NIM : 201102081
Kelompok : 5 (Lima)
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020/2021
A. Konsep Anak Usia Sekolah
1. Pengertian Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang berada pada periode usia 6-12 tahun. Anak Usia
sekolah merupakan masa anak mendapatkan dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan
penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu. Pada
periode usia ini, anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam
hubungannya dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lain di sekitarnya
(Hockenberry M .J, et al, 2017).
2. Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah
2.1 Perkembangan Fisik Anak
Pertumbuan pada fase ini rata-rata 3-3,5 kg pertambahan berat badan dan 6 cm atau
2,5 inchi pertambahan tinggi badan anak. Pada usia 6 tahun,tinggi badan anak laki-laki
maupun perempuan memiliki tinggi badan yang sama yaitu 115 cm. Setela usia 12 tahun,
maka tinggi badan kurang lebih 150 cm (Kozier, 2011).
2.2 Perkembangan Kognitif Anak
Perkembangan kognitif anak menurut piaget pada anak usia sekolah dikatakan anak
dalam tahap konkret operasional. Pada tahap ini anak mulai menggunakan pemikiran
logika, tetapi hanya untuk objek yang saat ini (Kozier, 2011).
2.3 Perkembangan Psikososial
Anak mengembangkan rasa harga dirinya dengan terlibat dalam berbagai kegiatan di
rumah, sekolah, dan di komunitas, yang mengembangkan keterampilan kognitif dan
sosialnya. Anak sangat tertarik untuk mempelajari bagaimana sesuatu dibuat dan
berkerja. Kepuasan anak usia sekolah dari pencapaian keberhasilan dalam
mengembangkan keterampilan baru menuntunnya ke peningkatan rasa harga diri dan
tingkat kompetensi (Kyle, 2013).
2.4 Perkembangan Motorik
Anak usia 6-8 tahun memiliki motorik kasar seperti bersepeda, skating, dan
berenang. Anak usia 8-10 tahun sudah menunjukkan ritme yang lebih besar dalam
melakukan aktivitas fisik seperti bermain sepak bola. Selain itu anak juga dapat
melompati tali, menari, senam, dan mengikuti olahraga lainnya. Motorik halus yang
dimiliki adalah menulis, menjahit, memainkan alat musik (Kyle, 2013)
3. Komunikasi Pada Anak Usia Sekolah
Menurut Hockenberry M. J et al (2017) dalam buku yang berjudul Wong's Essentials Of
Pediatric Nursing Tenth Edition, Anak usia sekolah yang lebih muda tidak terlalu bergantung
pada apa yang mereka lihat dan lebih banyak pada apa yang mereka ketahui ketika dihadapkan
dengan masalah baru. Mereka menginginkan penjelasan dan alasan untuk semuanya tetapi tidak
memerlukan verifikasi lebih dari itu. Mereka tertarik pada aspek fungsional dari semua prosedur,
objek, dan aktivitas. Mereka ingin mengetahui mengapa suatu objek ada, mengapa itu digunakan,
bagaimana cara kerjanya, dan maksud serta tujuannya penggunanya. Mereka perlu tahu apa yang
akan terjadi dan mengapa itu dilakukan pada mereka secara khusus. Misalnya, untuk menjelaskan
prosedur seperti mengukur tekanan darah, tunjukkan pada anak caranya meremas bola lampu
akan mendorong udara ke dalam manset dan membuat "panah" bergerak. Biarkan anak
mengoperasikan bohlam. Penjelasan untuk prosedurnya mungkin sesederhana, “Saya ingin
melihat seberapa jauh panahnya bergerak saat manset meremas lengan Anda. " Alhasil, anak
menjadi antusias peserta. Anak-anak usia sekolah memiliki perhatian yang tinggi tentang
integritas tubuh. Karena yang special pentingnya mereka tempatkan pada tubuh mereka, mereka
peka terhadap apa pun yang merupakan ancaman atau saran cedera itu. Kekhawatiran ini meluas
ke harta benda mereka, jadi mereka mungkin tampak bereaksi berlebihan kehilangan atau
terancam kehilangan benda berharga. Mendorong anak untuk mengkomunikasikan kebutuhan
mereka dan menyuarakan keprihatinan mereka memungkinkan perawat untuk memberikan
kepastian, untuk menghilangkan mitos dan ketakutan, dan untuk terapkan aktivitas yang
mengurangi kecemasan mereka. Misalnya, jika seorang anak pemalu tidak suka menjadi pusat
perhatian perhatian, abaikan anak itu dengan berbicara dan berhubungan dengan anak lain dalam
keluarga atau kelompok. Saat anak merasa lebih nyaman, mereka biasanya akan menyisipkan ide,
perasaan, dan interpretasi peristiwa.
4. Enuresis pada Anak
Enuresis (bedwetting), atau mengompol malam hari didefinisikan sebagai keluarnya
urin yang disengaja atau tidak disengaja pada anak-anak yang seharusnya sudah mampu
mengontrol keluarnya urin, dimana anak pada usia 24-36 bulan sudah mampu mengontrol
proses pengeluaran urin atau buang air kecil (Hockenberry M. J et al, 2017)
5. Klasifikasi Enuresis
Menurut Hockenberry M. J et al (2017) klasifikasi Enuresis antara lain yaitu:
a. Enuresis Primer
Pada umumnya terjadi pada anak usia 5-6 tahun dimana penyebab dari enuresis yaitu
genetik, keterlmabatan berfungsinya sistem syaraf, kurangnya hormone ADH,
gangguan tidur, perkembangan anak yang terlambat ataupun kelainan anotomi.
b. Enuresis Sekunder
Enuresis yang terjadi pada anak dimana anak sudah tidak mengompol selama tiga
sampai enam bulan namun terjadi kembali. Hal ini bisa disebabkan faktor psikologis
anak dan kondisi fisik anak seperti infeksi saluran kemih, sembelit ataupun yang
lainnya.
c. Enuresis Diurnal
Enuresis yang terjadi pada anak di pagi hari.
d. Enuresis Nokturnal
Enuresis yang terjadi pada anak di malam hari.
6. Dampak Enuresis
Enuresis dapat memberikan dampak terhadap perkembangan anak. Anak akan mengalami
gangguan perilaku internal ataupun eksternal. Anak akan merasa rendah diri, tidak percaya diri
atau lebih agresif. Enuresis yang terjadi di siang hari biasanya tidak perlu dikhawatirkan, tetapi
sering mengompol membuat khawatir baik anak maupun orang tua. Enuresis nocturnal dapat
menetap pada beberapa anak hingga masa kanak-kanak akhir dan masa remaja dan dampak
berdampak distress berat pada anak dan keluarga mereka (Kyle, 2013).
7. Penatalaksanaan Enuresis
Menurut Kliegman, Robert M et al. (2020), penatalaksanaan enuresis dibedakan
menjadi dua:
1. Non Farmakologik
Hal ini bisa dilakukan dengan latihan menahan miksi atau toilet training, memberikan
motivasi dan dukungan pada anak, terapi diet, merubah kebiasaan atau bisa juga
dengan hipnoterapi.
2. Farmakologik
Adapun obat yang bisa diberikan pada anak yang mengalami enuresis antara lain
desmopressin, imipramine.
8. Toilet Training
Toilet training adalah tahap perkembangan dimana anak sudah mampu mengontrol
hasrat untuk buang air kecil, pada umumnya anak mampu melakukan toilet training di
usia 24-36 bulan namun sudah bisa diajarkan sejak usia anak 18 bulan (Murray, B.L et al,
2017)
9. Faktor- Faktor yang mempengaruhi Toilet Training
Menurut Hockenberry M. J et al (2017) faktor yang berhubungan dengan toilet training
meliputi :
a. Usia Pada umumnya anak akan mencapai kesiapan toilet training pada usia 18-24 bulan tetapi
tidak semua anak dapat mencapai usia toilet training yang sama.
b. Jenis kelamin Anak perempuan biasanya lebih cepat dalam melakukan toilet training bila
dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena anak laki-laki lamban dalam penguasaan kontrol
kandung kemih bila dibandingkan dengan anak perempuan.
c. Psikologis Anak dalam melakukan toilet training membutuhkan kenyamanan dan rasa aman
untuk dapat mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang buang air kecil dan besar.
d. Fisik Anak sudah mampu dan kuat untuk melakukan toilet training. Mampu dalam arti anak
dapat berdiri dan jongkok.
.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ENURESIS
NOKTURNAL
Nama Mahasiswa : Fathiyah Nabila Dly
NIM : 201102081
Tanggal Pengkajian : 26 Januari 2021
Tanggal Praktek :
I. IDENTITAS KLIEN
Insial : An. H
Tempat/tanggal lahir : Sibuhuan, 29 Juli 2011
Umur : 9 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bahasa yang dimengerti : Bahasa indonesia dan Bahasa Batak
Orang tua/wali
Nama Ibu : Ny. D
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SLTP
Alamat : Sibuhuan
X X
X C
Keterangan:
=Laki-laki = Klien
= Perempuan = Menikah
= Meninggal = Tinggal serumah
X. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum : Baik
1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
2. Nadi: 80x/menit Suhu: RR: 20 x/menit TD: 110/70 mmHg
3. Respon nyeri : Reflek terhadap nyeri baik
4. BB: 32 KG
5. TB:142 CM
B. Kulit : Warna kulit sawo matang, kering
C. Kepala : Rambut setengah punggung, lepek, kusam, berbau, terdapat
telur kutu, tidak ada lesi akibat garukan
D. Mata : Ikterik (-), konjungtiva anemis, pupil reflek terhadap
cahaya
E. Telinga : Lesi (-), Serumen (-), Nyeri Tekan (-)
F. Hidung : Lesi (-), Sinusitis (-), tidak ada sumbatan
G. Mulut : Lidah bersih, tidak ada caries gigi,
mukosa bibir lembab
H. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
I. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan
J. Payudara : simetris, Tampak payudara sedikit tumbuh
K. Paru-paru : Bunyi paru visikuler, Ronchi (-), Wheezing (-)
L. Jantung : Bunyi reguler, tidak ada bunyi tambahan
M. Abdomen : Nyeri tekan tidak ada, bising usus 12 x/menit
N. Genetalia : kebersihan terjaga, tidak adanya masalah
O. Anus dan rektum : Tidak terdapat masalah
P. Muskuloskeletal : Tidak ditemukan masalah
Q. Neurologi : Tidak di temukan masalah Neurologi
yang sedikit
lesuh Klien tampak lelah dan menguap sesekali
danmenghitam
Gangguan pola tidur
- Klien tampak
mudah lelah
dan sesekali
menguap
XIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
XV. Implementasi
No Tanggal Nomor Jam Implementasi Respon Nama/TTD
Diagnosa Klien
1 27 1 09.30 wib -Membina hubungan Anak Fathiyah
Januari percaya dengan anak kooperatif
2021 -Mengajarkan toilet
training pada anak
-Memberikan motivasi
pada anak dan
menyadarkan anak
bahwa orangtuanya Orang tua
sangat menyayanginya kooperatif
2 28 2 09.50 wib - Memonitoring tidur Anak Fathiyah
Januari anak cukp tidaknya kooperatif
2021
XVI. Evaluasi keperawatan
No Tanggal Nomor Jam Evaluasi Nama/TTD
Diagnosa
1 28 1 16.00- S: Anak mengatakan hari ini ia Fathiyah
Januari 17.30 wib tidak mengompol
2021 O:
-Anak mulai tampak bahagia
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dipertahankan
(pantau aktivitas fisik dan pola
makan anak)
2 8 Januari 2 11.00 wib S: Anak mengatakan karena tidak Fathiyah
2021 mengompol tidurnya jadi nyenyak
O: kantung mata anak mulai
berkurang
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
DOKUMENTASI