Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
rneningkatkan kesehatan. bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Konsep
kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
kesehatan di Indonesia termasuk Rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah
satu sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi
utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan
pemulihan bagi pasien.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. yang menyebutkan bahwa pelayanan
farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan Farmasi klinik yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (Drug Oriented)
ke paradigma baru (Patient Oriented) dengan filosofi “ Pharmaceutical Care’’
(Pelayanan Kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan
yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Saat ini kenyataannya sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum
melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan. mengingat
beberapa kendala antara lain: kemampuan tenaga farmasi, terbatasnya
kemampuan manajemen rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit, kebijakan
manajemen rumah sakit, terbatasnya pengetahuan pihak- pihak terkait tentang
pelayanan farmasi rumah sakit . Akibat kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah
sakit masih bersifat konvensional yang hanya berorientasi pada produk yaitu
sebatas penyediaan dan pendistribusian.
PPEL-FARMASI/RSKBR
1
Mengingat Pedornan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit sebagaimana
tercantum dalam Pedoman Pelayanan Rumah Sakit masih bersifat umum, maka
untuk membantu pihak rurnah sakit dalam mengimplementasikan Pedoman
Pelayanan Rumah Sakit tersebut perlu dibuat Pedoman Pelayanan Farmasi di
Rurnah Sakit. Sehubungan dengan berbagai kendala sebagaimana tersebut diatas,
maka sudah saatnya Farmasi Rumah Sakit menginventarisasi semua kegiatan
farmasi yang harus dijalankan dan berusaha mengimplementasikan secara
prioritas dan simultan sesuai kondisi rumah sakit.
Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit
dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien.
B. Tujuan
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan professional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta
bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya, yang bertujuan :
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional
PPEL-FARMASI/RSKBR
2
f Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
g Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
h Melakukan Penghapusan terhadap Perbekalan Farmasi.
i Melakukan Pencatatan dan Pelaporan kegiatan yang ada di instalasi
farmasi
j Melakukan Monitoring dan evaluasi secara berkala
PPEL-FARMASI/RSKBR
3
c Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat dalam perencanaan manajemen dan
penentuan anggaran serta penggunaan sumber daya.
d Instalasi Farmasi harus rnenyelenggarakan rapat pertemuan untuk
membicarakan masalah-masalah dalam peningkatan peiayanan farmasi,
hasil pertemuan tersebut disebarluaskan dan dicatat untuk disimpan.
e Adanya Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit dan apoteker IFRS
(Instalasi Farmasi Rumah Sakit) menjadi sekretaris panitia.
f Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedis, serta selalu
berpartisipasi dalam rapat yang membahas masalah perawatan atau rapat
antar bagian atau konferensi dengan pihak lain yang mempunyai relevansi
dengan farmasi.
g Hasil penilaian/pencatatan konduite terhadap staf didokumentasikan secara
rahasia dan hanya digunakan oleh atasan yang mernpunyai wewenang
untuk itu.
h Dokumentasi yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan
evaluasi terhadap pelayanan farmasi setiap tiga tahun.
i Kepala lnstalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala
keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan
obat.
PPEL-FARMASI/RSKBR
4
5) Pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit
6) Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, rawat jalan
dan karyawan
7) Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi seleksi/perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan. Pemesanan pembuatan /
produksi, pendistribusian dan penyerahan
8) Penditribusian obat rawat inap melalui single doos
9) Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat dan
efek samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
pencatatan penggunaan obat yang salah atau dikeluhkan pasien
10) Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalian perbekalan farmasi
11) Pemberian konseling/informasi oleh apoteker kepada pasien maupun
keluarga pasien dalam hal penggunaan dan penyimpanan obat serta
berbagai aspek pengetahuan tentang obat demi meningkatkan derajat
kepatuhan dalam penggunaan obat
12) Apabila ada sumber daya farmasi lain disamping Kepala Instalasi
maka secara organisasi dibawah koordinasi instalasi farmasi
13) Prosedur penarikan/penghapusan obat
14) Pengaturan persediaan dan pesanan
15) Cara pembuatan obat yang baik
16) Penyebaran informasi mengenai obat yang bermanfaat kepada staf
17) Masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan peraturan/undang-
undang
18) Penyimpanan obat emergency dan obat LASA
19) Pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin
20) Prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staf
d Harus ada sistem yang mendokumentasikan penggunaan obat yang salah
dan mengatasi masalah.
e Kebijakan prosedur harus konsisten terhadap sistem pelayanan rumah sakit
lainnya.
PPEL-FARMASI/RSKBR
5
Pengelolaan Obat, Pelayanan obat atas resep dokter, Pelayanan informasi Obat
serta pengembangan Obat, bahan obat dan bahan tradisional.
E. Landasan Hukum
1) Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
2) Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
4) Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
5) Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 436 / Menkes / SK / VI / 1993
Tentang berlakukanya Standar Pelayanan di Rumah Sakit.
6) Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 / Menkes / SK / X / 2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
7) Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
8) Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI)
PPEL-FARMASI/RSKBR
6
BAB II.
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan tenaga kerja di Unit Instalasi Farmasi RS khusus Bedah
Rawamangun berdasarkan non shift / Shift. Tenaga kerja di unit Instalasi Farmasi
saat ini berjumlah 13 orang yang memegang tanggung jawab masing-masing.
PPEL-FARMASI/RSKBR
7
2. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang
mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit
3. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai Surat Ijin Kerja.
4. Pada pelaksanaanya Apoteker dibantu oleh tenaga AhIi Madya farmasi (D-3)
dan tenaga Sekolah Menengah Farmasi (AA).
5. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum
dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun
administrasi farmasi.
6. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan
mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang
bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan.
7. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi
8. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
9. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau
tenaga farmasi Iainnya, maka harus ditunjuk Apoteker yang rnemiliki
kualifikasi pendidikan/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
10. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait
dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja
yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.
Kompetensi Apoteker
Sembilan Kompetensi Apoteker Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Mampu melakukan praktik kefarmasian secara professional dan etik
2. Mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan farmasi
3. Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
4. mampu memformulasi dan memproduksi sediaan farmasi dan alat
kesehatan sesuai standar yang berlaku
5. Mempunyai ketrampilan komunikasi dalam pemberian informasi sediaan
farmasi dan alat kesehatan
6. Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan
masyarakat
7. mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai standar yang
berlaku
8. Mempunyai ketrampilan organisasi dan mampu membangun hubungan
interpersonal dalam melakukan praktik professional kefarmasian
PPEL-FARMASI/RSKBR
8
9. Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
berhubungan dengan kefarmasian
C. Pengaturan Jaga
Hari kerja di perusahaan adalah 6 (enam) hari kerja dalam seminggu dan
jam kerja standar perusahaan adalah 40 jam dalam satu minggu. RS Khusus
Bedah Rawamangun merupakan Rumah Sakit yang beroperasional selama 24 Jam
sehari untuk melayani masyarakat umum dan disesuaikan dengan ketentuan jam
kerja standar perusahaan.
Bagi karyawan yang bekerja secara shift maka waktu kerja akan diatur
secara mandiri oleh unit kerja yang bersangkutan dan tetap mengacu pada jam
kerja standar yaitu selama 40 jam dalam satu minggu dalam 6 kali kerja.Untuk
karyawan yang waktu kerja melebihi jam kerja standar maka kelebihan tersebut
akan diperhitungkan dalam kebijakan lembur perusahaan.
PPEL-FARMASI/RSKBR
9
o Shift 1 : 08.00 – 15.00 WIB
o Shift II : 15.00 – 21.00 WIB
o Shift III : 21.00 – 08.00 WIB
b. Karyawan Non Shift
Senin – jum’at : 08.00 – 16.30 WIB
PPEL-FARMASI/RSKBR
10
BAB III.
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
a. Lokasi/Denah Instalasi Farmasi (Apotik)
KOMP. 3
PATEN
SEDIAAN
SEDIAAN TABLET
CREAM/SALEP
PATEN
SEDIAAN TABLET
PATEN MEJA RACIK WAS
TAFEL
LEMARI NARKOTIKA & GENERIK BAHAN
PSIKOTROPIKA BOTOL BAKU
PPEL-FARMASI/RSKBR
11
KETERANGAN DENAH RUANG APOTEK
1. Lemari Sediaan OTC dan Tempat Penerimaan - Penyerahan Resep
2. Meja komputer
3. Lemari Sediaan Sirup dan OTC
4. Lemari Sediaan Obat Cair dan Susu
5. Rak Obat Tablet Ethical
6. Rak Obat Tablet Generik
7. Rak Obat Sirup Ethical
8. Rak Obat Salep, Cream dan Drop/Tetes
9. Meja Peracikan
10. Lemari Narkotika dan Psikotropika
11. Rak Obat Generik Botolan dan Bahan Baku
12. Tempat pencucian (Wastafel)
13. Rak Alat Kesehatan
14. Kulkas Obat dan Vaksin
15. Meja Administrasi Farmasi beserta Seperangkat Komputer
16. Meja Kepala Instalasi Farmasi
17. Rak Sedian Obat Injeksi dan Infus
18. Rak Sediaan Cairan Infus
19. Rak Arsip Farmasi
PPEL-FARMASI/RSKBR
12
b. Denah Logistik
DENAH / LOKASI LOGISTIK FARMASI
210 cm
Loket Pintu
Meja
240 cm
Kursi
100
Alkes Alkes
150 cm Dan 550 cm
Arsip
240 cm
c. Tempat
Ra Rak Syr,Inj,Zalf
k Cairan
Al Meja Infus
125cm
ke
Kursi
s
Rak Tablet dan Arsip Lemari
B3
550 cm
PPEL-FARMASI/RSKBR
13
B. Standar Fasilitas
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk
perlengkapan dispensing baik untuk non steril, maupun cair untuk obat
luar atau dalam. FasiIitas peralatan harus dijamin sensitive pada
pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk
peralatan tertentu setiap tahun
Pelayanan minimal di unit
Standar Pelayanan minimal di unit yang tersedia adalah sebagai berikut :
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik
non steriI maupun aseptik.
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat.
d. Lemari penyimpananan khusus untuk narkotika.
e. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil.
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan Iimbah
yang baik
1. Peralatan Dispensing
Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan, pembuatan obat non steril
Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara pembuatan
obat yang baik
2. Peralatan Penyimpanan
Peralatan penyimpanan kondisi umum
Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban dan
cahaya yang berlebihan
Lantai dilengkapi dengan palet
PPEL-FARMASI/RSKBR
14
Peralatan penyimpanan kondisi khusus
Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil, fasilitas
peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara berkala
Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat psikotropika
Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan pembuangan obat
berbahaya harus dibuat secara khusus untuk menjamin keamanan
petugas, pasien dan penunjang medis lainnya.
