Anda di halaman 1dari 11

MENGUJI KESYARIAHAN AKAD WADIAH PADA PRODUK BANK

SYARIAH
Oleh : Bambang Murdadi, SE, MM

e-mail : bambangmurdadi@yahoo.co.id

RINGKASAN EKSEKUTIF

Salah satu akad dalam produk Perbankan Syariah adalah akad Wadiah. Pengertian Akad
Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima
titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut; (PBI No.2/9/2000). Produk Perbankan
Syariah dengan akad Wadiah antara lain dalam produk Giro Wadiah, Tabungan Wadiah,
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sesuai dengan Fatwa dari Dewan Syariah Nasional
bahwa produk giro wadiah secara umum memiliki kriteria 1. Bersifat titipan 2. Titipan bisa
diambil kapan saja (on call) 3.Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank. Adapun dasar syariahnya antara
lain dalam Firman Allah QS Annnisa (4):29. Hai orang yang beriman ! janganlah kalian
saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu. Di dalam praktek perbankan di
lapangan, beleid (point) yang menyatakan “tidak ada imbalan yang dipersyaratkan”
ataupun tidak ada imbalan yang dijanjikan dimuka apakah benar-benar telah diterapkan
secara murni dan syar’ie?Perlu dikaji lebih mendalam. Baik tinjauan dari sisi legal formal
(ketentuan yang ada) diluar fatwa Dewan Syariah Nasional maupun dalam praktek bisnis
perbankan di lapangan. Dari hasil pengamatan dan diskusi, terkesan masih bersifat ambigu
(abu-abu) ditengah praktek dunia bisnis perbankan yang penuh dengan persaingan yang
sangat ketat.

Kata kunci : akad wadiah, titipan, imbalan sukarela.

61
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
I. PENDAHULUAN dikemas dalam akad wadiah. Produk perbaankan
Perbankan syariah di Indonesia yang diikat dengan akad wadiah diantaranya adalah
berkembang cukup pesat tercermin dari pangsa aset giro wadiah. Selain giro wadiah, akad wadiah juga
perbankan syariah dibandingan dengan perbankan diterapkan untuk produk infak, sodaqoh atau zakat.
konvensional saat ini mencapai sekitar 3%. Produk- Sesuai dengan fatwa DSN, akad wadiah umum
produk yang ditawarkan antara lain dalam harus memiliki kriteria : 1. Bersifat titipan 2.
penghimpunan dana dalam bentuk : giro (wadiah Titipan bisa diambil kapan saja (on call) 3.Tidak
dan mudharabah) tabungan dan deposito ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
mudharbah. Perbankan syariah yang berkembang bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela
baik di Indonesia maupun di bebarapa negara dari pihak bank. Dengan batas dan kriteria seperti
misalnya Malaysia, tidak dipungkiri pada awalnya itu, apakah memang bank-bank menerapkan
lahir tidak Sharia Full totally applied (secara total dengan konsekwen, tidak ada janji dimuka bahwa
langsung menerapkan syariah Islam), namun secara bank tidak akan memberikan imbalan atau bonus.
bertahap. Bank syariah banyak lahir melalui anak Dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia bisnis
perusahaan bank atau window (bagian usaha bank) perbankan adalah dunia yang penuh dengan
contohnya dalam bentuk Unit Usaha Syariah persaingan yang ketat dalam merebut nasabah.
ataupun dengan mengkonversi (mengubah dari Kalau diterapkan kepada prouk tertentu misalnya
bank konvensional menjadi bank syariah( Syafei, zakat infaq dan shdaqoh mungkin bisa saja karena
Antonio,1999 :279) artinya praktek bank syariah memang dana terseut sudah diikhlaskan untuk
yang masih menempel pada induknya yang keperluan tersebut, namun untuk produk lain
merupakan bank konvensional. Dapat dikatakan seperti giro, apakah memang dapat diterapkan
bahwa modal bank syariah tersebut pada awalnya secara murni dan kosekwean. Contoh produk giro
(dananya) berasal dari praktek bank konvensional wadiah misalnya dalam bentuk Sertifikat Wadiah
(bank dengan berbasis bunga). Sampai saat inipun Bank Indonesia (SWBI). Selaipun produk tersebut
pola bank syariah dengan bentuk usaha seperti itu juga sudah diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
masih banyak, artinya bank syariah yang belum dan tentu sudah mengacu pada fatwa dari DSN,
sepenuhnya syariah kalau memang menghendaki siapa tahu dalam aplikasi masih terdapat sedikit
syariah murni modal berasal bukan dari bank unsur yang menyerempet kepada hal-hal yang
konvensional yang berbasis bunga. Bukan hanya belum syar’ie, sesuai dengan kaidah syariah Islam.
pada permodalan awal yang faktanya masih belum Demikian pula produk dengan akad wadiah di
syariah, namun bisa saja pada produk-produk yang bank-bak umum syariah pelaksana/bank komersial.
ditawarkan masih terdapat unsur-unsur yang belum Untuk itulah perlu adanya pengkajian yang terus
“pure” syariah. Sekalipun hal ini tergantung pada menerus sehingga dapat dipastikan bahwa produk
pengelolanya sejauh mana memiliki komitmen kuat bank syariah yang diikat dalam akad wadiah yang
dan niat yang tulus untuk mewujudkan bank sepenuhunya ,mengacu pada syariah sebagaimana
dengan produk murn syariah, baik dalam undang- dikehendaki sesuai dengan tuntuan syariah.
undang/ketentuan yang syar’ie (berdasarkan
syariah) maupun dalam aplikasinya di lapangan. II. DASAR-DASAR HUKUM SYARIAH
Salah satu produk yang memerlukan penelitian dan PRODUK DENGAN AKAD WADIAH
pendalaman yang tepat adalah produk-produk yang

62
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
Dalam perekonomian dan Perbankan b. Bahwa kegiatan giro tidak semuanya dapat
Islam, transaksi yang dilarang adalah transaksi- dibenarkan oleh hukum Islam (syariah)
transaksi yang mengandung riba (tambahan), c. Bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah
maisyir (spekulasi) dan ghoror (tidak Nasional (DSN) memandang perlu menetapkan
jelas)(Lasmiatun, 2010:103). Di dunia perbankan fatwa tentang bentuk-bentuk muamalah syariah
segala transaksi lazim dilandasi dengan akad. untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
Adapun arti akad atau al-‘aqdu adalah perjanjian, giro pada bank syariah.
perikatan,permufakatan (Daeng Naja, 2011:17). Konsideran tersebut dengan mengacu pada hukum-
Tentang perjanjian ini, Alloh swt berfirman dalam hukum syariah berikut :
surat Al-Nahl ayat 91, yang artinya :” Dan tepatlah 1. Firman Allah QS Annnisa (4):29 Hai orang
janji dengan Alloh apabila kamu berjanji dan yang beriman ! janganlah kalian saling
janganlah kamu melanggar sumpah setelah memakan (mengambil) harta sesamamu dengan
diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Alloh jalan yang batil, kecuali dengan jalan
sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). perniagaan yang berlaku dengan sukarela
Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu diantaramu ..
perbuat”. Dalam surat Al-Isra ayat 34 :” ...dan 2. Firman Allah QS Albaqarah (2):283, Maka, jika
penuhilah janji karena janji itu pasti diminta sebagian kamu mempercayai sebagian yang
pertanggungjawaban”. Sementara arti wadiah lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
adalah titipan. Dalam konteks wadiah, barang yang amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada
dititipkan hanyalah sebatas titipan, tidak Allah Tuhannya
dibolehkan adanya tambahan ketika dikembalikan 3. Firman Allah QS Almaidah (5):1 Hai orang-
kepada sipenitipnya. Uang yang dititipkankan oleh orang yang beriman ! penuhilah akad-akad itu
nasabah, bank dapat mengoperasikan sejumlah 4. Firman QS Almaidah (5):2 Dan tolong-
tertentu, seraya bankpun dapat mengembalikan menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan ..
uang titipan ini pada saat penitipnya meminta 5. Hadis nabi riwayat al ThabraniAbbas bin Abdul
kembali (Abu Sura’i, 1993:95). Atas definisi Muthalib jika menyerahkan harta sebagai
secara umum tersebut Dewan Syariah Nasional mudharabah. Ia mensyaratkan kepada
(DSN) mengeluarkan fatwanya terkait produk mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan
wadiah tersebut dengan konsideran sebagai berikut tidak menuruni lembah, serta tidak membeli
:. hewan ternak, jika persyaratan itu dilanggar, ia
a. Bahwa keperluan masyarakat dalam (mudharib) harus menanggung
peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan
investasi, pada masa kini, memerlukan jasa Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
perbankan; dan salah satu produk perbankan di membenarkannya..(HR Thabrani dari Ibnu
bidang penghimpunan dana dari masyarakat Abbas)
adalah giro, yaitu simpanan dana yang 6. Nabi bersabda “ ada tiga hal yang mengandung
penarikannya dapat dilakukan setiap saat berkah : jual beli tidak secara tunai, muqaradah
dengan penggunaan cek, bilyet giro, sarana (mudharabah), dan mencampur gandum dan
perintah pembayaran lainnya, atau dengan jewawut untuk kepentingan rumah tangga,
pemindahbukuan;

63
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
bukan untuk dijual” (HR Ibnu Majah dari 2. Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro
Shuhaib) yang berdasarkan prinsip mudharabah dan
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf wadiah
Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum Kedua : Ketentuan Umum Giro berdasarkan
muslimin, kecuali perdamaian yang Mudharabah :
mengharamkan yang halal atau menghalalkan 1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan shahibul maal atau pemilik dana, dan bank
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang bertindak sebagai mudharib atau pengelola
mengharamkan yang yang halal atau dana.
menghalalkan yang haram. 2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank
8. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat dapat melakukan berbagai macam usaha yang
menyerahkan (kepada orang, mudharid) harta tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada mengembangkannya, termasuk didalamnya
seorangpun mengingkari mereka. Karenanya, mudharabah dengan pihak lain.
hal itu dipandang sebagai ijma’ (Zuhaily, 3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya,
AlFiqh Alislami wa Adilatuhu, 1989, 4/838) dalam bentuk tunai dan bukan piutang
9. Qiyas. Transaksi mudharabah, yakni peyerahan 4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam
sejumlah harta (dana, modal) dari satu pihak bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
(malik, shahib al-mal) kepada pihak lain (amil, pembukaan rekening
mudharib) untuk diperniagakan 5. Bank sebagai mudharib menutup biaya
(diproduktifkan) dan keuntungan dibagi operasional giro dengan menggunakan nisbah
diantara mereka sesuai kesepakatan, diqiyaskan keuntungan yang menjadi haknya.
kepada transaksi musaqah. 6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
10. Kaidah fiqh “Pada dasarnya, semua bentuk keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil bersangkutan.
yang mengharamkannya” Ketiga : Ketentuan umum giro berdasarkan wadiah
11. Para ulama menyatakan, dalam kenyataan 1. Bersifat titipan
banyak orang yang mempunyai harta namun 2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
tidak mempunyai kepandaian dalam usaha 3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali
memproduktifkannya, sementara itu tidak dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat
sedikit pula orang yang tidak memiliki harta sukarela dari pihak bank.
namun ia memiliki kemampuan dalam
memproduktifkannya. Oleh karena itu, III. PRODUK-PRODUK PERBANKAN
diperlukan adanya kerjasama diantara kedua SYARIAH DENGAN AKAD WADIAH
pihak tersebut. Akad wadiah merupakan salah satu akad
yang digunakan dalam kegiatan penghimpunan
Menetapkan fatwa tentang GIRO dana pada perbankan syariah. Sesuai dengan buku
Pertama kodifikasi produk perbankan syariah yang
1. Giro yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu dikeluarkan Bank Indonesia (2008). Ditetapkan
giro yang berdasarkan perhitungan bunga definisi mengenai berbagai produk yang diterapkan

64
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
di Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
(UUS). antara lain : BAGI NASABAH
1. GIRO SYARIAH  Memperlancar aktivitas pembayaran
Pengertian : dan/atau penerimaan dana
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat  Dapat memperoleh bonus
dilakukan setiap saat dengan menggunakan
chek /bilyet giro dan sarana perintah ANALISIS DAN IDENTIFIKASI RISIKO
pembayaran lainnya, atau dengan  Risiko likuiditas yang disebabkan oleh
pemindahbukuan. Sedangkan akad wadiah fluktuasi dana yang ada di rekening giro
adalah Transaksi penitipan dana atau barang (wadiah) dan bank setiap saat harus
dari pemilik kepada penyimpan dana atau memenuhi kewajiban jangka pendek
barang dengan kewajiban bagi yang menyimpan tersebut
untuk mengembalikan dana atau barang  Risiko pasar yang disebabkan oleh
sewaktu-waktu pergerakan nilai tukar untuk giro (wadiah)
Fitur dan mekanisme : Giro atas dasar akad dalam valuta asing
wadiah
 Bank bertindak sebagai penerima dana FATWA SYARIAH
titipan dan nasabah bertindak sebagai  Fatwa Dewan Syariah Nasional No
penitip dana 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro
 Bank tidak diperkenankan menjanjikan
pemberian imbalan atau bonus kepada REFERENSI
nasabah  PBI No.3/10/PBI/2001 tentan Prinsip
 Bank dapat membebankan kepada nasabah Mengenal Nasabah (KYC)
biaya administrasi berupa biaya-biaya yang  PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang
trkait langsung dengan biaya pengelolaan Transparansi Informasi Produk Bank dan
rekening antara lain biaya chek/bilyet giro, Penggunaan Data Pribadi Nasabah
biaya meterai, cetak laporan transaksi dan  PBI No.9/19/PBI/2007 tentang
saldorekening, pembukaan dan penutupan Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam
rekening Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
 Bank menjamin dana titipan nasabah serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
 Dana dapat diambil setiap saat oleh nasabah
PERLAKUAN AKUNTANSI
Tujuan dan Manfaat  PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan
BAGI BANK Syariah
 Sumber pendanaan, baik Rupiah maupun  PAPSI yang berlaku
Valuta Asing
 Salah satu sumber pendapatan dala bentuk 2. TABUNGAN WADIAH
jasa (fee base income) dari aktifitas Pengertian/Definisi
lanjutan pemanfaatan rekening giro oleh Tabungan adalah simpanan yang penarikannya
nasabah hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu

65
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik BAGI NASABAH
dengan chek atau bilyet giro dan/atau alat  Kemudahan dalam pengelolaan likuiditas,
lainnya yang dipersamakan dengan itu baik dalam hal penyetoran, penarikan,
transfer, dan pembayaran transaksi yang
AKAD TABUNGAN WADIAH fleksibel
Sedangkan akad tabungan wadiah adalah  Dapat memperoleh bonus
Transaksi penitipan dana atau barang dari
pemilik kepada penyimpan dana atau barang ANALISIS DAN IDENTIFIKASI RISIKO
dengan kewajiban bagi yang menyimpan untuk  Risiko likuiditas yang disebabkan oleh
mengembalikan dana atau barang sewaktu- fluktuasi dana yang ada di rekening
waktu tabungan relatif tinggi dibandingkan
dengan deposito
Fitur dan mekanisme : Giro atas dasar akad  Risiko displacement (commercial
wadiah displacement risk) yang disebabkan oleh
 Bank bertindak sebagai penerima dana adanya potensi nasabah memindahlan
titipan dan nasabah bertindak sebagai dananya yang didorong oleh tingkat bonus
penitip dana atau bagi hasil riil yang lebih rendah
 Bank tidak diperkenankan menjanjikan dibandingkan dengan tingkat suku bunga
pemberian imbalan atau bonus kepada  Risiko pasar yang disebabkan oleh
nasabah pergerakan nilai tukar untuk tabungan
 Bank dapat membebankan kepada nasabah dalam valuta asing
biaya administrasi berupa biaya-biaya
yang trkait langsung dengan biaya FATWA SYARIAH
pengelolaan rekening antara lain biaya  Fatwa Dewan Syariah Nasional No
chek/bilyet giro, biaya meterai, cetak 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan
laporan transaksi dan saldorekening,
pembukaan dan penutupan rekening REFERENSI
 Bank menjamin dana titipan nasabah  PBI No.3/10/PBI/2001 tentan Prinsip
 Dana dapat diambil setiap saat oleh Mengenal Nasabah (KYC)
nasabah  PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan
Tujuan dan Manfaat Penggunaan Data Pribadi Nasabah
BAGI BANK  PBI No.9/19/PBI/2007 tentang
 Sumber pendanaan, baik Rupiah maupun Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam
Valuta Asing Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
 Salah satu sumber pendapatan dala bentuk serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
jasa (fee base income) dari aktifitas
lanjutan pemanfaatan rekening giro oleh PERLAKUAN AKUNTANSI
nasabah  PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah

66
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
 PAPSI yang berlaku Namun bisa saja kedepan bisa menjanjikan apabila
masyarakat sudah syariah minded.
3. SERTIFIKAT WADIAH BANK NDONESIA Dalam Peraturan Bank Indonesia No.
(SWBI) 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Indonesia yang menetapkan bahwa Wadiah adalah
diterbitkan pada tahun 2000, nampkanya sebagai perjanjian penitipan dana antara pemilik dana
bentuk perkembangan produk perbankan syariah dengan pihak penerima titipan yang dipercaya
menjawab tantangan jaman sejalan dengan untuk menjaga dana tersebut. Dijelaskan bahwa
perkembangan dan pertumbuhan perbankan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah
perbankan syariah itu sendiri. Diterbitkan sebelum sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai
UU No 24 tahun 2008 tentang perbankan syariah bukti penitipan dana berjangka pendek dengan
diundangkan, membuktikan adanya tuntutunan prinsip Wadiah.
perkembangan produk dan secara luas bagi Adapaun karakteristik, jumlah dan jangka waktu
perekonomian adalah sebagai wujud dari tuntutan penitipan dana diatur sebagai berikut :
sarana/perangkat pengendalian moneter dari sisi 1 Bank Indonesia dapat menerima penitipan dana
kegiatan produk perbaankan syariah. Apabila di dari Bank atau UUS dengan menggunakan
perbankan konvensional (bank dengan basis produk prinsip Wadiah.
bunga) produk semacam SWBI adalah Sertifikat 2 Sebagai bukti penitipan dana sebagaimana
Bank Indonesia (SBI). SBI merupakan perangkat dimaksud dalam ayat (1), Bank Indonesia
utama Bank Indonesia dalam pengendalian moneter menerbitkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
dalam operasi pasar terbuka (OPT) dengan (SWBI).
instrumen suku bunga SBI (BI rate), saat ini 3 Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas
sebesar 7,50% (Maret 2015:pen). Sebagai penitipan dana sebagaimana dimaksud dalam
perangkat moneter utama dari sisi perbankan ayat (1) yang diperhitungkan pada saat jatuh
konvensional. Maka diciptakan perangkat semacam waktu.
SBI untuk perbankan syariah dengan produk/sarana (1) Jumlah dana yang dapat dititipkan
yang tentunya mengacu pada produk yang sesuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
dengan syariah. Sebetulnya SWBI bisa menjadi (1) sekurang-kurangnya Rp
perangkat moneter yang sangat efektif ketika 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
perekonomian sedang menghadapi krisis karena (2) Penitipan dana di atas Rp 500.000.000,00 (
“secara teori” SWBI bisa untuk mengenalikan uang lima ratus juta rupiah) hanya dapat
uang beredar (sebagai perangkat untuk mengurangi dilakukan dalam kelipatan Rp
dan menambah jumlah uang beredar (dala arti 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
luas), namun mengingat daya tariknya adalah Adapun jangka waktu penitipan dana ditetapkan 1
“bonus suka rela” apakah akan efektif melawan (satu) minggu, 2 (dua) minggu, dan 1
persaingan bisnis yang fully oriented to profit, jika (satu) bulan yang dinyatakan dalam hari.
dihadapkan pada SBI yang notebene beroperasi Perubahan jangka waktu penitipan dana ditetapkan
berbasis turun naiknya BI rate. Apalagi pangsa dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
SWBI saat ini tentu masih kecil, mengingat pangsa
aset perbankan syariah juga masih kecil sekitar 3%.

67
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
TATA CARA PENYELESAIAN JATUH Nasional, namun tidak berlebihan apabila proses di
WAKTU PENITIPAN DANA lapangan, dalam praktek perbankan baik dari
(1) Pada saat jatuh waktu penitipan dana, Bank asepek ketentuan yang dibuat oleh otoritas, pelaku
Indonesia akan mengkredit rekening giro usaha (perbankan) maupun praktek di lapangan
Bank atau UUS pada Bank Indonesia sebesar dalam bentuk penerapan praktis akan selalu
nilai titipan dana. dikritisi, diperhatikan sehingga komitmen tentang
(2) Dalam hal Bank Indonesia memberikan bonus kesyariahan dalam produk akan tetap terjaga.
kepada Bank atau UUS pada saat jatuh waktu Atas dasar kebijakan/ketentuan yang ada
penitipan dana sebagaimana dimaksud dalam dan berdasarkan atas diskusi dengan para praktisi
Pasal 2 ayat (3), maka Bank Indonesia akan perbankan dapat dimunculkan hal-hal yang perlu
mengkredit rekening giro bank sebesar nilai dipertanyakan, dikritisi sebagaimana pandangan
bonus yang besarnya diatur dalam ayat (3) tentang produk-produk wadiah di bawah ini.
dan ayat (4). 1. Giro Wadiah di Bank Umum
(3) Dalam hal Bank Indonesia akan memberikan Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat
bonus kepada Bank atau UUS yang dilakukan setiap saat dengan menggunakan
menitipkan dana, maka besarnya bonus akan chek /bilyet giro dan sarana perintah
dihitung dengan menggunakan acuan tingkat pembayaran lainnya, atau dengan
indikasi imbalan Pasar Uang Antarbank pemindahbukuan. Sedangkan akad wadiah
berdas arkan prinsip Syariah (PUAS) yang adalah Transaksi penitipan dana atau barang
merupakan rata -rata tertimbang tingkat dari pemilik kepada penyimpan dana atau
indikasi imbalan Sertifikat Investasi barang dengan kewajiban bagi yang menyimpan
Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA) untuk mengembalikan dana atau barang
yang terjadi di PUAS, pada tanggal penitipan sewaktu-wakt
dana. Produk titipan tersebut jangan sampai terjadi
(4) Dalam hal data mengenai tingkat indikasi semacam janji tentang pemberian bonus di
imbalan PUAS sebagaimana dimaksud dalam awal, sekalipun secara tertulis tidak ada, secara
ayat (3) tidak tersedia pada hari penitipan dana, lisanpun tidak diperkenankan. Namun dalam
maka besarnya bonus akan dihitung dengan suatu forum diskusi dengan praktisi perbankan.
menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan Seandainya si mudi”(penitip dana) sama sekali
PUAS terakhir yang terjadi atau rata -rata tidak diinformasikan tentang bonus yang akan
tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah diterima misalnya bonus setara nisbah bagi
sebelumdidistribusikan pada bulan sebelumnya hasil sekian rupiah, maka dalam praktek bisnis
dari seluruh Bank yang melakukan kegiatan riil yang dalam kenyataannya mengahadapi
usaha berdasarkan prinsip syariah dan UUS. persaingan yang ketat, maka akan sulit bagi
bank untuk dapat menghimpun dana dalam
IV. PANDANGAN KRITIS (CRITCAL POINT) bentuk giro wadiah tersebut. Dalam kenyataan
KESYARIAHAN PRODUK DENGAN produk giro wadiah meliputi lalu-lintas dana
AKAD WADIAH dalam jumlah besar, karena sifatnya yang likuid
Sekalipun semua produk perbankan (mudah untuk perputaran dana). Bagi dunia
syariah tentu sudah melalui Fatwa Dewan Syariah usaha, akan sulit apabila dana yang cukup

68
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
besar tersebut ditanamkan begitu saja tanpa tidak diperjanjikan di awal perjanjian. Yang
adanya return yang menjanjikan, sekurangnya perlu dicermati antara lain :
apabila dana ditanamkan dalam bentuk akad i. Titipan ditetapkan dalam jangka waktu
mudharabah (walaupun tentunya menjadi 1(satu) minggu, 2 (dua) minggu dan 1(satu)
kurang likuid) untuk keperluan lalu-lintas bulan. Padahal dalam prinsip syariahnya,
pembayaran. Dari sisi bank sendiri, tentu dana titipan tersebut dapat diambil sewaktu-
menganggarkan untuk pemberian bonus. waktu dan ini hak dari si penitip dana. Bagi
Apabila hal tersebut terjadi secara rutin, berarti Bank Indonesia sebagai otoritas moneter,
akan menjadikan kebiasaan menganggarkan penetapan ini wajar karena apabila
pemberian bonus menjadi hal biasa dan lazim, menyelaraskan pada Sertifikat Bank
nasabahnpun akan memahami, “mengharap” Indonesia (SBI) sebagai perangkat moneter,
adanya bonus . Betapa tidak, dana yang maka SWBI bisa dianggap sebagai
ditanamkan begitu besar, apakah akan begitu perangkat moneter juga sehingga apabila
saja digratiskan sementara bisnis “as usulan” tidak ada batasan waktu, maka fungsi
adalah mobilisasi dana yang tentu ada biayanya. sebagai perangkat moneternya menjadi
Lebih mendalam lagi, bonus sudah sumir. Namun apabila dikaji dari sisi produk
“diperjanjikan”walaupun secara lisan tentang syariahnya memang menjadi sedikit kurang
besarnya bonus. Hal demikian yang perlu pas.
dicermati oleh para pengawas syariah baik dari ii. Pada butir (2) pasal PBI No. 2/9/PBI/2000
DSN, DPS maupun masyarakat peduli syariah tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
lainnya. Dalam bahasa syar’i-nya, sudah ada memang ditetapkan “Dalam hal Bank
niat untuk mendapatkan bonus. Padahal Indonesia akan memberikan bonus kepada
tentunya mengcau pada inna a’malu biniyah Bank atau UUS yang menitipkan dana”,
(Segala sesuatunya bergantung pada niat). artinya bonus belum merupakan kepastian,
Dalam konteks produk giro wadiah, walaupun sudah sesuai dengan syariah akad wadiah
tidak ada bonus atau imbalan dalam (titipan). Namun selanjutnya tertulis “maka
akadnya(perjanjian awalnya), namun sudah ada besarnya bonus akan dihitung dengan
niat/harapan untuk adanya bonus dikemudian menggunakan acuan tingkat indikasi
hari. Inilah yang tipis perbedaanya antara imbalan Pasar Uang Antarbank berdas arkan
syariah dan non syariahnya. prinsip Syariah (PUAS) yang merupakan
rata -rata tertimbang tingkat indikasi
2. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) imbalan Sertifikat Investasi Mudharabah
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, SWBI Antarbank (Sertifikat IMA) yang terjadi di
adalah produk syariah yang dikeluarkan oleh PUAS, pada tanggal penitipan dana.
Bank Indonesia (Bank Sentral Republik Tidakkah, kalimat tersebut sudah
Indonesia). Bank Indonesia dapat menerima memberikan semacam “harapan yang
titipan atas ditempatkannya dana tersebut oleh mendekati pasti” bahwa bonus selalu akan
masyarakat (perbankan syariah). Bank diberikan kepada penitip dana. Terlebih lagi
Indonesia dapat memberikan bonus, namun bahwa operasional SWBI sebagai perangkat
moneter melibatkan uang milyaran rupiah,

69
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
sebagaimana ditetapkan bahwa minimal Tabungan adalah simpanan yang penarikannya
dana yang dititipkan dalam bentuk SWBI hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu
sebesar Rp 500 juta dan diatas Rp500 juta yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan kelipatan Rp 50 juta penuh. dengan chek atau bilyet giro dan/atau alat
Pertanyaan selanjutnya apakah bagi bank lainnya yang dipersamakan dengan itu. Syarat
umum syariah yang menitipkan dana dalam tertentu itu misalnya penarikannya dibatasi
jumlah besar akan begitu saja rela tanpa dalam satu hari sekian rupiah. Dalam hal ini
adanya income (pendapatan)? Sementara perlu dicermati pula azaz akad wadiah itu
bank tersebut mengelola dana masyarakat adalah titipan dana yang dapat diambil sewaktu-
agar mendatangkan return? Mengapa dana waktu, artinya terserah kepada mudi’(pemilik
masyarakat tersebut tidak ditanamkan saja dana). Namun memang tergantung pada
pada produk mudharabah, murabahah, ijaroh kesepakatan yang telah dibuat. Namanya titipan
dan lain sebagainya yang sudah pasti yang memang niatnya untuk dititipkan, bukan
mendatangkan return. Jawabnya tentu berniat untuk berinvestasi. Tidak ada bonus
bahwa dana yang ditanamkan dalam bentuk yang dijanjikan pada awalnya. Perlu dipahami
SWBI juga mendatangkan return, hanya oleh mudi’ uang yang dititipkan dalam bentuk
tidak diperjanjikan dimuka, namun dengan tabungan wadiah dalam kondisi :
“harapan hampir pasti” bahwa pada saat  Biasanya akan dikenakan biaya
SWBI jatuh tempo Bank Indonesia juga adminsitrasi, berarti uang akan berkurang
akan memberikan bonus. Maka disinilah  Nilai uang juga akan turun karena pasti
tipisnya perbedaan antara “bonus sukarela” terjadinya inflasi, biasanya sekurang-
dan “bonus janji”. Dalam pandangan syariah kurangnya 5%/tahun.
tentu juga sudah dikenal makna dari hadits  Tidak ada niat untuk investasi, uang
“Inna a’malu biniyah” (Sesungguhnya amal semata-mata untuk dititipkan demi
manusia tergantung pada niatnya”. Apa menjalankan syariah.
tujuan/niat bank menanamkan dananya Pihak bank berkewajiban untuk menjelaskan
dalam bentuk SWBI, hanya menitipkan atau kepada nasabah tentang arti/perbedan tabungan
mengharapkan bonus? Niat tentu urusannya wadiah dengan tabungan mudharabah. Adakah
sama Alloh, bukan pada formalitas (bentuk nasabah yang menitipkan dananya kepada bank
formal perjanjian) atau perjanjian lisan syariah dalam bentuk tabungan wadiah? Wallohu
antara mudi’(penitip dana) dan a’lam.
muda’(penerima titipan dana). Perlu
dicermati bahwa kebiasaan tidak tertulis V. KESIMPULAN DAN SARAN
yang dilakukan berulang-ulang maka akan A. KESIMPULAN
menjadi ikatan atau konvensi atau hukum. 1. Produk bank syariah dengan akad wadiah
Pemberian bonus yang tidak diperjanjikan seperti Giro Wadiah di Bank Umum, Sertifikat
namun dilakukan berulang-ulang dan Wadiah Bank Indonesia dan tabungan wadiah
menjadi kebiasaan, lama-kelamaan akan perlu lebih ditajamkan nilai-nilai kesyariahhnya
menjadi keniscayaan. dalam pelaksanaannya.
3. Tabungan Wadiah

70
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016
2. Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang produk- namun, pengetahuan perekonomiian secara
produk tersebut sudah cukup jelas, namun luas.
pengkajian tentang substansi produk perlu terus
ditajamkan dalam tataran praksisnya. ------0------
3. Tentang persyaratan yang dikenakan pada
produk tabungan wadiah, perlu dijelaskan agar DAFTAR PUSTAKA
tidak bertentangan dengan substansi produk 1. Bank Syariah, Teori, Kebijakan dan Studi
Empiris di Indonesia
bahwa dana titipan tersebut dapat diambil oleh
Oleh : DR Amir Mahmud dan H. Rukmana, SE,
penitipnya (penabung) sewaktu-waktu. Terlebih MSi
lagi, para penabung ini kebanyakan masyarakat
Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010
kalangan bawah yang uangnya pas-pasan
sehingga dalam penerapnnya produk perbanka 2. Bank Syariah, Dari Teori dan Praktek
Oleh : DR M Safi’i Antonio. MEc
syariah tetap memperhatikn kemaslahatan umat
STEI, Tazkia, Jakarta
sebagaimana tujuan akhir, baik ekonomi
maupun perbankan Islam adalah kemaslahatan 3. Bank Syariah, Wacana Ulama & Cendekiawan
Oleh : Muhammad Syafi’i Antonio
umat.
Penerbit : Tazkia Institut, Jakarta, 1999.
B. SARAN-SARAN
4. Perbankan Syariah
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam praktek Oleh Lasmiatun, SE, MSi
perbankan syariah seperti Dewan Syariah
Penerbit Kartini Press, Semarang, 2010
Nasional, Dewan Pengawas Syariah dan
5. Tanya jawab Perbankan Syariah
masyarakat peduli perbankan syariah lain
Oleh :Prof DR Abdul Ghofur Anshori, SH, MH
agar tidak hanya terpaku pada Fatwa-fatwa
UII Press, Yogyakarta, 2010
yang dikeluarkan oleh DSN, namun perlu
mempelajari dan mendalami praktek- 6. Akad Bank Syariah
Oleh : H.R. Daeng Naja
praktek perbankan di lapangan agar fatwa-
fatwa dapat dijalankan selaras dengan Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011
praktek-praktek di lapangan.
7. Bunga Bank Dalam Islam
2. Dunia perbankan begitu kompleks, Oleh : DR Abu Sura’i Abdul Hadi MA
menyangkut perekonomian, moneter,
Guru Besar Syariah, Riyadh University, Saudi
sistem pembayaran dan bahkan aspek Arabia
sosiologis sehingga perlu kepakaran yang
Penerbit : Al Ikhlas, Surabaya, Indonesia, 1993.
optimal agar praktek perbankan syariah
menerapkan produk yang benar-benar 8. Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah
syariah.
3. Masyarakat peduli perbankan syariah perlu
9. Undang-Undang No. 7 tahun 1992 sebagaiman
proaktif dalam mengikuti perkembangan diubah dengan Undang-Undang No 10 tahun
perbankan syariah. Dituntut bukan hanya 1998 tentang Perbankan
harus memahami tentang prinsip syariah 10.Undang-Undang No 23 tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
No 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

71
Maksimum Vol.5 No.1 September 2015 – Februari 2016

Anda mungkin juga menyukai