Anda di halaman 1dari 10

MATERI KULIAH

“ILMU PENDIDIKAN”
M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd.

DEFINISI, DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN


A. Definisi
Ada dua istilah yang harus dikenali yaitu “Paedagogie” (artinya : Pendidikan) dan
“Paedagogiek”. (artinya : Ilmu Pendidikan). Istilah pertama menekankan pada hal praktik,
yaitu menyangkut kegiatan belajar-mengajar, istilah kedua lebih menitikberatkan pada
pemikiran dan permenungan tentang pendidikan.
Definisi Pendidikan (Paedagogie) :
a. Kegiatan membimbing anak manusia menuju pada kedewasaan dan kemandirian.
(M.J. Langeveld).
b. Proses pembudayaan, proses kultural, proses kultivasi untuk mengembangkan
semua bakat dan potensi manusia, guna mengangkat diri sendiri dan dunia
sekitarnya pada taraf human.
c. Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. (Bab I Pasal 1 UU RI No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
B. Dasar
1. Dasar Filosofis
Hakekat kodrat dari martabat manusia itu merupakan kesatuan integral segi-
segi/potensi-potensi (essensia) :
a. Individual being = makhluk pribadi = individualistis/egoistis
b. Social being = makhluk sosial = altruis, pengabdi
c. Moral being = makhluk susila = moralis
2. Dasar Psikologis
Dasar kejiwaan dan kejasmaniaan, bahwa pribadi manusia merupakan kesatuan :
a. potensi dan kesadaran ruhaniah (pikir, rasa, karsa, cipta, budi-nurani)
b. potensi dan kesadaran jasmaniah (jasmani yang sehat dengan pancaindera yang
normal secara fisiologis bekerjasama dengan sistem syaraf dan kejiwaan.
c. Potensi psikologis ini juga berada dalam suatu lingkungan hidup baik yang alamiah
(fisik) maupun sosial-budaya (nilai dan norma).
3. Dasar Sosio-Budaya
Manusia hidup terikat oleh tata nilai dan norma kebudayaan masyarakat/bangsa.

Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)


M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
1
a. nilai-nilai warisan budaya bangsa yang menjadi filsafat hidupnya (nilai ketuhanan,
kekeluargaan, musyawarah, mufakat, gotong royong, dan tenggang rasa)
b. nilai-nilai filsafat negaranya, contoh Pancasila
c. nilai-nilai budaya dan tradisi bangsa (bahasa, adat-istiadat, kesenian, cita-cita)
d. Tata kelembagaan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara (formal dan non-
formal)
C. Tujuan
Tercapainya pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup, berupa :
a. Mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai kodrat dan hakekat
(pembawaannya) supaya berkemba.
b. ng secara wajar.
c. Mengembangkan proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia yang
senantiasa dinamis dan berlangsung selama hidup.
Tujuan Pendidikan menurut para pakar dan filosof :
1. Socrates (469 – 399 SM)
Mengembangkan daya pikir sehingga memungkinkan orang untuk mengerti pokok-
pokok kesusilaan.
2. Plato (427 – 347 SM)
Menyajikan individu bahagia dan berguna bagi Negara. Dalam bukunya “Republik” :
mencapai keadilan dalam Negara dengan pimpinan seorang raja yang bijaksana.
3. Aristoteles (384 – 332 SM)
Membuat kehidupan rasional. Individu bersama dengan orang-orang lain hendaknya
tingkah lakunya dipimpin oleh akal.
4. Augustinus (430 – 354 SM)
Cinta sepenuhnya kepada Tuhan agar mendapat ketenteraman di alam baqa’ kelak.

UNSUR-UNSUR & JENIS-JENIS PENDIDIKAN


A. UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Unsur-unsur yang ada dalam pendidikan :
1. Unsur Komunikasi :
Interaksi hubungan timbal balik dari pendidik kepada si terdidik dan sebaliknya.
2. Unsur Kesengajaan :
Komunikasi yang terjadi merupakan proses kesengajaan perbuatan yang disadari oleh
orang dewasa demi anak/ si terdidik.
3. Unsur Kewibawaan :
Perbuatan orang dewasa hendaknya ada unsur wibawa dalam arti diharapkan baik
secara sadar atau tidak anak yang belum dewasa tadi patuh akan hasil didikan orang
dewasa. Secara sukarela (kewibawaan adalah “pengaruh yang diterima dengan
sukarela” dimiliki oleh orang dewasa).

Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)


M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
2
Wibawa timbul dengan sendirinya, tidak dibuat-buat, sebab kewibawaan itu sesuatu
kelebihan yang ada dalam diri orang dewasa tadi sehingga anak merasa :
a. dilindungi
b. percaya
c. dibimbing
d. dan menerimanya dengan sukarela.
Keempatnya ini memberi pengaruh ke hal-hal yang positif bagi anak tersebut.
4. Unsur Normatif:
Yaitu adanya komunikasi tadi dibatasi adanya ketentuan suatu norma baik, norma
adat, agama, hukum, sosial, dan/atau norma pendidikan formal (ingat prinsip
didaktik).
a. Norma Sosial:
1) Ketentuan nilai baik-buruk
2) Sopan santun dalam pergaulan
3) Adat istiadat
4) Gotong royong
b. Prinsip didaktik (pelajar ordik umum)
1) Pengajaran harus ada aktivitas (self-activity)
2) Aktivitas menimbulkan pengalaman
3) Pengajaran berdasarkan minat, perhatian
4) Pengajaran menjalin teori dan praktek
5) Pengajaran perpaduan belajar dan bekerja
6) Pengajaran harus sistimatis berdasar pedoman yang ada
7) Peragaan
8) Pengajaran mulai dari yang sudah diketahui ke hal yang belum diketahui
9) Pengajaran dimulai dari kongkrit ke hal abstrak (ingat perkembangan berfikir
anak)
10) Pengajaran dimulai dari hal yang khusus ke hal yang umum
11) Pengajaran dimulai dari hal yang mudah ke hal yang sulit
12) Pengajaran dimulai dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks
13) Pengajaran dimulai dari induksi ke deduksi
14) Pengajaran harus merangsang siswa belajar sendiri (Active Learning).
5. Unsur anak:
Perlu diperhatikahn keadaan anak yang akan menerima pelayanan pendidikan sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kenalilah anak sebaik-baiknya.
6. Unsur kedewasaan/tujuan:
Perlu dipelajari arti kedewasaan baik secara phisik maupun psikis sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.

Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)


M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
3
B. JENIS-JENIS PENDIDIKAN
Jenis pendidikan dapat digolong-golongkan :
1. Menurut tingkat dan sistem persekolahan.
Setiap Negara mempunyai sistem persekolahan yang berbeda-beda, baik mengenai
tingkat maupun jenis sekolah. Pada saat ini jenis dan tingkat persekolahan di Negara
kita dari Pra sekolah sampai Perguruan Tinggi ada:
a. Tingkat Pra sekolah
b. Tingkat Sekolah Dasar
Hal ini dibedakan antara sekolah dasar umum dan sekolah Luar Biasa. Sekolah Luar
Biasa dibedakan lagi antara SLB untuk Anak Tunanetra, SLB untuk Anak Tunarungu,
SLB untuk Anak Tunagrahita (cacat mental), SLB untuk Anak Tunadaksa (cacat
anggota tubuh), dan SLB untuk Anak Tunalaras (kenakalan remaja).
Tingkat Sekolah Menengah Pertama. Dibedakan menjadi SMTP umum (SMP) dan
SMTP Kejuruan (ST, SMEP, dll).
Tingkat Sekolah Menengah Atas dibedakan menjadi SMTA umum (SMA) SMTA
Kejuruan (STM, SPG, SMEA, SMK, dll).
Tingkat Perguruan Tinggi, dibedakan menjadi jalur gelar ( S-1, S-2, dan S-3), dan non
gelar ( SO : D-1, D-2, dan D-3).
Sudah barangtentu sistem dan tingkat persekolahan di Indonesia akan selalu berubah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan Negara setiap saat.
Di Amerika menurut Crow and Crow jenis dan tingkat persekolahan dibedakan,
sebagai berikut:

a. Tingkat TK nol kecil disebut Narsey Education


b. Tingkat TK nol besar disebut Infant Education
c. Tingkat Pendidikan Dasar disebut elementary Education
d. Tingkat SMTP disebut Yunior High School
e. Tingkat SMTA disebut Senior High School
f. Tingkat Sekolah Tinggi disebut University
g. Tingkat Sekolah Tinggi Khusus disebut College

2. Menurut tempat berlangsungnya pendidikan.

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan menurut tempatnya dibedakan menjadi 3


(tiga) dan disebut Tri Pusat Pendidikan yaitu:

a. Pendidikan di dalam keluarga


b. Pendidkan di dalam Sekolah dan
c. Pendidikan di dalam masyarakat.

Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)


M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
4
Ketiga tempat berlangsungnya pendidikan tersebut oleh Kihajar Dewantara disebut
dengan “Tri Pusat Pendidikan”. Atas dasar ini maka pendidikan menjadi tanggung
jawab keluarga, pemerintah, (dalam hal ini sekolah) dan masyarakat.
3. Menurut cara berlangsungnya pendidikan, dibedakan antara Pendidikan
Fungsional dan Pendidikan Intensional.
a. Pendidikan Fungsional, yaitu pendidikan yang berlangsung secara naluriah tanpa
rencana dan tujuan tetapi berlangsung begitu saja.
b. Pendidikan Intensional adalah lawan dari pendidikan fungsional yaitu program
dan tujuan sudah direncanakan.
4. Menurut aspek pribadi yang disentuh, jadi tidak menyentuh seluruh dari
kepribadian anak didik kita kenal ada pendidikan Orkes, Pendidikan Sosial,
Pendidikan Bahasa, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Moral, Pendidikan Sex dan
lain-lain.
5. Menurut Sifatnya pendidikan, dibedakan menjadi :
a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman
sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat, Pendidikan ini dapat
berlangsung dalam keluarga dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam
pekerjaan, masyarakat, keluarga, organisasi.
b. pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat
dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di
Sekolah.
c. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan
sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat.

FAKTOR DAN ALAT PENDIDIKAN


A. FAKTOR DAN ALAT PENDIDIKAN
Hal-hal atau keadaan-keadaan yang ikut serta menentukan berhasil-tidaknya
pendidikan disebut faktor-faktor pendidikan. Sedangkan langkah-langkah yang diambil
demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan disebut alat-alat pendidikan.
Alat pendidikan sifatnya lebih konkrit dibanding dengan faktor pendidikan. Alat
pendidikan dapat berupa perbuatan atau tindakan yang secara konkrit dan tegas
dilaksanakan guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan
berhasil, seperti penegakan peraturan dan tata tertib sekolah, pemberian reward and
punishment kepada siswa. Adapun faktor pendidikan dapat berupa keadaan gedung
sekolah, keadaan perlengkapan sekolah, alat-alat pelajaran dan fasilitas lainnya.
Alat pendidikan dapat digolongkan menjadi dua :
1. alat pendidikan preventif ; bertujuan menghindarkan hal-hal yang dapat mengganggu
dan menghambat proses pendidikan. Contoh :
Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)
M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
5
 tata tertib
 anjuran dan perintah
 larangan
 paksaan
 disiplin
2. alat pendidikan represif ; bertujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada hal-hal
yang benar, yang baik dan tertib. Contoh :
 pemberitahuan
 teguran
 peringatan
 hukuman
 ganjaran
B. SUBJEK & OBJEK ILMU PENDIDIKAN
Banyak segi-segi atau pihak-pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak
langsung dalam proses pendidikan. Segi dan pihak tersebut merupakan subyek dan obyek
dalam pendidikan, yaitu :
1. Subyek pendidikan meliputi :
 peserta didik ; pihak yang menjadi subyek pokok dan sasaran dalam pendidikan
 pendidik ; pihak yang merupakan subyek pelaku dan penanggungjawab dalam
pendidikan
2. Obyek pendidikan meliputi :
 materi pendidikan
 metodologi pengajaran
 evaluasi pendidikan
 alat-alat pendidikan
 milieu atau lingkungan sekitar
 dasar dan tujuan pendidikan
C. SIFAT-SIFAT ILMU PENDIDIKAN
Ilmu pendidikan memiliki sifat-sifat yang beragam, yaitu :
1. Bersifat teoritis, karena ilmu pendidikan mengutarakan masalah-masalah yang bersifat
ilmu, yang bersifat teori, yang bersifat pengetahuan ansich, dan didalamnya
mengandung perenungan tentang teori, pedoman dan prinsip tentang pelaksanaan
pendidikan.
2. Bersifat praktis, karena hasil perenungan tentang teori, pedoman dan prinsip
pendidikan diatas diciptakan untuk dilaksanakan dalam praktik pendidikan.
3. Bersifat Normatif, karena di dalam pekerjaan mendidik itu terdapat usaha untuk
mempengaruhi peserta didik agar sanggup menyesuaikan diri dan memiliki sifat-sifat
tabiat, nilai-nilai dan norma-norma susila yang menjadi cita-cita dari pendidikan.

Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)


M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
6
MANUSIA SEBAGAI SUBJEK PENDIDIK & PESERTA DIDIK

Di sekolah-sekolah dan sentra pendidikan terdapat jalinan antarpersonal dan


interpersonal antara guru/pendidik dengan murid/peserta didik dalam bentuk kegiatan:
membimbing-dibimbing, mengajar-diajar, dan membentuk-dibentuk. Pribadi pendidik/guru
dianggap sebagai pengejawantahan ilmu pengetahuan dan pengalaman insani; juga sebagai
penuntun yang akan mengantarkan anak pada kedewasaan. Sebagai konsekuensinya,
pendidik/guru harus baik dan punya rasa tanggungjawab tinggi, sebab dia berfungsi
sebagai penjamin keamanan atau sebagai juru selamat dan perantara kebaikan.
Untuk bisa mendidik dengan baik pendidik/guru harus memiliki pengenalan diri
(selfkennis, makrifat-diri) dan pengenalan norma-norma kebenaran/etis, agar dia menjadi
tauladan yang patut digugu (dipatuhi, dipercaya) dan ditiru. Oleh karena itu pendidik/guru
harus selalu mau dan siap dididik oleh peserta didiknya sendiri.

Pengenalan-diri (makrifat-diri) pendidik/guru itu meliputi tiga hal penting, yaitu:


1. Pendidik mampu mengenali kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan sendiri.
Sebab selaku material penuntun yang sekaligus juga berfungsi sebagai perantara dan
alat pendidikan bagi peserta didiknya, dia harus bersifat murni, susila, rendah hati dan
baik, agar patut digugu dan ditiru – berfungsi sebagai guru sejati.
2. Ia mampu mengenali hakekat peserta didik dengan segala konstitusi psikofisik,
kebutuhan, kepedihan dan harapannya. Juga memahami lingkungan ekologis anak
dengan semua kondisi sosial, ekonomis, politis dan kulturalnya, beserta harapan dan
kebutuhan masyarakatnya.
3. ada keterbukaan menuju ke masa depan – yang lebih cerah dan sejahtera – dalam
mewujudkan semua potensi dan kemungkinan yang ada pada peserta didik, pribadi
pendidik sendiri, orang tua murid, dan perkembangan masyarakat sekitar dalam proses
meyejarah (membuat sejarah). Jadi ada upaya konkrit untuk mengantisipasi prospek-
prospek yang cerah bagi masa-masa mendatang, mengaraj pada progress/kemajuan.
Karena itu pendidik/guru perlu terus-menerus belajar dan meningkatkan diri.
Dalam proses pendidikan itu juga terkandung usaha agar pendidik/guru bersedia
untuk dididik oleh peserta didiknya. Artinya, untuk bisa mendidik dengan baik, pendidik
harus :
1. Secara konsisten dan terus-menerus menambah keterampilan teknis dan
pengetahuannya demi perkembangan peserta didik dan peningkatan pribadinya sendiri.
2. Lebih memahami peserta didik dan zamannya
3. Bersikap lebih arif lagi.

Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)


M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
7
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
(PROGRESSIVISME, PERENIALISME, ESSENSIALISME DAN
REKONSTRUKSIONISME)

A. Progressivisme
Progressif = berhasrat untuk maju, selalu (lebih) maju, meningkat. Aliran ini
memandang manusia sebagai makhluk yang bebas, aktif, dinamis, dan kreatif. Aliran ini
mengutamakan tinjauan ke depan dengan melihat peristiwa sejarah sebagai cermin,
tamsil/ibarat. Progressivisme menganggap pendidikan itu penuh dengan fleksibilitas, serba
terbuka untuk perubahan, tidak ada kaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai
dapat berubah dan berkembang. Pendidikan yang berjiwa progressivisme menerapkan
pendekatan yang berpusat pada peserta didik. Pendidikan progressif mengembangkan
kurikulum alternative yang lebih mengutamakan proses dari pada isi, menggunakan
pendekatan aktifitas, pengalaman , problem solving dan metode proyek. Pendidikan
progressif dapat dicirikan sebagai berikut :
1. lebih terfokus pada anak sebagai seorang pembelajar, bukan pada subyect matter
2. lebih menekankan pada aktivitas dan pengalaman dari pada hanya mengandalkan
keterampilan dan pengetahuan verbal dan literer
3. mendorong kegiatan belajar kelompok secara kooperatif dari pada belajar sendiri secara
kompetitif.
Prinsip-prinsip pendidikan progressivisme :
1. proses pendidikan menemukan asal-muasal dan tujuannya pada anak
2. peserta didik adalah aktif, bukan pasif
3. peran guru adalah sebagai penasehat, pembimbing dan pemandu dari pada sebagai
seorang otoriter dan pengarah ruang kelas
4. sekolah merupakan miniatur dari masyarakat yang lebih luas
5. aktivitas di ruang kelas seharusnya terfokus pada pemecahan masalah dari pada metode-
metode artificial (buatan) untuk mengajarkan materi kajian
6. atmosfir sosial di sekolah seharusnya kooperatif dan demokratis.

B. Perenialisme
Perenial = tumbuhan yang tetap hijau, terus tiada berakhir, kekal, abadi. Kekekalan
dan keabadian yang dimaksud adalah dalam dimensi spiritual. Perenialisme dapat diartikan
sebagai paham yang mempercayai adanya kebenaran hakiki sebagai landasan hidup dan
kehidupan makhluk manusia. Menurut perenialisme, pendidikan yang benar adalah
mengembangkan rasional manusia untuk mencapai kebenaran yang kekal dan universal.
Pendidikan bukan untuk mengikuti perubahan masyarakat, tetapi pendidikan memberi bekal
kepada manusia untuk merubah masyarakat.
Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme :
1. man is a rational animal
2. man is a universal animal
3. science is universal
4. bahan ajar menduduki posisi sentral yang harus diusahakan dalam pendidikan
Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)
M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
8
5. karya-karya besar yang telah ada (dibuat) dijadikan sebagai sumber ilmu dan
kebijaksanaan serta dijadikan sebagai pegangan
6. Pengalaman pendidikan adalah persiapan hidup yang lebih baik dari pada situasi hidup
yang nyata.

C. Essensialisme
Essensial = mendasar, yang penting, utama, hakiki. Essensialisme berpandangan
bahwa pendidikan itu haruslah berpijak di atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan
dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilainya memiliki kejelasan dan terseleksi.
Menurut essensialisme, pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam
segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah (double
standard, bahkan multi standard), mudah goyah, kurang terarah, tidak menentu dan kurang
stabil. Kurikulum essensialisme dianggap sebagai miniature dunia yang oleh guru dan
administrator pendidikan dipandang sebagai kenyataan benar dan bernilai/berguna.
Kurikulum itu dibuat berdasarkan pada urgensi yang ada dalam kebudayaan tempat hidup si
peserta didik.
Prinsi-prinsip pendidikan essensialisme :
1. Tugas utama sekolah adalah mengajarkan ilmu pengetahuan dasar
2. Belajar adalah kerja keras dan membutuhkan disiplin
3. Guru merupakan tempat kewibawaan di seluruh kelas.

D. Rekonstruksianisme
Rekonstruksi = penyusunan kembali; peragaan (contoh ulang menurut
perilaku/tindakan dulu), pengulangan kembali seperti semula. Aliran ini memandang manusia
sebagai makhluk sosial. Manusia tumbuh dan berkembang dalam keterkaitannya dengan
proses sosial dan sejarah dari pada masyarakat. Pendidikan mempunyai peranan untuk
mengadakan pembaharuan dan pembangunan masyaraka. Rekonstruksianisme berusaha
mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Dengan kata lain,
rekonstruksianisme ingin merombak tata susunan lama, dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga dan proses pendidikan.
Prinsip-prinsip pendidikan rekonstruksianisme :
1. Komunitas dunia saat ini sedang dalam kondisi krisis dan jika latihan-latihan saat ini
tidak diubah, maka peradaban akan segera berakhir
2. Satu-satunya solusi efektif untuk menghadapi permasalahan-permasalahan dunia
tersebut adalah penciptaan tatanan sosial global
3. Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam tatanan sosial
4. Metode pengajaran harus berdasar pada prinsip-prinsip demokratis yang bersandar pada
kecerdasan alami pada umumnya
5. Jika pendidikan formal menjadi bagian dari penyelesaian sosial pada krisis dunia, maka
ia harus secara aktif diajarkan untuk perubahan sosial.

Catatan :
Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)
M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
9
Dari seluruh uraian aliran filsafat pendidikan diatas, kita tidak mungkin membedakan aliran-
aliran itu secara dichotomis, secara kontradiktif, secara diametral. Kita tidak bisa menghindari
adanya overlapping seperti grafik yang dilukiskan oleh Theodore Brameld berikut :

Progressivisme Essensialisme

Rekonstruksianisme Perenialisme

Gambar Interaksi :
( OVERLAPPING ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN )

Materi Matakuliah Ilmu Pendidikan Semester II (Madin)


M. Nafiur Rofiq, S.Ag., M.Pd
10

Anda mungkin juga menyukai