Anda di halaman 1dari 18

Waktu

Untuk rindu yang kerap datang pada malam yang sepi

Untuk harapan yang kian pupus sedikit demi sedikit

Dan

Untuk kamu yang masih kusematkan namamu dalam doa di sholat sepertiga malam ku.

Jakarta, 20 oktober 2017

Aku kembali menulis sebuah puisi untuknya. Untuknya, yang hingga sekarang
masih kuharapkan kembalinya. Sudah sekitar 3 bulan, ia memutuskan untuk
meninggalkanku, dan masih harapanku ada padanya. Harapanku agar cepat atau lambat ia
akan kembali. Tapi aku sadar, dia tak akan kembali.

Hanya ada helaan napas kasar dariku karena membuat cerita ini sama saja
mengenang kembali kenangan yang pernah ada pada kita.

Sebelum memulai cerita ku –sebentar, sepertinya ini hanya berisikan mengenai


dia-, mari kita berkenalan. Aku Ingga. Ingga rahma. Penyuka coklat, penggemar lagu-
lagu indie, dan dikenal sebagai wanita melankolis. Aku Ingga. Tidak ada yang spesial
dari aku. Aku hanya seorang wanita yang hingga saat ini belum dapat berdamai dengan
masa lalu.

Aku pernah mendengar suatu kalimat dari seorang lelaki, “Berhentilah bersedih,
syukuri kehidupan, ikhlaskan apa yang harus dilepas, dan warnailah hidupmu dengan
warna yang cerah.” Namun, justru karena kamu pergi, warna dihidupku kembali hanya
abu-abu.


Hai saka, bila kamu tidak keberatan, aku akan menceritakan tentang kita.

Jadi, mari kita mulai semuanya dari awal…

Pada pagi hari yang cerah, aku sedang pergi menemani temanku ke toko buku. Ia
bilang, dia sedang membutuhkan sebuah buku latihan soal. Karena kebetulan aku sedang
bosan dan sedang ingin mencari novel baru, lantas aku ikut untuk menemaninya. Saat
sampai, kita berpencar mencari buku yang diinginkan oleh masing-masing. Saat aku
sedang fokus mencari novel karya pengarang faforit ku, tere liye. Tiba-tiba kamu
berkata,”kamu ternyata lebih suka novel seperti itu ya? Ketimbang novel-novel romantis
yang digemari para remaja.” Tentu saja aku kebingungan. “Aku?’Tanya ku padanya.
“Bukan, aku sedang berbicara dengan buku-buku.”

Lucu juga ya dia..

“Ohh” dengan tawanya ia menjawab “Tentu saja aku sedang berbicara dengan
mu.” Aku hanya menggumam, dan lanjut mencari novel-novel yang aku inginkan.
Namun, tiba-tiba konsentrasiku dihancurkan olehnya. “Aku Saka.” Dengan tiba-tiba ia
memperkenalkan dirinya, sambil memberikan tangannya untuk bersalaman. Oh ternyata
namanya Saka. Saka ini aneh ya. Tiba – tiba dengan rasa tanpa malu mengajak kenalan.
Awalnya aku agak ragu, namun dalam pikirku , aku tau ia lelaki yang baik. “Aku Ingga”
kata ku sambil bersalaman dengan senyum yang tulus.

Entah bagaimana, percakapan kita terus berlanjut. Rasanya kita seperti 2 umat
manusia yang sudah lama saling kenal. Namun tak lama teman ku memanggilku dan
mengajakku agar membayar novel yang ingin aku beli, agar dapat cepat pulang, katanya.
Lalu, aku memutuskan untuk berpamitan dulu denganmu. “Sampai jumpa lagi.” Kataku
sambil tersenyum. Kamu pun meng-iya-kan kalimatku sambil memberi senyum, yang
bagiku sangat terlihat tulus.

Saat di perjalanan pulang, temanku tidak bisa berhenti meledekku.


Pada saat itu aku tak menyangka kelak di kemudian hari akan terjadi pertemuan-
pertemuan yang tak terencanakan lagi denganmu.

Karena bosan, aku pun memutuskan memasang karya tulis ku pada sebuah blog
milikku. Isinya seperti ini:

Di pagi yang cerah

Aku melihat senyum manismu

Anehnya amigdala ku yang biasanya menampilkan rasa sakit

Yang pernah ada agar aku dapat menghindar

Justru amigdala-ku memilih mematikan fungsinya

Dan menerimamu seramah mungkin

Aku tertawa pada puisi yang aku buat. Seolah-olah dalam puisi ini aku kembali
jatuh cinta. Bodohnya diriku.

Pada minggu pagi yang cerah, aku memutuskan untuk lari pagi. Agar tubuhku
tidak melulu dibiarkan tidur sampai jam 12 siang. Tidak sehat bukan tidur terlalu lama?

Hal yang bagiku lumayan mengejutkan adalah tiba-tiba aku bertemu dengan Saka
yang sedang duduk dengan keringat bercucuran. Kamu sudah terlalu lelah berlari ya?
Akhirnya aku memutuskan untuk menghampirimu. “Hai Saka!” Sapa ku dengan wajah
yang sangat ceria. “Eh, hai Ingga!” Dia ingat aku? Aku kira dia sudah lupa pada aku.
“Kamu baru sampai karena sudah berlari dari tadi jadi kamu memutuskan untuk istirahat
disini, ya?” katamu. “ Tidak sak, aku baru saja tiba. Aku tinggal disekitar sini, jadi aku
memilih memulai lari pagi ku dari sini. Eh, tiba-tiba ketemu kamu.” Jelasku. “Mau lari
bersama tidak?” tawarmu. “Ayo.”

Tak makan waktu yang lama, hanya 20 menit pun aku sudah meminta agar
beristirahat sebentar padamu. Kamu tertawa hanya karena melihat tingkahku yang sedang
mengeluh pada ketidaksukaannya aku pada lari. Lari itu melalahkan, tau saka! Kamu
ngeselin ya, ngetawain aku terus. “Sudah puas tertawanya?”Tanyaku saat melihat
tawamu mereda. “Sudah kok sudah. Daripada kamu cemberut mulu, bagaimana bila aku
mengtraktirmu coklat?” tawarmu. Kamu tidak tahu sesenang apa aku saat itu hanya
karena mendengar coklat. “OKE!” Jawab ku dengan semangat seolah olah lupa dengan
diet yang sedang ku lakukan. Ah diet masih bisa besok-besok, tapi tidak dengan coklat.

Senangnya bukan main, kamu membelikan aku 3 buah cokelat. Surga dunia ini
mah, pikirku. Setelah membelikan ku cokelat, Saka menawarkan dirinya untuk
menemaniku pulang bersama walaupun jalan kaki.

Tak lama kita akhirnya sampai di rumahku. Aku ingat dengan jelas, sebelum
kamu berpamitan, kamu meminta nomorku, tentu saja aku bingung karena aku ragu harus
memberinya atau tidak dan aku juga tidak tahu buat apa kamu memintanya. Dengan
senyummu yang khas, kamu berkata “Agar nanti aku bisa menghubungi kamu”. Aku
hanya tertawa dan akhirnya, aku memberi nomor aku.

“Aku pulang dulu ya. Kamu jaga diri kamu di rumah. Jangan lupa istirahat ya.”
Katamu. Sesederhana itu, kamu membuat aku tersenyum. Rupanya kamu handal ya
membuat aku tersenyum.

Dan benar saja, pada malam hari kamu menghubungi aku. Kita berteleponan
sampai aku memutuskan kalau harus disudahi karena sudah mengantuk. Sesederhana itu,
saya bahagia. Pada masa itu, saya lupa, saya pernah ditinggalkan.

Semenjak saat itu, semuanya berubah. Kita saling bertukar kabar. Dan semenjak
saat itu, tidak ada hari yang terlewatkan oleh mu untuk menghubungiku. Walaupun kita
tidak sering bertemu, kamu tetap mau mendengarkan kesedihanku. Bukan hanya
kesedihan, tapi, kamu mau untuk mendengarkan semu ceritaku. Tak masalah penting atau
tidaknya, kamu tetap mau mendengarkannya. Kamu bilang itu bukan masalah penting
atau tidaknya, tapi siapa yang kamu tuju saat kamu mempunyai suatu kabar baru di
hidupmu, menunjukkan seberapa berartinya orang itu di kehidupanmu. Sesederhana itu,
kamu membuat aku merasa dianggap.
Kesedihan dapat hadir kapan pun ia mau.

Nadir itu pun kerap menghampiri hati siapapun yang ia mau

Namun

Kau ada

Selalu ada saat aku menyerah pada dunia

Aku bersyukur akan hal itu

Kamu sealu ada

Sudah lama ternyata aku tidak memasang puisi buatan ku di blog punyaku. Ah
bisa rindu juga ternyata aku pada blog yang sudah aku buat dari 3 tahun yang lalu.

Pada hari sabtu, kita memutuskan untuk bertemu. Ah aku senang. Kita
memutuskan untuk bertemu di suatu kedai kopi kesukaanmu. Awalnya aku menolak
untuk bertemu disana karena aku sangat benci kopi. Tapi kamu meyakinkanku dengan
berkata, “Kopi itu enak. Kamu cuman tinggal berusaha menikmatinya, tanpa langsung
berpikir kopi itu pahit. Tapi jangan manis-manis, kamu sudah manis.” Aku hanya bisa
tertawa. “Hahaha bisa saja kamu ini.” Dia memang seperti ini, suka membuat aku malu
dengan gombalan – gombalannya. Tapi inilah yang aku suka dari dia. Dia lucu.

Sampai disana ternyata dia sudah sampai duluan. Kata dia sudah dari 1 jam yang
lalu. Katanya dia tak mau sampai aku yang menunggu. Aku hanya bisa tertawa saat
mendengar alasannya. Andai dia tahu, untuknya menunggu 1 jam pun aku tak apa.
Sungguh.

Banyak tawa-canda yang kita buat. Namun, saat tiba-tiba aku terdiam, ia
bertanya,”Kamu kenapa?” “Aku tak apa.” Kataku. “Kamu jangan bohong ya. Aku tidak
suka.” Jawabmu. Aku pun memutuskan menceritakan kesedihanku. Dan ternyata, aku
hanya butuh didengarkan oleh mu. Tak banyak kata yang kamu ungkapkan saat
mendengarkan kesedihanku, tapi bagiku kamu mendengarkannya dengan serius cukup
membuktikan pada ku bahwa kamu peduli. Hal yang paling aku suka dari kamu, kamu
selalu mau berusaha mencari cara membuatkan tersenyum. Sesederhana kalimat mu
“Tolong jangan sedih lagi, atau nanti aku tutup semua toko coklat yang ada di dunia.”
Haha ada-ada saja kamu ini Saka, mana bisa kamu menutup semua toko coklat yang ada
di dunia. Awas saja Saka kalau kamu berani menutup semua toko coklat yang ada di
dunia. Aku bakal marah. Bercanda deh, aku tidak bisa marah denganmu.

Pertemuan kita tidak berlangsung lama. Aku harus pulang duluan karena ibu ku
sudah menyuruhku untuk pulang. Tak apa, ini saja sudah cukup.

Aku hilang

Aku hilang didalam dunia yang ramai ini

Dunia yang selalu memilih untuk mengabaikan manusia selain diri

Mereka sendiri

Tapi kamu

Kamu menemukanku

Menyapaku

Membawaku keluar dari kebingungan terhadap dunia ini

Kamu menemukanku

Aku berterimakasih akan hal itu padamu

Tolong jangan pergi

Dan membiarkanku

Kembali

HILANG
Setelah pertemuan kita waktu itu, kita sudah tidak bertemu lagi. Bukan karena
kita sudah jauh, hanya saja karena kita sama-sama sibuk. Aku rindu. Aku rindu pada
kamu dan pada canda tawa kita. Aku rindu akan semuanya. Namun, lucunya rinduku ini
sangat keras. Tidak bisa dihancurkan dengan berteleponan. Rinduku ini harus diikuti
dengan pertemuan sesegera mungkin.

Kadang aku berpikir bagaimana seorang yang seperti Saka mau bersamaku.
Bersama dengan orang yang sering membuat dia kesal. Haha mungkin Saka memang
sayang sama aku.

Ceritaku dengannya memang tidak se-spesial cerita romeo dan Juliet. Tapi kita
punya kisah sendiri yang dapat membuat kita bahagia. Ingin rasanya aku berteriak pada
dunia mengenai betapa sayang ku pada Saka. Aku bersyukur. Untung saja hipokampusku
bekerja dengan baik dalam mengingat-ingat semua kenangan kita.

Untuk dunia, terimakasih sudah mempertemukan ku dengan Saka. Pada semesta,


rasa bahagia ku karena karena kita dapat saling mengenal sepertinya tidak akan usai.
Untuk Saka, terimakasih sudah ada didunia ini. Karena adanya kamu di hidupku,
semuanya terasa lebih sani. Aku bersyukur akan hal itu. Suka atau tidak suka, senang
atau tidak senang, pokoknya aku sayang kamu.

Tapi Sak, aku takut. Aku takut kamu akan lelah dan memilih pergi. Kamu tahu
aku takut untuk ditinggalkan, bukan? Kamu sudah janji tidak akan meninggalkan aku.
Kamu bilang, “Kamu adalah bahagia ku Ingga. Aku disini untukmu. Janji janji!’ Hahaha
saka saka. Jangan cepat menjanjikan sesuatu. Namun bagaimana pun juga, tolong jangan
pergi. Jujur, saya bahagia dengan kamu.


Yey, hari ini adalah hari pertemuanku dengan seorang Saka Albana. Sang sumber
rindu yang selalu dapat membuatku bahagia. Ya pertemuan kita kali ini memang sangat
sederhana. Hanya sesederhana menonton film bersama. Ya tak apa sih. Pasti akan tetap
seru kok.

Tiba disana, anehnya aku tidak melihat saka disana. Tumben sekali dia terlembat.
Aku pun menelpon dia. Ternyata dia terjebak macet. Ya sudahlah ya, mending aku
menunggu dia di toko buku. Siapa tahu aku bisa menemukan novel yang sudah aku
inginkan sejak lama. Tak sadar teryata aku sudah lama di toko buku. Saat ku mengecek
hp ku, ternyata sudah banyak notifikasi dari Saka yang sudah sampai daritadi. Buru-buru
aku menghubungi dia “Sak, aku sedang di toko buku. Sebentar lagi aku keluar. Aku mau
bayar dulu ya.” Dia hanya mengiyakannya.

Tak lama aku keluar sambil membawa 3 novel baru. Saka melihatnya hanya bisa
menghela napas kesal. Dia kesal karena aku terus-terusan membeli novel baru padahal
aku baru membeli novel baru sebelumnya. Aku hanya bisa menyengir dan mengiyakan
segala nasihat dia agar tidak boros lagi.

Kita pergi menuju tempat bioskop. Kata Saka sih ia sedang ingin menonton film
horor. Males deh sama Saka. Udah tahu aku takut setan-setan begitu, tapi maksa agar kita
nonton horor. Sebenernya filmnya sih tidak terlalu seram, tapi ya emang akunya saja
yang penakut. Hahaha.

Karena takut melihat setan yang ada di layar, aku memutuskan untuk iseng-iseng
memainkan hp. Saka menertawaiku karena tingkah penakutku. Saka, bisa tidak sehari
saja kamu tidak mengesalkan. Sehari saja tidak meledekku. Tidak bisa ya? Oh ya, kamu
kan Saka Albana. Dasar.

Akhirnya aku mencoba memberanikan diri menonton film ini. Kalo kata Saka sih,
“Sayang uang kamu tahu. Udah keluar uang 50 ribu, malah tidak kamu tonton.” Ya
lagipula Sak, kan yang mau nonton ini kamu, bukan aku.
Satu setengah jam lebih yang menegangkan pun akhirnya usai. Karena aku dan
Saka sudah lapar, kita memilih untuk makan di suatu tempat makan kesukaanku. Disana
ada banyak berbagai jenis makanan Jepang, tapi kita sih milihnya ramen saja.

Saka itu tuh bener-bener handal dalam membuatku tersenyum karena


perhatiannya. Aku ingat saat itu aku ingin memesan minuman yang dingin, dan dia
langsung menyela kata-kata ku dan bilang kepada pelayan restoran agar memberikan
yang hangat saja. Saat pelayan restoran tersebut sudah pergi, aku tanya kepadanya
mengapa dia malah memesankan teh ocha hangat untuk ku. Jawabannya memang hanya
sesederhana, “Nanti sinus kamu kambuh lagi. Jangan memaksakan dirimu untuk
menyukai minuman yang dapat membuat kamu sakit. Iya, aku paham kalau kamu lebih
milih yang dingin, tapi kesehatan kamu lebih penting. Nanti, kalau kamu sudah sehat,
kamu boleh beli minuman yang dingin. Tapi ingat, jangan sering-sering.” Iya saka, aku
paham. Kamu hanya mencoba menghindarkan aku dari hal yang bisa membuat aku sakit.

Tak lama, makanan kita datang. Senangggggg. Aku suka makanan. Tapi bagiku,
porsinya intu terlalu banyak. Saat aku ingin menyudahi makanku, kamu memintaku
untuk menghabisinya. Aku kan sedang diet, Sak. Tapi kamu memintaku untuk
menghabiskannya. Ya, setidaknya 5 suap lagi deh, kata Saka sih gitu. Ya sudah dengan
berat hati aku makan lagi. Dan senangnya aku, ternyata ini ditraktir kamu. Tumben
sekali. Tapi tidak enak tau, Sak.

Abis itu aku meminta kamu menemaniku untuk ke toko buku sebentar. Mencari-
cari novel untuk menambah koleksiku. Kamu bertanya, “Apa serunya sih dari membaca
novel?” aku hanya bisa menjawabnya,”Novel itu bagiku seperti pelarian. Bila dunia
terasa seperti sedang membuatku jatuh, aku memutuskan untuk membaca novel.” Lalu
kamu bertanya lagi, ”Terus kamu suka novel yang pada akhirnya menunjukkan kesedihan
itu kenapa?” Dengan santai, aku hanya menjawab “Seru aja gitu. Dan kadang mungkin
aku sedang ingin menangis, jadi ya, yasudah. Aku tuh kalau sudah membaca novel, bisa
sangat mendalami ceritanya sampai seolah-olah aku ikut merasakannya.” Kamu cuman
menjawab, “Ohh. Tapi mending novel yang sejarah sih.” Ah saka, kamu ini. “Saka, novel
sejarah bagiku itu tidak terlalu seru.” Kamu cuman mengiyakan kalimatku. Katanya
sedang malas berdebat. Ada-ada saja.
Tak lama kita memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Makasih ya
saka untuk hari ini. Aku memang tidak pernah mengucapkan secara langsung bagaimana
hanya jalan bersamamu dapat membuat aku senang. Tapi, disini aku akan mengucapkan
semuanya. Makasih sudah mau untuk membuat aku bahagia.

Pada keesokan harinya aku memutuskan untuk menuliskan ini:

Kamu

Tolong kamu jangan pernah pergi

Jangan pernah ingkari janjimu

Namun

Bila suatu saat kamu ingin pergi

Dan memutuskan untuk mengakhirinya

Tolong biarkan diriku tetap menyayangi kamu

Aku suka sama semua hal yang ada di dirimu Sak. Aku suka karena kamu selalu
mempunyai rekomendasi-rekomendasi lagu yang mendengarkannya saja dapat
membuatku tersenyum. Sebutlah saja aku berlebihan atau apa lah terserah kalian, aku
tidak peduli. Namun, bagiku aku menyayangi Saka bahkan pada hal kecil yang ada di
dirimu.

Aku menemukan kamu. Dan aku bersyukur kepada semesta karena sudah
menemukan kita dan mau menjadi katalis agar kita dapat bersama.
Saka, bagian yang terburuk dari kisah ini adalah semuanya tidak abadi. Bahkan
kamu. Dua minggu setelah pertemuan kita, kamu tiba-tiba menghilang, tanpa kabar. Aku
menunggu kabarmu seperti orang linglung selama 2 hari. Pesanku tak ada satu pun yang
kamu jawab. Aku mencoba meneleponmu berkali-kali, namun tak ada jawaban darimu.

Lama-lama aku lelah. Aku khawatir padamu Sak. Tapi Sak, kamu hanya
menghilang, kan? Kamu tidak berniatan untuk pergi, kan? Kamu sudah janji tidak akan
pergi dariku.

Dan keajaiban pun terjadi. Tiba- tiba, saat pukul 8 malam, aku mendapat
notifikasi pesan darimu. Kamu akhirnya menjawab pesanku. Tapi saat itu aku sudah
terlanjur kesal pada tindakanmu yang meninggalkanku tanpa kabar. Kamu menjelaskan
bahwa kamu sedang dalam perjalanan kembali ke Jakarta dan handphone kamu mati
karena lowbattery. Aku yang tidak terima dengan alasanmu, aku bertanya, “Kenapa
sebelum berangkat kamu tidak mengabariku kamu sudah di kereta api untuk pulang dan
handphone kamu juga sudah mau mati?” Dia hanya menjeleskan bahwa dia lupa.
Sungguh, Sak? Aku tidak suka dengan jawabanmu. Entah kamu memang sudah dari lama
bosan denganku atau bagaimana, kamu menyudahi pertengkaran kita dengan sebuah
pernyataan bahwa kamu akan pergi dari hidupku.

Sak, kenapa semudah itu bagi kamu untuk mengucapkan pergi? Aku mencoba
untuk meminta maaf dan berjanji tidak akan menjadi sesosok orang yang tidak kamu
suka lagi. Aku berhasil. Aku mendapat maaf darimu. Senangnya aku saat itu. Apalagi
saat kamu bilang kamu tidak akan meninggalkanku. Rasanya harapanku yang awalnya
hancur, dibangun lagi. Aku sudah berpikir untuk berencana mengajaknya jalan minggu
depan. Tak lama kamu bilang ingin menonton film sebentar. Aku hanya mengiyakannya.
Aku menunggumu sampai pukul 12 malam, namun kamu tak kunjung mengabariku. Aku
kira kamu hanya ketiduran, ya sudah aku memutuskan untuk tidur juga. Namun,
sebelumnya aku meninggalkan banyak pesan dan puisi permintaan maafku akan kejadian
tadi.

Tapi, Sak, nyatanya kamu berbohong. Nyatanya kamu pergi. Saat ku bangun, aku
mengecek handphone aku, dan tak ada satu pun balasan pesan darimu. Aku kira kamu
masih tidur. Namun, ternyata kamu memang sengaja mengabaikanku. Kamu memang
berniat untuk pergi. Kamu berpura-pura seolah-olah kamu tidak berniat untuk pergi,
hanya untuk membuat ku tenang. Walaupun, akhirnya kamu memberi kenyataan yang
sangat menyakitkan.

Aku masih tidak siap dengan kenyataan bahwa kamu meninggalkanku. Kamu
memang masih ada di dunia ini, tapi kamu tidak mau lagi ada di hidupku. Hal yang
terburuk dari kehilangan adalah kamu tidak hanya kehilangannya sekali, tapi kamu
kehilangan dia setiap hari sampai pada waktu yang dapat membuat kamu memberi
pernyataan bahwa kamu sudah melupakannya. Dan demi tuhan, Saka, aku kehilangan
kamu, dan mengetahui kamu telah pergi rasanya seperti mendengar semua ucapan
“:Selamat tinggal” yang pernah aku terima, namun semuanya seperti diucapkan
bersamaan tanpa ada waktu untuk aku mencegah mereka untuk pergi.

Pesanku tak pernah terbalas. Saat kita tak sengaja bertemu di tempat-tempat yang
pernah kita datangi, kita hanya seperti sepasang orang asing yang tak saling tegur sapa.
Andai kata kamu menyapaku terlebih dahulu, aku jamin aku akan menyapamu kembali
jauh lebih ramah dari sapaan mu padaku.

Aku masih berusaha agar aku dapat biasa saja saat mendengar kabar tentangmu
dari temanku atau pun temanmu. Aku masih berusaha agar tiap ada kejadian yang entah
menyakitkan atau menggembirakan, aku tidak langsung menceritakannya padamu, aku
hanya harus menyimpannya pada diri sendiri.

Munafik

Mereka semua bilang aku munafik

Mereka semua bilang aku berpura-pura

Karena aku terus-terusan memasang senyum palsu

Dan saat ditanya aku kenapa

Hanya “tak apa” yang terucap


Tapi, Sak, apakah kamu pernah merindu padaku? Apakah kamu pernah merasa
bersalah karena mengingkari janjimu dan meninggalkanku? Maksudku begini, apa ada
satu malam saja kamu habiskan memikirkan perasaan aku yang menyayangimu dengan
tulus kamu lukai begitu saja? Saka, bukannya seharusnya lelaki sejati tidak mengingkari
janjinya, ya?

Saka, kamu membuatku harus berusaha sekuat mungkin agar tidak terlihat bahwa
aku sedang hancur. Nyatanya, Sak, itu tidak semudah apa yang terlihat. Aku hancur.
Semua kenangan kita terputar kembali seperti film di benakku. Aku yang selalu mengira
kita punya selamanya ternyata hanya memiliki sementara. Menyedihkan, bukan? Aku
yang mengira kita akan berakhir sebagaimana yang aku kira, nyatanya jauh dari
ekspetasiku. Sak, kamu pergi! Kamu jahat. Iya, aku memang masih terlalu muda untuk
tahu apa itu “cinta”. Aku sayang kamu, Saka. Namun, aku benci karena kamu
memutuskan untuk merapikan semua kenangan, meletakkannya pada koper kosong,
membuangnya, dan pergi.

Kamu memutuskan untuk menyerah pada hubungan kita. Bahkan, kamu


memutuskan untuk menyerah pada aku. Kamu menyerah. Sak, kita memang sama-sama
lelah, tapi bedanya aku memilih untuk bertahan dan kamu memilih untuk pergi

Aku pernah kembali berusaha membuatmu untuk kembali. Aku pernah


menunggumu di tempat yang pernah kita datangi bersama dengan harapan mungkin saja
kamu mau bertemu kembali denganku. Dan nyatanya kamu tetap memilih untuk
menjauh. Kamu melilih untuk p e r g i. Kamu tahu tidak rasanya seperti apa? Rasanya
seperti semua harapanku hancur begitu saja. Bahkan, terlihat jelas bahwa saya merasa
kehilangan. Saya kehilangan kamu. Dan sepertinya, kamu tidak kehilangan aku. Ironis.

Sak, kamu tahu tidak apa yang aku benci dari waktu? Bila tidak, biarkan aku
menjelaskan semuanya. Waktulah yang dapat merubah semuanya. Yang ada dapat
menjadi tiada, yang sehat dapat menjadi sakit, yang mati dapat menjadi hidup, dan yang
datang pun dapat pergi. Semuanya memang ada pada waktunya. Bahkan, merelakan
kepergian seseorag yang kita cintaipun ada waktunya. Dan ya, waktuku untuk
merelakannya pun sudah datang sejak lama.aku memilih untuk mengikuti alur kehidupan
dan membiarkan semuanya berjalan sebagaimana seharusnya.

Tapi ada lagi yang jahat selain waktu, yaitu kenangan. Hal yang mengesalkan dari
kenangan adalah itu tidak akan pernah hilang dari ingatanmu. Kenangan itu hanya
mundur sampai titik paling ujung dari ingatanmu. Namun, saat kenangan itu muncul
kembali, 10x lipat kekuatan yang dimilikinya untuk menyakitimu.

Jika kamu bilang kenangan tidak selamanya menyakitkan, aku tidak akan
menyalahkan pernyataanmu. Namun, hal itu terjadi bila seseorang yang bersama kamu
saat membuat kenangan masih ada di dekatmu. Bila tidak? Pasti sangat menyakitkan.

Dan kamu tidak bisa melakukan hal apa-apa akan hal itu, selain melihat foto-foto
lama yang pernah kalian ambil bersama, percakapan-percakapan lucu yang pernah kalian
buat. Kalian hanya bisa melakukan itu. Karena tak mungkin rasanya bila kamu
menghubungi dia lagi. Kamu hanya akan mengganggunya.

Sepertinya cerita aku dan Saka hanya akan berhenti sampai sini. Berhenti karena
salah satu dari kita berhenti untuk menyerah. Berhenti karena salah satunya memilih
untuk mengambil jalan yang lain. Walaupun kamu meninggalkan aku, aku lebih milih
berharap untuk kebahagiaanmu, daripada membencimu.

Namun, jujur saja aku masih bahagia. Walaupun ditinggalkan oleh kamu seperti
merasakan kiamat kecil pada duniaku, aku tetap merasa bahagia. Karena setidaknya aku
pernah dapat menggenggammu dengan erat. Pernah menjadi pendengar setia pada semua
ceitamu. Pernah berada didekatmu.

Aku bahagia. Tak usah tanya mengapa karena pasti aku hanya akan menyebutkan
sumber utama bahagiaku, Saka albana. Lelaki yang sudah ada untukku semenjak 6 bulan
yang lalu. Yang mau mendengarkan semuanya. Aku masih ingat semuanya. Bahkan saat
sekarang saat semuanya suudah berakhir. Aku masih ingin mengingat semuanya. Bahkan,
mengingat semua kenangan yang ada bukan hal yang susah bagiku. Kamu pernah
memberitahuku suatu lagu karya Banda Neira berjudul sampai jadi debu. Lagu itu dapat
dengan mudahnya membawa ku terbang ke masa-masa dimana “kita” itu pernah ada.
Setidaknya Sak, kita sepasang orang yang pernah menjadi saling walaupun kembali
menjadi asing.

