Anda di halaman 1dari 26

KEPEMIMPINAN

PENDIDIKANTEORI – TEORI
MOTIVASI DAN TEORI
KEPEMIMPINAN

Dinda Yani Gustirizki

PENGANTAR BISNIS DAN MANAJEMEN

AKUNTANSI MANAJERIAL
2015 / 2016

Teori Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk

berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam

melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian

dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang

menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan

penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya,

dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan,

persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi

kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).

Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk

mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.

Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan

sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, (1998)

semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar

potensi kepemimpinan yang efektif.

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan

interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi

antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul

sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam
setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi

pemimpin, antara lain:

- Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin

melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.

- Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan

kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan

tuntutan lingkungan.

Oleh karena itu, dalam proses kepemimpinan telah muncul beberapa teori

kepemimpinan. Teori kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu

ke dalam berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu kepemimpinan. Setiap teori

menyediakan gaya yang efektif dalam organisasi.

Banyak penelitian manajemen telah menemukan solusi kepemimpinan yang

sempurna. Hal ini menganalisis sebagian besar teori terkemuka dan mengeksplorasinya.

Dalam teori kepemimpinan ada beberapa macam teori, diantaranya Great Man Theory, Teori

Sifat, Teori Perilaku, Teori Situasional Hersey & Blanchard dan Teori Contingency (Teori

Kemungkinan).

A. Teori – Teori dalam Kepemimpinan

1. Teori Sifat (Trait Theory)

Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin

ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar

pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil,

sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang

dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di

dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-

76) adalah:

a. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa depan.

b. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integratif.
c. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integratif.

Adapun kelemahan dari seorang pemimpin pada teori sifat diantaranya :


- Terlampau banyak sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin
- Mengabaikan unsur Follower dan Situasi serta pengaruhnya terhadap
efektivitas pemimpin
- Tidak semua ciri cocok untuk segala situasi
- Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan
mengabaikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.

Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan dan dianggap sebagai teori yang

sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung

didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin justru sangat

diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.


2. Teori Perilaku

Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap

teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, di didik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja

(leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan

dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-

sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana

cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi

oleh gaya kepemimpinan masing-masing.

Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang

individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.

Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan

bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk

diidentifikasikan.

Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku :

1. Konsiderasi dan struktur inisiasi

Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki


ciri-ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan,
menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya
setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang
lebih mementingkan tugas orientasi.
2. Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya
ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin
pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian,
kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi
pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan,
pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.

Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang

pengetahuan, nikai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai

contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada

kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah)

dalam kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan

sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai.

3. Teori Situasional Hersey & Blanchard

Teori kepemimpinan situasional, teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan

Kenneth Blanchard. Kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard adalah

didasarkan pada saling berhubungannya diantara hal-hal berikut: Jumlah petunjuk dan

pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan

oleh pimpinan dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam

melaksankan tiugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu (Thoha, 1983:65).

Perilaku mengarahkan adalah tingkat dimana pemimpin mengorganisasikan para

bawahan, memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana tugas-tugas dilaksanakan dan

mengawasi bawahan secara ketat. Perilaku mendukung adalah bagaimana seorang pemimpin

menjalin hubungan dengan anak buahnya serta keterlibatan mereka dalam pengambilan

keputusan.
Kematangan anak buah adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak buah dalam

menyelesaikan tugas dari pimpinan, termasuk didalamnya adalah keinginan atau motivasi

mereka dalam menyelesaiakan suatu tugas.

Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan yang dibuat

didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti keberhasilan seorang pemimpin

adalah apabila mereka menyesuaiakan gaya kepemimpinanya dengan tingkat kedewasaan

atau kematangan anak buah.

4. Teori Contingency (Teori Kemungkinan)

Ada kalanya teori sifat dan teori perilaku tidak sepenuhnya berfungsi dan berpengaruh

terhadap efektifitas kinerja para karyawan. Teori kemungkinan menjelaskan tentang berbagai

macam kepemimpinan yang berhubungan dengan situasi tertentu.. Ada lima pendekatan

dalam teori kepemimpinan ini.

Model contingency dari kepemimpinan yang efektifdikembangkan oleh Fiedler

(1967). Menurut model ini, Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu

kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat

mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. (Fiedler, 1974; 73).


Situasi yang mengungtungkan (situational favorableness), yaitu sejauh mana

pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh tiga

variable situasi, yaitu:

1. Hubungan pemimpin-anggota (leader-member relations): hubungan pribadi

pemimpin dengna anggota kelompoknya. Variable ini ditaksir melalui

jawaban pemimpin terhadap 10 sampai 20 skala semantic differential yang

digunakan untuk menilai konsep dibatasi oleh sepasang kata sifat yang

bipolar, dan suasana kelompok diharkat (rated) sesuai dengan dimana

tempatnya pada garis bersinambung..

2. Struktur tugas (task structure). Derajat struktur dari tugas yang diberikan

kepada kelompok untuk dikerjakan. Ciri ini ditaksir melalui empat skala

pengharkatan yang dikembangkan oleh Shaw, yaitu tentang Gool Clariry,

Gool-path multiplicity, decision Verifibility dan Decesion specificity (Fiedler

& Chemers, 1974).

3. Kekuasaan kedudukan (position power). Kekuasaan dan kewenangan yang

terkait dalam kedudukannya. Besar kecilnya variable ini diukir dengan suatu

checklist, yang disusun oleh Hunt, yang terdiri dari 18 butir pertanyaan, yang

dijawab oleh seorang penimbang (judge) yang terdiri (independent) dengan

jawaban “ya” atau “tidak. (Fiedler & Chemers, 1974).

Dalam kelompok interkasi dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompko

dalam melaksanakan tugas-tugas utama mereka. Para anggota kelompok saling tergantung

dalam arti bahwa sulit untuk menentukan koordinasi seseorang dalam mencapai tujuan

kelompok.
Kelompok koaksi juga bekerja sama pada satu tugas bersama. Namun setiap anggota

kelompok berdiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan, keterampilan dan

motivasinya sendiri.

Kelompok konteraksi terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan

perundingan dan perujukan dari tujuan dan pandangan yang saling bertentangan.
Teori Motivasi
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau

mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk

menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah

sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia

telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan..

Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat

intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang

tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan

lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya.

Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang

melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi

seperti status ataupun kompensasi.

Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk

memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat

menjadi seperti apa. Berikut akan dijelaskan macam macam teori motivasi

1. Teori X dan Y

Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam

pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan
Theori Y. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah,

dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya.

Teori ini juga menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak

suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun

menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus

terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan

perusahaan. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini

pada hakekatnya adalah:

1 Tidak menyukai bekerja


Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai
2
diarahkan atau diperintah
Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah
3
organisasi.
4 Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5 Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.

Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan
alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-
orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori
X. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena
mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan.
Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung
jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengarahkan segala
potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Secara keseluruhan asumsi teori Y mengenai
manusia adalah sebagai berikut:

1 Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan Kepada orang.
Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara
keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2 Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
3 Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara
luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4 Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri
tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5 .Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.

2. Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow


Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia
memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid,
orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan
sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif
psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi.
Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan
pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.

• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)


• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari
potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan
mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang
signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika
dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan
karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus
bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
3. Teori Hirarki Kebutuhan Alderfer (Teori ERG)
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada
kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan
(growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan
bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan
kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari
situasi ke situasi.

Perbedaan Teori Maslow & Teori ERG


4. Teori Dua Faktor
Teori Dua Faktor (juga dikenal sebagai teori motivasi Herzberg atau teori hygiene-
motivator). Teori ini dikembangkan oleh Frederick Irving Herzberg (1923-2000), seorang
psikolog asal Amerika Serikat. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang
manajemen dan teori motivasi.

Frederick Herzberg menyatakan bahwa ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang
menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian lain ada pula faktor lain yang
menyebabkan
ketidakpuasan.
Dengan kata
lain kepuasan
dan
ketidakpuasan
kerja
berhubungan satu sama lain.
Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg diidentifikasi
sebagai hygiene factors (faktor kesehatan) dan motivation factors (faktor pemuas).
Dua faktor ini oleh Frederick Herzberg dialamatkan kepada faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik, dimana faktor intrinsik adalah faktor yang mendorong karyawan termotivasi, yaitu
daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu
daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Teori ini merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan Maslow. Dan juga
berhubungan erat dengan teori tiga faktor sosial McClelland.

Hygiene Factors
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting untuk adanya
motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah pada kepuasan positif untuk jangka
panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini
adalah faktor ekstrinsik untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai dissatisfiers atau
faktor pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors
(faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu yang diharapkan untuk
dipenuhi. Hygiene factors (faktor kesehatan) meliputi gaji, kehidupan pribadi, kualitas
supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan antar pribadi, kebijaksanaan dan
administrasi perusahaan.

Motivation Factors
Menurut Herzberg, hygiene factors (faktor kesehatan) tidak dapat dianggap sebagai
motivator. Faktor motivasi harus menghasilkan kepuasan positif. Faktor-faktor yang melekat
dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan untuk sebuah kinerja yang unggul disebut sebagai
faktor pemuas. Karyawan hanya menemukan faktor-faktor intrinsik yang berharga pada
motivation factors (faktor pemuas). Para motivator melambangkan kebutuhan psikologis
yang dirasakan sebagai manfaat tambahan. Faktor motivasi dikaitkan dengan isi pekerjaan
mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan
pertumbuhan dalam pekerjaan
5. Teori Tiga Kebutuhan (McClelland)

Yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting
yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
• Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
• Need for Power (dorongan untuk mengatur)

6. Teori Penguatan ( BF Skinner)


Skinner membedakan dua jenis perilaku, yaitu respondent behavior (perilaku
responden), ditimbulkan oleh stimulus yang dikenali. Ketika ada stimulus, respon terjadi
secara otomotis. dan operant behavior (perilaku operan), yang tidak diakibatkan oleh stimulus
yang dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organisme.
Respon yang tidak terkondisikan (bersyarat) atau unconditioned response adalah
contoh dari perilaku responden karena respons ini ditimbulkan oleh stimuli yang tak
terkondisikan, contoh dari perilaku responden adalah semua gerak refleks, seperti menarik
tangan ketika tertusuk jarum, menutupnya kelopak mata saat terkena cahaya yang
menyilaukan, dan keluarnya air liur saat ada makanan. Sedangkan perilaku operan pada
awalnya tidak berkorelasi dengan stimuli yang dikenali, maka ia tanpa spontan. Contohnya
adalah tindakan ketika hendak bersiul, berdiri lalu berjalan, atau anak yang meninggalkan
satu mainan dan beralih ke mainan lainnya.
Bersama dengan dua macam perilaku tersebut, ada dua jenis pengkondisian.
Pengkondisian tipe S yang juga dinamakan respondent conditioning (pengkondisian
responden) dan tipe kondisi yang menyangkut perilaku operan dinamakan tipe R karena
penekanannya adalah pada respons. Pengkondisian tipe R dinamakan operant conditioning
(pengkondisian operan).
Ada dua prinsip umum dalam pengkondisian tipe R : (1) setiap respon yang diikuti
dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang; dan (2) stimulus yang
menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadinya respons operan.
Penguat adalah segala sesuatu yang meningkatkan probabilitas terjadinya kembali suatu
respons.
Menurut skinner, organisme bernyawa akan senantiasa dikondisikan oleh
lingkungannya. yang membiarkan prinsip belajar beroperasi tak terduga, atau bisa secara
sistematis menerapkan prinsip itu dan memberi arah kepada perkembangan.
Pembelajaran perilaku operan juga dikenal sebagai pengkondisian, namun berbeda
dengan pengkondisian refleks, menurut pengkondisian operan jika suatu operan terjadi dan
diikuti oleh penguatan, kemungkinannya untuk terjadi lagi pun meningkat.
7. Teori Penetapan Tujuan
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba
menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari
tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang
pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja
yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai.
Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya
bagi organisasi.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives =MBO) menggunakan
teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun
tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan
sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu
menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai
kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri,
dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila
didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak
proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai
tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang
lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya
untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan
tersebut tidak terlalu besar.
Lima Prinsip Menetapkan Tujuan :
1. Kejelasan
Tujuan yang terukur, jelas dan spesifik
2. Challenge
Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat
tantangan.orang sering termotivasi oleh pencapaian dan mereka akan menilai tujuan
berdasarkan makna prestasi yang diantisipasi. Ketika anda tahu bahwa apa yang anda
lakukan akan di terima dengan baik, ada motivasi alami untuk melakukan pekerjaan
yang baik.
Rewards biasanya meningkatkan tujuan lebih sulit.jika anda yakin anda akan baik
kompensasi atau imbalan untuk mencapai tujuan yang menantang. Yang akan
meningkatkan antusiasme dan mendorong anda untuk menyelesaikannya.
Menetapkan tujuan yang smart link yang relevan erat dengan imbalan yang
diberikan untuk mencapai tujuan yang menantang.Tujuan yang relevan akan lebih
lanjut tujuan organisasi anda dan ini adalah jenis tujuanyang sebagian besar majikan
akan senang hati memberikan hadiah.
3. Komitmen
Tujuan harus dipahami dan di sepakati jika mereka ingin menjadi efektif.
Karyawan lebih cenderung “membeli,menjadi” tujuan jika mereka merasa, mereka
adalah bagian dari menciptakan tujuan itu.
4. Umpan balik
Selain memilih jenis yang tepat sasaran, tujuan program yang efektif harus
mencakupi umpan balik.saran dan masukan memberika kesempatan untuk
memperjelas harapan, tujuan menyesuaikan kesulitan dan mendapatkan pengakuan.
5. Kompleksitas Tugas
Faktor terakhir dalam penentuan sasaran perkenalan teori dua persyaratan untuk
sukses.untuk tujuan atau tugas yang sangat komploeks, lebih berhati hati untuk
memastikan bahwa pekerjaan itu tidak berlebihan.
8. Teori Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstern yang terlalu banyak dan terlalu
sedikit. Kedua ujung eksterm itu menyangkut 2 orang atau benda. Bila 2 orang tersebut punya
kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus
memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka akan terjadi pelanggaran
terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
Pembagian Keadilan menurut Aristoteles yaitu :
1. Keadilan Komulatif adalah perlakuan terhadap seseorang yang tidak melihat
jasa yang dilakukannya, yakni setiap orang mendapat haknya.
2. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan
jasanya yang telah dibuat, yakni setiap orang mendapat kapasitas dengan potensi
masing-masing.
3. Keadilan Findikatif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai kelakuannya,
yakni sebagai balasan kejahatan yang dilakukan.
4. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal,
baik menyangkut benda atau orang. Menurut John Rawls, fi lsuf Amerika Serikat
yang dianggap salah satu fi lsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa
“Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya
kebenaran pada sistem pemikiran”.
Pada intinya, keadilan adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya Istilah
keadilan berasal dari kata adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata adil berarti tengah. Adil
pada hakikatnya bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak memihak.
Keadilan juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana setiap orang baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya, sehingga
dapat melaksanakan kewajibannya.
9. Teori Pengharapan
Teori harapan kadang disebut teori ekspektansi atau expectancy theory of
motivationdikemukakan oleh Victor Vroom pada tahun 1964. Vroom lebih menekankan pada
faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs) seperti yang dikemukakan oleh
Maslow andHerzberg.
Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara
tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang
pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu.
Vroom dalam Koontz, 1990 mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi
untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa
tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.
Sehubungan dengan tingkat ekspektansi seseorang Craig C. Pinder (1948) dalam
bukunyaWork Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat harapan atau ekspektansi seseorang yaitu:
a. Harga diri.
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
Sementara teori harapan menyatakan bahwa motivasi karyawan adalah hasil dari
seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (Valence), yaitu penilaian bahwa
kemungkinan sebuah upaya akan menyebabkan kinerja yang diharapkan (Expectancy), dan
keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan penghargaan (Instrumentality ). Singkatnya,
Valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan.
Ini adalah kepuasan yang diharapkan dan tidak aktual bahwa seorang karyawan
mengharapkan untuk menerima setelah mencapai tujuan. Harapan adalah keyakinan bahwa
upaya yang lebih baik akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan,
ketersediaan sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan mendapatkan
dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Jadi harapan seseorang mewakili keyakinan seorang individu bahwa tingkat upaya
tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu.
Pendekatan Lain Berkaitan dengan Kepemimpinan

1. Teori Atribusi Kepemimpinan


Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata
merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin mengenai
individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih oleh banyak orang yaitu:
- Teori penyimpulan terkait (correspondensi Inference), yakni perilaku orang
lain merupakan sumber informasi yang kaya.
- Teori sumber perhatian dalam kesadaran (conscious attentional resources)
Bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi
(pengamatan)
- Teori atribusi internal dan ekternal dikemukakan oleh Kelly & Micella, 1980
yaitu teori yang berfokus pada akal sehat.

2. Model Manajemen Efektif dan Likert


a. Manajemen Efektif
Manajemen yang efektif adalah manajemen yang didukung oleh seluruh lapisan
karyawan dengan integritas untuk merealisasikan rencana dan target perusahaan.
Apabila manajemen lalai menyatukan visi bersama kepada seluruh lapisan
karyawan dan pimpinan, maka manajemen akan kehilangan kekuatan untuk
menjalankan semua program kerja. Akibatnya, manajemen akan selalu merasa
kualitas karyawan tidak pernah cukup untuk memenuhi tantangan organisasi.
Padahal persoalan kekurangan itu ada pada ketidakmampuan manajemen untuk
menginternalisasikan visi perusahaan kepada seluruh lapisan karyawan dan
pimpinan.
Manajemen yang berkualitas akan selalu membuka diri untuk di awasi dan di
evaluasi oleh setiap stakeholdersnya. Termasuk, menjalankan operasional kerja
dengan prinsip-prinsip good governance yang diperkuat dengan panduan etika
bisnis, code of conduct, dan sikap profesionalisme di semua aspek kerja. Kesiapan
manajemen untuk
dinilai oleh stakeholders adalah bukti berjalannya model manajemen terbuka
dengan kualitas prima.

b. Model Manajemen Likert


Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi untuk mengarahkan orang lain
agar mengerahkan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.
Rensis Likert dari Universitas Michigan:
Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil
produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four
Systems Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :

1. Sistem Otokratis Eksploitif


Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down
2. Sistem Otokratis Paternalistic
Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:
a. Pimpinan percaya pada bawahan
b. Motivasi dengan hadiah dan hukuman
c. Adanya komunikasi ke atas
d. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
e. Adanya delegasi wewenang
3. Sistem Konsultatif
Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
a. Komunikasi dua arah
b. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
c. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif
Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:
a. Team work
b. Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c. Komunikasi dua arah (top down and bottom up)

3. Pemimpin Transaksional dan Transformasional

 Pengertian Kepemimpinan transaksional
Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang
memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya.
Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu
relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak langsung menyentuh
substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch, mengemukakan kepemimpinan
transaksional dapat digambarkan sebagai :
a. Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan
bawahannya.
b. Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan
dan memperbaiki kesalahan.
c. Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.
Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana
seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan
menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi,
produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.
 Ciri-ciri Kepemimpinan transaksional

 Kepemimpinan transaksional menurut Bass memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Contingent reward
Kontrak pertukaran penghargaan untuk usaha, penghargaan yang dijanjikan untuk
kinerja yang baik, mengakui pencapaian.
b. Active management by exception
Melihat dan mencari penyimpangan dari aturan atau standar, mengambil tindakan
perbaikan.
c. Pasive management by exception
Intervensi hanya jika standar tidak tercapai.
d. Laissez-faire
Melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan.
 Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Istilah kepemimpinan transformasional terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan
(leadership) dan transformasional (transformational). Kepemimpinan adalah setiap
tindakan yang yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi
dan memberi arah kepada individu ataukelompok lain lain yang tergabung dalam
wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam
bekerja dengan dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal
sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan
target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya yang dimaksud yaitu sumber daya
manusia seperti pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, peneliti, dan lain-
lain.
 Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional
Ciri pemimpin transformasional diantaranya:
a. Mampu mendorong pengikut untuk menyadari pentingnya hasil pekerjaan.
b. Mendorong pengikut untuk lebih mendahulukan kepentingan organisasi
c. Mendorong untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi.
 Perbedaan Kepemimpinan Transaksional Dengan Transformasional

Kepemimpinan transaksional dan transformasional memiliki perbedaan esensial


dalam konstruksi perilaku kepemimpinan tetapi sifatnya saling melengkapi dan tidak
saling meniadakan. Seberapa besar kombinasinya tergantung dari situasi masing-
masing.

Menurut pemikiran Bass (2007), kepala sekolah transaksional bekerja di dalam


budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah
transformasional mengubah budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial antara
pemimpin transaksional dan transformasional berikut ini :

1. Kepemimpinan Transaksional
a. Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan.
b. Kepemimpinan adalah responsif dan orientasi dasarnya adalah berurusan
dengan masalah sekarang.
c. Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah, hukuman
dan sanksi untuk mengontrol pengikut.
d.  Pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menetapkan tujuan dan
menjanjikan imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.
e. Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat bawahan
untuk berhasil tawar-menawar.
2. Kepemimpinan Transformasional
a. Pemimpin membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka bertindak
di luar kerangka dari apa yang digambarkan sebagai hubungan pertukaran.
b. Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut.
c. Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan
memberikan pertimbangan individual (bentuk perhatian, dukungan, dan
pengembangan bagi pengikut), stimulasi intelektual (upaya pemimpin untuk
meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan organisasional dengan sudut
pandang yang baru) dan pengaruh ideal (membangkitkan emosi dan
identifikasi yang kuat terhadap visi organisasi) untuk pengikut.
d. Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka dan
merangsang pengikutnya untuk memecahkan masalah.
e. Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk
mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya.
f. Pemimpin memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang melampaui
kepentingan pribadi.
4. Teori Karismatik
Konsep kharismatik (charismatic) atau kharisma (charisma) menurut Weber
(1947) lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan
luarbiasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan
kekuasaan yang kharismatik, yaitu : Adanya seseorang yang memiliki bakat yang
luarbiasa, adanya krisis sosial, adanya sejumlah ide yang radikal untuk
memecahkan krisis tersebut, adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa
seseorang itu memiliki kemampuan luarbiasa yang bersifat transendental dan
supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu
mengalami kesuksesan.
Karisma akan lebih dihubungkan dengan pemimpin yang menyarankan sebuah
visi yang amat tidak sesuai dengan status quo, tetapi masih dalam ruang gerak
penerimaan oleh para pengikut. Yaitu, para pengikut tidak akan menerima visi
demikian sebagai kompeten atau gila. Para pemimpin yang tidak karismatik
biasanya mendukung status quo atau hanya memberikan sedikit atau tambahan
perubahan.
Para pemimpin akan lebih mungkin dipandang sebagai karismatik jika mereka
membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi, dan mendatangkan biaya
tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan terlihat menjadi
komponenpenting dari karismatik, dan pengikut lebih mempercayai pemimpin
yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi daripada oleh
perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang pemimpin
yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup besar dalam hal
status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam organisasi.

Dalam hal selektivitas yang dimiliki komunikan ini diketahui bahwa seseorang akan
memilih pesan tergantung pada dua faktor:

1. Expectation of reward – mengharapkan ganjaran.


2. Effort to be required – menghendaki suatu usaha.

Dengan kata lain besar kecilnya kedua faktor tersebut dapat menentukan pemilihan
komunikan terhadap pesan tertentu.  

Anda mungkin juga menyukai