Tgs MK
Tgs MK
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Pendidikam Latihan kemahiran
Hukum ini dengan baik. Bersama dengan makalah ini pula Kami lampirkan Ketetapan
Mahkamah KONSTITUSI NOMOR 01/PHPU-PRES/XVII/2019
Semoga Allah SWT memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah
membantu Kami. Serta mohon maaf bila terdapat hal-hal yang kurang berkenan . semoga
kehadiran Makalah ini dapat memberikan sumbangsih yang maksimal bagi pendidikan dan
pengembangan generasi muda bangsa, serta bagi siapa saja yang mencintai dan menggeluti dunia
Pendidikan.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemilihan umum pada tahun 2019 merupakan pemilihan legislatif dengan pemilihan
presiden yang diadakan secara serentak. Hal ini dilakukan berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang pemilu serentak. Putusan tersebut merupakan
pengujian Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112
Undang-Undang No.42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Beberapa Pasal tersebut mengatur ketentuan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan dan
Pemilihan Presiden yang dilaksanakan terpisah. Namun berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi, ketentuan beberapa Pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.Impilkasi dari pembatalan tersebut adalah
dilaksanakannya Pemilihan Umum serentak yang dimulai pada tahun 2019.
Dalam memastikan kelancaran proses pemilihan umum, hal yang harus diperkuat adalah
aturan dan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan penuh kepada para
pemilih terhadap kekhawatiran, ketakutan, bahaya, penyimpangan, kecurangan, dan praktik-
praktik curang lain yang dapat terjadi baik sengaja ataupun tidak sengaja selama
penyelenggaraan pemilihan umum. Pemilihan umum harus dilaksanakan secara jujur, adil, dan
demokratis. Agar pemilihan umum dapat mencapai derajat tersebut maka diperlukan beberapa
syarat atau prakondisi yang mendukungnya. Syarat-syarat tersebut dipergunakan untuk
mendapatkan pemilihan umum yang berkualitas sehingga mendapatkan pejabat publik yang
legitimate.
BAB II
PERMASALAHAN
DUDUK PERKARA
Menimbang bahwa Pemohon di dalam permohonannya bertanggal 24 Mei 2019 yang diterima
di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada hari
Jumat, tanggal 24 Mei 2019 pukul 22.35 WIB sebagaimana Akta Pengajuan Permohonan
Pemohon Nomor 01/AP3- PRES/PAN.MK/2019 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara
Konstitusi pada hari Selasa, tanggal 11 Juni 2019 pukul 12.30 WIB dengan Nomor 01/PHPU
PRES/XVII/2019 serta naskah yang diterima oleh Mahkamah pada tanggal 10 Juni 2019 pukul
16.59 WIB yang oleh Pemohon dianggap sebagai perbaikan permohonan, yang pada pokoknya
mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
II. ARGUMENTASI
1.1 Argumentasi Pertama
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 Tentang
Sengketa Pilpres 2019 dapat dilihat bahwa diduga oleh tim pasangan calon presiden dan
wakil presiden nomor urut kedua ada kecendrungan kecurangan-kecurangan yang
dilakukan oleh pihak-pihak dari tim pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor
urut pertama yang menjadi dasar untuk tim pasangan calon nomor urut kedua untuk
membawa kasus hukum yang dirasa tidak berlaku adil dalam pesta demokrasi kali ini
yang menyebabkan sengketa pemilihan umum di mahkamah konstitusi. Dalam hal ini,
Mahkamah Konstitusi diminta untuk menyelesaikan persoalan kasus sengketa pemilihan
umum tahun 2019 yang menjadi pesta demokrasi selama 5 tahun sekali. Tim pasangan
calon nomor urut kedua meminta agar Mahkamah Konstitusi juga berlaku adil dan
menjalankan wewenangnya berdasarkan sifat independen dan netral tidak memihak
mengingat bahwa kekuasaan Mahkamah Konstitusi sejajar dengan Pemerintahan
(Eksekutif) dan DPR, DPD, DPRD (Legislatif). Pasangan Calon Urut Kedua juga
melampirkan hal-hal yang menyebabkan indikasi ketidakadilan dan kecurangan-
kecurangan yang muncul dalam pemilihan umum yakni :
1. Adanya indikasi kecurangan (yakni tidak jujur, tidak lurus dan tidak adil) yang
dilakukan oleh tim pasangan calon urut nomor pertama yang berlawanan
dengan prinsip pemilu yang “jujur” dan “adil” sebagaimana yang diamanatkan
oleh pasal 22E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945
2. Ketidaknetralan Aparatur Negara: Polisi dan Intelijen, salah satu buktinya yakni
Kapolsek di kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat yaitu
AKP Sulman Azis yang mengaku diperintahkan untuk menggalang dukungan
kepada Pasangan Calon Nomor Urut Pertama Joko Widodo- Ma’ruf Amin oleh
Kapolres Kabupaten Garut. Perintah serupa juga diberikan kepada Kapolsek
lainnya di wilayah Garut yang diancam akan dimutasi apabila Pasangan Calon
01 kalah di wilayah tersebut. Ada dugaan juga bahwa polisi melakukan
pendataan kekuatan dukungan Capres hingga ke desa dan tim buzzer dengan
membuat akun media sosial untuk mendukung pasangan calon nomor urut
pertama
3. Ketidaknetralan aparat intelijen yang mendukung pasangan calon nomor urut
pertama pemilihan umum
4. Diskriminasi Perlakuan dan Penyalahgunaan Penegakkan Hukum, yakni
pelanggaran dan hukuman yang hanya ditujukan kepada tim pasangan calon
nomor urut kedua dan bersifat tebang pilih sehingga mencederai keadilan yang
sesungguhnya yang berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 yang
banyaknya muncul kasus-kasus melakukan pose-pose khusus yang dilakukan
oleh pejabat negara yang seharusnya bersifat independen dan tidak memihak.
5. Penyalahgunaan Birokrasi dan BUMN,
6. Penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan/Program Pemerintah
7. Penyalahgunaan Anggaran BUMN
8. Pembatasan Kebebasan Media dan Pers
Adapun juga kecurangan kuantitatif dalam Pilpres 2019 yakni :
1. Analisis yaitu penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya (sebab, musabab, duduk perkara).
BAB III
KESIMPULAN
Negara Indonesia tentu merupakan negara Hukum yang telah dijelaskan di pasal 1
ayat 3 UUD NRI 1945, mengingat hal tersebut keputusan finalnya ada pada hakim
Mahkamah Konstitusi yang bersidang yakni dengan menimbang, memikirkan secara
matang, berdiskusi, sesuai dengan fakta dan menggunakan kewenangan, fungsi serta
tugasnya dengan seadil-adilnya dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yang
berdasar pada pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24
tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Negara juga menjamin warga negaranya
mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum dan menjamin penghidupan yang
layak dan sama di Negara Indonesia.