Aku masih ingat apa saja kenangan yang pernah kita lewati. Apa saja yang kamu
suka dan tidak suka. Aku masih ingat apa saja tentangku. Aku masih ingat saat kita
terlalu asik bercanda tawa sampai tak terasa waktu sudah berjalan dengan cepat. Aku
masih ingat saat kita berolahraga bersama.

Aku suka Sak saat kamu melarangku untuk diet karena aku ingin menurunkan
berat badanku. Kamu bilang aku sudah cantik apa adanya, dan kamu menyukai aku apa
adanya, tidak ada yang harus dirubah.

Tapi, Saka, bagaimana bila sebenarnya ini semua salahku? Akulah yang mau
jatuh kepadamu. Aku yang berpikir kamu akan menangkapku saat aku jatuh. Kamu
memang menangkapku, Sak, tapi tak lama kamu memilih menghempaskanku dan
membiarkan aku hancur. Tapi tak apa, Sak, aku mensyukuri pada semua hal yang pernah
terjadi.

Bahkan, aku masih berharap semua kebahagiaan yang ada di muka bumi ini
disediakan pula untukmu agar dapat merasakan yang namanya kebahagiaan. Kamu
pantas Saka mendapatkan kebahagian, kamu orang baik.

Teruntuk Saka Albana, aku sama sekali tidak menyesali pertemuan pertama kita
di toko buku. Aku sama sekali tidak menyesal karena waktu itu kamu menyapa ku dan
mengajak kenalan dengan aku. Aku sama sekali tidak menyesali kenangan kita. Dan aku
pun sama sekali tidak menyesali keputusan ku untuk mempercayaimu. Walaupun dengan
bodohnya aku melupakan bagaimana dulu aku pernah ditinggalkan, aku tetap bersyukur
sudah mengenalmu. Kata kamu kita harus banyak bersyukur pada Tuhan atas apa yang
terjadi, bukan?

Oh ya, Saka, makasih ya. Aku berterima kasih kepadamu karena kamu aku dan
kopi dapat berteman baik sekarang. Kamu benar. Kopi tidak seburuk kelihatannya. Kopi
itu sangat enak. Sekarang aku sudah punya kopi kesukaan, yaitu frappucino latte.
Kelak bila nanti kita dapat bertemu kembali, aku harap aku sudah dapat
melupakan semua. Izinkan aku menjadi pelupa pada kenangan kita. Tapi, sepertinya
dalam waktu dekat aku belum mau melupakan kenangan kita. Entar sajalah, aku masih
menikmati mencintaimu dan mengolahnya menjadi aksara puisi. Mungkin tidak terlalu
bagus, tapi penulis punya keindahan masing-masing dalam puisinya.

Saka, jika kamu sudah menemukan penggantiku. Tolong jaga dia. Jangan sakiti
dia. Jangan tinggalkan aku. Jangan memberi dia harapan akan mempunyai selamanya
bersamamu, walaupun sebenarnya hanya memiliki sementara. Tolong buatlah dia
bahagia. Dia pantas mendapatkan itu.

Dan, terakhir Saka. Aku membuatkan puisi sekali lagi untukmu. Puisi yang hanya
ku simpan pada diriku sendiri. Puisi bagaimana seorang Ingga merindukan Saka-nya.

WAKTU

Hai Saka

Ini aku Ingga

Puisi ini hanya berisikan kerinduanku pada mu

Tentang bagaimana kedatangan seorang umat manusia

Ke dalam hidup seorang insan

Dapat memberi pengaruh penting

Hai Saka

Aku rindu

Rindu akan semua kejadian yang pernah ada

Rindu pada kamu yang pernah peduli

Hai Saka
Kamu bagaikan sebuah matahari dan aku pluto

Kamu sebagai pusat dari segala kehidupan

Dan

Aku sang pluto hanya dapat melihat matahari bersinar

Dari kejauhan

Tanpa dapat menggapainya

Hai Saka

Seseorang yang aku kira akan menjadi

Rumah bagi ku

Namun

Kamu memilih untuk pergi

Dan

Mencari rumah baru

Hai saka, izinkan aku melupakanmu. Memang butuh waktu yang lama. Namun,
izinkan aku menjadi pelupa pada kenangan yang pernah ada pada kita.

Jakarta, 20 oktober 2017


Kamu pergi. Dan sesederhana itu, alasan untuk aku berbahagia berkurang satu. Bahagialah kamu
selalu. Aku disini.

-I-

Andhini septiana
XI IIS 2

Andhini
Septiana

Anda mungkin juga menyukai