3. Fasilitas Pendistribusian
ruang distribusi untuk Pelayanan rawat jalan
ruang distribusi untuk Pelayanan rawat inap
ruang distribusi untuk kebutuhan ruangan (ruang penerimaan barang,
penyimpanan barang dilengkapi dengan trolley/kereta dorong
4. Peralatan konsultasi
Buku perpustakaan, bahan-bahan leaflet, brosur dan lain- lain
Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk
penyimpanan medical record
Komputer
Telepon
Lemari arsip
Kartu arsip
5. Peralatan ruang informasi obat
Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi
obat
Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak
Komputer
Telpon
Lemari arsip
Kartu arsip
PPEL-FARMASI/RSKBR
15
BAB IV
Manajemen obat mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit
dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Perlu upaya multidisiplin dan
terkoordinir dari para staf rumah sakit, menerapkan prinsip rancang proses yang
efektif, implementasi dan peningkatan terhadap :
1. Seleksi
2. Pengadaan
3. Penyimpanan
4. Pemesanan/peresepan
5. Pencatatan (transcribe)
6. Pendistribusian
7. Persiapan (preparing) dan Penyaluran (dispensing)
8. Pemberian
9. Pendokumentasian
10. Pemantauan Terapi Obat
Peran para pemberi pelayanan kesehatan dalam manajemen obat sangat sentral
guna mencapai tujuan pengobatan dan sasaran keselamatan pasien.
Adapun medication error (kesalahan pengobatan) dapat terjadi pada berbagai
lini/daerah fokus antara lain :
a. pada saat pemesanan, peresepan
b. pada saat pencatatan
c. pada saat penyaluran
d. pada saat pemberian ke pasien
e. pada saat monitoring
PPEL-FARMASI/RSKBR
16
3. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai dengan kebutuhan yang berlaku
4. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit
5. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku
6. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian, termasuk bahan berbahaya, Obat High Alert dan Obat Lasa
7. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit - unit pelayanan di rumah sakit
8. Melakukan pencatatan dan pelaporan persediaan perbekalan farmasi di RS
9. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap persediaan perbekalan farmasi
di RS
Alur manajemen dan Penggunaan Obat dimulai dari skrining dan registrasi
pasien ,diasesmen awal oleh dokter, kemudian dilakukan rekonsiliasi obat,
rencana asuhan dan terbitlah resep. Resep ditelaah di farmasi selanjutnya farmasi
melakukan penyiapan obat lalu obat ditelaah melalui sistem 5 benar, jika
ditemukan adanya efek samping obat maka dibuatlah pencatatan di formulir
MESO untuk dilaporkan ke PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) selanjutnya
dilakukan pemantauan terapi obat, jika terjadi insiden keselamatan pasien dibuat
laporan ke tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan jika kondisi pasien sudah
membaik pihak dokter akan memberikan rencana pulang pasien. (Data terlampir)
I. SELEKSI
Pelayanan Kefarmasian dimulai dari proses pemilihan obat (seleksi), mulai
dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi
pemilihan terapi, menentukan criteria pemilihan dengan pemprioritaskan obat
essensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat
dengan tetap memperhatikan kualitas dan efektifitas serta jaminan purna
transaksi pembelian.
Kriteria pemilihan obat yang masuk standarisasi / formularium adalah sebagai
berikut :
1. Mengutamakan penggunaan obat generic
2. Perbandingan obat generic : original : mee too = 1:1:3
3. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita
4. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
5. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
PPEL-FARMASI/RSKBR
17
6. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
7. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
8. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefi-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
9. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicine) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau
PPEL-FARMASI/RSKBR
18
Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing - masing, Formularium
Rumah Sakit, Formularium Nasional bagi pasien BPJS. Sedangkan pemilihan alat
kesehatan di rumah sakit dapat berdasarkan data pemakaian, standar ISO, daftar
harga alat, daftar alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes,
serta spesifikasi yang ditetapkan oleh rumah sakit.
2. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing – masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.
Informasi yang didapat dan kompilasi penggunaan perbekalan farmasi
adalah
a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing - masing unit
pelayanan.
b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan
setahun seluruh unit pelayanan
c. Penggunaan rata- rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
3. Perhitungan Kebutuhan
Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan yang
berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit.
Masalah kekosongan atau kelebihan perbekalan farmasi dapat terjadi apabila
informasi yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja.
Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi
secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan perbekalan
farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
tersedia pada saat dibutuhkan.
PPEL-FARMASI/RSKBR
19
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif merupakan suatu metode
penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila
ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut :
mutu produk,
reputasi produsen,
harga yang terjangkau,
berbagai syarat yang diajukan,
ketepatan waktu pengiriman.
mutu pelayanan pemasok.
dapat dipercaya.
kebijakan tentang barang yang dikembalikan,
pengemasan.
Tujuan pengadaan:
mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak dengan mutu
yang baik,
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu.
proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga yang berlebihan.
Beberapa jenis obat, bahan aktif yang mempunyai masa kadaluarsa relatif
pendek harus diperhatikan waktu pengadaannya. Untuk itu harus dihindari
pengadaan dalam jumlah besar.
Ad. 1. Pembelian
Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden RI No 94 tahun
2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan atas Pengadaan dan Penyaluran
PPEL-FARMASI/RSKBR
20
bahan Obat dan Peraturan Presiden RI no. 95 tahun 2007 tentang Perubahan
Ketujuh atas Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan.
Proses pembelian mempunyai beberapa Iangkah yang baku dan
merupakan siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah
sakit.
Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar perbekalan
farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing- masing item yang akan
dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metoda pengadaan,
memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang,
menerima barang, melakukan pembayaran serta menyimpan kemudian
mendistribusikan.
Ada 3 metode pada proses pembelian.
a. Kontrak terbatas, Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang
sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih
dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan, berlaku
perjanjian selama 1 tahun dan dapat diperpanjang jika perputaran
barang lancar .
b. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan biIa item tidak
penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung
untuk item tertentu.
c. Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera
tersedia, Harga tertentu, relatif agak lebih mahal.
Ad. 2 Produksi
Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat,
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus/tertentu
b. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
Jenis sediaan farmasi yang diproduksi terdiri dari:
1. Pembuatan puyer
2. Pembuatan sirup
3. Pembuatan salep
4. Pengemasan kembali
5. Pengenceran
PPEL-FARMASI/RSKBR
21
Produk Non-steril
Persyaratan tehnis produk non-steril:
a. Ruangan khusus untuk pembuatan
b. Peralatan: peracikan, pengemasan
c. SDM : petugas terlatih
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas,
kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses
dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah
dan pengemasan yang memenuhi syarat.Semua tenaga teknis harus dibawah
pengawasan dan terlatih. Kegiatan pengemasan dan penandaan harus mempunyai
kendali yang cukup untuk mencegah kekeliruan dalam pencampuran produk/
kemasan/ etiket.
Nomor lot untuk mengidentifikasi setiap produk jadi dengan sejarah
produk dan pengendalian harus diberikan pada tiap batch. Cara Pembuatan obat
yang baik (CPOB) dan standar intenasional ISO 9001 adalah standar sistem mutu
yang harus diterapkan agar mutu produk yang dihasilkan selalu konsisten
memenuhi persyaratan resmi dan persyaratan rumah sakit serta memenuhi
kepuasan konsumen.
PPEL-FARMASI/RSKBR
22
Penerimaan Perbekalan Farmasi
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh
petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan
harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti
sifat penting dari perbekalan farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai dengan surat pesanan (PO) baik spesifikasi mutu, jumlah maupun
waktu kedatangan. Semua perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan
disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumah sakit. Semua
perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam persediaan, segera setelah diterima,
perbekalan farmasi harus segera disimpan di dalam lemari besi atau tempat yang
lebih aman. Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi
kontrak yang telah ditetapkan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:
1. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan
berbahaya.
2. Khusus untuk alat kesehatan barus mempunyai certificace of original
3. Sertifikat Analisa Produk.
4. Produk yang memiliki suhu khusus harus disertai dengan coolpad pada
saat penerimaan barang dating
PPEL-FARMASI/RSKBR
23
e. Elektrolit pekat konsentrat dilarang disimpan di unit pelayanan
f. Unit tertentu yang dapat menyimpan elektrolit konsentrat harus dilengkapi
dengan SPO khusus untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-
hati
g. Obat High Alert harus simpan dalam lemari khusus dan diberi label
khusus HIGH ALERT
h. Obat LASA harus diberi label khusus NORUM/LASA dan diletakkan
secara terpisah guna menghindari kesalahan pengambilan obat
i. Obat emergensi tersedia, dimonitor dan aman bilamana disimpan di luar
farmasi
j. Obat yang dibawa pasien dari rumah harus dicatat dalam formulir
rekonsiliasi obat dan disimpan di unit rawat inap.
k. Gas medis disimpan terpisah dari tempat perbekalan farmasi, bebas dari
sumber api dan ventilasi harus baik, sebaiknya ada di bangunan khusus
terpisah dan gudang induk.
l. Bahan berbahaya disimpan dalam tempat terpisah berpintu besi, tersedia
APAR/pemadam api, diberi label sesuai dengan klasifikasi B3
m. Narkotika-Psikotropika harus simpan dalam lemari khusus dan selalu
terkunci.
PPEL-FARMASI/RSKBR
24
a) Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan sekat-sekat
karena akan membatasi peraturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan
posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
v. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran dipasang pada tempat yang
mudah dijangkau, tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala,
untuk memastikan masih berfungsi atau tidak.
PPEL-FARMASI/RSKBR
25
vi. Penyusunan Stok Perbekalan Farmasi
Perbekalan farmasi disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk
memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out)
dalam penyusunan perbekalan farmasi yang masa kadaluarsanya lebih awal
atau yang diterima lebih awal harus digunakan terlebih dahulu sebab
umumnya perbekalan farmasi yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi
lebih awal dan umurnya relatif lebih tua.
2. Susunan perbekalan farmasi dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan
teratur.
3. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika.
4. Simpan perbekalan farmasi yang dapat dipengaruhi oleh temperatur udara,
cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
5. Simpan perbekalan farmasi dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan
perbekalan farmasi dalam dengan perbekalan farmasi untuk penggunaan luar.
6. Cantumkan nama masing-masing perbekalan farmasi pada rak dengan rapi.
7. Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka biarkan perbekalan
farmasi tetap dalam boks masing-masing.
8. Perbekalan farmasi yang mempunyai batas waktu penggunaan perlu dilakukan
rotasi stok agar perbekalan farmasi tersebut tidak selalu berada dibelakang
sehingga dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis.
OBAT LASA
LASA
Obat LASA (Look A Like Sound A Like ) adalah obat-obat yang mempunyai
kemiripan baik dari nama(beda dosis), rupa dan bunyi.
PPEL-FARMASI/RSKBR
26
2. Labelling similar product (beri label khusus untuk membedakan produk
yang mirip/sama)
3. Buat daftar obat LASA yang tersedia di Instalasi Farmasi
4. Review daftar obat ini 1 tahun sekali
5. Segera ambil langkah pencegahan jika terjadi kesalahan
6. Item perbekalan farmasi yang sama (obat LASA) jangan ditempatkan pada
satu lokasi walaupun dari sumber anggaran yang berbeda dibedakan
tempatnya dan diletakkan tidak berdekatan
Obat High Alert merupakan obat beresiko tinggi yang menyebabkan bahaya yang
bermakna bila digunakan secara salah.
PPEL-FARMASI/RSKBR
27
6. Sebelum perawat memberikan obat high alert lakukan double check
kepada perawat lain untuk memastikan 5 benar (pasien, obat, dosis, rute,
waktu)
7. Obat high alert dalam infus : cek selalu kecepatan dan ketepatan pompa
infuse, tempel stiker label nama obat pada botol infus dan diisi dengan
catatan sesuai ketentuan
8. Contoh stiker obat high alert pada botol infus (terlampir)
OBAT EMERGENSI
Sistem penarikan (recall) obat dilakukan terhadap obat yang mengalami kejadian
yang menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. Penarikan dilakukan
secara nasional melalui BPOM atau melalui distributor yang pemasok obat
tersebut.
Untuk Pengelolaan obat kadaluarsa, obat dikumpulkan dan didata secara rutin
setiap bulan dan setelah terkumpul selama 3 tahun dilakukan pemusnahan obat
dengan melibatkan pihak ketiga dan disertai berita acara pemusnahan obat.
TATA LAKSANA B3
1. Inventarisasi bahan dan limbah berbahaya antara lain : bahan kimia, bahan
kemoterapi (jika ada), bahan dan limbah radioaktif (jika ada), gas dan uap
berbahaya serta limbah medis dan infeksius lain sesuai ketentuan
PPEL-FARMASI/RSKBR
28
2. Penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya
3. Pelaporan dan investigasi dari tumpahan, paparan (exposure) dan insiden
lainnya
4. Pembuangan limbah berbahaya yang benar
5. Peralatan dan prosedur perlindungan yang benar pada saat penggunaan,
ada tumpahan (spill) atau paparan (exposure)
6. Pendokumentasian, meliputi setiap izin dan perizinan/lisensi atau
ketentuan persyaratan lainnya seperti MSDS
7. Pemasangan label yang benar pada bahan dan limbah berbahaya
Daftar bahan kimia yang menyebabkan cidera pada manusia antara lain :
Ammonia = 10,5%
Chlorine = 9%
HCl = 3,7%
Formaldehyde = 1,2%
Contoh lambang bahan berbahaya terlampir.
PPEL-FARMASI/RSKBR
29
Resep yang lengkap harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Ada tanggal penulisan resep
b. Mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep
manual atau elektronik dalam system informasi farmasi untuk memastikan
ada tidaknya riwayat alergi obat
c. Ada tanda R/ pada setiap sediaan
d. Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat
kombinasi ditulis sesuai nama dalam formularium, dilengkapi dengan
bentuk sediaannya (contoh : injeksi, tablet, kapsul, tablet, salep) serta
kekuatannya (contoh : 500 mg, 1 gram)
e. Ada tertera jumlah sediaan
f. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan
jumlah bahan obat (untuk bahan padat : microgram, milligram, gram dan
untuk cairan : tetes, milliliter, liter)
g. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan,
kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan
efektif
h. Ada aturan pakai (seperti ; frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan
pakai jika perlu atau prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis
maksimal dalam sehari
i. Ada nama lengkap pasien
j. Ada nomor rekam medic
k. Ada tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal
lahir)
l. Ada tertulis berat badan pasien (untuk pasien anak)
m. Ada nama dokter
PPEL-FARMASI/RSKBR
30
f. Tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap, tidak
terbaca atau tidak jelas
g. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan seperti pada pesanan dan setiap
elemen yang dibutuhkan dalam pesanan yang emergensi, dalam daftar
tunggu (standing), automatic stop
h. Pesanan obat secara verbal atau melalui telpon : tulis lengkap, baca ulang
dan konfirmasi
i. Jenis pesanan yang berdasarkan berat, seperti untuk kelompok pasien
anak.
Tujuan : untuk memastikan bahwa terdapat obat yang harus dievaluasi dan
ditinjau secara konsisten dan informasi ini diberitahu kepada dokter.
Obat berikut akan otomatis dihentikan oleh instalasi farmasi setelah penggunaan
awal telah dimulai:
1. ketorolac – setelah 5 hari penggunaan
2. nesitiride – setelah 2 hari penggunaan
3. meperidin – setelah 2 hari penggunaan
Proses stop order otomatis didefinisikan sebagai HARD STOP
OBAT NARKOTIKA
1. Yang berhak menulis resep adalah Kelompok Staf Medik dan Dokter yang
bertugas, mempunyai Surat Izin (SIP) atau Surat Izin Praktik
Kolektif(SIPK) di RS KBR Rawamangun (pada resep cantumkan nama
lengkap, SIP dan indikasi penggunaannya
2. Narkotika hanya dapat diberikan untuk indikasi :
a. Persiapan Pemeriksaan diagnostic
b. Sedasi / relaksasi
c. Analgetika
PPEL-FARMASI/RSKBR
31
V. PENCATATAN (TRANSCRIBE)
Pencatatan setiap pasien yang menerima obat berisi satu daftar obat yang
diresepkan atau dipesan untuk pasien serta berapa kali obat diberikan. Termasuk
pula obat yang diberikan “bila perlu” bila informasi ini dicatat pada lembaran obat
yang terpisah, maka lembaran tersebut diselipkan dalam status pasien saat
dipulangkan atau dipindahkan.
Tabel pencatatan obat terlampir.(diaplikasikan dalam buku pencatatan pasien
rawat inap)
Contoh :
Label identitas pasien
No Nama Dosis Rute Nama Diperiksa Diberikan Waktu Ket (efek
Obat Dr/ttd oleh oleh pemberian samping)
(jam)
1
VI. PENDISTRIBUSIAN
PPEL-FARMASI/RSKBR
32
menggunakan resep dokter sedangkan untuk pendistribusian perbekalan farmasi
(alat kesehatan dan cairan infus) diselenggarakan secara desentralisasi (sistem
floor stock) menggunakan Form Lembar Kendali.
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap dan rawat jalan
merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan
secara sistem distribusi kombinasi oleh farmasi.
Ada beberapa metoda yang dapat digunakan oleh IFRS dalam mendistribusikan
Perbekalan farmasi di lingkungannya. Adapun metoda yang dimaksud antara lain:
1. Resep perorangan
Resep perorangan adalah order/ resep yang ditulis dokter untuk pasien.
Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS
sesuai yang tertulis pada resep. Pendistribusian perbekalan farmasi resep
perorangan / pasien rawat jalan melalui instalasi farmasi.
PPEL-FARMASI/RSKBR
33
d. Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien.
PPEL-FARMASI/RSKBR
34
3. Sistem Daily Dose
Pendistribusian obat - obatan melalui resep perorangan yang disiapkan,
diberikan / digunakan untuk pemakaian sehari, yang berisi obat dalam jumlah
yang telah ditetapkan atau jumlah yang cukup untuk penggunaan sehari.
PPEL-FARMASI/RSKBR
35
a. perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal
b. didispensing dalam bentuk siap konsumsi;
c. untuk kebanyakan perbekalan farmasi tidak lebih dari 24 jam persediaan
dosis, diantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan pasien setiap saat.
Sistem distribusi ini dapat dioperasikan dengan metode distribusi unit sentralisasi.
Sentralisasi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit
secara keseluruhan. Artinya. di rumah sakit itu hanya satu IFRS tanpa adanya
depo/ satelit IFRS di beberapa unit pelayanan.
Keuntungan sistem distribusi dosis unit yang lebih rinci sebagai berikut:
1. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.
2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS.
3. Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi
4. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan
5. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang
lebih efisien
6. Mengurangi resiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi.
7. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep /order sampai pasien menerima
dosis unit.
8. Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi bertambah
baik.
9. Apoteker dapat langsung datang ke unit perawatan/ ruang pasien untuk
melakukan konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan masukan
kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan pasien yang
lebih baik.
10. Peningkatan pengendalian dan pemantauan penggunaan perbekalan farmasi
yang menyeluruh.
11. Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi.
Kelemahan sistem distribusi dosis unit yang lebih rinci sebagai berikut:
1. Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi
2. Meningkatnya biaya operasional
3. Sistem distribusi kombinasi
PPEL-FARMASI/RSKBR
36
Definisi sistem distribusi kombinasi adalah sistem distribusi yang
menerapkan sistem distribusi resep/ order individual sentralisasi, juga
menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi
yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh
banyak penderita, setiap hari diperlukan dan biasanya adalah perbekalan farmasi
yang harganya murah mencakup perbekalan farmasi berupa resep atau perbekalan
farmasi bebas.
Obat dipersiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman dan bersih.
Pelayanan tentang penyiapan dan penyaluran obat produk steril, belum dilakukan
di RS KB Rawamangun ini, pelayanan terbatas pada produk nonsteril dikarenakan
PPEL-FARMASI/RSKBR
37
tidak adanya ruangan khusus pencampuran obat steril dan keterbatasan sdm yang
ada.
PENELAHAAN RESEP
Resep ditelaah tentang ketepatannya oleh petugas professional dan terlatih.
Adapun yang harus diperhatikan pada penelaahan resep adalah sebagai berikut :
1. Ketepatan dari obat, dosis, frekuensi dan route pemberian
2. Duplikasi terapi
3. Alergi atau reaksi sensitifitas yang sesungguhnya maupun yang potensial
4. Interaksi yang sesungguhnya maupun potensial antara obat dengan obat-
obatan lain atau makanan
5. Variasi dari criteria penggunaan yang ditentukan rumah sakit
6. Berat badan pasien dan informasi fisiologis lain dari pasien
7. Kontra indikasi yang lain
INTERAKSI OBAT
Interaksi Obat dapat terjadi pada beberapa jenis obat yang dikonsumsi secara
bersamaan dan rute yang sama. Hal ini mengakibatkan efek obat yang diharapkan
tidak bekerja secara optimal/ lebih dari efek yang diharapkan/ meniadakan efek
obat itu sendiri. Interaksi obat ada bersifat sinergis (menambah), antagonis
(berlawanan).
Dasar hukum dari interaksi obat tertuang dalam Permenkes 2406/2011 Tentang
pedoman umum penggunaan antibiotic, namun belum semua interaksi obat
tercakup didalamnya.
Software untuk interaksi obat dapat dilihat pada Medscape atau Stockley,
menyajikan data yang ter up-date.
Contoh interaksi obat pada 10 obat yang membahayakan dalam jangka waktu
yang lama:
a. Heparin – NSAIDS
PPEL-FARMASI/RSKBR
38
b. Heparin – Obat golongan sulfa
c. Heparin – Obat golongan makrolide
d. Heparin – Obat golongan quinolone
e. Heparin – Phenytoin
f. ACE inhibitors – Supplements Kalium
g. ACE inhibitors – Spironolacton
h. Digoxin – Amiodarone
i. Digoxin – Verapamil
j. Theophyllin – Obat golongan Quinolone
Adanya suatu sistem untuk menyalurkan obat dengan dosis yang tepat dan kepada
pasien yang tepat serta di saat yang tepat, sehingga pasien aman dalam pemberian
obat.
Hal-hal yang perlu ditampilkan pada etiket obat, adalah sebagai berikut :
Indentitas pasien
Nama obat
Dosis/konsentrasi
Cara pemberian
Tanggal penyiapan
Tanggal kadaluarsa
Sedangkan untuk etiket obat rawat inap selain identitas pasien, nama obat ,
dosis/konsentrasi juga rute/cara pemberian, waktu pemberian.
Pemberian obat termasuk proses untuk memverifikasi apakah obat sudah betul
berdasarkan pesanan obat
Pemberian obat yang aman harus dilakukan verifikasi terhadap :
a. Obat dengan resep/pesanan
b. Waktu dan frekuensi pemberian dengan resep/pesanan
c. Jumlah dosis dengan resep/pesanan
d. Route pemberian dengan resep/pesanan
e. Identitas pasien
PPEL-FARMASI/RSKBR
39
Form Telaah Obat terlampir.
Apabila pasien rawat inap membawa obat sendiri ke dalam rumah sakit, maka
dokter akan menanyakan obat apa saja yang biasa diminum dan dibawa dari
rumah oleh pasien. Jika masih ada yang dipakai maka obat diserahkan ke instalasi
farmasi untuk selanjutnya diberikan secara rutin sampai ada instruksi dokter untuk
memberhentikan pengobatan. Sisa obat yang tidak terpakai dikembalikan ke
pasien.
IX. PENDOKUMENTASIAN
1. Pencatatan
Fungsi :
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa).
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1 (satu) jenis
perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
c. Data kartu stock digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan,
distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi
dalam penyimpananya.
PPEL-FARMASI/RSKBR
40
Hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan farmasi
bersangkutan.
b. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
c. Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stock.
d. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.
Petunjuk pengisian
a. Petugas penyimpanan dan penyaluran mencatat semua penerimaan dan
pengeluaran perbekalan farmasi di kartu stock sesuai Dokumen Permintaan
Barang/ Mutasi Barang (data dari sistem Rumah Sakit) atau dokumen lain yang
sejenis.
b. Perbekalan farmasi disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut :
1. Tiap lembar kartu stok induk hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1
(satu) jenis perbekalan farmasi yang berasal dari sumber anggaran.
2. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi
perbekalan farmasi
3. Data pada kartu stok induk digunakan sebagai
Alat kendali bagi kepala IFRS terhadap keadaan fisik perbekalan
farmasi dalam penyimpanan.
PPEL-FARMASI/RSKBR
41
Alat bantu untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan dan
pendistribusian serta pengendalian persediaan
2. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
Perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tujuan:
- Tersedianya data yang akurat sehagai bahan evaluasi
- Tersedianya informasi yang akurat
- Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
PPEL-FARMASI/RSKBR
42
- Mendapatkan data yang lengkap untuk membuat perencanaan
X. PEMANTAUAN (MONITORING)
PPEL-FARMASI/RSKBR
43
PEMANTAUAN EFEK OBAT TERHADAP PASIEN
Kegiatan :
Menganalisa laporan ESO
Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO
Mengisi formulir ESO
Melaporkan ke panitia ESO
PPEL-FARMASI/RSKBR
44
Faktor yang perlu diperhatikan:
Kerjasama dengan panitia farmasi dan terapi dan ruang rawat
Ketersediaan formulir monitoring ESO
PPEL-FARMASI/RSKBR
45
MEDICATION ERRORS(ME)
BAB V
LOGISTIK
PPEL-FARMASI/RSKBR
46
1. Prosedur Perencanaan Perbekalan Farmasi
a. Staf Instalasi Farmasi mencatat data obat yang persediaannya sudah
menipis berdasarkan cepat dan lambatnya obat tersebut keluar
b. Kepala Instalasi Farmasi mengevaluasi dan menganalisa jumlah
barang yang ada, kemudian memprediksi jumlah persediaan barang
dengan membuat Daftar Perencanaan Persediaan Barang untuk bulan
berikutnya ( 1 atau 3 bulan )
c. Daftar Perencanaan Persediaan Barang menjadi daftar Obat yang
harus dibeli dan dipesan
PPEL-FARMASI/RSKBR
47
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) adalah bebas bagi pasien dari cedera
(penyakit, cedera, fisik, psikologis, sosial, penderitaan, cacat, kematian, dll) yang
tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan sebelumnya
atau saat ini.
PPEL-FARMASI/RSKBR
48
- Karena “keberuntungan”, misalnya pasien menerima obat yang salah tetapi
tidak timbul efek-efek yang tidak diharapkan.
- Karena ‘pencegahan’, misalnya obat yang salah belum diberikan kepada
pasien dicegah oleh petugas lain yang mengetahuinya.
- Karena “peringatan”, misalnya obat yang overdosis, sudah diketahui
sehingga tidak diberikan.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Menurunkan KTD dan KNC dan meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien
b. Tujuan khusus
1. Adanya suatu pelaporan dan pendataan keselamatan pasien di rumah sakit
2. Mengetahui faktor penyebab atau faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya penyimpangan kinerja
3. Mendapatkan suatu pelajaran untuk perbaikan asuhan pasien
PPEL-FARMASI/RSKBR
49
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
PPEL-FARMASI/RSKBR
50
Upaya keselamatan kerja:
a. Kontak dengan bahan korosif harus ditiadakan atau ditukar sekecil
mungkin
b. Semua wadah, pipa, peralatan, instalasi, dan bangunan yang dipergunakan
harus tahan terhadap korosif dengan suatu pelapis bahan yang tahan
korosif, pemberian label dan tanda harus dilakukan, kebersihannya dan
data kerja yang baik harus diselenggarakan
c. Ventilasi umum dan setempat harus memadai
d. Bahan korosif, apabila bersentuhan dengan bahan organik akan
menimbulkan kebakaran dan penanggulangan kebakaran harus diadakan
dengan sebaik-baiknya
e. Setiap proses produksi baru yang menghasilkan produk yang bersifat
korosif agar dilakukan pencegahan yang tepat
f. Pencegahan kontak dengan bahan korosif, tenaga kerja dapat
menggunakan alat proteksi diri secara lengkap terdiri dari pakaian
keseluruhan perlindungan kaki, tangan, kepala, mata dan muka
g. Kontak ringan dengan krim pelindung
h. Keseluruhan tenaga kerja harus memperoleh pelajaran yang cukup dan
terlatih dalam menghadapi resiko
i. Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi-cuci dan air untuk
membersihkan mata perlu disediakan dan penggunaan air untuk penetral
sebaiknya tidak digunakan.
PPEL-FARMASI/RSKBR
51
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Tujuan umum
Agar setiap pelayanan farmasi memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan dan dapat memuaskan pelanggan.
Tujuan khusus
Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar
Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektivitas obat dan
keamanan pasien
Meningkatkan efisiensi pelayanan
Meningkatkan mutu obat yang diproduksi di rumah sakit sesuai CPOB
(cara pembuatan obat yang baik)
meningkatkan kepuasan pelanggan
menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait ruang lingkup
PPEL-FARMASI/RSKBR
52
Hal mendasar pada pengkajian penggunaan obat adalah:
1. tepat obat, dosis, rute, penderita, waktu pemberian
2. monitoring dan analisa yang berkesinambungan, terencana dan sistematis,
secara prospektif (direncanakan dan dilakukan sebelum / awal
pengobatan), simultan atau retrospektif (dengan melihat pengobatan yang
sudah diberikan secara lengkap)
3. pemecahan masalah
4. terdokumentasi
Evaluasi
Jenis evaluasi
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program evaluasi:
a. prospektif: program dijalankan sebelum sistem pelayanan dijalankan
contoh: pembuatan standar, perijinan
b. konkuren: program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan
contoh: memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan oleh asisten
apoteker
c. retrospektif : program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan
contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang
PPEL-FARMASI/RSKBR
53
Metoda evaluasi
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya,
penulisan resep
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan penyiapan resep obat jadi tidak lebih dari
15 menit, kecepatan penyerahan obat racikan tidak lebih dari 30 Menit.
PPEL-FARMASI/RSKBR
54
4. Mengeluarkan data-data kuantitatif obat-obat yang digunakan (seperti
jumlah obat dan biaya obat, pola pengobatan, tipe ekonomi pasien)
5. Menterjemahkan dan melaporkan temuan evaluasi kepada PFT, staf mutu,
organisasi administrasi dan lainnya untuk menasehatkan perubahan
prosedur dan kebijakan pengawasan dan kebijakan pengawasan dan
pemakaian obat
6. Berpartisipasi dalam program pendidikan lanjutan
Pengendalian mutu
Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap
perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan, kadaluarsa,
rusak dan mencegah ditarik dari peredaran serta keamanannya sesuai dengan
kesehatan, Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang meliputi:
a. Melaksanakan prosedur yang menjamin keselamatan kerja dan lingkungan
b. Melaksanakan prosedur yang mendukung kerja tim pengendali infeksi
Rumah Sakit
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
Unsur masukan (input) : tenaga / sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, ketersediaan dana
Unsur proses : tindakan yang dilakukan oleh seluruh staf farmasi
Unsur lingkungan : kebijakan-kebijakan, organisasi, manajemen
Standar-standar yang digunakan
Standar yang digunakan adalah standar pelayanan farmasi minimal yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan standar lain yang relevan
dan dikeluarkan oleh lembaga yang dapat dipertanggungjawabkan
Tahapan program pengendalian mutu
PPEL-FARMASI/RSKBR
55
a. Mendefinisikan kualitas pelayanan farmasi yang diinginkan dalam bentuk
kriteria
b. Penilaian kualitas pelayanan farmasi yang sedang berjalan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan
d. Penilaian ulang kualitas pelayanan farmasi
e. “update” kriteria
PPEL-FARMASI/RSKBR
56
Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang
diselenggarakan
PPEL-FARMASI/RSKBR
57
BAB IX
PENUTUP
PPEL-FARMASI/RSKBR
58