Anda di halaman 1dari 14

A.

Definisi
Vaginitis adalah peradangan pada mukosa vagina yang dapat disebabkan
oleh mekanisme infeksi maupun noninfeksi. Vaginitis ditandai dengan pengeluaran
cairan abnormal yang sering disertai rasa ketidaknyamanan pada vulvovagina.

B. Epidemiologi
Vaginitis merupakan masalah ginekologis yang paling sering terjadi pada
90% wanita remaja di dunia, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial (50%),
kandidiasis vulvovaginal (75%), trikomoniasis (25%) (KESPRO INFO, 2009).
Penelitian-penelitian sebelumnya telah melaporkan angka kejadian vaginitis di
beberapa negara, diantaranya Thailand 33 %, Afrika-Amerika 22,7 %, London 21 %,
Indonesia 17 %, Jepang 14 %, Swedia 14 %, dan Helsinki 12 %.
Vaginosis bakterial menyerang lebih dari 30% populasi. Dari penelitian pada
wanita berusia 14-49 tahun, 29% diantaranya didiagnosis mengalami vaginosis
bakterial. Wanita dengan riwayat aktivitas seksual beresiko lebih besar mengalami
penyakit ini. Douching diketahui juga dapat meningkatkan resiko vaginosis bakterial.
Prevalensi meningkat pada wanita perokok, karena diketahui bahwa kandungan rokok
dapat menghambat produksi hidrogen peroksida oleh Lactobacillus.

C. Faktor resiko
1. Ras
2. Promiskuitas
3. Stabilitas marital
4. Penggunaan kontrasepsi IUD
5. Riwayat kehamilan

D. Etiologi
1. Bakterial vaginosis
a. Definisi
Bakterial vaginosis merupakan penyebab tersering dari vaginitis (40-45%).
Penyakit ini ditandai dengan perubahan secara kompleks baik jumlah dan
fungsi dari flora normal. Jumlah dan konsentrasi hidrogen peroksida akan
menurun sedangkan pertumbuhan dari mikroorganisme patogen (Gardnerella
vaginalis, Mobiluncus sp, Mycoplasma hominis, Atopobium vaginae, dll)
meningkat (Lamont et al., 2011). Vaginitis bakterial juga merupakan penyakit
yang berhubungan dengan infeksi seksual seperti infeksi oleh karena Neisseria
gonorrhoeae, Clamydia trachomatis, HIV dan virus herpes simplex tipe 2
(Sessa et al., 2013).
b. Epidemiologi
Bakterial vaginosis merupakan penyebab tersering dari vaginitis. Frekuensi
tergantung pada tingkatan sosial ekonomi dan aktivitas seksual. Penelitian-
penelitian sebelumnya telah melaporkan angka kejadian BV di beberapa
negara, diantaranya Thailand 33 %, Afrika-Amerika 22,7 %, London 21 %,
Indonesia 17 %, Jepang 14 %, Swedia 14 %, dan Helsinki 12 %. Beberapa
penelitian juga menunjukkan banyaknya penderita BV yang tidak
menunjukkan gejala (asimptomatis). Pada umumnya BV ditemukan pada
wanita usia reproduktif dengan aktifitas seksual yang tinggi dan promiskuitas.
Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,usia menopause,vaginal douching,
sosial ekonomi rendah, dan wanita hamil juga merupakan faktor resiko
terjadinya
c. Faktor resiko
Tabel 2. Faktor resiko bakterial vaginosis

d. Etilogi
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya bakterial vaginosis
adalah:
1) Gardnerella vaginalis
Bakteri yang tidak memilki kapsul, tidak bergerak, dan berbentuk batang
gram negatif. Kuman bersifat anaerob fakultatif, memproduksi asam asetat
dari hasil fermentasi.
2) Mobilincus spp dan Bacteriodes spp
Merupakan bakteri anaerob berbentuk batang lengkung. Perannya dalam
menimbulkan bakterial vaginosis lebih jarang dibandingkan dengan
Gardnerella vaginalis.
3) Mycoplasma hominis
e. Penegakan diagnosis
1) Anamnesis
- RPS
 Dapat asimptomatis
 Rasa tidak nyaman sekitar vulvavagina (rasa terbakar, gatal), biasanya
lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan
Candida albicans.
 Dispareunia
 Keputihan berbau amis “fishy odor” yang semakin parah setelah
berhubungan seksual dan menstruasi (vagina dalam keadaan basa).
Cairan vagina yang basa menimbulkan terlepasnya amin dari
perlekatannya pada protein dan amin yang menguap tersebut
menimbulkan bau amis.
 Tidak ditemukan inflamasi pada vulva dan vagina.
- RPSos
Perlu ditanyakan kebiasaan douching, aktivitas seksual,
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan genitalia eksterna: tidak didapatkan tanda iritasi pada
vulva dan vagina
Pada pemeriksaan inspekulo : didapatkan sekret vagina berwarna putih-abu
abu, tipis, viskositas rendah.
Gambar 2. Sekret vagina pada bakterial vaginosis
3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes NaCl 0,9% pada sekret
vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverglass. Diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x untuk melihat Clue cells
yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
sehingga tepinya tidak terlihat jelas. Pemeriksaan ini memilki sensivitas
60% dan spesifitas 98%.
b) Whiff test
Dinyatakan positif jika bau amis timbul setelah penambahan satu tetes
KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau amis muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil dari bakteri anaerob.
c) Tes lakmus
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Ditemukan
kadar pH > 4,5.
d) Pewarnaan gram
Ditemukan penurunan jumlah Lactobacillus dan peningkatan jumlah
bakteri anaerob.
e) Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis
bakterial vaginosis karena bakteri ini ditemukan hampir 50% pada
perempuan normal.
f) Tes proline aminopeptidase yang dihasilkan oleh bakteri anaerob, karena
Lactobacillus tidak menghasilkan zat tersebut.

Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis bakterial


vaginosis, diantaranya adalah:
a) Kriteria Amsel
Kriteria ini memiliki tingkat spresifitas yang lebih tinggi daripada
pewarnaan gram. Kriteria ini paling sering digunakan untuk mendiagnosis
vaginitis bakterial. Diagnosis dapat ditegakkan jika didapatkan minimal tiga
dari empat kriteria.
 Secret vagina yang homogen, putih, dan tipis melekat pada vagina
 pH vagina > 4,5
Peningkatan pH dapat menyebabkan terlepasnya amin (trimetilamin).
 Secret vagina yang berbau amis setelah penambahan KOH 10 % (tes
whiff). Tes trimetilamin atau tes whiff positif jika didapatkan bau
amis setelah menambahkan satu tetes 10-20% KOH (potasium
hidroxide) pada sekret vagina.
 Ditemukannya sel Clue pada pemeriksaan mikroskopis menggunakan
preparat salin basah. Pada pemeriksaan sampel pasien vaginitis
bakterial didapatkan adanya peningkatan jumlah kuman Gardnerella.
Sel squamosa normal memiliki ciri selnya runcing diujungnya, jernih,
tepi yang lurus, sedangkan sel Clue memiliki ciri granular, tidak
jernih, dan pinggir yang kasar. Sel Clue adalah sel epitel vagina yang
batas tepinya sudah tidak terlihat jelas karena terdapat banyak bakteri
yang menempel pada permukaan sel tersebut. Ditemukannya sel Clue
pada pemeriksaan mikroskopis memiliki sensivitas 98% dan spesifitas
94,3%.
Gambar 3. Sel Clue pada larutan salin dengan perbesaran 400x. Batas
yang kasar, warna yang suram, dan tepi yang ireguler adalah sel Clue
(sel ketiga dan keempat dari kiri)

Gambar 4. Pemeriksaan mikroskopis dengan larutan saline. A. Single


clue cell (tanda panah) B. Sel-sel squamosa yang dikelilingi oleh
bakteri. Batas sel tidak jelas.

b) Skor dari pewarnaan Gram (kriteria Nugent) :


Pemeriksaan ini memiliki sensivitas yang lebih tinggi dari kriteria Amsel.
Pewarnaan Gram merupakan metode klasik yang digunakan untuk
mendiagnosis vaginitis bakterial dengan mendeteksi morfologi bakteri.
Sekret vagina dibuat apusan kemudian difiksasi menggunakan penangas
atau dengan metanol. Gram positif atau negatif dapat dibedakan
berdasarkan kandungan lipopolisakarida di dinding sel.
Gambar 5. Pewarnaan gram c) normal d) vaginitis bakterial dengan
perbesaran 1000x

Kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah morfologi dan


perubahan warna. Lactobacillus ditandai dengan batang gram positif
berukuran besar, G vaginalis atau Bacteroides sp ditandai dengan batang
gram positif berukuran kecil, sedangkan Mobiluncus spp ditandai dengan
batang gram positif dengan bentuk yang melengkung.
Tabel 2. Kriteria Nugent

f. Patofisiologi
Bakterial vaginosis disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah
lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa sehingga terjadi
pertumbuhan dari bakteri anaerob secara berlebihan. Faktor-faktor yang dapat
mengubah pH vagina diantaranya adalah mukus serviks, semen, darah
menstruasi, douching, pemakaian antibiotik, dan perubahan hormonal saat
kehamilan dan menopause. Metabolisme bakteri anaerob yang meningkat
menyebabkan lingkungan asam di vagina berubah menjadi basa dan dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang oportunistik.
Pada bakterial vaginosis terjadi simbiosis antara Gardnerella vaginalis
sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob yang mengubah asam
amino menjadi amin, sehingga pH vagina meningkat (basa) optimal untuk
pertumbuhan bakteri anaerob. beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi
kulit, mempercepat pelepasan sel epitel, dan menimbulkan bau busuk pada
sekret vagina.
Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina, menimbulkan
deskuamasi sel epitel sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding
vagina. Organisme ini tidak invasif dan respon inflamasi lokal yang terbatas,
hal ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina
atau dengan pemeriksaan histopatologis.
Bakterial vaginosis yang berulang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut
ini:
1) Infeksi berulang dari pasangan yang menderita bakterial vaginosis. Seorang
wanita yang terinfeksi G. vaginalis akan menyebarkan bakteri tersebut pada
suaminya, namun tidak menimbulkan uretritis (asimptomatis). Saat
berhubungan seksual, wanita yang sudah menjalani pengobatan akan
terinfeksi kembali jika tidak menggunakan pelindung.
2) Kekambuhan dapat desebabkan oleh mikroorganisme yang hanya dihambat
pertumbuhannya namun tidak dibunuh.
3) Kegagalan pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora
normal.
4) Menetapnya mikroorganisme lain yang bersifat patogen.
Gambar 6. Patofisiologi Bakterial Vaginosis
g. Penatalaksanaan
1) Terapi sistemik
a) Metronidazol
Wanita normal : 2x500 mg selama 7 hari
Wanita hamil : 3x200-250 mg selama 7 hari
b) Clindamycin
Wanita normal : 2x300 mg selama 7 hari
2) Terapi topikal
a) Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 2 kali sehari selama 5 hari
b) Clindamycin krim (2%) 5 gram intravagina, malam hari selama 7 hari

2. Candidiasis
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Faktor Resiko
d. Etiologi
e. Patofisiologi
f. Penatalaksanaan
3. Trikomoniasis
a. Definisi
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang
disebabkan parasit uniselluler Trichomonas vaginalis (T.vaginalis). Penyakit
ini mempunyai hubungan dengan peningkatan serokonversi virus HIV pada
wanita. T.vaginalis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering
menyerang traktus urogenitalis bagian bawah, baik pada wanita maupun laki-
laki. Parasit ini dapat ditemukan pada vagina, urethra, kantong kemih atau
saluran parauretral (Van der Pol, 2007).
b. Epidemiologi
Prevalensi trikomoniasis di seluuh dunia setiap tahunnya berkisar antara
170 juta hingga 180 juta. Menurut WHO, insidemsi trikomoniasis di seluruh
dunia mencapai 170 juta setiap tahunnya (WHO, 2001). Hasil penelitian yang
dilakukan pada populasi beresiko tinggi di Inggris menunjukan prevalensi
trikomoniasis di klinik penyakit menular seksual berisar antara 15%-54%
(Sobel, 2005).
Trikomoniasis sering ditemukan pada usia remaja dan dewasa yang aktif
secara seksual. Pada remaja perempuan, trikomoniasis lebih sering ditemukan
dibandingkan dengan gonore (Hupert, 2009). Menurut National Longitudinal
Study of Adolescent Health Study prevalensi trikomoniasis pada usia 18-24
tahun adalah 2,3%, usia 25 tahun keatas adalah 4% (Danesh, 1995).
Trikomoniasis simptomatik lebih sering terjadi pada wanita
diabandingkan pria. Namun, wanita juga dapat menjadi pembawa
trikomoniasis asimptomatik. Menurut penelitian NHANES 2001-2004 yang
dilakukan pada perempuan usia 14-49 tahun menemukan bahwa 85% wanita
yang mengalami trikomoniasis melaporkan tidak memimiliki gejala (Sutton et
al., 2007).
Transmisi vertikal saat persalinan mungkin terjadi dan dapat bertahan
hingga 1 tahun. Sebanyak 2-17% anak yang dilahirkan dari perempuan yang
terinfeksi trikomoniasis mengalami infeksi serupa (Danesh, 1995).
c. Faktor Resiko
Faktor resiko trikomoniasis meliputi:
1) Wanita beresiko lebih tinggi dibandingkan pria
2) Berganti-ganti pasangan
3) Riwayat dan atau sedang mengalami penyakit menular seksual
4) Tidak menggunakan barier kontrasepsi
d. Etiologi
Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis yang merupakan
satu-satunya spesies Trichomonas yang bersifat patogen pada manusia dan
dapat dijumpai pada traktus urogenital (Djajakusumah, 2009). T. vaginalis
merupakan flagelata berbentuk filiformis, berukuran 15-18 mikron,
mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang (Djuanda, 2009). 

Gambar 6. Tropozoit
Trichomonas vaginalis

e. Patofisiologi
T. vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran
urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan
subepitel. T. vaginalis ditemukan pada lumen dan mukosa traktur urinarius,
flagellanya menyebabkan tropozoit berpindah ke vagina dan jaringan uretra.
T. vaginalis akan lebih lekat pada mukosa epitel vagina atau urethra dan
menyebabkan lesi superficial dan sering menginfeksi epital skuamous. Parasit
ini akan menyebabkan degenerasi dan deskuamasi epitel vagina. T. vaginalis
merusakkan sel epitel dengan kontak langsung dan produksi bahan sitotoksik.
Parasit ini juga akan berkombinasi dengan protein plasma hostnya maka ia
akan terlepas dari reaksi lytik pathway complemen dan proteinase host (Parija,
2004).
T. vaginalis adalah organisme anaerobik maka energi diproduksi melalui
fermentasi gula dalam strukturnya yang dikenal sebagai hydrogenosome. T.
vaginalis memperoleh makanan melalui osmosis dan fagositosis.
Perkembangbiakannya adalah melalui pembelahan diri (binary fision) dan
intinya membelah secara mitosis yang dilakukan dalam 8 hingga 12 jam pada
kondisi yang optimum. Trichomanas ini cepat mati pada suhu 50°C dan jika
pada 0°C dapat bertahan sampai 5 hari. Masa inkubasi 4 – 28 hari serta
pertumbuhannya baik pada pH 4,9 – 7,5. Parasit ini bersifat obligat maka
sukar untuk hidup di luar kondisi yang optimalnya dan perlu jaringan vagina,
urethra atau prostat untuk berkembangbiak (Parija, 2004).
Trikomoniasis mempunyai beberapa faktor virulensi yaitu:
1) Cairan protein dan protease yang membantu trofozoi adhere pada sel
epital traktus genitourinaria
2) Asam laktat dan asetat di mana akan menurunkan pH vagina lebih
rendah dan sekresi vagina dengan pH rendah adalah sitotoksik
terhadap sel epital
3) Enzim cysteine proteases yang menyebabkan aktivitas haemolitik
parasit

Gambar 7.
Siklus hidup T. vaginalis

f. Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Pada wanita yang simptomatik sering ditemukan gejala sebagai berikut
(Adriyani, 2006):
a) Discharge vagina berwarna kuning kehijauan berbuih, berbau busuk
berjumlah banyak
b) Gatal-gatal atau rasa panas pada vagina
c) Rasa sakit dan perdarahan sewaktu berhubungan seksual
d) Jika terjadi urethritis maka gejala yang timbul adalah disuria dan
frekuensi berkemih meningkat
e) Sakit perut bagian bawah
2) Pemeriksaan Fisik (Swygard et al., 2004).
Pada pemeriksaan dengan menggunakan speculum ditemukan:
a) Colpitis macularis atau strawberry cervix, yaitu merupakan lesi berupa
bintik makula eritematosa yang difus pada serviks. Namun, lesi ini
hanya terlihat pada 1-2% kasus tanpa menggunakan kolposkopi.
Dengan menggunakan kolposkopi lesi ini terdeteksi sampai dengan
45% kasus.
b) Discharge purulen berwarna kuning kehijauan berbuih, berbau busuk
berjumlah banyak. Colpitis macularis dan keputihan yang berbusa
bersama-sama memiliki spesifisitas 99% dan secara sendiri-sendiri
memiliki nilai prediksi positif (positive predictive value) 90% dan
62%.  
c) Erithema pada vagina, dan serviks. Serviks terkadang rapuh.

Gambar 8. Colpitis macularis 


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D J. Genitourinary Immune Defense. Dalam: Holmes K K, Sparling P F, StammW


E,Piot P, Wasserheit J N, Corey L, Cohen M S, Watts D H, editor: Sexually

Transmitted Diseases, 4rded. New York; McGraw-Hill, 2008.Hal: 271-286.


Kaushic C. The Role of theLocal Microenvironmentin Regulating Susceptibility and Immune
Responses to Sexually Transmitted Viruses in the Female Genital Tract. J Reprod
Immunol.2009; 83: 168-172
Lamont, R.F., Akins, J.D., Hassan, S.S., Chaiworapongsat., Romero. 2011. The vaginal
microbiome : new information about genital tract flora using molecular based
technique. BJOG. 118: 533-549. (Srinivasan dan Fredricks, 2008).
Ronnovist, P.D., Forsgren, U.B., Grahn, E.E. 2006. Lactobacilli in the female genital tract in
relation to other genital microbes and vaginal pH. Acta Obstetry Gynecology. 85:
726-735.
Russel M W, Bobek L A, Brock J H, Hajishengallis G, Tenovuo J. Innate Humoral Defense
Factors. Dalam: Mesteckyj, Lamm M F, Strober W, Bienenstock J, McGhee JR,

Mayer L. Mucosal Immunology, 3rd ed. USA; Elsevier Academic Press, 2005.Hal:
73-93.
Sessa, R., Sciavoni, G., Galdiero, M., Cipriani, P., Romano, S., Zagaglia, C. 2006. Chlamidia
pneumoniae in asymptomatic carotid atherosclerosis. Int J Immunopathology
Pharmacology. 19 : 111-118.
Srinivasan, S., Fredricks, D.N. 2008. The human vaginal bacterial biota and bacterial
vaginosis. Interdiscip. Perspect. Infect. Dis. 750

Anda mungkin juga menyukai