Anda di halaman 1dari 2

Titik balik sejarah Indonesia : Dinamika catatan sejarah 30 september

1965

Bila kita mengeneralisasikan sejarah bangsa Indonesia pada setengah abad


pertama di abad 20, tanpa mempertimbangkan pada gerak idiologi politik yang
menjadi motor politik dapat dipastikan pengetahuan sejarah kita akan sempit.
Seperti yang kita ketahui diaal Indonesia merdeka yang menjadi permaalahan
utama dalam proses rancang bangun demokrasi kita adalah kekuatan tiga idiologi
besar yang saling mempropagandakan visinya, ketiga idiologi tersebut adalah
islamisme, nasionalisme, dan komunisme.
Adanya hasrat yang sama untuk mengusir kolonialisme dan imperialisme
yang mendasari ketiga ideologi besar tersebut mendapat dukungan masa dan bisa
dibilang sangat mengakar ke basis- basis perjuangan rakyat. Pada titik inilah para
founding father kita menjadikan ketiga kekuatan besar ini sebagai senjata ampuh
untuk mendepak kekuatan barat yang mengusung visi imperialisme. Tapi apakah
ketiga kekuatan tersebut akan bisa beriringan dalam menciptakan sebuah gerak
perjuangan di kemudian hari? Pernyataan inilah yang akan menjadi point penting
sebelum kita mendiskusikan peristiwa (pemberontakan pun jika demikian) ditahun
1965.
Perbeedaan garis ideplogi yang menjadi prinsip dasar perjuangan tidak serta
merta dengan adanya kesamaan visi peerjuangan, univikasi yang digagas soekarno
atau hand together yang diinginkan Tan Malaka itu terwwujud. Iniah kenapa
sejarah pada akhirnya tidak “linier” dan “sebangun”. Sejarah tidak menjadi satu
kesatuan aksi dan gerak karena memang kenyataan menunjukan bahwa garis
ideologi politik yang berbeda melahirkan aksi-aksi yang berssifat politik pun
berbeda. Sehingga jejak sejarah yang terekam dikemudian hari menunjukan jejak
sejarah yang “komplek”, “tidk linier”, dan “tidak berdiri sendiri”.
Tanggal 1 oktober 1965 merupakan turning point (titik balik) dalam
perjalanan sejarah indonesia. Banyak para pakar yang mengemukakan bahwa pada
1965 adalah akhir dari perang panjang 3 ideologi besar seperti penulis tuliskan
sebelumnya. Seperti ditulis oleh John Roosa dalam bukunya Dalih Pembunuhan
Masal bahwa pada awal dan menjelang tahun 1965 Soekarno beerperan seperti
bandul yang menyeimbangkan 2 kekuatan yaitu militer dan PKI mengingat pada
masa itu PKI telah mampu menembus ke Pemerintahan dan bisa menguasai
beberapa petinggi militer hal ini menyebabkan berkurangnya kekuatan tentara dan
berujung pada terpecahnya militer menjadi 2 sayap, yaitu tentara sayap kanan dan
kiri. Kegagalan Soekarno dalam memainkan perannya sebagai bandul adalah salah
satu dari sekian besar faktor yang menyebabkan munculnya peristiwa 1965. G30S
sebagai suatu gerakan “Revolusioner” berhassil dipatahkan oleh Soeharto dan
tentaranya dalam temppo wwaktu yang tidak leih dari 18 jam. Karena memang ada
beberapa pucuk pimpinan PKI yang terlibat langsung dalam Gerakan, ditambah
kebencian Soeharto terhadap PKI itu sendiri. Jadilah PKI sebagai tertuduh dan
dalang utama dalam gerakan tersebut sehingga istilah G30S/PKI. Yang beberapa
tahun berikutnya diikuti oleh jatuhnya tampuk kekuasaan presiden dari tangan
Soekarno ke Soeharto. Selain Soeharto, ada beberapa pihak lainnya yang memang
sangat berpengaruh dan berkepentingan dalam G30S yang disertai jatuhnya
Ssoekarno, yaitu Amerika Serikat, TNI-AD dan Islam sayap kanan.
Pada tanggal 30 September 1965, 6 Perwira paling senior TNI tewwas dalam
sebuah aksi yang disebut “Gerakan 30 September”, sebuah kelompok dari dalam
TNI sendiri. Aksi ini kemudian di-Cap oleh pemerintahan Soeharto sebagai
“Percobaan Kudeta”. Dalam beberapa jam, Mayor Jenderal Soeharto memobilisasi
pasukan dibawah komandonya dan menguasai Jakarta. Golongan anti-Komunis,
yang awalnya mengikuti perintah TNI, MELANJUTKAN PEMBERSIHAN
BERDARAH DARI Komunis di Seluruh Negeri, diperkirakan menewaskan
setengah juta orang, dan menghancurkan PKI, yang secara Resmi telah
dipersalahkan atas krisis tersebut oleh Soeharto.
Soekarno yang telah lemah secara politik kemudian dikalahkan dan dipaksa
untuk mentransfer kekuatan kunci politik dan militer indonesia pada jenderal
Soeharto, yang telah menjadi kepala angkatan bersenjata Indonesia. Pada bulan
Maet 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menyatakan
bahwa Jenderal Soeharto adalah Presiden Indonesia. Soeharto kemudian Resmi
ditunjuk sebagai Presiden Indonesia 1 tahhun kemudian. Pada titik inilah sebuah
Orde yang baru dimulai.
Tentunya pemaparan diatas berjumlah cukup bahkan sediktpun tidak mampu
menjangkau keseluruhan pemahaman sejarah peristiwa 1965 dan semoga sedikit
penjelasan yang ditulis mampu memberi pengantar untuk diskusi kita

“Semua orang bisa membbuat sejarah, hanya orang hebat yang mampu
menuliskannya”

Anda mungkin juga menyukai