lembut dan lebih mudah dicerna oleh bayi dibandingkan susu
lainnya. ASI mengandung alfa-laktaglobulin dimana ini tidak terdapat di
dalam ASI dan dapat menyebabkan bayi menjadi tidak toleran.

3) Lemak
ASI mengandung 3,5 gram lemak per 100 ml ASI, yang menyediakan
sekitar 1,5 kandungan energi yang terdapat di dalam ASI. Lemak
disekresikan dalam tetesan kecil dan jumlahnya meningkat saat menyusui
berlangsung. ASI yang keluar menjelang akhir menyusui disebut dengan
“hindmilk” kaya akan lemak dan terlihat berwarna putih krem, sedangkan ASI
yang keluar pada awal menyusui disebut “foremilk” mengandung sedikit
lemak dan berwarna kebiru-biruan. Lemak pada ASI mengandung asam
lemak tak jenuh ganda (docosahexaenoic acid atau DHA, arachidonic atau
ARA) yang tidak tersedia dalam susu lain. Asam lemak ini penting untuk
perkembangan neurologis seorang anak.
4) Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relatif
rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat
besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil, mudah
diserap tubuh, dan berjumlah sangat sedikit. Sekitar 75% dari zat besi yang
terdapat dalam ASI diserap oleh usus.
5) Vitamin
Apabila makanan yang dikonsumsi oleh ibu memadai, berarti semua vitamin
yang diperlukan bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya dapat diperoleh
dari ASI. Sebenarnya, hanya ada sedikit vitamin D dalam lemak susu. Terkait
itu, ibu perlu mengetahui bahwa penyakit polio (rickets) jarang menimpa bayi
yang diberi ASI, bila kulitnya sering terkena sinar matahari.
6. Manfaat ASI
Manfaat ASI bagi bayi :
a. Bayi yang diberikan ASI akan mengurangi resiko terkena infeksi saluran
cerna yang menyebabkan diare dan berpotensi mengalami dehidrasi.
b. Terlindung dari penyakit infeksi lain seperti infeksi saluran pernapasan,
infeksi telinga, dan infeksi saluran kemih.
c. Bayi yang diberi ASI terbukti dapat menurunkan risiko terjadinya sudden
infant death syndrome (SIDS) (kematian bayi mendadak), penyakit alergi
seperti asma dan eksim, leukimia, dan sembelit.
d. Untuk efek jangka panjang, bayi yang diberi ASI akan mengurangi risiko
terjadinya obesitas (kegemukan), penyakit kolik, kardiovaskuler, dan
diabetes tipe 1 (jhaquin,2011)
e. Mengurangi kejadian maloklusi akibat penggunaan dot yang lama.
f. Dengan diberikannya ASI saja minimal sampai 6 bulan, maka dapat
menyebabkan perkembangan psikomotorik bayi lebih cepat.

Manfaat ASI bagi Ibu


a. Mencegah perdarahan pasca persalinan.
b. Mempercepat involusi uterus.
c. Mengurangi risiko terjadinya anemia.
d. Mengurangi risiko kanker ovarium dan payudara.
e. Memberikan rasa dibutuhkan selain memperkuat ikatan batin seorang ibu
dengan bayi yang dilahirkan.
f. Mempercepat kembali ke berat badan semula.

Manfaat ASI bagi Keluarga


a. Mudah pemberiannya.
Pemberian ASI tidak merepotkan seperti susu formula yang harus
mencuci botol dan mensterilkan sebelum digunakan, sedangkan ASI tidak
perlu disterilkan karena sudah steril.
b. Mengehemat biaya.
Artinya ASI tidak perlu dibeli, karena bisa diproduksi oleh ibu sendiri
sehingga keuangan keluarga tidak banyak berkurang dengan adanya
bayi.
c. Bayi sehat dan jarang sakit sehingga menghemat pengeluaran keluarga
dikarenakan tidak perlu sering membawa ke sarana kesehatan.

Manfaat ASI bagi Negara


a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak.
b. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.
c. Mengurangi devisa untuk membeli susu formula.
d. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa.
B. Kecemasan
1. Definisi
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Individu yang merasa cemas akan merasa tidak nyaman atau
takut, namun tidak mengetahui alasan kondisi tersebut terjadi. Kecemasan
tidak memilik stimulus yang jelas yang dapat diidentifikasi. (Videbeck,2012)
Cemas (ansietas) merupakan sebuah emosi dan pengalaman subjektif
yang dialami seseorang dan berhubungan dengan perasaan yang tidak pasti
dan tidak berdaya. (kusumawati dan harton, 2012)
Gangguan cemas merupakan salah satu gangguan psikiatri yang paling
sering dijumpai. Menurut laporan The National Comorbidity Study, satu dari
empat orang memenuhi kriteria diagnosis untuk setidaknya satu gangguan
kecemasan. Gangguan cemas juga lebih banyak terjadi pada wanita (30,5%)
daripada pria (19,2%). (Sadock, 2015)
2. Etiologi
Secara umum, terdapat dua teori mengenai etiopatogenesis munculnya
kecemasan, yaitu teori psikologis dan teori biologis. Teori psikologis terdiri
atas tiga kelompok utama yaitu teori psikoanalitik, teori perilaku dan teori
eksistensial. Sedangkan teori biologis terdiri atas sistem saraf otonom,
neurotransmiter, studi pencitraan otak, dan teori genetik. (Sadock, 2015)
1) Teori Psikoanalitik
Kecemasan didefinisikan sebagai sinyal adanya bahaya pada
ketidaksabaran. Kecemasan dipandang sebagai akibat dari konflik
psikik antara keinginan tidak disadari yang bersifat seksual atau agresif
dan ancaman terhadap hal tersebut dari superego atau realitas eksternal.
Sebagai respon terhadap sinyal ini, ego memobilisasi mekanisme
pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat
diterima agar tidak muncul ke kesadaran. (Sadock, 2015) Individu yang
mengalami gangguan kecemasan menggunakan secara berlebihan salah
satu atau pola tertentu dari mekanisme pertahanan. (Videbeck, 2012)
2) Teori Perilaku
Menurut teori ini, kecemasan adalah respon yang dipelajari
terhadap stimulus lingkungan spesifik. Sebagai contoh, seorang anak
yang dibesarkan oleh ayah yang kasar, dapat menjadi cemas ketika
melihat ayahnya. Hal tersebut dapat berkembang, anak tersebut
kemungkinan tidak mempercayai semua laki-laki. Sebagai kemungkinan
penyebab lain, mereka belajar memiliki respon internal kecemasan
dengan meniru respon kecemasan orangtua mereka. (Sadock, 2015)
Kecemasan dapat dipelajari oleh individu melalui pengalaman dan dapat
diubah melalui pengalaman baru. (Videbeck, 2012)
3) Teori Eksistensial
Teori ini digunakan pada gangguan cemas menyeluruh tanpa
adanya stimulus spesifik yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab
perasaan cemas kronisnya. Konsep utama teori eksistensial adalah
individu merasa hidup tanpa tujuan. Kecemasan adalah respon terhadap
perasaan tersebut.
4) Sistem Saraf Otonom
Stimulasi sistem saraf otonom dapat menimbulkan gejala tertentu
seperti kardiovaskular (contoh: takikardi), muskular (contoh: sakit kepala),
gastrointestinal (contoh: diare), dan pernapasan (contoh: takipneu).
Sistem saraf otonom pada sejumlah pasien gangguan cemas, terutama
dengan gangguan cemas sangat berat menunjukkan peningkatan tonus
simpatik, adaptasi lambat terhadap stimulus berulang, dan berespons
berlebihan terhadap stimulus sedang. (Sadock, 2015)
5) Neurotransmiter
Berdasarkan penelitian pada hewan terkait perilaku dan terapi
obat, terdapat tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan
kecemasan, yaitu asam gama-amino butirat (GABA), serotonin dan
norepinefrin. (Sadock, 2015)
Asam gama-amino butirat (GABA) merupakan neurotransmiter
yang berfungsi sebagai anticemas alami dalam tubuh dengan
mengurangi eksitabilitas sel sehingga mengurangi frekuensi bangkitan
neuron. (Videbeck, 2012) Peran GABA pada gangguan cemas didukung
oleh efektifitas benzodiazepin yang meningkatkan aktivitas GABA di
reseptor GABA tipe A (GABAA) di dalam terapi beberapa gangguan
cemas. Beberapa peneliti berhipotesis bahwa sejumlah pasien dengan
gangguan cemas memiliki fungsi abnormal reseptor GABA A, walaupun
hubungan ini belum terlihat langsung (sadock,2015). Benodiaepin terikat
pada reseptor yang sama seperti GABAdan membantu reseptor
pascasinaps untuk lebih reseptif terhadap efek GABA. Hal tersebut
mengurangi frekuensi bangkitan sel dan mengurangi kecemasan.
(Videbeck, 2012)
Serotonin (5-HT) memiliki banyak subtipe. Serotonin subtipe 5-
HT1A berperan pada terjadinya gangguan cemas, juga mempengaruhi
agresi dan mood. (Videbeck, 2012) Peningkatan pergantian atau siklus
serotonin di korteks prefrontal, nukleus akumben, amigdala, dan
hipothalamus lateral menyebabkan tipe stres akut yang berbeda.
(Sadock, 2015)
Norepinefrin merupakan neurotransmiter yang meningkatkan
kecemasan. Norepinefrin yang berlebihan dicurigai ada pada gangguan
panik, gangguan ansietas umum dan gangguan stres pascatrauma.
(Videbeck, 2012) Teori mengenai peran norepinefrin pada gangguan
kecemasan adalah pasien yang mengalami kecemasan dapat memiliki
sistem regulasi noradrenergik yang buruk dengan ledakan aktifitas yang
sesekali terjadi. Sel dari sistem noradrenergik utamanya dibawa ke locus
cereleus (nukleus) di pons dan memproyeksikan akson ke korteks
cerebral, batang otak, dan tulang belakang (medulla spinnalis). (Sadock,
2015)
6) Studi Pencitraan Otak
Suatu kisaran studi pencitraan otak, yang hampir selalu dilakukan
pada gangguan cemas spesifik, menghasilkan beberapa kemungkinan
petunjuk dalam memahami gangguan cemas. Studi struktural, seperti CT
dan MRI, yang dilakukan menunjukkan peningkatan ukuran ventrikel
otak. Hal tersebut pada suatu studi dihubungkan dengan lama
penggunaan dengan gangguan cemas memiliki keadaan patologis dari
fungsi otak dan hal ini dapat menjadi penyebab dari gejala gangguan
cemas yang dialami pasien. (Sadock, 2015)
7) Teori Genetik
Studi genetik menghasilkan bukti bahwa sedikitnya beberapa
komponen genetik turun berperan dalam timbulnya gangguan cemas.
Hereditas dinilai menjadi salah satu faktor predisposis timbulnya
gangguan cemas. Hampir separuh dari semua pasien dengan gangguan
panik setidaknya memiliki satu kerabat yang juga mengalami gangguan
tersebut. Gambaran untuk gangguan cemas lainnya, walaupun tidak
setinggi itu, juga menunjukkan adanya frekuensi penyakit yang lebih
tinggi pada kerabat derajat pertama pasien yang mengalaminya daripada
kerabat orang yang tidak mengalami gangguan cemas. (Sadock, 2015).
3. Tingkat Kecemasan
Terdapat empat tingkat kecemasan yaitu :
1) Cemas Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Ansietas ringan merupakan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensoris meningkat dan
dapat membantu memusatkan perhatian untuk belajar menyelesaikan
masalah, berpikir, bertindak, merasakan dan melindungi diri sendiri.
2) Cemas Sedang
Merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada gugup. Hal
ini memungkinkan individu untuk memusatkan perhatian pada hal yang
penting dan mengesampingkan hal lain. Kecemasan tingkat ini
mempersempit lahan persepsi.
3) Cemas Berat
Dapat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan terdapat ancaman, sehingga individu lebih fokus pada
sesuatu yang rinci dan spesifik dan tidak berfikir tentang hal yang lainnya.
4) Cemas Sangat Berat
Merupakan tingkat tertinggi cemas dimana semua pemikiran
rasional berhenti yang mengakibatkan respon fight, flight, atau freeze,
yaitu kebutuhan untuk pergi secepatnya, tetap di tempat dan berjuang
atau tidak dapat melakukan apapun. Ansietas sangat berat berhubungan
dengan terperangah, ketakutan dan teror. (Videbeck, 2012; Stuart, 2007)
4. Gejala Kecemasan

Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah :

a) Jari tangan dingin.


b) Detak jantung makin cepat.
c) Berkeringat dingin.
d) Kepala pusing.
e) Nafsu makan berkurang.
f) Tidur tidak nyenyak.
g) Dada sesak

Gejala yang bersifat mental adalah :

a) Ketakutan merasa akan ditimpa bahaya.


b) Tidak dapat memusatkan perhatian
c) Tidak tentram
d) Ingin lari dari kenyataan

Kholil Lur Rochman, mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan


antara lain :

a) Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan
bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.
b) Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan
sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable,
akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.
c) Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan de lusion of
persecution (delusi yang dikejar-kejar).
d) Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah,
banyak berkeringat, gemetar dan seringkali menderita diare.
e) Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan
tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.
5. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri
kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak
dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Ada beberapa
jenis gangguan kecemasan yaitu :
a. Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau
antisipasi terhadap objek atau situasi yang spesifik.
b. Fobia Sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya
berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi
dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina
atau dipermalukan dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau
menampilkan perilaku lain yang memalukan.
c. Gangguan Panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang
spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul pada
ganguan panik antara lain : sulit bernapas, jantung berdetak kencang,
mual, rasa sakit di dada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal lain yang
penting dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu merasa
setiap serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau
kecacatan.
d. Ganguan Cemas Menyeluruh (Generalixed Anxiety Disorder)
Generalixed Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang
berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom
somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial
atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.
6. Pengukuran Tingkat Kecemasan
Skala HARS menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) penilaian
kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :
1) Perasaan ansietas, yaitu melihat kondisi emosi individu yang
menunjukkan perasaan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,
dan mudah tersinggung.
2) Ketegangan (tension), yaitu merasa tegang, lesu, tak bisa istirahat
dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan gelisah.
3) Ketakutan, yaitu takut pada gelap, takut pada orang asing, takut ditinggal
sendiri, takut pada binatang besar, takut pada keramaian lalu lintas, dan
takut pada kerumunan orang banyak.
4) Gangguan tidur, yaitu sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi
buruk, dan mimpi yang menakutkan.
5) Gangguan kecerdasan, yaitu sukar berkonsentrasi dan daya ingat buruk.
6) Perasaan depresi, yaitu hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hobi, sedih, bangun dini hari, dan perasaan yang berubah-ubah
sepanjang hari.
7) Gejala somatik (otot), yaitu sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot,
gigi gemerutuk, dan suara yang tidak stabil.
8) Gejala somatik (sensorik), yaitu tinitus (telinga berdengung),
penglihatan
9) Gejala kardiovaskular, yaitu takikardi, berdebar, nyeri di dada, denyut
nadi mengeras, perasaan lesu/lemas seperti mau pingsan, dan detak
jantung seperti menghilang/berhenti sekejap.
10) Gejala respiratori, yaitu rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan
tercekik, sering menarik napas, dan napas pendek/sesak.
11) Gejala gastrointestinal, yaitu sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di
perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek,
kehilangan berat badan, dan sulit buang air besar (konstipasi).
12) Gejala urogenital, yaitu sering buang air kecil, tidak dapat menahan air
seni, amenorrhoe, menorrhagia, perasaan menjadi dingin (frigid),
ejakulasi praecocks, ereksi hilang, dan impotensi.
13) Gejala otonnom, yaitu mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
pusing dan sakit kepala, dan bulu-bulu berdiri/merinding.
14) Tingkah laku pada saat wawancara, yaitu gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, kening berkerut, muka tegang, tonus otot meningkat, napas
pendek dan cepat, dan muka merah. (Sadock, 2015)

Masing-masing kelompok gejala diatas diberi penilaian angka antara 0-4,


yang dirincikan sebagai berikut :

1 : tidak ada gejala sama sekali,


2 : gejala ringan (apabila terdapat 1 dari semua gejala yang ada)
3 : gejala sedang (jika terdapat separuh dari gejala yang ada)
4 : gejala berat (jika terdapat lebih dari separuh dari gejala yang
ada)
5 : gejala berat sekali (jika terdapat semua gejala yang ada).
(Shodiqoh, 2014)

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan


item 1-14 dengan hasil :

1) Skor < 6 : tidak ada kecemasan


2) Skor 7-14 : kecemasan ringan
3) Skor 15-27 : kecemasan sedang
4) Skor > 27 : kecemasan berat
7. Penatalaksanaan Kecemasan
Penatalaksanaan kecemasan pada tahap pencegahan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup
fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.
Selengkapnya seperti pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Cukup olahraga
4) Tidak merokok
5) Tidak minum minuman keras
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarma merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-
transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic
system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(anxiolytic), yaitu seperti diaepam, clobaam, bromaepam, loraepam,
buspirone HCl, meprobamate dan alpraolam.
c. Terapi Somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang
ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
1) Psikotererapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya
ingat.
5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehinggga
mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor
keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
e. Terapi Psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
C. Hypnobreastfeeding
1. Pengertian
Hypnosis dalam bahasa yunani berarti tidur, bukan benar-benar tidur, tapi
suatu kondisi saat seseorang berada dalam alam bawah sadar.
Hypnosis merupakan teknik relaksasi tradisional yang sering dilakukan
untuk mengatasi kecemasan dan gangguan stress akut. Hypnosis pada ibu
menyusui disebut hypnobreastfeeding.
Hypnobreastfeeding adalah cara atau metode terbaru yang sangat baik
untuk membangun niat positif dan motivasi dalam menyusui serta mampu
memaksimalkan kuantitas dan kualitas ASI.
Hypnobreastfeeding dilakukan dengan memasukkan niat atau sugesti
positif terhadap keyakinan dan kepercayaan dirinya untuk dapat memberikan
ASI ekslusif kepada bayinya dan meyakini produksi ASI cukup sesuai dengan
kebutuhan bayi.
2. Menyusui dan Relaksasi
Relaksasi yang dalam dan teratur membuat sistem endokrin, aliran darah,
persyarafan dan sistem lain di dalam tubuh akan berfungsi lebih baik.
Menjaga sikap positif sangatlah penting seperti merasa tenang dan rileks
selama menyusui. Karena saat ibu rileks dikala menyusui maka hormon
endorphin yang diproduksi ibupun akan mengalir ke bayi melalui ASI, dan ini
membuat bayi akan merasakan kenyaman, ketenangan yang dirasakan
ibunya (Aprilia, 2014)
Relaksasi hypnobreastfeeding mampu menghadirkan rasa santai,
nyaman dan tenang selama menyusui dengan demikian maka seluruh sistem
di dalam tubuh akan berjalan jauh lebih sempurna sehingga proses menyusui
pun menjadi proses yang penuh arti dan menyenangkan baik bagi ibu maupun
bagi bayi. Bahkan hypnobreastfeeding mampu membantu ibu yang
mengalami kesulitan saat menyusui juga dapat membuat ibu mampu untuk
relaksasi.
Dengarkan suara bayi , perhatikan dengkuran nafasnya. Maka akan
terjadi baby bonding atau rasa sayang yang akan memicu hormon endorfin
(hormon yang membuat ketenangan) sehingga tubuh pun lebih rileks. Jika
sudah terbangun niat positif dari si ibu, maka pikran akan semakin tenang,
seluruh sel akan semakin sehat, dan produksi ASI cukup untuk kebutuhan
bayi sampai usia 6 bulan. Sebenarnya bayi bisa disusui ekslusif hingga dua
tahun. Sebab otak bayi mengalami perkembangan paling pesat di usia
tersebut.
3. Teknik Relaksasi
Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam pelaksanaan relaksasi pada
hypnobreastfeeding.
1) Menurut Aprilla (2014) teknik relaksasi pada hypnobreastfeeding terdiri
atas tiga tahap yaitu relaksasi otot, relaksasi nafas dan relaksasi fikiran.
a. Relaksasi otot.
Mulai dari puncak kepala sampai telapak kaki, termasuk wajah,
bahu kiri dan kanan, kedua lengan, daerah dada, perut, pinggul, sampai
kedua kaki.
b. Relaksasi nafas.
Hidup di kota besar membuat orang sering dilanda stres karena
dituntut untuk melakukan segala sesuatu serba cepat dan terburu-buru.
Apalagi, zaman sekarang banyak perempuan yang memiliki peran
ganda sebagai seorang ibu sekaligus wanita karier. Untuk mencapai
kondisi relaks, tarik nafas panjang melalui hidung dan hembuskan keluar
pelan-pelan melalui hidung atau mulut (fokuskan pernafasan di perut).
Lakukan selama beberapa kali sampai ketegangan mengendur dan
hilang.
c. Relaksasi pikiran.
Karena pikiran orang sering kali berkelana jauh dari lokasi tubuh
fisiknya. Untuk itu, belajarlah memusatkan pikiran agar berada di tempat
yang sama dengan tubuh fisik kita.
Untuk mendukung relaksasi, perlu diciptakan suasana tenang,
misalnya dengan memutar musik atau menggunakan aroma terapi untuk
memberikan atmosfer relaks.
2) Menurut Armini (2016) teknik relaksasi pada hypnobreastfeeding
yaitu:

Teknik hypnobreastfeeding sama dengan teknik


hypnobirthing karena juga melibatkan pikiran bawah sadar dengan
cara mengistirahatkan alam sadar melalui teknik relaksasi.

Teknik relaksasi dalam hypnobreastfeeding terdiri atas tiga


tahap yaitu:

a. Ibu melakukan relaksasi otot mulai dari puncak kepala sampai


telapak kaki, termasuk wajah, bahu kiri dan kanan, kedua
lengan, daerah dada, perut, pinggul, sampai kedua kaki.
Caranya bisa dengan membayangkan otot-otot menjadi
relaksasi.
b. Relaksasi napas. Zaman sekarang orang-orang rentan
mengalami stress. Stres karena dituntut untuk melakukan
segala sesuatu serba cepat dan terburu-buru. Apalagi,
perempuan yang memiliki peran ganda sebagai seorang ibu
sekaligus wanita karier. Untuk mencapai kondisi relaks adalah
dengan cara tarik napas panjang melalui hidung dan
hembuskan keluar pelan-pelan melalui hidung atau mulut
(fokuskan pernapasan di perut). Lakukan selama beberapa kali
sampai ketegangan mengendur dan berangsur hilang.
c. Relaksasi pikiran. Seringkali pikiran seseorang berkelana jauh
dari raganya. Untuk itu, belajarlah memusatkan pikiran agar
berada di tempat yang sama dengan raga. Salah satu cara
dengan berdiam diri atau meditasi dengan mengosongkan
pikiran dan memejamkan mata dengan napas yang lambat,
mendalam dan teratur selama beberapa saat. Setelah otot-otot
rileks, nafas teratur, serta pikiran tenang, baru dilakukan sesi
hypnobreastfeeding. Ibu-ibu menyusui juga bisa melakukan
hypnobreastfeeding di rumah, caranya mudah, masuklah ke
dalam ruangan yang tenang, nyalakan musik khusus untuk
relaksasi, sediakan aroma therapy, dan ikuti panduan relaksasi
otot, napas, dan pikiran yang telah dipelajari sebelumnya, baru
melakukan afirmasi yang positif. Pikiran bawah sadar secara
otomatis akan membimbing untuk melakukan atau memikirkan
hal-hal tertentu, misalnya yakin bahwa kita bisa menyusui dan
ASI akan mengalir deras.
Cara lain yang sederhana adalah dengan mendengarkan
suara bayi serta perhatikan alur napasnya. Jika hal tersebut
dilakukan secara teratur, akan menimbulkan bonding dan
selanjutnya memicu tubuh untuk menghasilkan hormon endorfin
(hormon pembawa rasa senang dan tenang) sehingga tubuh
merasa rileks.

4. Keuntungan dan Manfaat Hypnobreastfeeding


Keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari penggunaan hipnosis
dalam hypnobreastfeeding adalah :
a. Sebagai sarana relaksasi
b. Biayanya relatif rendah karena tanpa penggunaan obat-obatan
c. Metode yang digunakan relatif sederhana sehingga mudah dipahami dan
dipraktikkan oleh orang banyak, termasuk subjek.
d. Dapat dilakukan sediri oleh sibjek (ibu menyusui) dan cukup dibantu oleh
satu terapi (bidan).
e. Dapat menyehatkan unsur tindakan, perilaku, hasrat, semangat, motivasi,
inisiatif, kebiasaan buruk, dan lain-lain.
f. Mempersiapkan ibu agar berhasil pada masa menyusui.
g. Mempersiapkan bayi menjadi generasi yang sehat, cerdas dan kreatif.
5. Langkah-langkah Melakukan Hypnobreastfeeding
1. Persiapkan secara menyeluruh tubuh, pikiran dan jiwa agar proses
pemberian ASI sukses.
2. Niatkan yang tulus dari batin untuk memberi ASI eksklusif pada bayi yang
kita sayangi dan yakin bahwa semua ibu, bekerja atau di rumah, memiliki
kemampuan untuk menyusui/memberi ASI pada bayinya.
3. Dengan berniat pikiran ibu menyusui semakin tenang, seluruh sel, organ,
hormonal pun seimbang sehingga produksi ASI cukup untik kebutuhan
bayi.
4. Mulailah memberi sugesti positif. Contoh kalimat sugesti atau afirmasi,
misalnya “ASI saya cukup untuk bayi saya sesuai dengan kebutuhannya”
atau “saya selalu merasa tenang dan rileks saat mulai memerah”.
5. Kalimat sugesti saat melakukan hypnotherapy juga dapat diberikan suami
saat menemani istri melakukannya.
6. Suasana nyaman benar-benar harus tercipta saat terapi
hypnobreastfeeding. Lingkungan sekitar harus dapat membantu ibu
menciptakan suasana nyaman.
7. Ini juga bisa dilakukan oleh ibu-ibu hamil untuk mempersiapkan ASI
eksklusif buat sang buah hati.
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Pengkajian fisiologis

Pengkajian fisiologis lebih difokuskan pada proses involusi organ


reproduksi, perubahan biofisik sistem tubuh dan deteksi adanya
hambatan pada proses laktasi. Area pengkajian fisiologis antara lain:
1) Suhu
Suhu merupakan penanda awal adanya infeksi, suhu yang
cenderung tinggi juga dapat menandakan ibu mengalami dehidrasi.
Suhu dikaji tiap satu jam selama 8 jam setelah persalinan, kemudian
dikaji tiap dua jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
2) Nadi, pernapasan dan tekanan darah
Frekuensi nadi yang lebih dari normal (diatas 100 kali/menit)
sebagai tanda adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan.
Tekanan darah yang cenderung rendah dapat merupakan tanda syok
atau emboli. Nadi, pernapasan dan tekanan darah dikaji tiap 15 menit
sampai dengan empat jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap 30
menit sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
3) Fudus, lokhea dan kandung kemih
Fundus dapat sedikit meninggi pasca persalinan, tetapi dihari
berikutnya fundus akan mulai turun sekitar satu cm sehingga pada hari
ke 10 fundus sudah tidak teraba. Hari-hari awal setelah persalinan,
fundus akan teraba keras dengan bentuk bundar mulus, bila ditemukan
fundus teraba lembek atau kendur menunjukkan terjadinya atonia atau
subinvolusi. Ketika dilakukan palpasi, kandung kemih harus kosong
agar pengukuran fundus lebih akurat. Kandung kemih yang terisi akan
menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus. Lokhea dapat
dijadikan sebagai acuan kemajuan proses penyembuhan
endometrium. Lokhea memiliki warna yang berbeda setiap harinya,
lokhea rubra (berwarna merah gelap, keluar dari hari kesatu sampai
hari ketiga setelah persalinan, jumlahnya sedang), lokhea serosa
(berwarna merah muda, muncul dihari ke empat sampai hari ke 10
setelah persalinan, jumlahnya lebih sedikit dari lokhea rubra), lokhea
alba (berwarna putih kekuningan, muncul dari hari ke 10 sampai
minggu ketiga setelah persalinan, jumlahnya sangat sedikit).
Munculnya perdarahan merah segar setelah selesainya lokhea rubra
atau setelah selesainya lokhea serosa menandakan terjadinya infeksi
atau hemoragi yang lambat. Fundus, lokhea dan kandung kemih dikaji
tiap 15 menit sampai dengan empat jam setelah persalinan, kemudian
dikaji tiap 30 menit sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
4) Perineum
Pengkajian pada daerah perineum dimaksudkan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hematoma, memar (ekimosis), edema,
kemerahan (eritema), dan nyeri tekan. Bila ada jahitan luka, kaji
keutuhan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi (kemerahan, nyeri tekan
dan bengkak). Perineum dikaji tiap satu jam sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan

kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada nyeri

tekan guna persiapan menyusui. Hari pertama dan kedua pasca

melahirkan akan ditemukan sekresi kolostrum yang banyak.

Pengkajian pada tungkai dimaksudkan untuk menetahui ada tidaknya

tromboflebitis. Payudara dan tungkai dikaji tiap satu jam sampai

dengan 8 jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap empat jam

sampai dengan 24 jam setelah persalinan.

ii. Eliminasi

Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus, inspeksi dan

palpasi adanya distensi abdomen. Ibu post partum dianjurkan untuk

berkemih sesegera mungkin untuk menghindari distensi kandung

kemih. Eliminasi dikaji setiap 9 jam, kaji juga defekasi setiap harinya.
b. Pengkajian psikososial

Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi ibu,

bayi baru lahir dan keluarga. Perawat melihat status emosianal dan respon

ibu terhadap pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir,

menyusui bayi baru lahir, penyesuaian terhadap peran baru, hubungan

baru dalam keluarga, dan peningkatan pemahaman dalam perawatan diri

(Reeder, Martin dan Koniak-Griffin, 2011),.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering muncul menurut Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia (2016), yaitu:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

b. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai

ASI, hambatan pada neonatus, anomali payudara ibu, ketidakadekuatan

refleks oksitosin, ketidakadekuatan refleks menghisap bayi, payudara

bengkak, riwayat operasi payudara, kelahiran kembar, tidak rawat

gabung, kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui

dan/atau metode menyusui, kurang dukungan keluarga, faktor budaya.

c. Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi berhubungan

dengan keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan

mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang minat dalam

belajar, kurang mampu mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber

informasi.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif, peningkatan

paparan organisme patogen lingkungan, malnutrisi, ketidakadekuatan

pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh

sekunder.

3. Perencanaan dan intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan yang diberikan berkaitan dengan diagnosa

keperawatan yang muncul berdasarkan Nursing Interventions Classification

(2013), sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.........rasa

nyeri teratasi

Kriteria hasil : Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi untuk

mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan

berkurangnya ketidaknyamanan.

Intervensi:

i. Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif meliputi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas atau beratnya

nyeri dan faktor pencetus

ii. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau

memperberat nyeri

iii. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidaknyamanan

iv. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan

atau meningkatkan nyeri


v. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri

vi. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan


nyeri

b. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai

ASI, hambatan pada neonatus, anomali payudara ibu, ketidakadekuatan

refleks oksitosin, ketidakadekuatan refleks menghisap bayi, payudara

bengkak, riwayat operasi payudara, kelahiran kembar, tidak rawat

gabung, kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui

dan/atau metode menyusui, kurang dukungan keluarga, faktor budaya

Tujuan : Setelah dilakukan demostrasi tentang teknik menyusui

selama diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah.

Kriteria hasil: Mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui,

menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi

dipuaskan setelah menyusui, ASI keluar dengan lancar.

Intervensi :

i. Dorong ibu untuk menyusui, dengan tepat

ii. Sediakan pendidikan menyusui yang cukup dan dukungan

iii. Instruksikan orangtua mengenal tanda bayi merasa lapar

iv. Instruksikan orangtua mengenai pentingnya memberikan makan

sebagai aktivitas yang memelihara, yang menyediakan

kesempatan untuk terjadinya kontak mata dan kedekatan secara

fisik

v. Dukung kedekatan secara fisik yang sering dan terus menerus

antara bayi dan orangtua


c. Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi berhubungan

dengan keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan

mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang minat dalam

belajar, kurang mampu mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber

informasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama kebutuhan belajar terpenuhi

Kriteria hasil: Ibu menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,

prognosis dan program pengobatan. Ibu dapat mendemonstrasikan tehnik

efektif dari menyusui. Ibu dapat melaksanakan prosedur yang dijelaskan

dengan benar. Ibu dapat menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan

oleh perawat/tim kesehatan.

Intervensi :

i. Berikan informasi mengenai manfaat menyusui baik fisiologis

maupun psikologis

ii. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui dan juga

persepsi mengenai menyusui

iii. Berikan materi pendidikan sesuai kebutuhan

iv. Bantu menjamin adanya kelekatan bayi ke dada dengan cara

yang tepat (misalnya memonitor posisi tubuh bayi dengan cara

yang tepat, bayi memegang dada ibu serta adanya kompresi dan

terdengar suara menelan)

v. Informasikan mengenai perbedaan antara hisapan yang

memberikan nutrisi dan yang tidak memberikan nutrisi


vi. Instruksikan pada ibu untuk membiarkan bayi menyelesaikan

proses menyusui yang pertama sebelum proses menyusui yang

kedua

vii. Instruksikan pada ibu mengenai bagaimana memutuskan

hisapan pada saat ibu menyusui bayi, jika diperlukan

viii. Instruksikan ibu untuk melakukan perawatan puting susu

ix. Diskusikan teknik untuk menghindari atau meminimalkan

pembesaran dan rasa tidak nyaman pada payudara (misalnya

sering memberikan air susu, pijat payudara, kompres hangat dan

mengeluarkan air susu)

x. Diskusikan kebutuhan untuk istirahat yang cukup, hidrasi dan

diet yang seimbang

xi. Diskusikan strategi yang bertujuan untuk mengoptimalkan suplai

air susu

d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif, peningkatan

paparan organisme patogen lingkungan, malnutrisi, ketidakadekuatan

pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh

sekunder. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

.......

diharapkan infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil: Mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk menurunkan

risiko/ meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari

drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak febris, dan mempunyai

aliran lokhea dan karakter normal.


Intervensi :

i. Bersihkan lingkkungan dengan baik setelah digunakan untuk

setiap pasien

ii. Ganti perawatan per pasien sesuai protokol institusi

iii. Batasi jumlah pengunjung

iv. Ajarkan pasien teknik mencuci tangan dengan tepat

v. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat

memasuki dan meninggalkan ruangan pasien

vi. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai

vii. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien

viii. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universal

ix. Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh kebijakan

pencehagan universal

x. Pakai pakaian ganti atau jubah saat menangani bahan-bahan

yang infeksius

xi. Pakai sarung tangan steril dengan tepat

xii. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat

xiii. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat

xiv. Dorong untuk beristirahat

xv. Berikan terapi antibiotik yang sesuai

xvi. Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik seperti yang


diresepkan

xvii. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi
4. Evaluasi

Menurut Bobak (2004), evaluasi kemajuan dan hasil akhir dari

perawatan yang telah dilakukan harus terus dilakukan sepanjang

tahap keempat persalinan. Perawat mengkaji pemulihan fisiologis

kehamilan dan persalinan, demikian pula perkembangan hubungan

antara orang tua dengan anak dalam keluarga yang baru. Penilaian

secara klinis pada faktor-faktor tertentu perlu dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana ketercapaian hasil akhir dari perawatan yang

telah dilakukan, faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Tetap bebas dari infeksi.

b. Tetap merasa nyaman dan bebas dari cedera.

c. Memiliki pengetahuan yang adekuat tentang perawatan

payudara, baik pada ibu menyusui maupun ibu tidak menyusui.

d. Menunjukkan kepercayaan diri bahwa ia (keluarga) dapat

memberikan perawatan yang sangat diperlukan bayi baru lahir.

e. Melindungi kesehatan kehamilan berikutnya dan kesehatan anak-


anak.

Apabila dalam proses pengkajian ditemukan hasil akhir kurang

atau tidak sesuai dengan yang diharapkan maka, perlu dilakukan

pengkajian, perencanaan dan perawatan lebih lanjut untuk memberi

perawatan yang tepat kepada ibu post partum dan keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai