Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

DEMAM TYPOID

Oleh:
Faradella Niken Andarike, S.Kep
2014901058

Dosen : Ns. Diana Arianti, M.Kep

PROFESI NERS SIKLUS KDPK


STIKes ALIFAH PADANG
2020
Asuhan Keperawatan Dengan Demam Typoid
 
1. Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan segala deman, gangguaan pada saluran  pencernaan (Mansjoer,
2002; 432)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (
Bruner and Sudart, 2001 )
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.
(www.sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com) 
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella
type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman
yang terkontaminasi.

2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C.
ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid
dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid
dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari 1 tahun.

3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid
dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui  perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang  biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.

4. Manifestasi Klinis (Tanda/Gejala)


Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di
perut.
b. Minggu II Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Kompikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik  
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
c. hepatitis, kolesistitis.
1) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan  perinepritis.
2) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
3) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam
typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas- batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan  jumlah leukosit tidak berguna
untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid
seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium
berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan darah terhadap
salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa
lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah
sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media
biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid.
7. Penataksanaan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
c. Diet
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
d. Obat-obatan.
Klorampenikol
Tiampenikol
Kotrimoxazole
Amoxilin dan ampicillin

8. Pencegahan

a. Usaha Terhadap Lingkungan Hidup


1) Penyediaan Air minum yang memadai
2) pembuangan kotor manusia yang hygiene
3) pemberantasan lalat
4) pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan
b. Usaha Terhadap Manusia
1) Imunisasi
2) Pendidikan Kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene
9. WOC
Bakteri Salmonella thypi
& Salmonella paratypi

Nyeri
Asuhan Keperawatan Teoritis Demam Typoid
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, satatus pekawinan, tangga masuk rumah sakit, nomor
register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama : Keluhan utama Typoid adalah panas atau demam yang
tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, anoreksia, diare, serta
penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : Peningkatan suhu tubuh karena masuknya
kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu : Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5. Riwayat psikososial dan spiritual : Biasanya klien cemas, bagaimana koping
mekanisme yang digunakan.  Gangguan dalam beribadat karena klien tirah
baring total dan lemah.
6. Pola-pola fungsi kesehatan :
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan  sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.

e) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus
dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami
gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak
boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat    38 –
410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
8. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum
dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.  Leukopenia
dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase
demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh
endotoksin.  Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah
tepi.  Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu
pertama.  Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat
rangsangan endotoksin.  Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella dan
biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun
antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah
antobodi O dan H.   Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih
pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang
progresif (lebih dari 4 kali).  Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu
kemudian menunjukkan diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam tifoid.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dianalisa untuk menentukan diagnosa
keperawatan. Beberapa diagnosa keperawatan adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit  kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen
endogen.
7. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal.
8. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
9. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya
salmonella pada tinja dan urine.
10. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.

C. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat
untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang telah
teridentifikasi. Perencanaan keperawatan disusun meliputi menetapkan tujuan
dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella  Typhi
Tujuan : suhu tubuh normal
Kriteria : suhu tubuh antara 360c-370c, Nadi dan RR dalam batas normal,
klien mengatakan badan tidak panas lagi
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia. Rasional : Pemahaman
tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penngkatan suhu
tubuh. Rasional : agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari
peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul
c. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Rasional : untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan
membantu mengurangi penguapan tubuh.
d. Batasi pengunjung. Rasinal : Agar klien merasa tenang dan udara di
dalam ruangan tidak terasa panas.
e. Observasi TTV tiap 4 jam sekali. Rasional : Tanda- tanda vital merupakn
acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
f. Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam. Rasional : Peningkatan suhu
tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
g. Berikan kompres hangat. Rasional : Untuk membantu menurunkan suhu
tubuh
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan
antipiretik.
Rasional : antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk
mengurangi panas.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi klien terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat, Pasien dapat menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi diberikan, BB dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji nutrisi pasien. Rasional : mengetahui langkah pemenuhan nutrisi
b. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makan/nutrisi.
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi
sehingga motivasu makan meningkat
c. Timbang berat badan klien stiap 2 hari. Rasional : untuk mengetahui
peningkatan dan penurunan berat badan.
d. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat
masih hangat. Rasional : untuk meningkatkan asupan makanan karena
mudah ditelan
e. Beri makan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : untuk
menghindari mual dan muntah.
f. Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok gigi setiap hari.
Rasional : dapat mengurangi kepahitan selera dan menambah rasa
nyaman dimulut.
g. Kolabarasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan pemberian
nutrisi parentral. Rasional : Antasida mengurangi rasa mual dan muntah,
Nutrisi parentral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral
sangat kurang.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan out put yang berlebihan
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseeimbangan cairan
Kriteria : Turgor kulit baik, Wajah tidak tampak pucat
Intervensi :
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga. Rasional : untuk mempermudah pemberian cairan  (minum)
pada pasien.
b. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasinal : Untuk
mengetahui keseimbangan cairan.
c. Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam. Rasional : Untuk
pemenuhan kebutuhan cairan
d. Observasi kelancaran tetesan infuse. Rasional : untuk pemenuhan
kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang     tidak
terpenuhi  (secara parenteral)

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total


Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan
keluarga
Kriteria : Personal hygiene klien terpenuhi, klien tampak bersih
Intervensi
a. Kaji tingkat personal hygiene klien. Rasional : Mengetahui tindakan
personal hygiene yang akan dilakukan.
b. Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri seperti: mandi, gosok gigi,
cuci rambut dan potong kuku. Rasional : Membantu untuk memenuhi
kebutuhan personall hygien klien.
c. Berikan motivasi pada klien untuk dapat beraktifitas secara bertahap.
Rasional : Terwujudnya perawatan diri secara bertahap secara mandiri.

5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
optimal
Kriteria : dapat melakukan gerakan yang bermanfaat bagi tubuh
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan dan minum). Rasional
: Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi
b. Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (misalnya miring kanan, miring kiri). Rasional : Agar
pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang
bedrest.
c. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya. Rasional : Untuk
mempermudah pasien dalam  melakukan aktivitas.
d. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional : Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya
dekubitus.
6. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen
endogen.
Tujuan : Suhu tubuh akan kembali normal
Kriteria : keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama pengalaman
demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan Nadi dalam batas
normal, pakaian dan tempat tidur pasien kering, tidak ada reye syndrom, kulit
dingin dan bebas dari keringat yang berlebih
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda infeksi. Rasional infeksi pada umumnya
menyebabkan peningkatan sushu tubuh.
b. Monitor tanda vital tiap 2 jam. Rasional : deteksi resiko peningkatan suhu
tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu,
menurun id hubungan dengan resolusi infeksi.
c. Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya. Rasional :
memfasilitasi kehilangan panas lewat konvensi dan konduksi
d. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien, kenakan pakaian tipis
pada pasien. Rasional : kehilangan panas tubuh melalui konvensi dan
evaporasi.
e. Monitor komplikasi neurologis akibat demam. Rasional : febril dan
enselopati bisa terjadi bia sushu tubuh yang meningkat.
f. Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
Rasional : Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang menetap.

7. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal


Tujuan : pasien akan kebali normal pola eliminasinya
Kriteria : makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut, feses lunak, coklat
dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
Intervensi :
a. Ukur output. Rasional : menggantikan cairan yang hilang agar seimbang
b. Kompres hangat pada abdomen. Rasional : mengurangi kram perut
(hindari antispasmodik)
c. Kumpulan tinja untuk pemerikasaan kultur. Rasional : medeteksi adanya
kuman patogen.
d. Cuci dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka. Rasional :
mencegah iritasi dan kerusakan kulit.

8. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella


pada tinja dan urine.
Tujuan : pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella.
Kriteria : tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses
negatif, hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
Intervensi :
a. Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.
Rasional : Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen
sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
b. Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order. Rasional : Anti infeksi
harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien
lain dan kontak pasien.
c. Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif
terhadap S. Thypi. Rasional : Mencegah transmisi kuman patogen.
d. Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas,
batasi pengunjung. Rasional : Membatasi terpaparnya pasien pada kuman
patogen lainnya.
e. Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien. Rasinal : Meyakinkan bahwa
pasien diperiksa dan diobati.
f. Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan
minuman, mencuci tangan setelah BAB atau memegang feses. Rasional :
Mencegah infeksi berulang

9. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
Kriteria : turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output normal,
kadar darah sodium, kalium, magnesium dan kalsium dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi. Rasional : intervensi lebih dini.
b. Berikan minuman per oral sesuai toleransi. Rasional : mempertahankan
intake yang adekuat.
c. Atur pemberian cairanper infus sesuai order. Rasonal : melakukan
rehidrasi
d. Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine) ukur semua intake
cairan. Rasional : meyakinkan keseimbangan antara intake dan output.

10. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.


Tujuan : pasien bebas dari konstipasi.
Kriteria : feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih 3 hari
Intervensi :
a. Observasi feses. Rasional : mendeteksi adanya darah dalam feses.
b. Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan. Rasional : untuk intervensi
medis segera.
c. Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal. Rasional : distensi yang
tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal.
d. Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri
laksatif. Rasional : untuk menghilangkan distensi.
Tinjauan Kasus Demam Typoid

1. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Padang
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Bp. T
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Alamat : Padang
Hubungan dengan pasien : Ayah
Catatan Masuk Rumah Sakit
Tanggal Masuk : 15-12-2019
Jam Masuk : 07.30 WIB
Tanggal pengkajian : 15-12-2019
Jam pengkajian : 08.30 WIB
No CM : 02xxxx
Bangsal : Anggrek
Diagnosa Masuk : Demam Tifoid

2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan anaknya panas kurang lebih 5 hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan anaknya panas 5 hari dan diare, nafsu makan
berkurang, mual dan muntah, nyeri pada ulu hati saat bergerak.
P : Nyeri pada abdomen
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada epigastrium
S : 6 (sedang)
T : Berkala tak menentu
3. Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit seperti typoid.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai
riwayat penyakit typoid.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Klien lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis GCS = 15 E : 4 M : 5 V : 6
3. Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 102 x/menit S : 38
0C
4. BB : 26 Kg
4. Pemeriksaan Persistem :
a) Sistem Pernafasan
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum pergerakan paru kanan
dan kiri normal dengan frekuensi 20 kali/ menit .
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, pada sinus prontalit maksilanus nyeri tekan
tidak ada Perkusi : Bunyi resonan pada lapang dada.
Auskultasi : Vesikuler
b) Sistem Kardiovaskuler:
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada pembesaran dada kanan atau kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/ menit
Perkusi : Tidak terdengar suara pekak
Auskultasi : Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2 (dub), Gallop (-), Murmur
(-).
c) Sistem Persyarafan
1) Nervus olfaktorius : Penciuman Normal
2) Nervus optikus : Penglihatan klien normal dan jelas
3) Nervus okulomotorius. : Pergerakan bola mata klien normal dan klien tidak
juling
4) Nervus trochlearis : Normal
5) Nervus trigeminus : Normal
6) Nervus abdusen : Sensasi wajah baik dan normal
7) Nervus fasialis : Gerakan otot wajah klien baik
8) Nervus vestibulokoklealis : Normal
9) Nervus glasofaringius : Rasa ; Normal
10) Nervus vagus : Reflek menelan baik
11) Nervus aksesorius : Gerakan otot baik
12) Nervus Hipoglosus : Gerakkan lidah baik
d) Sistem Pencernaan
Inspeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu hati skala 5
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 20 x/m
e) Sistem Perkemihan
Inspeksi : Klien mengatakan bentuk alat kelaminnya normal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada vesita urinaria
f) Sistem Pengindraan
(1) Mata
Inspeksi : Bentuk simetris, konjungtiva berwarna merah muda  penglihatan
baik, tidak ada alat bantu penglihatan.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

(2) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan.
(3) Pendengar
(4) Inspeksi :
Bentuk simetris terdapat serumen, dengan  pendengaran baik
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
(5) Pengecap
Inspeksi : Mukosa bibir lembab, bibir simetris dan tidak terlihat  bercak
putih atau kotor. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher dan reflek
menelan
(6) Peraba
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Klien bisa membedakan antara panas dan dingin

5. Data Penunjang (Laboratotium, Radiologi)


Jenis pemeriksaan Hasil Normal
WBC 6,2 k/ul 4,0 – 12,0 k/ul
Lym 2,3 k/ul 2,0  – 8,0 k/ul
MID 0,3 k/ul 1,6 – 5,0 k/ul
Gra 3,6 k/ul 0,1 – 1,0 k/ul
Lym % 37,8 % 50,0  – 80,0 k/ul

6. Pengobatan
1. RL : 20 tetes/menit
2. Cefotaxime : 3 x 1 gr/iv
3. Ranitidin : 3 x 4 gr/iv
4. Ondansetron : 3 x 1 gr/iv
5. Paracetamol : 3 x 1 tablet
6. Antrain : 2 x 1 amp/iv
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Proses  perjalanan Hipertermi
Klien mengatakan demam sudah penyakit
6 hari TTV : TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit  N : 102 x/menit
S : 38 0C
Do :
Klien terlihat lemah dan gelisah
2 Ds : Peningkatan asam Nyeri epigastrium
Klien mengatakan nyeri pada ulu lambung
hati P : Nyeri pada abdomen
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada epigastrium
S : 6 (sedang)
T : Berkala tak menentu
Do:
Klien terlihat meringis Klien
gelisah
3 Klien mengatakan nafsu makan Anoreksia Perubahan pola
berkurang, terasa mual dan nutrisi kurang
dari kebutuhan
muntah Do :
tubuh
- Klien tampak mengeluh dan
meringis - BB sebelum masuk 48
kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok makan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi penyakit.
2. Nyeri epigastrium berhubungan dengan asam lambung yang meningkat
3. Anoreksia berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
D. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria Hasil
1 Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan  Pengaturan suhu 4. Untuk mengetahui
inflamasi penyakit. perawatan selama 1 x 24 1. Pantau ttv status suhu.
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah jam diharapkan suhu 2. Berikan kompres 5. Untuk menurunkan
Ds : tubuh klien normal hangat  basah panas klien
Klien mengatakan demam sudah 6 dengan kriteria hasil : 3. Kolaborasi 6. Untuk membantu
hari TTV : - Suhu tubuh 36 0C pemberian obat kebutuhan nutrisi
TD : 110/80 mmHg - Klien terlihat tenang Piresik dan tubuh
RR : 20 x/menit   Antibiotik 7. Untuk membantu
N : 102 x/menit  Terapi Cairan menurunkan panas
S : 38 0C 1. Monitoring klien
tetesan infuse 20
tetes per menit
2 Nyeri epigastrium berhubungan Setelah dilakukan  Manajemen Nyeri 1. Untuk mengetahui
dengan asam lambung yang tindakan keperawatan 1. Kaji skala nyeri tingkat skala nyeri
2. Berikan posisi 2. Untuk membantu
meningkat selama 3 x 24  jam.
nyaman mengurangi nyeri
DS : Diharapkan nyeri klien 3. Ajarkan penggunaan 3. Untuk membantu
Klien mengatakan nyeri pada ulu hati hilang dengan criteria teknik non mengurangi nyeri
farmakologi 4. Untuk mengurangi
DO : hasil : Skala nyeri 1 Klien 4. Kolaborasi dengan
nyeri
Klien terlihat meringis Klien gelisah terlihat santai dokter pemberian
obat analgesik
3 Anoreksi berhubungan dengan Setelah dilakukan  Manajemen Nutrisi 1. Agar mengeathui
perubahan pola nutrisi kurang dari tindakan keperawatan 3 x 1. Kaji pola nutrisi porsi makan klien
2. Menganjurkan 2. Agar makan klien
kebutuhan tubuh 24 jam diharapkan klien
makan sedikit tapi kembali normal
DS : tidak mual dan muntah sering 3. Agar pemberian
Klien mengatakan nafsu makan dengan criteria hasil : gizi sesuai
3. Kolaborasi dengan kebutuhan tubuh
berkurang, terasa mual dan muntah Klien mau makan Klien
dokter untuk
terlihat lahap saat makan pemberian obat
DO : suplemen,
penghilang rasa
- Klien tampak mengeluh dan
sakit, Anti Mual.
meringis
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok makan
E. Implementasi dan Evaluasi
No Hari/ Tanggal No. Implementasi Evaluasi
Diagnosa
1 1 1. Memantau ttv S : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
2. Kompres hangat basah O : Klien terlihat lemah dan gelisah, S = 38 0C
sudah diberikan Observasi A : Masalah teratasi
tetesan infuse normal P : Intervensi ditentukan
Pemberian obat sesuai dosis I : - Memberikan kompres hangat basah -
sudah diberikan Memonitoring tetesan infuse 20 tetes per menit -
Mengkolaborasi pemberian obat Anti  piretik dan
Antibiotik

2 2 1. Kaji skala nyeri Berikan S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati
posisi nyaman Kolaborasi O : Klien terlihat santai Skala nyeri 6
dengan dokter pemberian A : Masalah teratasi
obat analgesic P : Intervensi dihentikan
I : - Kaji skala nyeri Berkolaborasi dalam
pemberian obat analgesik Memberikan posisi yang
nyaman Skala nyeri klien 6 - Obat piretik telah
diberikan
3 3 1. Kaji pola nutrisi Kolaborasi S : klien mengatakan mual muntah lagi dan tidak
menganjurkan makan nafsu makan - Klien terlihat lemah - BB sebelum
sedikit tapi sering masuk 28 kg - BB Sesudah masuk 26 kg - Klien
Kolaborasi dengan dokter hanya menghabiskan 4-6 sendok makan
untuk  pemberian obat A : Masalah belum teratasi
suplemen BB klien 46 kg P : Intervensi dilanjutkan - Mengkaji pola nutrisi
Mengkolaborasi menganjurkan makan sedikit tapi
sering Mengkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat suplemen Menganjurkan minum air
gula secukupnya
4 1 1. Melanjutkan tindakan S : klien mengatakan sudah tidak demam lagi
memberikan kompres O : klien terlihat tenang dan terbaring santai, S = 36
hangat dingin C A : Masalah teratasi
Mengkolaborasikan P : Intervensi dihentikan
pemberian obat anti piretik
R : Klien tidak demam lagi
Klien terlihat santai Suhu
tubuh 36 0C
5 2 Mengkaji skala nyeri Memberi S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati
posisi yang nyaman O : Klien terlihat santai Skala nyeri 6
Mengkolaborasi pemberian A : Masalah teratasi
obat analgesic P : Intervensi dihentikan

6 3 Mengkaji pola nutrisi S : klien mengatakan kurang nafsu makan


Mengkolaborasi makan sedikit O : - klien masih mual BB sebelum masuk 28 kg -
tapi sering Menganjurkan klien BB Sesudah masuk 26 kg - Klien hanya
untuk bayak minum air gula menghabiskan 4-6 sendok makan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai