Anda di halaman 1dari 17

1

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian


Sumber data pada penelitian ini menggunakan sumber data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber pertama yaitu anak usia 3-5 tahun yang mengalami stunting di Puskesmas
Banda Sakti Kota Lhokseumawe pada tahun 2019. Pengumpulan data sekunder dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari Kantor Dinas Kesehatan
Kota Lhokseumawe dan Puskesmas Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe
tahun 2018/2019.

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Analisis univariat
4.2.1.1 Distribusi menurut karakteristik responden
Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia responden (bulan)
36-41 19 25,3
42-47 14 18,7
48-53 17 22,7
54-60 25 33,3
Jenis kelamin responden
Laki-laki 37 49,3
Perempuan 38 50,7
Pendidikan orang tua
SD 6 08,0
SMP 24 32,0
SMA 31 41,3
Perguruan Tinggi 14 18,7
Pekerjaan orang tua
PNS/TNI/POLRI 0 0
Karyawan Swasta 9 12,0
Wiraswasta 38 50,7
Tidak Bekerja 28 37,3
Total 75 100
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden
Sumber: Data primer, 2019
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi responden menurut usia
terbanyak yaitu 54-60 bulan yaitu sebanyak 25 orang (33,3%) dan usia paling sedikit
adalah 42-47 bulan dengan jumlah 14 orang (18,7%). Distribusi frekuensi responden
menurut jenis kelamin terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 38 orang (50,7%)
sedangkan laki-laki berjumlah 37 orang (49,3%). Tingkat pendidikan orang tua
responden terbanyak adalah SMA dengan jumlah 31 orang (41,3%) dan tingkat
pekerjaan orang tua responden terbanyak adalah Wiraswasta dengan jumlah 38 orang
(50,7%).

4.2.1.2 Distribusi responden menurut status gizi (TB/U)


Tabel 4.2 Distribusi responden menurut status gizi (TB/U)
Status Gizi (TB/U) Frekuensi (n) Persentase (%)
Stunting 50 66,7
Severely stunting 25 33,3
Total 75 100,0
Sumber: Data primer, 2019

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 75 responden terdapat 50 anak (66,7%)


yang mengalami kejadian stunting dan 25 anak (33,3%) mengalami kejadian severely
stunting.

4.2.1.3 Distribusi responden menurut perkembangan


Tabel 4.3 Distribusi responden menurut perkembangan
Kategori Perkembangan Frekuensi (n) Persentase (%)
Sesuai 18 24,0
Meragukan 27 36,0
Penyimpangan 30 40,0
Total 75 100,0
Sumber: Data primer, 2019

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi responden menurut


perkembangan terbanyak yaitu penyimpangan dan meragukan dengan jumlah
masing-masing 30 orang (40,0%) dan 27 orang (36,0%). Perkembangan dengan
kategori sesuai memiliki jumlah paling sedikit yaitu 18 orang (24,0%).
4.2.2 Analisis bivariat
4.2.2.1 Hubungan antara kejadian stunting dengan perkembangan anak
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square karena
data berdistribusi normal dan memenuhi syarat untuk menggunakan uji Chi Square.

Tabel 4.4 Hubungan kejadian stunting dengan perkembangan


Perkembangan

Status Gizi Sesuai Meragukan Penyimpangan Total Nilai p


(TB/U) (skor 9-10) (skor 7-8) (skor 9-10)

N % n % n % N %

Stunting 14 28,0 21 42,0 15 30,0 50 100,0


0,044
Severely 4 16,0 6 24,0 15 60,0 25 100,0
Stunting
Total 18 24,0 27 36,0 30 40,0 75 100,0

Sumber: Data primer, 2019

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p=0,044 yang artinya Ha diterima
atau terdapat hubungan antara kejadian stunting dengan perkembangan anak usia 3-5
tahun di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe tahun 2019.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Stunting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian stunting pada anak usia 3-5
tahun di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe dalam kategori stunting sebesar
66,7% sedangkan kategori severely stunting sebesar 33,3%. Usia terbanyak pada anak
yang mengalami stunting dalam penelitian ini adalah pada usia 54-60 bulan. Salah
satu faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah karena pada usia tersebut
merupakan puncak pada anak dalam memilih makanannya sendiri tanpa pengawasan
orang tua sehingga anak akan memilih makanan yang disukai tanpa memperhatikan
jenis dan kualitas makanan. Kualitas makanan yang buruk dan jenis makanan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan anak pada usiannya dapat menyebabkan gizi anak
tidak terpenuhi secara maksimal (37). Berbeda dengan hasil penelitian lain, sebuah
penelitian yang dilakukan di Kalasan menyatakan bahwa pada kategori usia 12-36
bulan lebih dominan mengalami stunting yaitu sebesar 61,32% sedangkan sisanya
adalah anak dengan kategori usia 37-60 bulan (38). Penelitian yang dilakukan
terhadap responden yang berusia 3-6 tahun di Semarang menunjukkan usia terbanyak
anak yang megalami stunting adalah 36-41 bulan dan 48-53 bulan (2).
Hasil penelitian ini menunjukkan anak yang berjenis kelamin perempuan lebih
banyak yaitu 50,7% dibandingkan dengan anak yang berjenis kelamin laki-laki
49,3%. Tahun pertama kehidupan, anak laki-laki lebih rentan mengalami malnutrisi
dari pada perempuan karena ukuran tubuh anak laki-laki yang besar sehingga
membutuhkan asupan energi yang lebih besar pula, apabila asupan makan tidak
terpenuhi dan kondisi tersebut terjadi dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan
gangguan pertumbuhan. Tahun kedua kehidupan, anak perempuan lebih berisiko
mengalami stunting. Hal ini terkait pola asuh orang tua dalam memberikan makan
dan pemenuhan gizi pada anak (39). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
Gresik bahwa balita berjenis kelamin perempuan (76,92%) lebih mungkin mengalami
kejadian stunting (40). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di
Kalasan yang menyatakan anak yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak
(52,83%) mengalami stunting dibandingkan anak yang berjenis kelamin laki-laki
(38). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Makassar, menunjukkan bahwa
anak yang mengalami stunting banyak terjadi pada anak dengan jenis kelamin laki-
laki (57,9%) (41).
Tingginya angka kejadian stunting dalam penelitian ini dapat terjadi karena
dipengaruhi beberapa hal diantaranya adalah tingkat pendidikan orang tua. Sebanyak
31 orang tua (41,3%) anak yang mengalami stunting dalam penelitian ini diketahui
memiliki tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA sederajat. Pendidikan merupakan
hal yang mendasar untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman yang
merupakan guru terbaik dalam mengasah pengetahuan. Tingkat pendidikan,
khususnya tingkat pendidikan ibu mempengaruhi derajat kesehatan. Hal ini terkait
peranannya yang paling banyak pada pembentukan kebiasaan makan anak, karena ibu
yang mempersiapkan makanan mulai mengatur menu, berbelanja, memasak,
menyiapkan makanan dan mendistribusikan makanan (9). Sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di Manado, menyebutkan tingkat pendidikan orang tua memiliki
hubungan dengan stunting pada anak (42). Penelitian yang dilakukan di Bogor
menunjukkan bahwa pendidikan orang tua yang rendah merupakan faktor risiko yang
berpengaruh terhadap stunting pada anak (43).
Sebanyak 38 orang tua (50,7%) responden dalam penelitian ini bekerja dalam
kategori Wiraswasta. Pekerjaan orang tua memiliki hubungan antara kejadian
stunting pada anak karena dapat berpengaruh pada kemampuan sosial ekonomi
keluarga yang nantinya akan mempengaruhi asupan makanan yang akan di konsumsi.
Penelitian yang dilakukan di Klaten (Jawa Tengah) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status gizi balita berdasarkan TB/U (44).
Penelitian yang dilakukan di Semarang Timur menyatakan bahwa status ekonomi
keluarga yang rendah merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian
stunting pada balita. Anak dengan status ekonomi keluarga yang rendah lebih
berisiko 4,13 kali mengalami stunting (39). Status pekerjaan orang tua juga
menentukan seberapa banyak informasi yang didapatkan saat berinteraksi dengan
lingkungan pekerjaannya yang tentunya diimbangi juga dengan tingkat pendidikan
(45).
Status gizi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) dalam penelitian
ini terbanyak pada anak stunting adalah gizi buruk (38,7%), dan diikuti dengan gizi
kurang (33,3%). Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi, diantaranya adalah
akibat gizi buruk yang di alami oleh balita (46). Masalah kurang gizi sampai saat ini
banyak dialami oleh anak-anak sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dibandingkan dengan anak lain pada seusianya (47). Penelitian yang
dilakukan di Surabaya menyatakan sebagian besar balita stunting memiliki tingkat
konsumsi zat gizi (energi, lemak, protein, karbohidrat, seng dan zat besi) pada
kategori kurang sehingga anak yang mengalami stunting rentan mengalami gizi buruk
(48).

1.3.2 Perkembangan
Hasil penelitian didapatkan bahwa perkembangan responden dalam kategori
penyimpangan (skor KPSP ≤6) sebanyak 30 anak (40,0%), diikuti dengan kategori
meragukan (skor KPSP 7-8) sebanyak 27 anak (36,0%) sedangkan paling sedikit
adalah kategori sesuai (skor KPSP 9-10) yaitu sebanyak 18 anak (24,0%). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki perkembangan dalam
kategori penyimpangan (40,0%). Anak yang mengalami stunting dengan
perkembangan penyimpangan dalam penelitian ini paling banyak mengalami
hambatan dalam perkembangan motorik halus dan berbahasa. Penurunan fungsi
dalam perkembangan anak stunting terutama perkembangan motorik kasar dapat
disebabkan oleh karena kemampuan mekanik yang rendah dari otot tricep surae akan
menyebabkan terlambatnya kematangan fungsi otot tersebut sehingga menyebabkan
kemampuan motorik pada anak stunting menjadi terhambat (49). Perkembangan anak
yang berada dalam kategori meragukan dan penyimpangan dapat terkait dengan
kejadian stunting yang cenderung dapat terjadi karena anak mendapatkan asupan
nutrisi yang terbatas (50).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Surakarta,
menunjukkan bahwa anak balita yang mengalami keadaan stunting paling banyak
mengalami perkembangan dalam kategori penyimpangan yaitu 30 responden (26,3%)
dan di ikuti dengan anak yang mengalami keadaan severely stunting yaitu 20
responden (17,5%) (51). Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta menyatakan bahwa
pada sebagian besar balita yang mengalami stunting paling banyak mengalami
perkembangan dalam kategori penyimpangan, yaitu 13 responden (30,95%)
sedangkan perkembangan dalam kategori meragukan sebanyak 10 responden
(23,81%) (50). Perkembangan anak stunting yang berada dalam kategori
penyimpangan dan meragukan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Faktor internal seperti asupan gizi yang tidak
terpenuhi selama 1000 HPK maupun faktor eksternal seperti kurangnya stimulasi
perkembangan yang diberikan pada anak (50).
Terdapat 18 responden dalam penelitian ini yang mengalami perkembangan
dalam kategori sesuai. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi perkembangan anak
dalam kategori sesuai adalah anak mengikuti PAUD atau pengaruh dari pola asuh
orang tua yang mendukung perkembangan anak, seperti memberikan contoh tindakan
ataupun perilaku yang dapat mendorong perkembangan anak (50). Anak yang sering
mendapatkan stimulasi tumbuh kembang memiliki peluang 3,1 kali mengalami
perkembangan dengan kategori sesuai dibandingkan dengan anak yang jarang
mendapatkan stimulasi (51).
Intervensi yang diberikan harus sesuai dengan interpretasi pemeriksaan
menggunakan KPSP. Perkembangan anak dengan kategori sesuai (S), berikan pujian
kepada orang tua dan teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan
anak, beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin, sesuai dengan
umur dan kesiapan anak (52).
Perkembangan anak dengan kategori meragukan (M), intervensi yang dapat
dilakukan adalah sesuai dengan masalah/penyimpangan yang
ditemukan pada anak tersebut. Beri petunjuk pada orang tua/
keluarga agar melakukan intervensi pada anak sesering mungkin,
penuh kesabaran dan kasih sayang, bervariasi dan sambil bermain
dengan anak agar ia tidak bosan. Lakukan skrining ulang KPSP 2
minggu kemudian dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai
dengan umur anak. Apabila hasil skrining ulang anak masih belum
mencapai perkembangan sesuai umurnya beri kesempatan orang
tua/ keluarga untuk mengintervensi anaknya selama 2 minggu lagi
dengan lebih intensif. Dampingi orang tua/ keluarga ketika
melakukan intervensi pada anaknya bila perlu. Berilah pujian pada
anak bila kemampuan perkembangan anak ada kemajuan (52).
Perkembangan anak yang mengalami penyimpangan (P),
intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan membawa anak ke
Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan
perkembangan pada anak (52).

1.3.3 Hubungan stunting dengan perkembangan


Hasil analisa data statistik penelitian hubungan antara kejadian stunting
dengan perkembangan anak usia 3-5 tahun, menunjukkan nilai p=0,044 sehingga
dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau terdapat hubungan antara kejadian
stunting dengan perkembangan anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Banda Sakti Kota
Lhokseumawe. Anak yang mengalami stunting akan mengalami pertumbuhan fisik
yang lambat, hal ini merupakan efek dari kurang terpenuhinya zat gizi pada usia
tertentu. Zat gizi memegang peranan penting dalam pertumbuhan terutama pada
balita. Terganggunya pertumbuhan fisik pada balita juga dapat mempengaruhi
terhambatnya perkembangan sel-sel syaraf pada otak yang mempengaruhi fungsi
motorik, kecerdasan, serta respon soisal pada balita sehingga anak yang mengalami
stunting akan mengalami gangguan perkembangan (53). Hal ini dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan menggunakan KPSP yang menunjukkan anak stunting banyak
mengalami perkembangan dalam kategori penyimpangan dan meragukan.
Penelitian yang dilakukan di Kalasan sejalan dengan penelitian ini yang
menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi stunting dengan
perkembangan anak, yang ditandai oleh OR 3,9 (1,67-8,90) (38). Hasil penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara kejadian stunting dengan perkembangan balita usia
3-5 tahun di Posyandu Kricak (50). Hasil penelitian ini sejalan pula dengan penelitian
yang dilakukan di Bhubaneswar dan Cuttack India pada 112 anak menunjukkan
adanya penyimpangan sebesar 52,1% (54). Hasil penelitian yang dilakukan di
Semarang berbeda dengan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa anak yang
mengalami stunting memiliki perkembangan dengan kategori meragukan yang tinggi
yaitu sebanyak 72,2% (2).

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Stunting pada anak usia 3-5 tahun dalam penelitian ini paling banyak
ditemukan pada anak usia 54-60 bulan dan berdasarkan jenis kelamin lebih
banyak dijumpai pada perempuan (50,7%) dibandingkan laki-laki (49,3%).
2. Status gizi berdasarkan TB/U (stunting) pada anak usia 3-5 tahun di
Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe didapatkan kejadian stunting
lebih banyak (66,7%) dibandingkan dengan severely stunting (33,3%)
3. Perkembangan anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Banda Sakti Kota
Lhokseumawe yang terbanyak berada dalam kategori penyimpangan (40,0%).
4. Terdapat hubungan antara kejadian stunting dengan perkembangan pada anak
usia 3-5 tahun di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

5.2 Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat,
a. Melakukan penelitian tentang penanganan stunting dan deteksi dini
tentang stunting, baik melalui kerjasama dengan fasilitas kesehatan
atau menggunakan metode terbaru dalam penanganan stunting.
2. Bidan dan petugas kesehatan di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe
a. Melakukan tindakan untuk mencegah kejadian stunting pada ibu hamil
di wilayah kerja Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Dapat
berupa kunjungan kepada ibu hamil ataupun pemberian makanan
tambahan pada ibu hamil dan menyusui.
b. Melakukan pemeriksaan tumbuh kembang balita secara rutin dan
teratur untuk dapat mengetahui tumbuh kembang dan sekaligus
melakukan screening pada balita.
3. Bagi orang tua balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe,
a. Diharapkan dapat memberikan ASI eksklusif dan MPASI, serta
memperhatikan nutrisi untuk perkembangan balita usia 3-5 tahun.
b. Teratur melakukan ANC untuk mencegah terjadinya stunting pada
anak.
c. Penting bagi orang tua balita untuk mencari/menambah informasi
mengenai tumbuh kembang balita melalui konseling kepada bidan,
dokter, dan tenaga kesehatan lainnya.
d. Penting bagi orang tua anak yang mengalami stunting disertai dengan
perkembangan penyimpangan, dianjurkan untuk membawa anak
tersebut ke dokter spesialis anak terutama bagian tumbuh kembang,
dan mendukung stimulasi anak terutama perkembangan motorik halus
dan berbahasa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. InfoDATIN. 2016;


2. Ruth H, Ahmad Syauqy. Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar, Motorik Halus,
Bahasa, dan Personal Sosial pada Anak Stunting dan Non Stunting. Nutr Coll.
2016;5(4):412–8.
3. Fikawati Sandra SA dan VA. Cegah Stunting itu Penting. 2017;1–27.
4. Joint Child Malnutrition Eltimates. Buletin Stunting. J Mol Biol. 2018;301(5):1163–78.
5. UNICEF/WHO/World Bank Group. Levels and Trends in Child Malnutrition 2018. Joint
Child MalnuUNICEF/WHO/World Bank Group (2018) Levels and Trendds in Child
Malnutrition 2018, Joint Child Malnutrition Estimates 2018 Edition. doi: 10.1016/S0266-
6138(96)90067-4.trition Estimates 2018 Edition. 2018.
6. Picauly I, Sarci D, Toy M. Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi
Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT (The Determinant Analysis and
the Impact of Stunting for School Children School Performance in Kupang and Sumba
Timur, NTT). J Gizi dan Pangan,. 2015;8(72):55—62.
7. Poltekkes Kemenkes Aceh. Laporan Survey Pemantauan Status Gizi Provinsi Aceh. Has
Status Masal Gizi Balita Aceh [Internet]. 2017;36. Available from:
http://dinkes.acehprov.go.id
8. Bappeda Kota Lhokseumawe. Kajian Belanja Pulik Sektor Kesehatan Kota
Lhokseumawe. Archipel [Internet]. 2019;13(1):15–20. Available from:
https://www.persee.fr/doc/arch_0044-8613_1977_num_13_1_1322
9. Education M, Risk AS, Stunting F, Child OF. 4016-5656-1-Sm. 2014;37(Ci):129–36.
10. Shriver AE, Ferguson AM, Goff KL, Cabral de Mello M, Downey JL, Ferguson BA.
Improving Early Childhood Development among Vulnerable Populations: A Pilot
Initiative at a Women, Infants, and Children Clinic. Child Dev Res. 2018;2018:1–8.
11. Nurhasanah R. Pelatihan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Dengan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan ( KPSP ) Desa Sukamukti Kecamatan Majalaya Kabupaten
Bandung. 2017;32–3.
12. Ikalor A. jurnal-pertumbuhan-dan-perkembangan. 2013. p. Vol. 7 No. 1.
13. Chomaria N. Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 Tahun. 2015.
14. Patemah P. Implementasi Metode Demonstrasi Dalam Meningkatkan Kemampuan Kader
Untuk Stimulasi Pertumbuhan Dan Perkembangan Pada Anak. Vol. 5, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Media Husada. 2019. p. 27–32.
15. UNY Journal. Pendukung LKPD Pertumbuhan. Univ Negeri Yogyakarta. 2015;
16. Geometry R, Analysis G. Pengertian dan Ciri-ciri Perkembangan. 2013;
17. Murni. Perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial pada masa kanak-kanak awal 2-6
tahun. Psikol Anak [Internet]. 2017;III(1):19–33. Available from: http://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/download/2042/1513
18. Ruffin NJ, Specialist E. Human Growth and Development - A Matter of Principles.
Virginia Coop Ext. 2019;350-053.
19. Jannah W, Luluk M. Periodesasi Perkembangan Masa Pranatal dan Post Natal. J Pendidik
Islam. 2015;(152071000013).
20. Kemenkes RI. Generated from : www.kesmas.kemkes.go.id. 2012;2012.
21. Erna Setiyaningrum. Tumbuh Kembang Anak. Egc. 2017;252.
22. Suyana D. Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi & Aspek Perkembangan Anak. J
Pendidik Anak Usia Dini Ed 1 Tahun. 2016;1(December 2016):366.
23. Mayar F. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini Sebagai Bibit Untuk Masa Depan Bangsa.
AL-Ta lim. 2013;20(3):459.
24. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Cegah stunting dengan perbaikan pola
makan, pola asuh dan sanitasi (1). WwwDepkesGoId. 2018;(1):1–2.
25. Kesehatan K, Indonesia R. Ini penyebab stunting pada anak. 2019;1–2.
26. Niwa H. Hasil Riskesdas. Development. 2018;134(4):635–46.
27. Ramadhan R. Determinasi Penyebab Stunting di Provinsi Aceh. 2017;
28. Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF OA. Childhood Stunting: Context,
Causes and Consequences. Matern Child Nutr [Internet]. 2013;9(2):27–45. Available
from:
http://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_14Oct_Concep
tualFramework_colour.pdf
29. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Buku saku desa
dalam penanganan stunting. Buku Saku Desa Dalam Penanganan Stunting. 2017;2–13.
30. Dasman H. Empat dampak stunting bagi anak dan negara Indonesia Empat dampak
stunting bagi anak dan negara Indonesia. 2019;22–4.
31. Apriluana G, Fikawati S. Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada
Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara. Media Penelit dan
Pengemb Kesehat. 2018;28(4):247–56.
32. Trihono, Atmarita, Tjandrarini D et al. Pendek (stunting) di Indonesia, Masalah dan
Solusinya. 2015;
33. Kemenkes RI. Hasil Pemantauan Status Gizi ( PSG ) Tahun 2017. 2017.
34. Skill C, Csl H. Buku Panduan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan ( KPSP ) Penyusun
Fakultas Kedokteran. 2018;1–25.
35. Kemenkes RI. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan ( KPSP ). 2016;21-22; 35-39.
36. Screening D, Ddst T, Ii D, Frankenburg WK, Developmental DRD. Perkembangan anak
berbasis DDST. 2016;22:305–14.
37. Saifuddin A, Renaldi K. Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Lesi Dieulafoy’s. J
Penyakit Dalam Indones. 2017;4(2):97.
38. Probosiwi H, Huriyati E, Ismail D. Stunting dan perkembangan anak usia 12-60 bulan di
Kalasan. Ber Kedokt Masy. 2017;33(11):559.
39. Studi P, Gizi I, Kedokteran F, Diponegoro U. Prevalensi stunting di Jawa Tengah kejadian
tertinggi di Kecamatan Semarang Timur. J Nutr. 2012;1:176–84.
40. Bayu Dwi Welasih. Faktor yang Berhubungn dengan Status Gizi Balita Stunting di Desa
Kembangan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik [Internet]. Universitas Airlangga;
2016. Available from: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/22911
41. Hendrayati H, Asbar R. Analisis Faktor Determinan Kejadian Stunting Pada Balita Usia
12 Sampai 60 Bulan. Media Gizi Pangan. 2018;25(1):69.
42. Pelindung TKM. Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Gizi Dengan Stunting Pada
Anak Usia 4-5 Tahun Di Tk Malaekat Pelindung Manado. J Keperawatan UNSRAT.
2014;2(2).
43. Rukmana E, Briawan D, Ekayanti I. Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan
Di Kota Bogor. Media Kesehat Masy Indones Univ Hasanuddin. 2016;12(3):192–9.
44. Nisak NZ. Hubungan Pekerjaan Dengan Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Gizi Balita
Desa Duwet Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. Univ Muhammadiyah Surakarta.
2018;10–1.
45. Sulistyawati A. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita.
2019;(February).
46. Sutarto, Diana Mayasari RI. Stunting. Agromedicine. 2018;5:540–5.
47. Carin, A.A. & Sund R. Gangguan Pertumbuhan Anak. 2018;(1):430–9.
48. Azmi U, Mundiastuti L. Konsumsi Zat Gizi pada Balita Stunting dan Non- Stunting di
Kabupaten Bangkalan Nutrients Consumption of Stunted and Non-Stunted Children in
Bangkalan. 2018;292–8.
49. Wulansari N, Mahawati E, Hartini E. Kaitan antara Status Gizi dengan Perkembangan.
2013;36(1):62–72.
50. Dwi Sinta Maharani S, Retno Wulandari S, Melina F, tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta
S. Hubungan Antara Kejadian Stunting Dengan Perkembangan Pada Balita Usia 3-5
Tahun Di Posyandu Kricak Yogyakarta Relationship Between Stunting Events and
Development in Toddlers Aged 3-5 Years in Yogyakarta Kricak Posyandu. 37_Jurnal Ilm
Kesehat. 2018;7(1):37–46.
51. Hairunis MN, Salimo H, Dewi YLR. Hubungan Status Gizi dan Stimulasi Tumbuh
Kembang dengan Perkembangan Balita. Sari Pediatr. 2018;20(3):146.
52. Peraturan Menteri Kesehatan No.66. Pemantauan Pertumbuhan, Perkembangan, dan
Gangguan Tumbuh Kembang Anak. 2014;
53. Pantaleon MG, Hadi H, Gamayanti IL. Stunting berhubungan dengan perkembangan
motorik anak di Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta. J Gizi dan Diet Indones
(Indonesian J Nutr Diet. 2016;3(1):10.
54. Routray S, Kumar Meher B, Tripathy R, Nandan Parida D, Mahilary N, Damayanty
Pradhan D. Growth and Development among Children Living In Orphanages of Odisha,
an Eastern Indian State. IOSR J Dent Med Sci Ver I [Internet]. 2015;14(4):2279–861.
Available from: www.iosrjournals.org
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN PENELITIAN
Kepada Yth,
Calon responden penelitian
Di tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Isra Namira
NIM : 160610018
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh kota Lhokseumawe yang akan
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Kejadian Stunting dengan
Perkembangan pada Anak Usia 3-5 tahun di Puskesmas Banda Sakti, Kota Lhokseumawe
Tahun 2019”. Penelitian ini tidak memberi dampak yang merugikan terhadap responden. Saya
sebagai peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban yang anda berikan dalam kuesioner
pada penelitian ini. Atas kesediaannya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Isra Namira
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN DAN ORANG TUA/WALI
RESPONDEN
Dengan surat ini peneliti sampaikan kepada bapak/ibu bahwa peneliti meminta izin untuk
menjadikan anak bapak/ibu sebagai subjek penelitian yang berjudul Hubungan Antara
Kejadian Stunting dengan Perkembangan pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Banda
Sakti, Kota Lhokseumawe Tahun 2019. Terdapat poin-poin penting dalam penelitian ini
sebagai berikut:
A. Identitas peneliti
Peneliti adalah Mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh angkatan 2016 yang bernama Isra Namira. Merupakan mahasiswi
semester akhir yang akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Kejadian
Stunting dengan Perkembangan pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Banda Sakti,
Kota Lhokseumawe Tahun 2019 sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapat gelar
Sarjana Kedokteran. Penelitian ini membutuhkan 75 orang subjek penelitian dengan kriteria anak
usia 3-5 tahun yang berada di Puskesmas Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
B. Kesukarelaan untuk mengikuti penelitian
Bapak/ibu bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila
bapak/ibu sudah memutuskan untuk ikut, bapak/ibu juga dapat untuk mengundurkan diri atau
berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau sanksi dalam bentuk apapun.
C. Prosedur penelitian
Apabila bapak/ibu bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, bapak/ibu harus
mengisi identitas dan menandatangani lembar persetujuan. Prosedur penelitian yang akan
dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bapak/ibu melakukan pengisian lembar persetujuan orang tua/wali
2. Anak bapak/ibu (subjek) akan diukur tinggi badan oleh peneliti dan tim
a. Pemasangan alat ukur (microtoise) pada dinding yang rata
b. Meminta subjek melepas alas kaki (sandal/sepatu)
c. Subjek diminta berdiri tegak, pandangan lurus ke depan, kedua lengan berada
disamping, posisi lutut tidak menekuk dan telapak tangan menghadap ke paha.
d. Posisi kepala, punggung, bokong, betis dan tumit menyentuh dinding
e. Peneliti mencatat hasil pengukuran
3. Peneliti menanyakan umur anak kepada bapak/ibu, yakni dalam tanggal, bulan dan tahun
kelahiran anak.
4. Peneliti melakukan penilaian terhadap perkembangan anak yang diukur menggunakan
KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan), kuesioner dipilih sesuai dengan umur
anak/subjek.
a. Meminta anak untuk melaksanakan perintah yang sesuai dengan pertanyaan yang
tertera pada kuesioner
b. Terdapat beberapa pertanyaan yang akan dijawab oleh bapak/ibu sesuai dengan
keadaan anak yang sebenarnya
c. Peneliti akan mengisi kolom Ya atau Tidak sesuai dengan jawaban atau kemampuan
anak
d. Jawaban akan peneliti hitung dan menentukan perkembangan anak bapak/ibu
mengalami penyimpangan, meragukan, atau sesuai
D. Kewajiban subjek penelitian
Sebagai subjek penelitian, bapak/ibu berkewajiban mengikuti penelitian seperti tertulis di
atas serta memberikan informasi dengan jujur. Bila ada yang belum jelas, bapak/ibu dapat
bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
E. Risiko dan efek samping penelitian
Pengukuran tinggi badan, menjawab kuesioner, dan mengikuti perintah dalam kuesioner
tidak memiliki risiko atau efek samping yang berarti, peneliti hanya menggunakan alat pengukur
tinggi badan (microtoise) untuk mengukur tinggi badan anak dan kuesioner (KPSP) untuk
menilai perkembangan anak.

F. Manfaat
Keuntungan yang akan bapak/ibu peroleh sebagai subjek studi ini adalah mengetahui
informasi tentang perkembangan anak bapak/ibu. Sehingga dengan partisipasi bapak/ibu dalam
studi ini dapat memperoleh informasi mengenai kesehatan anak yang bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai