Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Manajemen Risiko

Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan yang memberikan hasil


tetap didapatkan dari pembiayaan yang berakad jual beli (tijarah) dan sewa menyewa
(ijarah). Sementara pembiayaan yang memberikan hasil tidak tetap didapatkan dari
pembiayaan yang berakad bagi hasil (syirkah). Berdasarkan dua hal tersebut, maka
produk pembiayaan di bank syariah akan memberikan risiko yang berbeda antara akad
yang satu dengan akad yang lainnya, sehingga dengan demikian manajemen resiko
pembiayaan dibank syariah sangat berkaitan dengan risiko karakter nasabah dan risiko
proyek.

Risiko karakter berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan karakter nasabah.
Sementara risiko proyek berkaitan dengan karakter proyek yang dibiayai. Risiko
karakter nasabah dapat dilihat dari aspek : skill, reputasi, dan origin. Sementara resiko
proyek yang dibiayai dapat dilihat dari ciri-ciri atau atribut proyek. Ciri-ciri atau atribut
proyek yang harus diperhatikan untuk meminimalkan resiko adalah : sistem informasi
akuntansi, tingkat return proyek, tingkat resiko proyek, biaya pengawasan, kepastian
hasil dari proyek, klausul kesepakatan proyek, jangka waktu kontrak, arus kas
perusahaan jaminan yang disediakan, tingkat kesehatan proyek dan prospek proyek.

B. Himpunan Dana

Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori
yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang
untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut
menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu
berupa giro, tabungan dan deposito.

1
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan
tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada
dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:

1. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal
dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang
secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal
juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi
pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik
modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.
Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat
dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada
saham perseroan bank.
2. Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana
adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah
al-wadi’ah.
Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab
penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap
saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai
tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana
(mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah
berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari
bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya
pada bank konvensional.

2
C. Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya yaitu:
1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan
prinsip jual beli.
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan
prinsip sewa.
3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan gunamendapatkan
sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan
menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam
kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah,
salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah.
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya
keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan
ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang
termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.

D. Produk penyaluran dana


Dalam menyalurkan dana yang telah berhasil dihimpun bank syariah dapat berupa
Pembiayaan/Kredit Al-Mudharabah, Kredit Al-Musyarakah, Bai’al Murabahah.
1. Pembiayaan Al-Mudharabah
Dalam Pembiayaan Al-Mudharabah, bank syariah dapat menyediakan
pembiayaan modal investasi atau modal kerja sampai 100%, sedangkan nasabah
menyediakan usaha dan manajemennya. Profit sharing melalui perjanjian yang sesuai
dengan proporsinya. Misalnya 70% : 30%, artinya 70% dari keuntungan akan diambil
pengelola (nasabah) dan 30% untuk penyedia dana (bank).

3
2. Pembiayaan Al-Musyarakah
Pada Pembiayaan Al-musyarakah, bank dapat memberikan pembiayaan sebagian
dari modal nasabah (mitra), dan pihak bank akan dilibatkan dalam manajemennya.
Profit-loss sharing berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, misalnya 50% : 50%.
3. Pembiayaan Al-Murabahah (Penjualan dengan Tambahan Untung)
Pembiayaan Al-Murabahah adalah hubungan akad menjual barang dengan harga
pokok ditambah dengan keuntungan (margin) sebagaimana disepakati bersama.
Pembiayaan Al-Murabahah ditujukan untuk kepemilikan barang konsumtif dan barang
produktif.
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Produk Penyaluran Dana
2. Produk Penghimpunan Dana, dan
3. Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
E. Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit
sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara umum prinsip
bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al
Musyarokah, al Mudharabah, al muzara’ah, dan al musaqolah. Sungguhpun demikian
prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah,
sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation
financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.
Bagi Hasil adalah Keuntungan/Hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik
investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada Nasabah dengan
persyaratan:

a.    Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan pendekatan/pola :


1)  Revenue Sharing
2)   Profit & Loss Sharing.
b.   Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan, apakah
RS, PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakti akad itu menjadi gharar.

4
c.   Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya
setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.
d. Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan tercantum
dalam akad.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan
adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak
atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang
ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan
pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak
(akad).
F.  Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan
oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat
dijabarkan sebagai berikut.
a.   Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak
sebagai pengelola dana.
b.   Pengelola mengelola dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of
fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana
tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta
memenuhi semua aspek syariah.
c.   Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup
kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan
tersebut.
d.  Sumber dana terdiri dari:
1) Simpanan: tabungan dan simpanan berjangka.
2)  Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
3)  Hutang pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai